REBIRTH OF SHADOW
REBIRT OF SHADOW
Prolog
“aghhh… terus boss… aku gak tahann….” “liyahhhh… ampunnn.. ohhh….” Aku menampar pantatnya dengan keras, “DASAR PECUN!” “Aughh… siksa akuuhhh… siksa Bersama kenikmatan kontolmuhhh….” Aku yang mulai terbawa suasana pun mulai menggenjoti perempuan jalang sewaan ini dengan lebih liar dan kasar. Ku sodok-sodokkan kontolku ke dalam memeknya dengan sangat buas hingga membuatnya seperti menyundul-nyundul karena posisi sex kami saat itu posisi anjing. Hingga beberapa saat kemudian, “uhhh… yahhh…. Keluarghhh…” rintihnya Bersama membanjirnya cairan surgawi miliknya yang melumeri kontolku. Total sudah ku buat ia orgasme selama empat kali malam ini, sementara aku, baru mengalami sekali orgasme. Setelah ia mendapatkan orgasmenya Kembali, ku rubah posisi sexku dengan membopongnya (menggendongnya) dengan wajahku tepat berada di toketnya yang seukuran buah melon tersebut. Dengan kondisi kontol yang masih berada di liang senggama, Kembali ku pompa memeknya tersebut dan ku mainkan toketnya dengan lidah dan mulutku. “aikhh…. Uhhh…” “tak sia-sia aku menjadi pecunmuh boss… ohhh…” Hingga hentakkan kesekian kalinya, akhirnya aku sampai pada orgasmeku yang kedua kali dan ia mendapatkan orgasmenya yang kelima kali, pintu kamarku diketok dan segera aku rebahkan jalangku tersebut. Setelah mengenakan kolorku, aku menuju pintu kamar. Belum sempat membukanya, salah seorang pengawalku membuka pintu kamar sembari tergopoh-gopoh. “bos, cepat lari dari tempat ini. Musuh sudah hampir berhasil masuk dan hampir melumpuhkan kami.” Ucap Derry, sembari mengatur napasnya. Aku mentapnya dengan mimik muka serius. “apa maksudnya? Dimana yang lain?” “mereka semua berkhianat dan tinggal aku Bersama beberapa anak buahku. Cepat keluar dari sini dan selamatkan dirimu, aku akan mengurus semuanya.” Derry pun berlalu meninggalkanku dengan berlari keluar kamar. Mendengar kondisi tersebut membuatku kalang kabut. Segera aku mengambil revolver di dalam laci dan membawanya pergi bersamaku. Baku tembak makin terdengar dengan jelas saat aku keluar dari kamarku, untungnya rumahku ini cukup besar dan butuh waktu untuk musuh sampai di kamar tidurku. Segera aku menuju pintu rahasia yang memang sengaja dibuat untuk melarikan diri jika terdapat suatu hal yang tidak diinginkan. Sampailah aku di ujung dari Lorong yang bermuara di sebuah tempat dekat danau yang sepi. Aku masih bingung kemana aku harus melakukan pelarian disaat seperti ini. Satu nama terlintas di pikiranku saat itu, ia adalah Leo, sahabat sekaligus partner bisnis gelapku. Segera aku meraih hpku dari balik kantong celana tidur yang aku kenakan dan membagikan dimana lokasi aku berada. Beberapa saat menunggu, bukannya bantuan dari Leo yang datang, malah beberapa anggota gangster dengan persenjataan mereka yang datang. Aku yang menyadari bahwa mereka bukan berada di pihakku pun segera berlari dan disambut dengan tembakan demi tambakan yang mereka lancarkan. Untungnya tembakan mereka meleset, karena mereka menembak dari atas mobil bak terbuka dan kontur tanah yang tidak rata Bersama dengan pepohonan yang rimbun. Akhirnya mereka pun menyerah mengejarku setelah aku berhasil masuk ke dalam perkotaan dengan kondisi yang cukup ramai setelah berlari selama kurang lebih 30 menit. Segera aku mencari tempat persembunyian agar tak dikejar oleh anggota mereka yang lain. Aku pun masuk ke dalam sebuah rumah kosong yang kebetulan terdapat celah dari kaca jendela yang pecah. Sembari bersembunyi dan mengatur napasku, aku pun berpikir tentang apa yang sedang terjadi barusan. Kenapa banyak anak buahku yang membelot dan setelah beberapa tahun berkecipung dalam bisnis illegal baru kali ini merasakan sesuatu yang benar-benar mengancam nyawaku. “sorry, Ton. Disini juga lagi genting, sekarang kamu dimana?” jawab Leo yang membalas pesanku berikutnya. Aku memilih untuk menghiraukan balasan dari Leo tersebut. Meskipun aku belum dapat memastikan, apakah ia juga terlibat dalam pemberontakan ini, tetapi aku hanya perlu waspada tentang orang-orang di sekitarku yang mungkin saja mereka bagian dari kelompok yang berusaha menyingkirkanku. Terlebih lagi, setelah kejadian barusan yang sangat berbahaya karena pengejaran yang dilakukan dan bisa saja aku terbunuh oleh mereka setelah aku memutuskan untuk mengirim lokasiku kepada Leo. Hp Bersama dengan kartu sim yang menempel aku putuskan untuk dihancurkan, mengingat bisa saja hp ini menjadi celahku yang mungkin saja bisa memberi tahu mereka tentang keberadaanku. Hingga kini aku merasa bahwa tak ada seorang pun yang bisa aku percaya. Kecuali satu, yap pria tua itu. Aku harus menemuinya dan memohon pertolongan kepadanya. Dia lah satu-satunya harapanku. Akhirnya, aku pun tertidur di rumah kosong itu karena kelelahan hingga sinar mentarai merambat masuk dari celah-celah genteng yang sudah bolong. Aku mulai mengumpulkan nyawaku dan berniat untuk segera menemui pria tua itu. Dengan berbekal penyamaran yang seadanya, aku menuju ke tempat dimana ia berada, meskipun yakin tidak yakin ia masih berada di tempat tersebut. Dengan penuh hati-hati, aku menyusuri jalanan kota ini dan berharap tidak bertemu dengan anggota kelompok yang sedang memburuku. Sengaja aku membaur dengan keramaian untuk tidak dikenali dan membuat orang yang ingin membunuhku berpikir beberapa kali. Setelah beberapa saat menggunakan transportasi umum, sampailah aku di tempat yang aku tuju, aku harus memasukkan sebuah kata sandi untuk bisa membuka pintu tersebut, karena memang ia adalah orang yang anti dengan orang baru dan mengalami traumatis akibat penghianatan yang dilakukan oleh temannya dahulu, sehingga memilih untuk terus berdiam diri dan mengasingkan diri. Aku berusaha mengingat kata sandi itu, kata sandi yang ia berikan saat aku diangkat menjadi muridnya dan diajarinya banyak hal. “quam diu terra rotatur, fiunt miracula”, adalah kata sandi yang ia gunakan untuk bisa masuk ke dalam rumahnya tersebut. Kata tersebut merupakan kata Latin yang jika diartikan dalam Bahasa Indonesia, memiliki makna “selama bumi berputar, keajaiban akan terjadi”. “masih ingat aku juga rupanya.” Ucapnya sesaat setelah aku berhasil masuk dan mendapatinya sedang mengutak-atik sebuah alat. “maafkan aku, Prof. uang dan kekuasaan yang membuatku seperti sekarang.” “langsung saja. Apa maumu hingga datang kesini?” ucapnya ketus yang masih sibuk Dengan aktivitasnya. “aku butuh bantuanmu agar aku bisa melarikan diri.” “apa maksudmu?” jawabnya dengan kini melihatku dengan tatapan serius dan menghentikan aktivitasnya. Aku pun menjelaskan tragedy semalam yang menimpaku. Bagaimana aku diburu layaknya Binatang buruan, anak buahku yang membelot, hingga Leo yang kini tak ku ketahui berada di pihak mana. Nampaknya professor Gio menyimakku dengan seksama dan Nampak wajahnya yang juga ikut gusar dan khawatir. “bukankah aku sudah pernah mengingatkan untuk jangan mudah percaya dengan orang?” ucapnya setelah aku menyelesaikan ceritaku. Aku pun hanya bisa menunduk. “sekarang apa maumu?” lanjutnya. “aku ingin tidak dikenali dan bisa lari dari semua ini.” Jawabku. Prof. Gio pun tertawa, entah apa yang lucu dengan jawabanku barusan. “enak sekali hidupmu, membuat kekacauan, lalu kau ingin lari begitu saja?” “bukan begitu maksudku, aku ingin menyelesaikan semuanya ini tetapi dengan diriku yang baru, karena saat ini terlalu sulit bagiku untuk menyelesaikan semuanya karena aku sangat dikenali dalam bisnis gelap itu dan sangat mudah bagi mereka untuk memburuku.” “lantas, apa yang bisa meyakinkanku?” ucap professor. “aku akan memberantas segala bentuk bisnis gelap itu dan memulai hidup baruku.” Jawabku dengan perasaan yang sebenarnya ragu. Prof. Gio memandangku dengan tatapan serius dan penuh arti. “berjanjilah seperti seorang ksatria, karena pada dasarnya seorang guru tak akan membiarkan muridnya kalah begitu saja.” Aku pun dimintanya untuk tetap tinggal di tempatnya tersebut, selain untuk keamananku, juga ia akan bereksperimen untuk menciptakan alat yang mungkin saja berguna bagiku. Aku pun sangat yakin dan percaya pada dirinya, karena aku telah sangat lama mengenal dirinya dan selama itu pula ia tak pernah mengecewakanku, justru aku yang mengecewakannya karena malah terjebak dalam bisnis gelap dan menjadi seorang mafia yang cukup berpengaruh di kota ini. Tak sembarang orang bisa masuk tempat ini, karena tempat ini dirancang sedemikian rupa hingga siapa saja yang berusaha membobol tempat ini akan menyesal karena telah berusaha untuk masuk dengan paksa, termasuk salah satunya adalah kata sandi di pintu utama. Dimana ketika kita tiga kali salah dalam memasukkan kata sandi, maka beberapa alat yang akan membuatmu menyesal keluar dan mengusrimu.
###
Beberapa hari aku tinggal disni dan mengamati apa yang sedang dikerjakan oleh Professor Gio. Aku pun tak tau bagaimana system kerja dari alat tersebut. Sepenuhnya aku mempercayakan kepadanya dan berharap hasil terbaik. Dan aku yakin, selama aku belum terbunuh, para musuh-musuh mencariku dan berusaha menemukanku baik hidup maupun mati. Terbukti, beberapa hari lalu alarm bahaya dari rumah Prof. Gio berbunyi yang menandakan bahwa ada penyusup yang ingin masuk dengan paksa ke dalam rumah ini, namun berkat kecanggihannya mereka tidak dapat masuk ke dalam rumah ini. “sepertinya kita harus segera menyelesaikan semua ini, sebelum mereka bisa menembus system yang sudah aku bangun.” Ucap Prof. Gio di tengah-tengah pekerjaannya. “apa maksudmu prof?” “sebaik-baiknya system yang dibuat, pasti ada celah yang dapat ditembus.” Jawabnya. Setelah beberapa hari alat tersebut sukes dibuat. Dan mulailah pada tahap uji coba kepada hewan, dimana Prof. Gio menggunakan tikus sebagai bahan percobaannya. Dan boom…. Tikus tersebut berubah menjadi anak tikus karena sebelumnya merupakan tikus dewasa. Aku pun takjub dengan penemuan dari Prof. Gio tersebut. Bagaimana mungkin ia menciptakan alat yang mampu merubah tubuh menjadi kecil. “aa… apa maksudnya aku bakal Kembali jadi bayi?” tanyaku. “entahlah, aku belum bisa memastikannya untuk manusia, tetapi yang jelas, alat ini hanya akan merekayasa genetic dan akan membuatmu bentuk tubuhmu berubah, tetapi tidak dengan otakmu. Tapi aku juga belum bisa memastikan apakah akan permanen atau hanya akan bertahan beberapa lama untuk Kembali ke bentuk semula.” “lantas, kapan kita bisa memulainya?” tanyaku lagi. “segera, waktu kita tidak banyak. Tapi yang perlu aku tekankan lagi adalah, alat ini tidak sempurna dan bisa saja terjadi sedikit masalah, tetapi tenang saja, semuanya akan baik-baik saja.” Setelah mendengarkan penjelasan dari Prof. Gio pun aku menjadi mengetahui tentang cara kerja dan efek dari alat tersebut. Aku berharap semuanya berjalan lancer dan aku bisa memulai kehidupan baruku. Untuk yang bertanya, kenapa tidak melakukan operasi plastic saja yang minim resiko. Tentu jawabannya adalah bisa saja aku melakukan oplas, tetapi kemungkinan untuk aku terbunuh sebelum oplas sangat besar karena banyaknya orang yang mengincarku di luar sana, bahkan aku tidak yakin akan tetap hidup dengan kondisiku yang sama sesaat setelah keluar dari rumah Prof. Gio. Setelah segala persiapan selesai, aku dipersilahkan masuk ke dalam alat tersebut oleh Prof. Gio dan alat pun akan bekerja. Sebelum alat mulai bekerja, aku dibuat tak sadarkan diri terlebih dahulu untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan. Prof Gio juga mengatakan alat ini akan membutuhkan waktu kurang lebih 48 jam agar aku bisa menikmati tubuh baruku. Setelah itu, aku tak sadarkan diri efek dari obat bius yang diberikan oleh Prof. Gio. Aku Kembali tersadar saat tubuhku sudah dibaringkan di tempat tidur lengkap dengan pakaian anak-anak. Dan ku dapati diriku berubah seperti saat aku berumur kurang lebih 7 tahun, persis seperti saat aku di umur yang sama. Namun seperti kata Prof. Gio alat tersebut belum sempurna yang memberikan dampak kontolku masih sama besarnya seperti ketika pada tubuh dewasaku. Namun hal tersebut tentu saja malah memberikanku keuntungan, karena aku tidak harus berobat lagi untuk mendapatkan kontol besar seperti yang aku miliki dulu. Entah cukup sampai disini saja efek dari alat yang belum sempurna itu atau masih ada hal lain yang mungkin belum terungkap. “syukurlah kamu sudah sadar.” Ucap prof. Gio yang melihatku sudah tersadar dan sedang bercermin. “benar-benar sempurna.” Lanjutnya. “terima kasih prof. selanjutnya aku harus bagaimana?” ucapku dengan suara yang juga ikut berubah mengikuti umurku. “selanjutnya adalah misteri, hanya kamu yang tau dan ingatlah janjimu.” *duarrr…. Duarrr… duarr…..* Tiga kali ledakan terdengar dan disusul ledakan lainnya. Aku yang berada di dekat jendela pun terlempar keluar, sementara Prof. Gio aku tak tau apakah ia bisa selamat atau tidak. Setelahnya semuanya menjadi gelap dan aku pun pingsan. Aku terbangun setelah beberapa saat dan ku dapati rumah dari Prof. Gio pun terbakar habis dan rusak parah akibat dari ledakan tersebut, aku dipinggirkan oleh seseorang yang tak ku kenali. Untungnya, aku hanya mengalami luka-luka kecil dan sudah di rawat oleh petugas medis yang langsung terjun ke lapangan. Kebetulan lokasi dari rumah Prof. Gio ini berada di dekat Pelabuhan dan tidak begitu ramai orang, sehingga ledakan yang dihasilkan pun tidak sampai merembet ke tempat yang lainnya. Sementara itu, di sekitarku ramai orang-orang yang merupakan petugas Pelabuhan yang menyaksikan bagaimana tempat tersebut hangus terbakar dan telah dipadamkan oleh petugas damkar. Aku melihat sebuah kantong jenazah yang dibawa menuju ambulance yang aku Yakini merupakan jenazah dari Prof. Gio. Aku pun tak kuasa membendung airmataku dan bersumpah pada diriku sendiri akan memburu siapapun yang telah berbuat keji ini dan tak akan pernah mengampuninya. “Kamu nggak apa-apa kan, nak?” tanya seorang Wanita berhijab lebar tersebut. “aku tidak papa tante, apakah ada yang meninggal?” tanyaku polos. Ya memang aku harus berusaha memposisikan diriku layaknya seperti anak kecil yang lugu nan polos, meskipun sebenarnya di dalam diriku adalah seorang lelaki dewasa. “mmm… ss.. satu orang…” ucapnya gugup. Aku pun menangis layaknya anak kecil yang kehilangan barang kesayangannya dan tante tersebut berusaha menenangkanku dan memelukku dengan erat. Kata-kata baik nan bijak keluar dari mulut tante tersebut dan mampu untuk memberikan ketenangan kepadaku. Tangisku pun berangsur-angsur mereda. “apakah kamu berasal dari rumah yang meledak itu?” tanyanya setelah tangisku mereda. “iya.” Jawabku dengan masih sesenggukan. Matanya menatapku dengan penuh iba. “nama kamu siapa dan umurmu berapa? “Namaku Gio, Giovanni. Umurku tujuh.” “oh tujuh tahun. Lalu, setelah ini dimana kamu akan tinggal?” “aku tidak tau, aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi.” Ucapku dan Kembali mengangis. Sengaja aku menggunakan nama samaran yang aku ambil dari nama lengkap professor untuk mengenang jasanya dan mengingat janjiku kepadanya. “sssttt… cup…cup…cup… jangan nangis lagi ya, kamu mulai Sekaran tinggal sama ibu ya, panggil tante, i… bu. Nama ibu, bu Dewi” Aku pun hanya mengangguk sembari mengelap air mata dan ingusku.