Dema dan Dunia Zombie
Namaku Dema Dermawan, 30 tahun, menikah, namun belum dikaruniai anak. Kehidupanku biasa saja, aku hanya seorang sales salah satu brand mobil mewah di bilangan Jakarta Selatan. Meski pun kehidupanku bisa dibilang biasa saja, namun aku sangat bersyukur dianugrahi istri yang sangat cantik, istri impianku dari zaman kuliah. Namanya, Serafina Feriska.
Kami hidup bahagia di rumah kecil sederhana di daerah Jakarta Barat.
Dema Dermawan
Serafina Feriska
*Sedikit Flashback*
Sedikit kilas balik, aku akan menceritakan awal pertemuanku dengan wanita impianku.
A. Perpustakaan Nasional
Hari itu, tepatnya 4 September 2013, masa kuliahku memasuki semester krusial yaitu semester 7. Diriku yang memang malas membaca buku seperti enggan beranjak dari kamar kosanku ketika teman kosanku yang bernama Matthew mengajakku mencari buku referensi di perpusnas.
“Dem, minggu ini perpus yuk? Kita harus cepet-cepet cari materi nih buat skripsi tahun depan,” ucap Matthew. “Hadeuh lu minggu bukannya tidur malah ngajak yang aneh-aneh ah, males gue,” jawabku sekenanya. “Ye biar kita cepet dapet materinya bro, the sooner the better, jangan last time mulu lo ah, suka bikin deg-degan tau gak.”
Perlu diketahui bahwa aku terkenal sebagai mahasiswa paling pintar di kelas, namun malasnya minta ampun, dan aku dikenal suka menunda-nunda pekerjaan alias last time, tapi pada akhirnya, pekerjaan/tugas apapun yang dibebankan kepadaku mampu kuselesaikan, meski pun mepet-mepet. Di kelasku aku dijuluki “mister mepet”. Oiya, aku pun terkenal banyak disukai cewek-cewek kampus, namun perangaiku yang cuek membuat para cewek yang mendekatiku perlahan mundur. Ya, aku termasuk orang yang jarang pacaran, meski pun dianugerahi paras dan perawakan lumayan.
“Yaudah ayo minggu kapan? Minggu ini?,” jawabku masih dengan rasa malas, “Iya dem minggu ini aja, mumpung gak ada jadwal futsal kita, yuk”, “Yaudah iya iya”, “yaudah ayok kampus, udah jam berapa ini setan” Matthew mengingatkanku sambil menggoyang-goyangkan badanku. “Ahelah jam berapa sik, masih setengah jam juga”, “anying lu belom mandi, belom sarapan, belom tar perjalanan, udah sana cepet!”. Aku pun pergi mandi.
Sebagai informasi, aku berkuliah di fakultas Bahasa, mengambil jurusan sastra Inggris, jurusan yang sebenarnya aku tak begitu tertarik, aku lebih tertarik dunia fisika dan astronomi.
Sesampainya di kampus, aku dan Matthew langsung melahap mata kuliah English Literature dengan dosen pengampu Ibu Safira. Ibu Safira adalah dosen favorit satu kampus, bagaimana tidak, ia selalu tampil seksi dengan dress yang ketat dan mengundang, namun ia suka jual mahal, ia belum menikah di usianya yang sudah 35 tahun kala itu.
Bu Safira
“Liat noh bro Safira makin semok aja anjing penasaran banget gue pengen ngentotin dia,” Matthew membuka obrolan, “Lu mau dapetin dia?,” Aku serius menjawab disertai anggukan Matthew yang nampaknya antusias mendengarkanku. “USAHA LAH BANGSAT? SELAMA INI LO UDAH COBA NGEDEKETIN DIA BELOM? PERCUMA LU KALO NGOMING DOANG,” balasku dengan nada bercanda namun masih bisa mengontrol intonasi. “Anjing gua kira lu punya tips apaan gitu buat gua, tai lu dem,” sungut Matthew.
Aku pun sebenernya horny melihat bu Safira yang selalu berpakaian ketat dan seksi, namun wajahnya yang jutek membuat banyak mahasiswa yang ingin mendekatinya jadi ciut, apalagi mahasiswa yang kurang pintar seperti Matthew, kalo aku sih, bukannya gak pintar, tapi ya males aja liatnya cuek bebek begitu.
“Hari ini saya kasih tugas ya, ada quiz, nanti dua jam lagi kumpulkan di depan. Lewat satu detik saja, kertas jawabannya saya robek,” ucap bu Safira ketus.
“Baik bu,” serempak mahasiswa menjawab.
Hari itu akhirnya kuliah pun selesai, Dema dan Matthew kembali ke kostan. “Minggu jadi ya nyet, gue ajak cewek gua ama temennya, kayaknya tipe lo nih Dem, pasti lo suka,”, “Cewek lo? Cewek lo yang mana setan?,” Tanyaku, “ya ada lah, baru tar gue kenalin temennya juga ke elu, kebetulan mau sama-sama ke perpusnas juga,” jawab Matthew singkat.
Hari minggu pun tiba, jam 1 siang aku dan Matthew sudah sampai di perpusnas. “Mana si tya ya, udah jam 1 belom nongol,” ucap Matthew. “Udah tinggalin aja sih, kebiasaan banget orang sini ngaretnya. Setelah menunggu selama kurang lebih 15 menit, Tya teman Matthew yang dia akui sebagai pacar datang bersama temannya. Ya, dialah Serafina Feriska, yang seketika membuat diriku bahkan tak ingin menatap apa pun selain dia, pada saat pertama kali aku melihatnya.
“ty, tya,” Matthew melambaikan tangannya ke arah Tya dan Fina, “Eh Mat, sorry gue telat, tadi gue ke ATM bentar, kenalin nih, temen gue Serafina, panggil aja Fina,” ucap Tya.
Serafina pun dengan senyum sungging malu-malunya menjulurkan tangannya ke arah Matthew, “Fina.”, “Matthew.”, lalu Fina menjulurkan tangannya ke arahku yang masih menatap terpesona akan kecantikannya. “WOI!, diajak salaman malah jadi patung lo nyet!,” Matthew membuyarkan lamunanku seketika. “Oh..i..iya sorry sorry, gue Dema, Dema Dermawan”, “Serafina Feriska.” jawabnya sambil tersenyum kepadaku. Duh senyumnya, hampir duniaku runtuh dibuatnya.
“udah yok, kita masuk.” ajak Matthew. Kami pun masuk ke perpusnas.
Hampir dua jam lebih kami mengitari perpus mencari referensi yang pas buat skripsi, hingga pada suatu momen kami pun terpencar, Matthew dengan Tya, aku dengan Fina.
“Eh lo udah kepikiran judul buat skripsi nanti? Terus mau metode apa? Kuantitatif atau kualitatif?,” tanyaku membuka obrolan. “Wah belum kepikiran sih Dem, kamu?,” Fina bertanya balik. “Aku kayaknya mau ngambil moral valuenya hero di Avenger deh,” jawabku santai. “Suka Marvel juga Dem?”, “Lumayan suka sih sama komiknya, terus nonton avenger ternyata lumayan seru juga. Oiya tanggal 8 november mau rilis lagi tuh Thor yang kedua,”,”So?”, “So kayaknya seru sih, buat ditonton,” ucapku singkat tanpa memberikan kode untuk mengajak. “Hmmm,” Ujar Fina singkat, mulutnya seperti tercekat, seperti menunggu momen (mungkin) aku mengajaknya nonton. “Masih sebulanan lagi sih, kalo lo mau nonton gue temenin deh yuk,” ujarku enteng. “Eh…aku gak bilang aku mau nonton kok,” Fina masih malu-malu, “Oh it’s oke”…”Kecuali kalo ditraktir sih, aku mau, apalagi ditambah popcorn sama sistagornya, hahahha,” Fina tertawa lepas, ini adalah momen pertama aku melihat tertawanya yang lepas, siang itu dia mengenakan kemeja putih dengan lengan digulung sampai sikut, dan celana jeans ketat membuat pantatnya terlihat menawan dan menantang. Bagiku yang sangat cuek dan jarang memperhatikan cewek, mataku terhipnotis oleh keindahan pantat dan payudaranya di balik kemejanya yang juga ketat. “Dem, hello, malah ngelamun?” Fina menyadarkanku dari lamunannya, “Eh, sorry sorry, ok nanti kita nonton ya, gue jemput ke tempat lo.”, “Gak usah Dem, kita ketemu di tempat aja, gak usah repot-repot,” Fina menolak tawaranku untuk menjemputnya.
*Sebulan kemudian*
Hari itu tanggal 10 Oktober, hari yang kutunggu, akhirnya aku bisa memiliki kesempatan untuk jalan dengan Serafina. Berbekal mobil pinjaman papa, aku pun meluncur ke bioskop.
Setelah 10 menit sampai bioskop, Fina pun datang dengan mengenakan celana bahan hitam dan dress hitam agak ketat dan berbelahan dada rendah, sehingga payudaranya yang besar menyembul di baliknya.
“Hai Dem, aku telat gak? Sorry ya tadi ojeknya ngisi bensin dulu,”, “Santai Fin, aku juga baru sampe, yuk kita beli makanan dulu.” Fina pun sesuai omongan sebelumnya, ia memesan popcorn, minuman dan sistagor kesukaannya. “Hihi maasih Demaaaa udah traktir wleeee,” Dengan lucu sambil menjulurkan lidahnya ia mengucapkan terima kasih karena telah ditraktir. “Haha santai Fin, makasih juga lo mau nemenin gue nonton,” ucapku singkat. Kami pun menonton film “Thor: Darkworld” dengan penuh ekspektasi, meski pun filmnya jauh dari kata memuaskan, aku sendiri cukup puas akhirnya bisa ngedate bareng Fina. “Fin, gue anterin pulang yuk, udah malem”, “iya dem, boleh, makasih ya,”
Kami pun pulang menuju kosannya Fina, sepanjang perjalanan kami mengobrol tanpa adanya kecanggungan sama sekali, soal film, musik, apapun. Pribadinya yang ramah dan supel membuatku betah ngobrol berlama-lama dengan Fina.
“Fin lo ngekos sama Tya?”, ” Sekamar maksudnya? Nggak kok dem, sendiri-sendiri, kenapa emang, mau pake alesan kemaleman biar bisa nginep di kosanku ya? Hahaahhaha,” Fina tertawa mengejek, “Wah? Modus gue kebongkar nih”, gue yang kepalang dibencadai Fina akhirnya sekalian ngebecandain juga. “Eh serius dem? Mau nginep di tempatku?”, Fina kali ini malah serius, “Eh no, aku cuma nanya aja Fin,” “Eh padahal aku serius, tuh kamar mandiku kosong HAHAHAAHHA”, tawa Fina memenuhi sepanjang perjalanan kami berdua. Aku semakin terhanyut dalam perasaan tanya “Apakah dia menyukaiku?,” batinku dalam hati. “Hahaha sialan lo fin,” jawabku singkat. “Eh dem udah sampe, stop stop, depan pager putih itu ya,” Fina mengarahkan. “Oh ini ya”, “Mampir dulu gak dem?”, “nggak Fin gak usah, besok ada kelas pagi juga kan, gue balik aja”, “Oh oke”. Begitu Fina membuka pintu mobil, aku seperti terpacu, seperti terpacu untuk membuat satu momen berkesan yang mungkin bisa jadi pembuka untuk date selanjutnya. Ku pegang pundaknya, dia pun berbalik dan tanpa aba-aba, sebuah ciuman mesra mendarat di bibirnya, “makasih ya Fin, buat hari ini,” ucapku, “E…ee…iya Dem, thanks ya,” Fina yang agak kaget dengan peristiwa ini agak gelagapan menjawab, meski pun kulihat, kedua pipinya merekah, memerah dan sunggingan bibir tipisnya mampu kubaca. “Ah, kayaknya gue bisa lanjutin nih,” batinku dalam hati. Fina pun keluar dari mobil dan berbalik badan, mengucapkan salam perpisahan dan hati-hati.
Itu lah sedikit kilas balik dari kisah percintaanku dengan istriku, diawali dari bangku kuliah, lulus bareng, nikah tak lama setelah itu, nyari kerja bareng, dan jadilah kita sekarang. Aku seorang sales mobil, Fina kerja 9 to 5 di area SCBD.
“Plok….plok….plok…plok…plok….plok” “aaaaaah baby fuck me harder baby shhhhhs”, istriku melenguh keenakan ketika kugenjot memeknya dari belakang ketika sedang menyiapkan sarapan pagi untukku di hari sabtu sebelum ku berangkat bekerja. Serafina Feriska, istriku, memang kuminta untuk selalu bottomless atau memakai daster tanpa celana dalam kalau sedang di rumah, biar aku gampang ketika tiba-tiba sange dan ingin mengentotnya. “Aaaaah ah ah ssshhhh sa…rapaaaan du…lu mas sa…yaaang nan…ti ka…mu telat shhhh hmmmph” istriku dengan terbata-bata memintaku untuk cepat sarapan, takut telat katanya. Tapi aku yang masih sangat horny melihat pantatnya yang indah dari belakang terus saja menggenjotnya tanpa menghiraukan omongannya. “Yes….yes…yessss aaaahh beib aku mau keluar maaaaas…..aaaaaah cuuuuur….” istriku squirt dalam posisi doggy setelah kuhajar memeknya selama kurang lebih 10 menit. Entah kenapa pagi itu aku sangat bernapsu untuk mengentotnya di pagi itu meski pun semalam kita habis 2 ronde. Memang menjadi rutinitas harianku dengan istriku untuk melakukan morning sex, kalo Fina bilang “biar pas di kantor gak kepikiran pengen ngewe katanya, biar fokusnya kerja aja”, dan dia juga bilang biar aku gak ngelirik ke sana-ke mari kalo udah di kantor, kan paginya udah ngewe, jadi gak mungkin kalo aku bisa ngaceng lagi dalam waktu singkat, minimal butuh seharian lah untuk recovery” ucap dia suatu hari kepadaku. Aku membalik badannya dan memutar badan istriku ke hadapanku, lalu aku agak mengangkat pantatnya dengan maksud ingin menaikkannya ke meja makan. Istriku pun mengerti dan langsung naik ke meja makan, lalu sejurus kemudian..”Blesss…” kontolku kembali menghajar memeknya yang masih penuh cairan squirtnya bekas kuhajar tadi. Aku menggenjotnya semakin kencang, setelah kurang lebih 5 menit, aku mulai merasakan sensasi geli di kontolku, tanda spermaku akan keluar. “I wanna cum sayaaaang,” ucapku, “Yes masss cum on my pussy sayang aaaaah”, “aaaaaah fuuuuuuckin hell…..crooot…crooot..crooot..crooot…croooot” 5 kali semburan spermaku membasahi rahim istriku, kudiamkan kontolku sebentar di dalam memeknya. “Semoga jadi ya mas, usaha tidak akan mengkhianati hasil hihi,” ucapnya sambil tersenyum manis kepadaku. “Aamiin sayang,” jawabku singkat. Ya, aku dan istriku sudah memasuki usia pernikahan ke-7 namun belum berhasil mendapatkan keturunan, berbagai upaya telah kami lakukan namun memang rezeki belum menghampirku dan istriku, namun istriku cukup legowo dan sabar menerimanya, ah, istri idaman memang. “Plop….” aku pun melepas kontolku dari dalam memeknya, lelehan spermaku sebagian meleh keluar dari memek istriku, lalu ia dengan sigap langsung menggunakan tangannya untuk menampung lelehan spermaku, lalu “sluuuurp..” dijilatinya spermaku sampe abis tak tersisa, tak lupa juga ia kembali menyepong kontolku untuk membersihkan sisa-sisa sperma.
“Udah tuh mas, kamu sarapan dulu ya, abis itu mandi, aku mandi duluan ya sayang, muaaaah,” istriku mengecup bibirku lalu ia pun mandi.
15 menit kemudian aku telah menghabiskan sarapanku, begitu pula istriku yang sudah selesai dari kamar mandi. “Mandi gih sayang, air angetnya masih aku kucurin, gih nanti kamu kesiangan,” “Iya sayang, ini aku mandi.” aku pun melangkah gontai ke kamar mandi.
Ya, pekerjaanku sebagai sales mobil membuatku harus tetap masuk kerja di hari libur begini, aku harus menjaga booth eventku di salah satu mall mewah di Jakarta Selatan.
“Aku berangkat ya sayang, kamu istirahat aja kalo capek ya,” ucapku sambil mencium kening dan bibir istriku. “Iya mas, abis nyapu ngepel sama masukkin baju ke mesin cuci aku mau bobo kok, masih agak ngantuk juga,” ucapnya sambil nguap.
Aku pun berangkat kerja menggunakan mobil warisan almarhum papaku. Ya, sebagai anak bungsu aku memang anak kesayangan almarhum papa dan mamaku. Rumah yang kutempati sekarang, adalah warisan dari kedua almarhum orangtuaku. Aku sendiri adalah anak bungsu dari 3 bersaudara, aku punya satu saudara laki-laki dan perempuan, keduanya sudah hidup mapan di tempat mereka masing-masing, abangku yang pertama sudah jadi karyawan tetap di Petronas Malaysia, sementara kakak perempuanku sudah lama diboyong oleh suaminya ke Korea, dan memang suaminya juga orang sana. Kedua kakakku pun tak pernah membicarakan perihal warisan rumah dan mobil yang jatuh kepadaku, toh mereka berdua sudah mapan dan nyaman hidup di luar negeri. Sementara istriku, Serafina, juga sudah yatim piatu. Ia adalah anak tunggal dengan keadaan ekonomi yang biasa saja, ayahnya adalah orang kepercayaan bosnya di Bandung, dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Singkat cerita, aku pun sampai di booth event tempatku bekerja. Setelah seharian bekerja melayani customer yang sekadar ingin bertanya tentang mobil hingga yang serius membeli, hari itu pun aku mendapat 1 orang pembeli yang membeli mobil keluaran terbaru. Aku pun cukup senang mendapat customer pertamaku di minggu itu, soalnya seminggu pertama aku belum mendapat satu pun pembeli. Tepat jam 5 sore aku pun pulang kembali ke rumah.
“Hai suamiku, akhirnya pulang juga,” istriku menyambutku dengan ciuman hangat di bibir serta mencium tanganku. Seperti biasa, ia mengenakan daster tanpa dalaman, hingga membuat putingnya terasa keras menempel di dadaku ketika ku memeluknya. “Mandi dulu gih mas, kamu mau langsung makan apa mau nyemil dulu?” istriku menawariku pilihan. “Eh pisang masih ada gak sayang? Aku mau pisang goreng sama teh tawar panas, pas banget nih cuaca mendung begini,” ucapku. “Oke deh, aku buatin ya. Gih kamu mandi.” Aku lun mandi dan 15 menit kemudian, di meja depan sofa sudah terhidang pisang goreng hangat dan teh tawar panas sesuai permintaanku. Aku pun duduk di sofa, istriku duduk di pangkuanku, aku pun mendekapnya dari belakang, hal yang setiap hari kami lakukan ketika leyeh-leyeh di sofa.
“Seorang ilmuwan di Tiongkok dilaporkan mengalami kejadian yang aneh setelah tangannya digigit anjing pelacak super jenis Herder yang sedang dikembangkan oleh Tiongkok dengan cara merekayasa genetiknya. Tubuhnya mengalami demam hebat dan kejang, selang 3-4 hari ilmuwan tersebut ia tidak bisa mengendalikan tubuhnya sendiri! Amigdalanya tidak berfungsi normal menyebabkan ia berperilaku seperti zombie dan menyerang ilmuwan lain, dilaporkan tiga ilmuwan lain terkena gigitan dan sedang diisolasi dan diteliti oleh Pemerintah setempat, dikhawatirkan wabah tersebut dapat menular.”
Demikian isi berita CNN yang barusan kulihat bersama istriku sore itu. “Mas, beneran itu manusia bisa jadi zombie begitu?,” tanya istriku, “Ya dalam sains gak ada yang gak mungkin sayang, itu bisa aja terjadi, terlebih anjingnya hasil rekayasa genetik, curigaku sih si ilmuwannya kena rabies tapi rabiesnya juga bukan rabies biasa,” ucapku berusaha menjelaskan sebisanya. “Aku takuuuut mas, nanti kalo amit-amit masuk ke Indonesia jangan sampe kita kegigit ya, takut banget, kalo kamu kegigit, aku juga rela digigit mas,”, istriku memelukku erat sambil ketakutan. “Gak mungkin lah sayang masuk sini, pasti pemerintah sana juga udah berusaha keras menghentikan fenomena tersebut, tenang aja.” aku berusaha menenangkan. *tuuuuuuuut….tuuuuut* dering hapeku memecah suasana, kulihat dari layar hapeku, terlihat Matthew sahabatku melakukan panggilan.
“Hallo, kenape nyet?,” aku memulai obrolan, “Lu liat CNN barusan kan? Gila zombie men zombie, kita pernah ngekhayal tentang ini brooooo, ngeri ngeri ngeri,” Matthew menjeaskan kepadaku dengan berapi-api. Ya, zaman kuliah dulu aku memang pernah ngobrol panjang dengan Matthew perihal zombie ini, kata dia yang lebih sering baca-baca begituan, fenomena zombie itu kemungkinan bisa terjadi dan bisa saja suatu saat ada di Indonesia, dan omongannya terbukti, hari ini. “Yaudah biasa aja kali, jangan under estimate China lu, pasti bisa ngatasin kok mereka,” jawabku. “Anying Covid dari sana, sekarang ini, halah halah gak siap gue bro kalo harus jadi zombie,” ucap Matthew. “Halah kagak kagak, aman lah di sini mah,” ucapku yang sama sekali biasa saja menanggapi fenomena ini.
Matthew Purnomo
“Nyet gue ke rumah lu ya, gua ama tya udah lama nih gak nyicipin masakan Fina,” ucap Matthew singkat. Aku pun sedikit berbisik ke telinga Fina perihal kedatangan Matthew dan tya, ia pun menyetujui. “Yaudah maleman aja kali ya, gua siap-siap dulu di rumah, biar bini gua masaknya agak banyak,” ucapku. “Oke siap,” jam 8 gua sampe situ.
Matthew Purnomo, sahabatku sejak kuliah satu ini memang sahabat terbaikku, selalu ada di saat senang dan sedih (ketika aku kehilangan kedua ortuku karena kecelakaan pesawat), Matthew yang selalu ada dan hadir kapan pun ku butuh teman curhat. Dia pun menikah 3 bulan setelah aku menikah, dengan wanita pujaan hatinya bernama Meitya Puspitarini. Ya, tya sahabat Fina yang tempo hari ketemu di museum. Mereka menikah dan dikaruniai seorang anak yang lucu bernama Mason Purnomo…….yang adalah…..darah dagingku sendiri. Aku benci mengatakan ini, tapi memang benar, satu kejadian di Bandung lah yang membuatku sampai saat ini sering merasa berdosa, baik kepada Fina mau pun Matthew. Ah, malas sekali nyeritain kejadian ini tapi ya sudah, aku ceritakan saja.
Kejadiannya sudah hampir tujuh tahun lalu, ketika itu aku baru dua bulan menikah dengan istriku, Matthew dan tya yang sebulan lagi akan menikah mengajak kita untuk party, ya katanya sebelum mereka nikah, harus ada perayaan kecil-kecilan. Kami pun memilih Bandung sebagai destinasi favorit dan menginap di salah satu hotel di kota tersebut. Malamnya, kita party di salah satu diskotik di Bandung, malam itu adalah malam yang tidak akan aku dan tya lupakan. Ya, malam di mana kita melakukan hubungan terlarang tersebut.
Di malam tersebut, Matthew dan istriku yang minum terlalu banyak akhirnya mabuk dan beberapa kali bolak balik kamar mandi untuk muntah. Aku dan tya yang masih bisa menjaga kesadaran berusaha membopong mereka ke kamar masing-masing. Aku pun membopong Matthew, dan tya membopong istriku ke kamar. Karena kamar kita connecting room, tya pun merebahkan diri di kamarku bersama istriku, sementara aku bersama Matthew di kamar satunya. Entah kenapa, mungkin karena pengaruh alkohol, aku pun horny dan tidak bisa mengontrol libidoku, aku pun ke kamar Fina dan bermaksud untuk mengajaknya berhubungan badan, namun Fina yang terlalu mabuk tidak bisa dibangunkan. Tya pun yang sedang berbaring di sebelahnya sambil main hape bertanya kepadaku, “kenapa dem? Kayaknya Fina terlalu banyak deh minumnya, gue gak pernah lihat dia semabuk ini,” ucap tya. “Iya gapapa ty, gue cuma mau bangunin dia,” “Laki gue gak bangun juga dia?,” “nggak ty, lu tau sendiri minumnya banyak banget tadi,” ucapku. Tya yang melihatku begitu gelisah dan gerak-geriknya mencurigakan, sepertinya dia sudah tahu kalo aku lagi horny. “Dem, hmmm lu horny ya?,” tanya tya. Aku pun yang agak kaget dengan pertanyaan tya merespons,”Hmmm kok lu tau ty? Iyanih kayaknya gara-gara minum kali ya, gue horny banget,” ucapku jujur. “Iya gue tau kok dem dari gerak gerik lu, tapi kasian juga noh bini lu gak sadarkan diri begitu,” ucap tya sambil tersenyum. Efek minuman keras yang semakin naik membuatku kehilangan sedikit kontrol atas diriku, sehingga terlontarlah pertanyaan bodohku, “Hmmm lu mau bantuin gue gak ty? Gue bener-bener udah gak tahan,” ucapku tanpa kontrol. “Hah? Dem? Maksudnya? Sorry ya dem, gue kan bentar lagi merit nih, gue sahabat istri lo, calon suami gue sahabat lo juga.” Tya berusaha menjelaskan. Aku pun yang sudah mulai kehilangan kontrol kemudian duduk di pinggir kasur di sampingnya tya. Spontan langsung kuhampiri tya yang sedang berbaring dan …. “Cuuuuup.” sebuah ciuman mesra mendarat di bibir tya, membuatnya sedikit kaget dan agak mendorong tubuhku yang sudah di atasnya, namun tubuhku yang terlalu kuat membuatnya tak berdaya. Kumainkan terus bibirnya yang tebal dan sensual, tya yang semula tak meladeni permainanku, perlahan mulai memainkan bibirnya, meladeni permainan bibirku. Setelah ciuman beberapa menit, tya berbisik, “dem gimana kalo mereka bangun? Gue takut.” Tya takut istriku yang sedang tidur/pingsan memunggungiku dan tya sewaktu-waktu terbangun. “So make it quick,” ucapku juga berbisik pelan di dekat bibirnya. Tya pun yang sudah terbawa suasana kembali melumat bibirku sambil tangannya turun pelan meraba kontolku yang sudah menegang sejak awal. Permainan berlanjut, aku pun menciumi leher tya dengan pelan dan sensual, perlahan aku melepas kemejanya, malam itu ia memakai kemeja hitam ketat dan rok merah sepaha yang yang menyembulkan pantat dan payudaranya yang besar. Setelah kemejanya berhasil kubuka, aku melepas pengait behanya sambil kembali menciumnya. Tya mengeluarkan kontolku dan menurunkan celanaku, “Gede juga ya kontol lo, jauh lebih gede daripada punya Mathew, puasin gue ya malam ini, tubuhku milikmu malam ini dem,” bisiknya pelan. Mendengar ucapannya, aku semakin horny, kubuka behanya dan saat ini tya sudah topless, tanpa membuang waktu, kubuka roknya dan celana dalamnya, hingga sekarang tya sudah telanjang bulat di depanku. Aku lalu berdiri di pinggir kasur, mendekatkan kontolku ke mulutnya. Tya yang masih posisi berbaring pun akhirnya menyepongku sambil dengan sedikit memiringkan tubuhnya ke arahku. Sambil menatapku, tya menyepong kontolku dengan lahap, hingga membuatku kelojotan. Sambil disepong, kumainkan memeknya yang sudah basah dengan jariku, kumainkan klitorisnya hingga ia agak tersedak menahan desahan. Tya semakin semangat melahap kontolku sementara aku masih sibuk memainkan memeknya. “Dem, cepat masukin, gue takut Fina atau Matthew bangun,” ujar tya yang agak panik ketika Fina agak sedikit bergerak dari posisi tidurnya, namun ia masih tak sadarkan diri. Aku pun yang agak panik segera berpindah posisi dan sekarang sudah menindih tya, lalu… “blessss,” dengan mudah batang kontolku menembus memek tya yang sudah mengeluarkan cairan ketika kusodok-sodok dengan jariku tadi. Tya, sambil menahan desahan mengikuti irama genjotanku. “Ehhhhmm shhhh ah,” desahannya agak tertahan karena takut membangunkan Fina, namun dari matanya kulihat kalo tya sangat menikmati permainanku. Aku yang terus menggenjotnya semakin kencang membuat dia squirt sampai menggigit jariku yang sedang kumasukkan ke dalam mulutnya. Mungkin saking menahan desahan, ia mengalihkannya dengan menggigit jariku. Aku pun agak bereaksi kemudian sedikit mencekik dan menampar dia, bukannya panik, tya malah menantangku dengan berkata, “Fuck me harder fucker, segini doang kemampuan lo?” Aku yang ditantang tya hanya tersenyum lalu kugenjot lagi memeknya semakin kencang hingga ia kembali squirt sampai dua kali dan tubuhnya mengejang. Aku dan tya pun bertahan selama kurang lebih 10 menit. Kontrolku yang buruk karena mungkin terpengaruh alkohol membuatku tak bisa mengatur ritme, hingga akhirnya…. “Croooot…crooot…crooot…crooot..” aku yang tak bisa menahan lagi akhirnya menumpahkan seluruh spermaku ke dalam rahimnya tya, tya yang agak kaget lantas bereaksi, “Dem, kok di dalem?” dengan muka sedikit panik sambil berbisik. “Sorry ty, gue gak bisa nahan, mungkin efek alkohol, tapi lo puas kan?” bisikku pelan. “Iya dem, lo enak banget, jauh lebih enak daripada Matthew.” Aku pun langsung mencabut kontolku, lalu kemudian tya bangun dari tidurnya dan langsung ke kamar mandi. Aku pun yang sudah melampiaskan hasratku kembali ke kamar sebelah. Ketika ku melewati Fina yang masih tertidur, aku sedikit terenyuh dan kemudian berbisik pelan di telinganya, “Maafkan aku, istriku” kukecup keningnya lalu kembali ke kamarku, di mana Matthew pun masih belum sadarkan diri.
Keesokan harinya, aku pun berusaha untuk biasa saja di depan tya, begitu pun tya. Setelah istriku dan Matthew sadar, kita pun sarapan lalu tak lama kemudian kita kembali ke Jakarta.
Sepanjang perjalanan, aku pun yang nyetir masih kepikiran kejadian semalam, rasa sesal tersisa. Begitu bodohnya aku bisa menyetubuhi calon istri sahabatku sendiri. Tya pun yang duduk di belakang dengan istriku mungkin sedang memikirkan hal yang sama, mataku dan tya tak sengaja bertatapan di spion tengah, lalu ia tersenyum kemudian mengerlingkan mata ke arah istriku, mengajakknya ngobrol.
“Heh diem bae, kenape lo mikirin utang negara?,” Matthew membuyarkan lamunanku, “Anying ngapain gua mikirin hutang negara, lo tuh pikirin sebulan lagi nikah, udah berapa persen persiapan lo nyet?” jawabku. “Ya udah siap lah, 100 persen aman, iya kan beib?” balas Matthew sambil menoleh ke arah tya. “Iya dong sayang, tinggal nunggu tanggalnya aja kita hihi,” balas tya singkat. Akhirnya kami berempat sampai di rumah Matthew. “Mau mampir dulu gak dem, fin?,” ucap Matthew. “Gak usah matt, aku sama Dema langsung pulang aja, capek banget pengen langsung tidur hahaha,” ucap Fina sambil tertawa. “Yaudah kalo gitu, tiati ya guys,” ucap Matthew. Aku dan istriku pun melanjutkan perjalanan ke rumah, sedangkan Matthew langsung mengambil motornya dan mengantarkan tya pulang ke kosannya.
Begitulah latar belakang peristiwanya, kenapa aku yakin kalo Mason itu adalah darah dagingku, karena 3 minggu kemudian, tya meneleponku sambil menangis ketika aku sedang di kantor. “Dem, aku hamil,” sambil bergetar tya mengucapkan hal itu, seketika diriku hancur saat itu, dunia seakan runtuh, aku hanya terdiam tak menjawab ucapan tya. “Dem…kamu denger kan? Aku hamil dem, ini anak kamu,” tya yang masih bergetar berusaha menyelesaikan ucapannya. “Iya ty, gue denger kok. Sorry ya ty nanya, kok kamu yakin kalo itu anakku?,” tanyaku, “Dem, selama aku berhubungan badan sama Matthew, Matthew gak pernah ngeluarin di dalem, pas sama kamu aja dem. Dan kamu tau kenapa aku panik banget waktu kamu ngeluarin di dalem? Karena aku baru selesai mens dan it means itu masa subur aku.” ucap tya. Aku yang mendengar ucapan tya langsung lemas tak berdaya, sampai temen kantorku bertanya memastikan kondisiku. Aku bilang hanya capek saja. “Terus mau gimana, ty? Aku pun gak mungkin nikahin kamu” ucapku pelan. “Gapapa Dem, aku udah berpikir semalaman sebelum aku ngomong ke kamu. Aku akan jaga dan besarkan anak kita ini dengan penuh kasih sayang. Kamu gak perlu tanggung jawab atau apa pun, cukup sayangi anak kita aja.” ucap tya yang sudah agak tenang. “Maafin gue ya ty, bikin lu jadi berada di situasi kayak gini, gue bener-bener minta maaf dan merasa bersalah banget udah ngekhianatin Matthew sama Fina.” ucapku yang kali ini agak sedikit bergetar karena menahan tangis. “Iya gapapa Dem, bukan sepenuhnya salah kamu juga kan? Aku waktu itu pun kebawa suasana dan mau berhubungan badan sama kamu, aku udah kepikiran risikonya kok,” ucap tya bijak. “Yaudah sekarang lo jaga kondisi ya ty, lo seminggu lagi merit, jaga badan, jaga anak kita ya, nanti kalo ada yang perlu gue bantu perihal persiapan pernikahan, gue siap bantu,” ucapku. Yaudah dem, udah dulu ya, bosku udah dateng, salam buat Fina ya dem,” tya pun menutup teleponnya. Aku yang masih percaya tak percaya dengan kabar yang kudengar barusan, masih berusaha menghela napas, dan berpikir tentang langkah selanjutnya yang akan kutempuh, apakah aku harus ngomong jujur aja ke Fina dan Matthew mengenai ini? Pertanyaan tersebut berkecamuk di kepalaku, hingga membuatku susah tidur berhari-hari.
Di hari pernikahan Matthew dan Tya pun, aku pun tak bisa terlalu lepas dan berbahagia, karena membayangkan jabang bayi yang sedang dikandung tya. YA TUHAN, SAHABATKU MENIKAH DENGAN ISTRINYA YANG SEDANG HAMIL DARAH DAGINGKU. Cocok banget jadi FTV Indosiar.
Kembali ke laptop, eh ke masa sekarang maksudnya. Matthew dan tya pun tiba di rumahku, tya langsung disambut istriku dengan pelukan hangat, begitu pun dengan Matthew, kusambut hangat sahabatku satu ini dan kupeluk erat. Tak lupa mereka membawa Mason. “Meiceeeeen cayaaaang, sini sama onti Fina,” Fina memanggil manis (anakku) lalu memeluknya. “Yuk masuk.” ucapku mempersilakan mereka masuk.
Di dalam rumah, setelah selesai makan Matthew kembali membuka topik tentang serangan zombie di China tersebut, nampaknya ia sangat serius dan khawatir wabah tersebut menjadi pandemi layaknya covid kemaren. “Nyet, gue baca masa inkubasi virusnya bisa sampai seminggu, ini yang bikin gue ngeri, takutnya ketika ada orang kegigit, mereka gak instantly jadi zombie, ngeri aja sih, takutnya orang tersebut merasa bahwa dia sudah aman lalu bepergian ke luar negeri, ya mirip covid lah, gue juga takut kalo ternyata ada orang Indonesia yang kegigit terus mereka pulang sebelum virusnya fully active,” Matthew dengan raut khawatirnya membuka obrolan. Aku yang mulai bisa menerima alasan Matthew pun menanggapi, “Masuk akal juga sih lo nyet, ngeri juga sih kalo ada orang yang kegigit terus dia bepergian keluar negeri atau ke manapun,” aku menanggapi. “ngeri gak sih, gila aku gak mau jadi zombie hiiiii,” tya bergidik ngeri. “Yaudah yang penting kita mulai dari sekarang mulai persiapan masing-masing aja, just in case kalo apa yang Matthew omongin beneran kejadian, kita harus mulai stok makanan dan bahan masakan, terus kita harus mulai berhemat. Ya jaga-jaga aja sih, gak ada salahnya juga kan.” Aku menanggapi. “Bener sih mas, besok kita belanja yuk, beneran deh aku juga khawatir jadinya orang-orang panic buying juga nanti,” Fina menanggapi.
Akhirnya setelah ngobrol ngalor ngidul selama beberapa jam, jam 11 malam pun mereka pamit pulang. “Gue balik ya nyet, fin, take care. Pokoknya kita keep contact ya,” ucap Matthew. “Siap nyet, take care juga ya.” Mereka pun pamit pulang. Aku dan istriku yang mulai khawatir pun sampai tak napsu untuk melakukan hubungan badan malam itu. “Mas, hari ini kita ML gak? Entah kenapa jadi parno kepikiran ucapan Matthew.” “Kalo kamu lagi gak pengen gapapa sayang, aku juga lagi cape banget,” ucapku sambil mencium kening istriku. “Yaudah bobok yuk, aku juga cape banget seharian belum istirahat.” Malam itu pun aku dan istriku tak berhubungan badan. Aku pun sedang merasa tak bergairah meski pun istriku, yang tidur di sebelahku sudah telanjang bulat. Ya, istriku memang tak pernah mengenakan sehelai benang pun ketika tidur, tubuhnya hanya ditutupi selimut.
“Wabah zombie menyerang Tiongkok. Pemerintah Tiongkok melakukan lockdown untuk mencegah orang-orang bepergian dari negaranya. Situasi darurat militer diterapkan di negara tersebut.” demikian laporan salah satu portal berita. Pemerintah setempat melakukan segalanya, berharap wabah ini tidak menyebar terlalu jauh, namun terlambat, banyak orang yang sudah terlanjur meninggalkan China, entah itu lewat jalur udara atau pun laut. Beberapa orang sudah tergigit ketika terakhir mereka meninggalkan China, dan sialnya, beberapa orang masuk ke Indonesia. Mereka yang ke Indonesia adalah mahasiswa yang berkuliah di sana. Mereka belum merasakan efek gigitannya karena masih masa inkubasi.
“Nyet China darurat militer nyet, gawat ini,” ujar Matthew di chat WA
“Udah percaya aja sih, aman lah pasti bisa diatasin,” aku berusaha menenangkan. “Masalahnya yang gue baca di forum, orang-orang banyak yang terlanjur ke luar dan bisa jadi salah satunya ke Indonesia,” ucap Matthew masih dengan nada panik.
Aku pun yang sedang di kantor kemudian menelepon istriku, memastikan semuanya baik-baik saja. “Sayang, kamu lagi apa?” ucapku di telepon. “Ini lagi ngerjain laporan aja sayang, kamu?,” istriku balik bertanya. “Tadi aku di-WA Matthew, katanya wabah zombie udah menyebar, pemerintah China udah lockdown, tapi kata Matthew dia bilang orang-orang udah pada telanjur pergi ke luar, dan bisa jadi salah satu dari mereka pergi ke Indonesia. “Aduuuuh, gimana dong mas? Aku takuuuut,” ucap istriku ketakutan. “Yaudah kamu jaga jarak sama siapa pun itu ya, watch your surrounding, aku jemput kamu hari ini ya” aku mengingatkan. “Iya mas, aku tunggu ya, aku takut,” jawab istriku. Berita tentang wabah ini begitu cepat menyebar membuat masyarakat Indonesia banyak yang parno, meski pun sebagian ada yang masih skeptis dengan wabah ini, termasuk Pemerintah yang lagi-lagi cenderung abai dan tidak antisipatif dalam menyikapi kasus ini.
Aku pun sampai di kantor istriku, istriku lalu menghampiriku di mobil. “Mas aku tadi baca berita serem banget, ada kemungkinan, banyak orang yang sudah tergigit terus keburu pergi ke luar China,” ujar istriku. “Iya sayang jangan khawatir ya, kan ada aku, aku pasti akan jaga kamu,” ucapku sambil kemudian mencium kepalanya. “Mas malam jumat ini kamu pengin aku jadi apa? Hihi,” istriku berusaha mengenyahkan rasa khawatir dengan mengalihkan topik pembicaraan ke arah seks. Aku pun spontan melihat ke arah matanya yang begitu genit menggodaku. “Hmmm apa ya, kamu pake kostum wonder woman dong sayang, kamu kan super hero aku, hehe.””Siap Pak suami, laksanakan!,” istriku pun memberi gestur hormat ke arahku hingga membuatku tertawa.
Ya, malam jumat adalah malam spesial buat aku dan istriku, biasanya di malam itu istriku menjadi cosplay. Ya, itu adalah salah satu fantasi bercinta kami. Istriku punya koleksi kostum yang banyak sekali, mulai dari wonder woman, cat woman, hingga spongebob. Sesampainya di rumah, istriku langsung mandi, sementara aku merebahkan badanku di sofa, memcoba mencerna dunia yang sudah aneh ini dengan rasional. “Mas gak ikut mandi bareng aku?,” Istriku menawarkan. “Nggak sayang, kamu duluan aja, aku takut khilaf di kamar mandi tau-tau mau genjotin kamu,” “ya gapapa dong mas emang kenapa? Biasanya kan kamu selalu begitu,” ucapnya menggodaku. “Hihi maaf ya sayang, aku lagi capek banget, hari ini aku cuma sanggup ngecrot sekali nih, makanya nanti aku genjotin kamunya pas nanti cosplay aja.” ujarku. “Hihi iya mas sayang, aku ngerti kok, mungkin kamu masih kepikiran juga kan dengan dunia yang semakin aneh ini,” Istriku pun berlalu ke kamar mandi. Setengah jam kemudian, istriku sudah selesai mandi, lalu dia ke dapur menyiapkan makan malam lalu menyuruhku mandi. Aku pun mandi. Setelah 15 menit, aku pun sudah selesai mandi. Istriku masih menyiapkan makananku malam ini. Aku menunggu di sofa sambil menunggu masakan istriku, lalu ada chat masuk dari nomor yang tak kukenal. “Dem, aku kangen.” Aku yang tak mengenal nomor ini lantas bertanya, “Maaf ini siapa?,” tanyaku penasaran. Tanpa menyebutkan nama, wanita tersebut mengirimkan fotonya yang sedang telanjang bulat, lalu mengirimkan videonya sedang colmek di kamar. “Hah tya? Ini lo beneran?” aku agak kaget. “Iya Dem, ini aku, kamu gak kangen sama aku, kamu gak kangen nikmatnya tubuhku kah?,” tanya tya sambil terus mengirimkan foto-foto telanjangnya ke hapeku. “Bukannya gitu, ty, kita kan udah janji bulan lalu jadi yang terakhir, aku gak mau terus merasa bersalah sama Matthew dan Fina,” ucapku di WA. “Huffffht, ini semua salah kamu dem, salah kamu kenapa kamu ngentotin aku waktu itu, kamu harus tanggung jawab sekarang, aku ketagihan kontol gedemu, dema, maafin aku lancang.” ucap tya. “Gak tau deh ty, nanti kuhubungi lagi ya,” kututup percakapan karena istriku sudah memanggilku ke meja makan. “Mas sayang, makan dulu yuk? Udah jadi nih masakannya,” istriku memanggil. “Iya sayang, yuk makan.” Aku pun menuju meja makan dan dengan lahap memakan masakan istriku. Setelah selesai makan dan beres-beres, istriku menyuruhku ke kamar, seperti biasa, di malam jumat ini, kita berdua punya tradisi. Jadi aku menunggu di kamar dalam keadaan telanjang bulat sambil menunggu istriku memakai baju cosplaynya di ruang tengah, begitu selesai, istriku lalu jalan merangkak ke kamar, dan aku harus mengocok kontolku ketika dia merangkak ke arahku. Aku pun berjalan ke kamar, dan kembali hapeku bergetar, tya membalas WA-ku,”Matthew masih di luar kota nih, dua hari lagi pulang, are you brave enough?,” ia mengirimkan chat dan mengirim foto belahan pantatnya yang besar. Ia menungging sehingga lubang pantat dan memeknya terlihat jelas di hapeku.” Aku pun memilih untuk mengabaikan pesan itu dan fokus menunggu kedatangan istriku.
Oh iya, setelah hubungan terlarangku dengan tya beberapa tahun yang lalu, sebenernya kita pun masih meneruskan hubungan terlarang ini. Sudah dua tahun terkahir ini aku dan tya menjalani hubungan ini. Kantorku yang memang dekat dengan kantornya tya semakin mempermudah akses. Aku dan tya biasanya curi-curi kesempatan di jam break kantor, kita makan siang berdua lalu cari hotel dekat situ, atau pas Matthew ada tugas keluar kota, biasanya tya menitipkan Mason ke orang tuanya dengan alasan ada acara kantor, padahal mau ngentot denganku. Ah, dasar aku dan tya memang bejat saja. Dan sialnya aku pun memang napsu melihat pantat dan payudaranya yang begitu besar. Kita melakukan hal ini selama hampir dua tahun lamanya dan akhirnya satu bulan yang lalu, kita sepakat untuk mengakhiri hubungan ini. Tya pun setuju, namun ternyata napsunya yang sangat besar mengalahkan akal sehatnya, terbukti dengan chatnya yang terakhir tadi yang kembali mengajakku ngentot.
“ngiiik..” pintu kamar terbuka pelan, istriku sudah siap dengan kostum wonder womannya, lalu merangkak ke arahku, tak lupa sambil mengocok kontolku, aku pun memanggilnya ke kasur dengan menggunakan jari telunjukku. Malam ini istriku seksi sekali, membuatku ingin melahapnya penuh napsu. “Hai, aku wonder woman, yang ditugaskan untuk melayani tuan di muka bumi ini, jadikan lah aku pelayanmu tuan,” ujar istriku memulai aktingnya. Istriku sudah naik ke kasur dan sudah berada di atas tubuhku, langsung saja kulumat bibirnya mesra, entah kenapa malam ini aku sangat bernapsu sekali dengan istriku, mungkin karena aku tidak mengentotnya pas mandi tadi. Kuturunkan kembennya sehingga membuat payudaranya menyembul keluar, “give me your big boobs baby,” istriku langsung menggoyang-goyangkan payudaranya di wajahku, aku pun menghisap putingnya dengan lembut, hingga membuatnya mendesah keenakan. “Aaaaah yes mas isep putingku sayang,” Istriku meracau. Aku pun menghisap puting istriku bergantian kiri dan kanan, kunikmati lembutnya puting istriku. Tangannya mulai meraba kontolku yang sudah menegang. Ia pun berpindah dan mengarahkan kepalanya ke kontolku, lalu “sluuuuurp..” langsung saja ia melahap kontolku dengan penuh napsu. Kubenamkan kepalanya hingga menyentuh pangkal kontolku, istriku tersedak namun semakin membuatnya bernapsu, ia pun meludahi kontolku yang sudah basah oleh air liurnya, lalu kembali menghisap air liurnya sendiri. Istriku sangat seksi malam itu, aku menarik kepalanya kembali ke arah bibirku, kuciumi bibirnya, sambil istriku mengarahkan kontolku untuk menembus memeknya yang sudah basah sedari tadi. Lalu “blessss..” kepala kontolku sudah masuk ke lubang kenikmatannya, istriku pun melakukan gerakan naik-turun, sambil terus mempertahankan ciumannya denganku. “Aaaah yes yes yes yes enak banget sayangku,” ia meracau keenakan, aku pun semakin bersemangat menggenjotnya. Kuangkat tubuhnya lalu kurebahkan tubuhnya, aku pun kemudian menindihnya dan melakukan penetrasi lagi. Setelah 5 menit, ia pun squirt. “cuuuuur…. Ahhhhh beib enak banget mas sayang, yes yes genjot lagi sayang,” racau istriku, aku pun menggenjot lagi dan tak lama kemudian ia squirt kembali, sampai 4 kali, nikmat sekali malam ini. Melihat istriku sudah kewalahan, aku pun mempercepat sodokanku hingga akhirnya, “Croooot…croooot…crooot…croooot…crooot,” aku pun menumpahkan seluruh spermaku di dalam rahimnya. “I love you masku sayang, jangan pernah berubah ya, jagain aku terus ya sayang, aku gak mau kehilangan kamu,” ucapnya. Aku pun menatap matanya “Iya sayangku, istriku, aku akan selalu menjagamu dan selalu mencintaimu,” lalu aku menciumnya dengan mesra. Ah, indah sekali malam ini.
2 hari kemudian, mahasiswa yang tadi di awal disebutkan terkena gigitan mulai terserang kejang dan demam tinggi. Keluarganya pun membawanya ke rumah sakit. Tanpa curiga, rumah sakit pun melakukan pengecekan dan mendiagnosis bahwa mahasiswa tersebut terkena rabies. Awal petakanya adalah, keluarga mahasiswa tersebut tidak berkata jujur kalau anaknya baru pulang dari China, pihak keluarganya bilang bahwa anaknya digigit anjing di dekat komplek rumahnya. Dokter pun kemudian menyuntikkan obat penenang ke dalam tubuh mahasiswa tersebut. Namun celakanya, virus zombie tersebut malah bermutasi dan resistan terhadap zat yang disuntikkan, hingga menyerang sel yang sehat dengan cepat, dan sekarang, mahasiswa tersebut telah berubah menjadi zombie seutuhnya! Dokter yang ditemani seorang suster menjadi korban pertama dari gigitan zombie tersebut. Dan sialnya, efek dari suntikan tersebut, virus menjadi bermutasi dengan cepat dan dokter serta suster tersebut sekarang sudah berubah menjadi zombie! Sekarang masa inkubasinya hanya kurang lebih semenit dari terkena gigitan, negara kita dalam bahaya! Wabah zombie dengan cepat menyebar karena banyak orang sakit yang sudah tak berdaya digigit oleh mereka yang sudah menjadi zombie, hingga tak membutuhkan waktu lama, rumah sakit tersebut sudah penuh oleh zombie! Para zombie kemudian berhamburan keluar dari rumah sakit. Orang-orang yang berada di luar pun terkejut dan tak siap menerima gerombolan zombie yang begitu banyak menyerang mereka, hingga akhirnya banyak yang tergigit dan ikut berubah menjadi zombie. Polisi dan militer pun dikerahkan dalam situasi pelik ini, sementara itu media sudah memberitakan kehebohan ini di portal medianya masing-masing. “Anjing!,” begitulah reaksi pertamaku melihat berita ini, aku masih di kantor langsung menghubungi istriku yang sedang libur di rumah. “tuuuuut….tuuuuut” kuhubungi teleponnya berkali-kali namun istriku tak menjawab. Aku mulai panik, keringat dingin dan blank, tak tahu harus berkata apa, pikiranku saat ini hanya tertuju pada istriku, aku harus pulang untuk memastikan keadaannya. Teman-teman di kantorku semuanya panik dan mengikuti arahan security untuk dievakuasi. Aku yang tak mau dievakuasi sempat hampir baku hantam dengan security yang menahanku. “GUE MAU PULANG, ISTRI GUE DALAM BAHAYA, LU JANGAN NAHAN-NAHAN GUE ANJING!” aku yang sudah kalap dan emosi membentak security yang berjaga hari itu, teman-temanku dan yang lain pun mendukungku, mereka juga ingin pulang saja memastikan kondisi keluarga mereka. Aku pun langsung pergi memacu mobilku dengan kecepatan tinggi. Selama di perjalanan, aku terus berusaha menghubungi istriku namun tak ada jawaban, aku sudah tidak bisa berpikir positif, pikiranku sudah kalut, ditambah lagi, Rumah Sakit tempat kejadian zombie pertama kali cukup dekat dengan rumahku. Di sepanjang jalan menuju rumahku, akhirnya aku tak bisa menahan kekhawatiran dan pecahlah tangisku melihat begitu banyak orang yang sudah menjadi zombie di sekitar komplek rumahku. Aku masih berusaha optimis bahwa istriku mungkin selamat dan bersmbunyi di rumah, namun perasaan itu tertepis dengan sendirinya ketika kuhubungi berkali-kali teleponnya tapi tak diangkat. “Istriku sayaaaaang, kamu di mana? Please don’t leave me this way.” aku meracau, tak terasa airmataku mengalir begitu deras, sambil melihat sekitar aku belum menemukan istriku. Para zombie yang menyadari keberadaanku di dalam mobil seketika menyerang mobilku, kutarik pedal gas dalam-dalam dan kutabrak semua zombie yang berada di depanku. “Matiiiiii kau anjing matiiiii,” aku begitu kesal dan marah karena aku belum bisa menemukan istriku. Aku sangat frustasi dan putus asa, aku terus berjuang untuk sampai dan bisa masuk ke rumahku. Setelah berjuang selama kurang lebih setengah jam. Aku berhasil keluar dari mobil lewat kaca depan, lalu langsung melompat ke pagar rumahku. Aku berhasil melewati para gerombolan zombie yang mengejarku. Di dalam rumah, aku menemukan hape istriku yang tergeletak di sofa, di situ aku menyadari bahwa hari sabtu biasanya istriku belanja sayur dan bahan masakan di kang sayur depan komplek. Aku, dengan panik langsung kembali keluar dan berusaha masuk mobil, setelah berjibaku dengan para zombie yang berada di luar, aku berhasil masuk mobilku kembali, kuarahkan ke arah di mana kang sayur langganan istriku biasa mangkal. Aku menangis, entah kenapa aku merasa yakin kalo istriku berada di sana, dan kemungkinan besar sudah berubah jadi zombie, mengingat di depan rumahku sudah penuh dengan zombie. Aku pun sampai di tempat istriku biasa belanja, dari dalam mobik kutengok kiri kanan memsatikan posisi istriku. Setelah beberapa menit pencarian, aku merasakan duniaku runtuh seketika saat kulihat istriku, Serafina Feriska, sudah menjadi zombie dan berjalan ke arah mobilku. “FINAAAAAAAAAAAAAA!” aku hancur, aku tak sanggup melihat pemandangan di depanku, istriku sudah berubah menjadi zombie. “Mas sayang aku takut, kalo kamu amit-amit digigit zombie aku juga rela deh digigit sama kamu,” ucapnya suatu ketika. Hatiku hancur seketika membayangkan perkataan istriku saat itu. Ingin rasanya aku keluar dari mobil dan mempersilakan istriku untuk menggigitku, namun pikiran rasionalku yang lain ingin sekali membalas dendam pada semua zombie di dunia ini dan memusnahkan mereka. Aku terus menangis dalam mobil, bagaimana tidak sakit, istriku menggebrak-gebrak body mobilku, dari sorot matanya yang sudah menjadi merah darah, terlihat sekali ia ingin menerkamku.
Sudah tak kulihat lagi mata itu
Mata yang setiap hari menatapku
Dengan cinta dan napsu
Napasnya kini memburu
Kurasakan pilu di dadaku
Melihatnya
Yang kini sudah bukan istriku
Yang kukenal
Namun aku akan tetap mencintaimu
Di sepanjang napasku,
“Serafina Feriska, aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Maafkan aku yang tak bisa menjagamu, sampai kita terpisahkan maut.”
Tetes air mataku tak terbendung lagi, aku pun memundurkan mobilku, tentu aku tak sampai hati jika harus menabrak istriku sendiri seperti ketika ku tadi menabrak zombie-zombie lain. Kemudian, kuputar balik dan berusaha menghubungi Matthew. “tuuuuut…tuuuut,” Matthew pun tak menjawab teleponku, kuhubungi berkali-kali namun hasilnya tetap nihil. Aku pun berjalan tanpa tujuan, beberapa saat kemudian, teleponku berdering, ternyata tya meneleponku. Ah iya, kenapa tak kutelepon tya saja tadi, batinku. Aku pun mengangkat telepon dan seketika terdengar suara panik dan isak tangis. “Deeeeema, tolong aku Dem, Matthew udah berubah jadi zombie dem!” “DHEG!” Hatiku sudah patah dua kali hari ini, kehilangan orang-orang yang kucintai di saat yang bersamaan. Aku seakan belum siap menerima berita kehilangan lagi. Cukup, sudah cukup. “Ty, kamu sekarang di mana?,” tanyaku berusaha tetap tenang. “Aku di kamar Dem, Matthew di luar, tadi awalnya dia beli bubur di luar sama Mason, terus dia kembali dan sudah jadi zombie.” ucapnya sambil terus menangis. “Astaga! Mason gak lagi sama kamu di kamar?,” “Enggak, Dem, tadi dia ikut sama Matthew beli bubur.” Perih, sungguh perih, kali ini anakku, darah dagingku pun harus terenggut dengan cara seperti ini. Marah, kalut, putus asa. Aku mulai kehilangan kontrol emosiku, kutancap gas dengan kecepatan penuh, kutabrak dengan sadis semua zombie yang berada di depanku. “MAMPUS KAU ANJING BANGSAAAAAT MATI LO ANJING!” Sambil terus menabrakkan mobilku, aku meracau mengumpat sekerasnya. Begitu sampai di rumah tya, aku langsung menghubungi kembali. “Ty, kamar kamu di sebelah mana?,” ucapku. “Kamu masuk, buka pintu depan, nah lurus dikit terus belok kiri itu pintu kamarku. “Oke, kamu bertahan ya, wait my signal, kalo aku bilang buka kunci kamarnya kamu langsung buka ya,” ujarku mengarahkan. “Oke Dem.” Aku pun lalu berusaha masuk rumah tya, setelah berhasil masuk, aku dikagetkan dengan Matthew yang tiba-tiba menyerangku dan ingin menggigitku. Aku yang memang sudah persiapan dengan membawa kunci pipa, langsung memukulkannya ke kepala Matthew. Sambil menahan tangis aku berucap, “Nyet sorry gue harus mukul lo, dan gue harus jujur, Mason itu darah daging gue, anak gue dan tya, maafin gue baru bisa jujur sekarang.” sambil menangis sesenggukan aku terus memukul kepala Matthew yang terlihat semakin menggeram marah, hingga akhirnya, satu pukulan terakhirku mengenai matanya, ia kesakitan dan langsung ambruk tak sadarkan diri. Aku pun langsung menuju kamar tya, “ty, buka ty, ini gue.” Tya pun langsung membuka pintu dan spontan memelukku kencang sambil menangis. “Deeeeem huhuhuhu maafin aku gak bisa jagain Mason buat kamu,” ujarnya sambil terus menangis. “Udah ty, kamu udah jadi ibu yang baik buat anak kita, yang penting sekarang kita pikirin gimana caranya kita bisa selamat dan keluar dari sini. “Iya Dem, makasih ya, udah nyelametin aku,” ucap Tya. Aku pun melepaskan pelukannya dan di dalam kamar, aku dan tya sedang berpikir keras memikirkan cara untuk selamat.