AYAH…AKU BAIK² SAJA
Aku masih mengingatnya…,Ayahku menangis malam itu. Meminta maaf kepada kami anak-anak nya. Kakakku berusaha menenangkan Ayah. Dia memang laki-laki ideal untuk mewakili pria idaman, bijaksana..,tenang dan mengayomi.sifat kak Andi warisan dari mendiang Ibuku. Iya…usaha Ayahku baru saja bangkrut , tidak hanya bangkrut..,tapi kami harus merelakan rumah kami ,yang dulunya menjadi imajinasi sebahagian temanku seandainya mereka memiliki rumah seperti yang kami miliki . Bahkan Ayahku menjual mobilnya dan sekali lagi..terpaksa mobil yang aku selalu gunakan ke kampus juga harus dijual untuk menutupi sebahagian hutang kami. Kakakku juga bijaksana dengan merelakan Triumph dengan motor bebek biasa. Padahal motor kesayangannya itu dia beli dari hasil keringat nya sendiri dari usaha EO kecil-kecilan miliknya. Dan karna wabah covid kemarin..,usaha kakakku pun ikut terseok-seok.
Ayahku dulu sangatlah dermawan.., walau sebahagian rekan-rekannya menutup mata dengan musibah yg menimpa kami. Tapi ada satu dua sahabatnya yang selalu ingat jasanya . Salah satunya om Ilham. Seorang pengusaha rumah makan ,batik dan laundry di Solo. Dulu pertama kali membuka usaha ..,aku ingat saat itu umurku masih 12 tahun, ayahku menyodorkan seikat uang kepadanya diruang tamu kami. Wajahnya tidak meyakinkan sebagai orang yang akan balas jasa….namun kenyataannya..,diantara teman-teman Ayahku yang lain. Dia yang akhirnya menawarkan kepadaku untuk ikut ke Solo dan kuliah disana. Yah tentunya mungkin aku sedikit pandai-pandai dan tau diri untuk ikut bantu pekerjaan rumah yang ringan-ringan. Karna aku akan menumpang di rumah om Ilham.
Aku sangat sedih harus meninggalkan Ayahku dalam keadaan mencoba bangkit kembali dari keterpurukannya. Namun Ayahku mencoba meyakinkan..kalau mendampinginya cita-citaku akan sedikit lebih lama untuk diraih.
“Nak…,dengerin Ayah..,mengabdi kepada orang tua bukan hanya menyiapkan makanan,memasak dan mencuci baju Ayah”. Aku hanya tertunduk dan meneteskan airmata kala itu.
“Tetapi juga mengejar cita-citamu dan membuat Ayah bangga juga pengabdian”. Katanya saat itu untuk meyakinkanku.
.
.
Hari itu 27 Juni 2021..aku melambaikan tangan setelah mencium tangan Ayahku dan meminta restunya.
Aku masuk ke taxi online menuju stasiun kereta. Iya…aku menerima tawaran om Ilham buat dibiayai kuliah di Solo dan tinggal dirumahnya.
Om Ilham 49Tahunan kutaksir usianya. Dengan tampang khas daerah tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arahku. Disampingnya tampak seorang wanita yg cantik walau sudah berumur. Wajahnya lancip dengan dandanan sederhana. Ntah kenapa aura nya begitu kuat dibalik senyuman ramah menyambutku. Wanita ini pikirku….dengan mata yg seperti hilang saat dia tersenyum lebar..,bibirnya mungil sejurus wajahnya yang kian lancip kedagu. Badannya mungil , tidak terlalu pendek,juga tidak terlalu tinggi.
“Kenalin nih….kamu belum pernah ketemu Tante Mona istri Om kan?”.
“Yah belumlah Om…,ketemu Om aja..,sebelum kunjungan Om kemarin-kemarin ini tuh ..,pas aku masih SMP kalau gak salah”. Jawabku sambil Salim tangan Om Ilham dan Tante Mona.
Tante Mona ini bukan wanita Jawa tulen ternyata. Ayahnya keturunan Arab yang tinggal di Solo dan Ibunya orang Manado. Namun tak ada sedikitpun kulihat wajah atau mata besar khas Arab. Hidung mancungnya pun bukan seperti mancung timur tengah. Lebih ke lancip dan Bangir.
Satu-satunya yang aku lihat sedikit agak mirip arab adalah rambutnya yang lebat serta bulu-bulu halus pada lengannya.
Om Ilham sendiri perawakannya biasa saja. Tidak buncit seperti bapak-bapak kebanyakan,tetapi juga tidak atletis.dan jauh dari kata modis. Berbanding terbalik dengan Istrinya Yang sepintas saja aku sudah salfok melihat logo celine diikat pinggang nya.
.
.
Dan akhirnya kami sampai dirumah Om Ilham. Pegawainya membukakan pintu gerbang sambil menunduk saat kami masuk. Dan dua orang lagi keluar menyambut sambil membawakan barang-barang bawaanku.
“Eh.***usah mbak..!biar aku saja!”. Namun tidak dihiraukan oleh kedua orang itu. Mereka sambil tersenyum dan mengatakan..
“Jangan non…masih lelah baru sampai!”.
Satu orang lagi segera kembali sambil membawa minuman segar untukku. Aku sedikit merasa disanjung saat itu. Karna bagaimanapun kami dulu tidak memiliki ART yg tinggal dirumah. Hanya orang bersih-bersih yang kalau sore pulang. Serta satu tukang kebun langganan yang biasanya datang saat hari Senin.
“Kamu istirahat dulu…Om sama Tante ada janji lagi di resto…,kalau butuh apa-apa,minta saja sama Tuti atau Mimi”. Kata Om Ilham kepadaku.
“Iya Non..ntar bilang saya saja kalau butuh apa-apa!”. Sambut salah satu dari ART tersebut.
“Mia…tolong anterin non…siapa?! Maaf non ..saya belum tau namanya?”.
.
“Saya Melisa mbak..panggil saja Lisa atau Mel.***usah pakai non”. Jawabku sambil tersenyum.
Tanpa kusadari Om Ilham dan Tante Mona sudah tak terlihat seiring mobilnya kembali melewati gerbang. Aku mengikuti Mia seorang ART dirumah ini yg kutaksir seumuran denganku. Wajahnya manis dengan kulit kuning langsat dan biru muda dan putih. Matanya besar dengan bulu mata yang lentik alami. Hidungnya yang pesek,dipadukan dengan suaranya yang sangat lembut justru membuat wajahnya seperti lebih elok untuk dipandang. Sedangkan Bu Tuti merupakan seniornya. Mungkin sudah lama ikut keluarga Om Ilham.
Belum apa-apa aku sudah jatuh cinta dengan rumah om Ilham yang Asri ini. Rumahnya unik dengan ruang utama di depan. Beserta perabotan yang hampir semua dari kayu termasuk lampu gantung diatas. Di kiri dan kanan akhir dari ruangan utama tersebut terdapat dua tangga melengkung bertemu pada balkon setengah dari tinggi ruangan lalu bersambung kembali dengan tangga lebar menuju lantai dua. Dan ditengah-tengah kedua tangga melengkung tadi ada celah lebar tanpa pintu kearah ruang tengah yang lebih bisa ku gambarkan sebagai semi outdoor. Karna setelah lantai granite sekitar satu setengah meter, aku menjumpai kolam ikan koi yang melintang sekitar 2×6 meter. Dan ditengah-tengah dari panjang kolam tadi ada sebuah joglo. Aku kembali mengikuti Mia kearah kiri mengitari kolam dan joglo. Disana ada beberapa pintu yang sudah bisa ku tebak itu kamar-kamar mereka dan mungkin salah satunya adalah kamarku. Aku juga tidak keberatan menempati kamar manapun karna aku sadar saat ini aku hanyalah orang yang sedang menumpang. Dan bener saja setelah pintu yang ketiga..,Mia berhenti dan membukakan pintu kamar tersebut.
“Non..kata Bapak..kamar non sementara disini dulu..,kamar yang di lantai dua belum diberesin”. Katanya kepadaku.
“Ohh…terima kasih mbak..ini sudah lebih dari cukup. Terima kasih ya…”. Jawabku mencoba ramah.
“Kalau butuh sesuatu panggil saya saja..atau kalau mau ke dapur itu di seberang tinggal muter kolam”. Katanya sambil tersenyum manis. Senyum yang manis namun sangat terasa pengalaman dan kisah pahit di raut wajahnya.
“Terima kasih ya Mia..GPP kan aku panggil Mia aja. Dan kamu juga jangan panggil non dong..panggil saja aku Mel!”.
“Baik non..eh non Mel…duhh aku gak bisa non hahahaha…” Kali ini ketawanya keluar dengan jujur. Aku juga turut tertawa sambil berlalu memasuki kamarku. Kamar awal mula kisah yang tidak pernah aku lupakan. Kisah yang membuat diriku seperti sekarang. Yaa…namaku Melisa Hartono, anak dari Budi Hartono dan Almarhum Ayu Ningsih. Usiaku bulan depan genap 20 tahun. Aku seorang wanita yang cantik nan periang saat Ayahku belum mengalami kebangkrutan. Dengan tinggi badan 165 dan berat yg ideal di tunjang bentuk tubuhku yang aku rasa secara genetik memang sudah demikian indahnya. Karna masih kuingat mendiang ibuku dulu juga banyak dipuji teman-teman nya..,dan teman Ayahku.
Kupakai kimono mandiku. Dan menuju kamar mandi mungil dalam kamarku. Meskipun kamar ini kecil ,aku bersyukur Om Ilham tidak membuatku harus berbagi kamar mandi dengan mbak Tuti dan Mia.
“Ayah….doakan aku betah disini” doaku dalam hati.
.
.
.
.
Bersambung……