Tanteku Diperkosa Dildo
HARI ini hari terakhir aku ujian semester. Setiba di rumah aku ingin balas dendam tidur sepuas-puasnya, begitu kataku di dalam hati sambil mengendarai Vespa bututku meramaikan jalan raya bersama pengendara sepeda motor lainnya siang hari ini.
Sudah hampir sampai di rumah, tiba-tiba handphoneku bergetar di dalam kantong celana jeansku. Rupanya telepon dari Mama.
Mama tau saja aku sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Mama menyuruh aku mampir ke rumah Tante Emmi mengambil celana panjangnya yang sudah dipermak Tante Emmi.
Tante Emmi adalah adik sepupu dari Papa. Ayah dari Papa, kakak beradik dengan ibu dari Tante Emmi.
Tante Emmi bukan tukang jahit, tetapi di rumah Tante Emmi punya mesin jahit yang ditinggalkan oleh ibunya yang sudah meninggal dunia.
Aku segera membelokkan Vespa yang kukendarai menuju ke rumah Tante Emmi.
Sesampai di depan pagar, aku taruh Vespa-ku begitu saja di tepi jalan.
Pikirku hanya sebentar, syukur-syukur aku dikasih makan. Sambil makan aku bisa menikmati payudara Tante Emmi yang montok kalau kebetulan ia memakai tanktop yang tipis tanpa memakai BH, karena siang ini cuaca sangat panas sampai merasuk tulang rasanya.
Berhubung pintu pagar juga tidak dikunci, aku masuk saja ke halaman.
“Tante…” panggilku.
Tidak ada jawaban.
“Tante…” panggilku lagi.
Sepi!
Aku tidak mau memanggil untuk yang ketiga kalinya. Aku pergi memegang pegangan pintu dan tanpa aku memutar pegangan pintu itu, pintu rumah Tante Emmi bisa aku buka begitu saja.
Aku melepaskan sepatu sneakers-ku di depan pintu, lalu masuk ke ruang tamu Tante Emmi dan pada saat yang sama aku mendengar suara, “Ekk… ekkk… ekkk…” dari kamar yang pintunya terbuka.
Oooo…. astagaaaaaaa…. aku ingin berteriak minta tolong. Tetapi kepada siapa?
Jika aku memanggil satpam yang menjaga di pintu masuk sana bisa bikin Tante Emmi malu, karena Tante Emmi sedang telanjang bulat dengan kedua tangan terikat di teralis jendela. Mulutnya diplester plakban dan di lantai berantakan air kencing dan kotorannya.
Aku membuka plakban-nya terlebih dahulu. “Tante dirampok?” tanyaku setelah aku melepaskan plakban dari mulut Tante Emmi, dan melihat tubuhnya yang telanjang bulat itu membuat aku terangsang sekaligus kasihan.
“Ngg… nggak tau…” jawab Tante Emmi dengan suara tersendat-sendat karena trauma dan masih ketakutan. Maka itu sampai ia terkencing-kencing dan terberak-berak di lantai. “Tante diperkosa…” katanya.
“Haaa….” jeritku tanpa sadar sambil aku membuka tali rafia yang mengikat tangan Tante Emmi di teralis jendela.
Aku membawa Tante Emmi duduk di kursi. “Dubur Tante ditusuk pakai alat yang bisa bergetar sampai dalam sekali… aduu…uhh… sakitnyaaa…” kata Tante Emmi.
“Dildo…?” tanyaku.
“Nggak tauu..uuu…” jawab Tante Emmi.
“Lalu, apalagi…?” tanyaku ingin tahu sekaligus aku bisa menikmati tubuh telanjang Tante Emmi yang duduk di depanku.
Kapan lagi, batinku.
Kedua payudara Tante yang montok turun menggantung, tetapi putingnya yang berwarna gelap dan bentuknya besar itu sangat menggiurkan syahwat mudaku yang memang aku sudah tertarik pada Tante Emmi sejak aku SMA.
“Itunya Tante juga ditusuk…” katanya.
“Bukan dengan penis…?” tanyaku.
“Bukan, dengan itu… benda yang bisa bergetar ituuu… lecet kali ‘barang’ Tante… jadi perih sekali…”
“Lalu bagaimana nih sekarang? Mau aku lapor…?” tanyaku.
“Nggak usah… perhiasan Tante gak hilang kok, ia nggak buka lemari… untung kamu datang, kalau nggak… tunggu anak-anak pulang dari sekolah, Tante bisa matiiii…! Kamu jangan cerita sama siapa-siapa, ya…” sambungnya.
“Tante mandi ya… aku bersihin kamar…” kataku.
Tante Emmi menurut sewaktu aku menuntunnya ke kamar mandi. Bulu-bulu hitam ikal terlihat di antara kedua pahanya yang mulus dan putih.
Tante Emmi mempunyai 2 orang anak. Satu laki-laki berumur 14 tahun dan satu anak perempuan berumur 10 tahun. Tante Emmi sendiri berumur 38 tahun. Suaminya bekerja di perusahaan yang membangun apartemen.
Aku tinggalkan Tante Emmi di kamar mandi, lalu aku mengisi air di ember dan mengambil kain pel membersihkan lantai kamar tidur Tante Emmi. Untung kotorannya keras.
Kronologinya menurut Tante Emmi, laki-laki itu mengantar paket. Ternyata ia disodori pisau.
Karena ketakutan dan sendirian di rumah jauh dari tetangga, Tante Emmi tidak berkutik sewaktu ditelanjangi di kamar. Dan sewaktu Tante Emmi diperkosa dengan dildo pemerkosa itu memvideokan Tante Emmi.
Apakah pemerkosa itu membuat video tujuannya untuk memeras Tante Emmi atau bertujuan untuk komersial? Aku tidak mau mencampuri urusan pemerkosa itu. Yang penting Tante Emmi selamat dan tidak ada barang di rumahnya yang diambil.
Kamar tidurnya sudah bersih, Tante Emmi keluar dari kamar mandi berbalut handuk. Aku mengikutinya masuk ke kamar, lalu Tante Emmi melepaskan handuknya dari tubuhnya yang telanjang.
“Win…” namaku Erwin. “Bantu Tante lihat lecet nggak…” suruhnya. “Pakai senter saja, biar jelas. Senter ada di atas meja…”
Aku membuka lebar saja belahan pantatnya menyenter anusnya yang berwarna kehitaman dan bentuknya berkerut-kerut itu. Penisku bisa jadi sekeras batang baja saat itu, rasanya sampai sakit tertekuk di celana jeansku yang ketat.
“Nggak apa-apa kok, Tante…” jawabku.
Tetapi tugasku belum selesai. Tante Emmi naik ke tempat tidur berbaring menyuruh aku menyenter memeknya.
Aku lakukan saja. Aku membuka lebar bibir memek Tante Emmi yang tebal berwarna coklat itu sampai kelihatan lubangnya yang basah berwarna kemerahan segar.
“Juga gak apa-apa, Tante…” kataku setelah aku senter memeknya dengan teliti.
“Di dalam…” lanjutnya.
Akupun lepas kontrol. Tante Emmi tidak mungkin marah padaku. Jika ia marah, akan aku beberkan, aku mengancam dalam hati lalu aku mendorong masuk jari tengahku ke dalam lubang memek Tante Emmi yang basah dan licin.
“Nggg… ooogggh…” erang Tante Emmi. “Yang dalam, Win… ooohhh… nggg…” Tante Emmi semakin mengerang saat jari tengahku sampai habis kudorong masuk ke lubang memeknya. “Seeestth… ooohh… enak, Win… ooohhh…”
Aku keluarkan jariku dari lubang memek Tante Emmi. Jariku jadi basah, licin dan lengket berbau amis.
Tidak bisa lagi aku biarkan si Emmi montok ini, batinku. Pantesan ia diperkosa. Pasti pemerkosa itu mengincar Tante Emmi sudah lama.
Akupun menunduk menjulurkan lidahku, kemudian menjilat memek Tante Emmi.
“Bener, Win…!” kata Tante Emmi. “Dijilat saja… ooohhh… trruss, Wii..iinn… oohh, enaknyaaa… sssthh… oooughhh… lidahmu masuk ke dalam, Win…” racaunya.
Jangankan laki-laki lain, aku sebagai keponakannya juga ingin memperkosa Tante Emmi, batinku.
Akupun meloloskan celana jeansku dari kedua kakiku sambil kuputar-putar lidahku menjilat dinding memek Tante Emmi. Lalu celana dalamku juga kulepaskan.
Setelah itu aku naik ke tempat tidur dan dengan sekali tusuk, bleessss… lubang memek Tante Emmi tembus oleh penisku yang sekeras baja itu.
Lupa sudah aku dengan pesanan Mama.
“Ini baru enak…” katanya pula.
Astagaaa….
Perlu dipertanyakan pemerkosa itu, kataku dalam hati. Benar tidak laki-laki itu memperkosa Tante Emmi, atau sengaja minta diperkosa.
Tanganku segera meremas-remas tetek Tante Emmi yang kelihatan keriput di sekitar putingnya sewaktu ia berbaring terlentang begini, bibirnya kulumat sambil kepala penisku menyundul-nyundul rahimnya dan batang penisku menggesek-gesek dinding memeknya yang basah dan licin.
“Ooooggg…. ooogggg…” lenguhnya.
Tak perlu memakan waktu lama batang penisku menggesek-gesek lubang memek Tante Emmi yang masih terasa nikmat itu.
Tusukanku berikutnya tak pelak lagi membuat pejuku menembak kencang ke rahim Tante Emmi.
Srroottt… srrooott… srroottt… ssrroott…
“Ooohhh…. Emmiiii… nikmat memekmuuuu…” jeritku terkulai menindih tubuh Tante Emmi yang telanjang.
Penisku lepas sendiri dari lubang memek Tante Emmi yang basah kuyup.
Ada rasa malu tetapi juga rasa bangga. Coba saja Tante Emmi tidak diperkosa, tidak mungkin aku menikmati memeknya.
“Win, mana pesanan Mama?” teriak Mama di telepon. “Lama banget hanya ngambil celana saja…”