Tetangga Montok Hamil
WAHHH… sepertinya itu Bu Ninen terlihat dari bentuk bodynya yang montok serta perutnya yang besar sedang hamil, batin Athur yang sedang mengendarai mobil Yaris merahnya.
Athur semenjak melihat Bu Ninen hamil, dia tertarik dengan wanita yang punya rumah pas di depan rumahnya itu. Bu Ninen bukan kali ini saja hamil. Sejak Athur kenal dengannya, sudah dua kali dia hamil, termasuk sekarang sudah 3 kali, belum lagi sebelumnya.
Total anak wanita yang berusia sekitar 40 tahunan ini sebanyak 5 orang kalau nanti bayi di dalam perutnya itu lahir. Mungkin memek Bu Ninen nikmat kali ya buat dientot sampai bisa punya anak sebanyak itu, batin Athur.
Athur menghentikan mobilnya di tepi jalan, lalu menghampiri Bu Ninen. “Selamat Pagi Bu Ninen. Mau pergi ke mana, Bu? Mau numpang?”
“E… Athur, Ibu mau ke puskesmas.”
“Ke puskesmas kenapa, Bu?” tanya Athur pura-pura tidak tahu supaya dia bisa memandang perut Bu Ninen yang besar menggiurkan itu.
“Ini…. mau kontrol perut…”
“O… ayo, aku antar.”
“Kamu lewat situ?”
“Khusus untuk Bu Ninen, aku lewat.”
Athur membuka pintu mobil untuk Bu Ninen. Bu Ninen duduk di dalam mobil Athur yang wangi dan sejuk itu, Bu Ninen pengen mobil seperti mobil Athur. Tapi kapan?
“Pagi-pagi kamu mau ke mana, Thur?” tanya Bu Ninen.
“Mau kerja, Bu.”
“O… kamu sudah kerja ya?”
“Sudah Bu, tapi penghasilannya belum seberapa, aku belum berani nikah.”
“Aduhhh…. Thur, ngapain kamu buru-buru nikah? Cari duit yang banyak dulu, baru nikah. Nikah gampang kalau kamu punya banyak duit!”
“Pengen cepet ngerasain, Bu.”
“Haa… haa… kamu… kalau sudah ngerasain, bini kamu kayak Ibu ini, mau?”
“Ibu kok pengen punya banyak anak? Enak ya, Bu?”
“Enak apa? Terpaksa, Thur! Suami minta, masa nolak?”
“Seminggu berapa kali Ibu begituan dengan suami?”
“E… Thur… Thur… Thur… puskesmanya lewat!” teriak Bu Ninen menepuk apa Athur.
“Untuk Ibu, gak apa-apa, aku muter lagi…” jawab Athur.
Athur senang bukan alang kepalang pagi itu kalau dia berhasil mendapatkan nomor telepon Bu Ninen. Dan ketika nomor hape Bu Ninen dimasukkan ke dalam hapenya, muncul di status Bu Ninen, yaitu foto Bu Ninen sedang berperut besar…
Waduhhh…. malam itu Athur beronani berkali-kali sambil membayangkan dia sedang ngentot dengan Bu Ninen, Athur terkulai lemas.
Pagi-pagi Bu Karlina pulang dari pasar, melihat Athur belum bangun, Bu Karlina membuka pintu kamar anak lelakinya itu.
…. kontol Athur yang terkulai lemas itu …. batin Bu Karlina, begitu panjangnya sebelum tegang, apalagi kalau sudah tegang. Bu Karlina sudah sekitar 7 tahun tidak melihat kontol Athur sejak Athur berusia 13 tahun.
Bu Karlina terduduk lemas di kursi dapur, tidak mampu melakukan tugasnya di dapur membayangkan kemaluan anaknya.
Tak lama kemudian Bu Karlina kembali mengintip kamar Athur. Nah, sekarang Athur sudah memakai sarung, batin Bu Karlina melangkah masuk ke kamar Athur.
“Bangun Thur, sudah siang!” panggil Bu Karlina menepuk pantat Athur.
“Ahhh… Mama… ngapain sih bangunin aku lagi enak-enak mimpi?” Athur pura-pura ngulet sembari kakinya mendorong turun sarungnya.
“Thurrr…. masyaallaaaaa…. kamu masih kecil apa?” teriak Bu Karlina buru-buru membetulkan sarung Athur dan pura-pura malu padahal tadi dia sudah melihat kontol Athur.
“Mama sih… aku belum mau bangun, dibangunin…”
“Matahari sudah di atas genteng….”
“Nggak ada kerjaan juga, ngapain bangun pagi-pagi…”
“Siapa ngomong nggak ada kerjaan? Dasar kamu males! Rumput di halaman kan bisa kamu cabut, atau ranting pohon jambu bisa kamu pangkas? Kemarin siang…. anaknya Ninen ke sini minta jambu, mungkin Ninen lagi ngidam…”
Jrengggggg…..
Mendengar nama Ninen disebut oleh mamanya, kontol Athur langsung menggeliat tak karuan. “Sebentar lagi aku bangun, Ma.” kata Athur.
“Benar ya? Kalau tidak bangun juga, urat malu di dalam sarungmu itu Mama piting…”
Bu Karlina pergi dari kamar. Athur langsung mengeluarkan hapenya dari bawah bantal.
“E… Athur….”
Kontol Athur langsung berdiri tegang mendengar suara Bu Ninen yang merdu di seberang sana.
“Iya Bu…. kemarin Amran ke rumah minta jambu sama Mama, ya…”
“Iya… Thur, Ibu pengen sekali makan jambu…”
“Sudah dapat belum Bu, jambunya?” tanya Athur sambil mengelus-elus kontolnya yang tegang.
“Belum Thur… kalau gak ada jangan dipaksa…”
“Nanti siang kita cari aza di pasar ya, Bu…”
“Boleh, Thur. Jam berapa?”
“Jam 12-an ya, Bu… nanti Ibu tunggu aku di tempat yang kemarin…”
“Iya, Thur…”
“Cuupp… cuppp… sampai ketemu nanti, sayang…”
Bu Karlina masuk ke kamar Athur. “Athuuuu… uuurrrr…. gilaaaa… kamuuuu…. ya? Pantesan nggak mau bangun….!”
“Ngapain berteriak-teriak sih Ma, aku kan nggak minta Mama kocok?”
Bu Karlina merasa jengkel bercampur geli ingin tertawa mendengar jawaban Athur. Bu Karlina lalu mencubit paha Athur dari luar sarungnya. Athur menangkap pergelangan tangan mamanya.
“Thur, jangan… Mama nggak mau!” kata Bu Karlina ketika tangannya ditarik Athur ke kontolnya.
“Nggak mau yaudah, nanti aku cari cewek di luar buat ngocok kontol aku…” ancam Athur.
Bu Karlina terduduk lemas di pinggir tempat tidur Athur. Pengen tapi malu dia memegang kontol Athur. “Sudah, buka sarung kamu.” suruh Bu Karlina menyerah akhirnya.
Bu Karlina duduk membelakangi Athur ketika dia menggenggam batang yang berdiri tegak lulus seperti ingin menggapai plafon kamar itu, dan pada saat yang sama Bu Karlina bisa merasakan dadanya berdetak-detak kencang merasakan batang yang kuat, kokoh, keras dan liat serta panas dalam genggaman tangannya itu.
Athur mengelus punggung mamanya dengan telapak tangannya dan merasakan BH Bu Karlina. “Buka ya, Ma?” kata Athur.
Bu Karlina membuka BH-nya dan mengeluarkan BH-nya dari kaos yang dipakainya. Athur bangun memeluk mamanya dari belakang. “Tetek Mama kecil ya, Thur… sudah lembek, ya…” kata Bu Karlina ketika tangan Athur menyusup masuk ke dalam kaosnya dan meremas teteknya yang telanjang itu.
Tangan Athur selanjutnya mengelus perut Bu Karlina. Bu Karlina menggelinjang. “Jangan bikin Mama keluar, Thur. Mama sudah tua, Mama gak kuat kalau keluar, nanti lemes.” kata Bu Karlina.
Tetapi tangan Athur menyusup masuk lebih dalam ke celana santai Bu Karlina. “Oohh… Thurr…” rintih Bu Karlina ketika jari Athur menggesek kelentitnya.
Sherrr… Bu Karlina bisa merasakan cairan kenikmatannya menyembur kencang di lubang kemaluannya. Dia pun tidak berdaya ketika pakaiannya di lepaskan semua oleh Athur.
Bu Karlina hanya bisa berbaring terlentang di tempat tidur dengan telanjang bulat dan pahanya terkakang lebar ketika lubang memeknya digenjot oleh kontol Athur.
“Oohhh… Thurrr… mmhhhaahh….” desah Bu Karlina meluapkan kenikmatannya.
Kontol Athur rasanya begitu hangat di dalam lubang memeknya.
Maka itu Athur sengaja mencari jalan yang tidak rata sehingga mobilnya gradak-gruduk melintas batu dan lubang. Sementara itu Bu Ninen menahan bagian bawah perutnya dengan telapak tangannya dengan wajah meringis.
“Kenapa, Bu Ninen?” tanya Athur.
“Di bawah rasanya gak enak, orok Ibu rasanya seperti pengen membrojol.”
“Sudah cukup bulan ya, Bu?”
“Belum sih, baru 7….”
“Ibu harus banyak jalan. Kapan-kapan kita ke pantai. Mau nggak, Bu? Jalan di pantai bertelanjang kaki buat wanita hamil itu baik lho, Bu.” kata Athur.
“Mau aja, Thur….”
“Nanti ngajak anak Ibu ya, satu apa dua orang, kita nginep….”
Wadduhhh…. Athur menghentikan mobilnya di tepi jalan yang sepi dan merangkul pundak Bu Ninen, Bu Ninen langsung terkulai lemas di pundak Athur. Athur mencium bibir Bu Ninen. Slurpp… slurrpp… slurpp…. dan mengusap-usap perut besar Bu Ninen.
“Aku mencintai Ibu…” bisik Athur ke telinga Bu Ninen.
“Ibu nggak mau, Thur….! Ibu nggak mau…! Ibu sudah tua, anak hampir 5, kenapa kamu mencintai Ibu? Apa kelebihan Ibu?”
“Nggak tau, Bu. Pokoknya aku mencintai Ibu. Setiap malam aku selalu mimpiin Ibu…”
“Jangan, Thur… jangan…! Kalau kamu pengen gituin Ibu, Ibu rela memberikan pada kamu, tetapi cinta, jangan! Sekarang juga boleh, kamu mau bawa Ibu kemana?” tantang Bu Ninen.
Satu – kosong untuk kemenangan di pihak Athur. “Thur, kamu dari mana?” tanya Bu Karlina.
“Dari rumah temen…”
“Kamu sudah makan siang, belum?”
“Sudah, makan bakso….”
“Coba kalau kamu ngomong, Mama nitip…”
“Mama mau?”
“Nggak, sudah… Mama kan nggak ngidam….”
Bu Karlina memang sudah nggak mungkin ngidam. Sudah 50 tahun umurnya mau ngidam apa? Athur memeluk Bu Karlina dan mengecup bibir mamanya. “Mmhh… Mammm… Mama hamil lucu kali, ya?”
“Kamu ya, yang masuk ke dalam perut Mama lagi…”
“Awwwhh…. mmmhh…” seru Bu Karlina ketika gundukan memeknya dicengkeram tangan Athur.
“Lagi ya, Ma…”
Sebentar kemudian Bu Karlina sudah meregang kenikmatan dan napasnya megap-megap terbaring di tempat tidur dengan tubuh telanjang disaat memeknya kembali digenjot oleh kontol panjang milik anaknya.
Bu Karlina sepertinya tidak merasa bosan dengan kontol Athur. “Enak… Thur… oo… ooo…” desah Bu Karlina.
Demikian juga dengan Bu Ninen. Sejak siang itu dia menurut saja di ajak oleh Athur kemana pun, apalagi sering dibelikan baju bagus oleh Athur.
“Nggak jadi ke pantai?”
“Ngapain jauh-jauh ke pantai, Thur? Di rumah juga bisa! Ayo…”
“Kalau ketahuan tetangga atau anak-anak Ibu….”
“Nanti Ibu atur….”
Mana tahan Athur menunggu lama-lama? Dia ingin segera menjebloskan kontolnya ke lubang memek Bu Ninen.
Malam itu hujan gerimis, jalanan sepi. Athur langsung menyelinap masuk ke dalam pekarangan rumah Bu Ninen. Athur menyogok ketiga anak Bu Ninen dengan minuman kotak dan cemilan, sedangkan anak Bu Ninen yang besar menginap di rumah neneknya.
“Sudah, jangan makan di sini…. makan di kamar sana…” usir Bu Ninen.
Ketiga anak Bu Ninen masuk ke kamar, Athur langsung mencium perut Bu Ninen duduk di ruang tamu. Lampu ruangan yang tidak begitu terang dan pagar juga menutupi jalan raya, membuat Bu Ninen segera melepaskan celana dalamnya.
Athur berjongkok di depan kursi yang diduduki Bu Ninen lalu menjilat memek Bu Ninen yang wangi sembari kedua paha Bu Ninen terkangkang lebar tanpa melepaskan dasternya.
“Oohhh… sungguh nikmat…” desah Athur merasakan lendir cinta Bu Ninen.
Lidah Athur meliuk-liuk di dalam lubang memek Bu Ninen sampai kedua tangan Bu Ninen berpegangan pada tangan kursi kuat-kuat takut dia menjerit. O… Athur menusuk-nusuk rahim Bu Ninen dengan ujung lidahnya.
Bu Ninen merasakan pengen muncrat. Dia sudah tidak berpikir akan bayi di dalam rahimnya lagi ketika lubang memeknya dicolok jari Athur sebanyak 3 jari. Jari-jari Athur mengocok lubang memek Bu Ninen yang sudah basah kuyup itu, sedangkan mulutnya menyedot biji kelentit Bu Ninen sampai pantat Bu Ninen naik dari kursi.
“Ooohhhhhhhh….” jerit Bu Ninen merasa tubuhnya kejang.
Athur hanya menurunkan celana pendeknya sampai ke paha. Sesaat kemudian kontol Athur yang panjang itu langsung nyungsep ke dalam lubang memek Bu Ninen.
Enak memek Mama ternyata, batin Athur. Memek Mama masih terasa ketat menggigit, sedangkan memek Bu Ninen lepas begitu saja saat Athur mengocok kontolnya di situ dan baunya… ahhhh….
Athur mencium bibir Bu Ninen. “Enak kontolmu, Thur… setubuhi Ibu terusss…” desah Bu Ninen duduk di kursi mengangkang.
Athur menggenjot lubang memek Bu Ninen lebih cepat. Ceplokk… ceplokkk… ceplokkk…. aaahhh…. rintih Bu Ninen.
Sejak malam itu, Athur sering menyelinap masuk ke pekarangan Bu Ninen kalau Bang Ju nggak ada di rumah. Apalagi semakin hari perut Bu Ninen semakin besar. Memek Bu Ninen semakin legit saja dirasakan oleh Athur.
Bu Karlina juga setuju setelah Bu Ninen melahirkan, Athur menikah dengan Bu Ninen.
Proses perceraianpun dilakukan. Proses perceraian butuh waktu berbulan-bulan sampai Bu Ninen hamil lagi.
Kini yang dikandung Bu Ninen bukan benih Bang Ju, melainkan benih Athur.