[JKT48] FREYA JAYAWARDANA : NINGRAT
- INI ADALAH CERITA FIKSI MENGENAI TOKOH FIKSI
- KESAMAAN NAMA, TEMPAT DAN WAKTU ADALAH KEBETULAN
- SEPENUHNYA MERUPAKAN IMAJINASI PENULIS TANPA DENGAN SENGAJA MENYAMAKAN DENGAN KEHIDUPAN TOKOH YANG SEBENARNYA DAN TIDAK MENCERMINKAN PERILAKU PADA TOKOH YANG SEBENARNYA
- SEMUA TOKOH ADALAH TOKOH FIKSI. KESAMAAN DENGAN TOKOH ASLI ADALAH KEBETULAN BELAKA
- MENGANDUNG MATERI DEWASA YANG TIDAK COCOK UNTUK SEMUA KALANGAN. LANJUT MEMBACA BERARTI MELEPASKAN PENULIS DARI SEMUA TANGGUNG JAWAB ATAS HAL YANG DITIMBULKAN KEMUDIAN.
- HANYA UNTUK PEMBACA YANG BISA MEMBEDAKAN BEDA DARI FIKSI DAN IMAJINASI DENGAN KEHIDUPAN NYATA. MOHON MENERUSKAN MEMBACA DENGAN BIJAK.
- DILARANG KERAS MENYEBARLUASKAN KARYA FIKSI INI TANPA SEIJIN PENULIS. PENULIS TIDAK BERTANGGUNG JAWAB ATAS HAL YANG TERJADI AKIBAT KARYA FIKSI YANG DISEBARLUASKAN TANPA IJIN.
Kaki Freya turun dari mobil menapak jalan yang ada di depan komplek besar itu. Tembok tinggi berwarna merah yang berdiri mengelilingi sebuah komplek besar yang ada di belakangnya menutupi mata para penjalan kaki yang lewat di depan komplek itu. Sebuah pintu besar yang berhiaskan ornamen tradisional berdiri di depan Freya sebelum seseorang membuka pintu itu sebelum Freya sempat mengetuknya atau membukanya dari luar.
Rok pendek yang dikenakan Freya bergerak ditiup angin saat gadis itu melangkah masuk melewati pintu yang dibuka lebar itu.
Beberapa orang terlihat lalu lalang dengan sedikit tergesa saat hari mulai beranjak sore itu dengan cepat berubah menjadi gelap karena awan mendung sudah menggantung dari tadi. Sesekali terdengar suara guruh yang menderu dari kejauhan saat angin dingin membuat pohon pohon yang ada di lapangan tempat Freya berdiri setelah ia melangkah masuk itu berbunyi gemerisik saat daun daunnya ditiup angin.
Mata Freya mencari cari di pada orang orang yang lalu lalang di sekitarnya sambil sesekali terlihat membungkuk pada gadis itu. Freya hanya bisa membalas dengan senyuman tipis sebelum gadis itu melangkah menyeberang halaman yang luas itu menjual bangunan besar yang ada di seberang tempat ia berdiri tadi.
“Mama?” Tangan Freya menghentikan seorang wanita muda yang melewatinya.
Gadis muda itu membungkuk sebelum menjawab : Ada di balairung Ndoro!” Langkah tergesa gadis itu hanya bisa ditatap oleh reya saat gadis itu melanjutkan langkahnya membelok dan menyusuri lorong lorong yang ada di bangunan utama itu.
Sosok pria yang berusia lanjut terlihat keluar dari sebuah ruangan yang besar. Freya tersenyum dan menunduk hormat saat ia mengenali pria yang baru keluar dari ruangan yang ia tuju itu.
“Wah sudah datang kamu Nak!” Pria itu mengulurkan tangannya untuk dicium dengan hormat oleh Freya. Tangan pria itu merangkul pinggang Freya sebelum gadis itu sempat menjauh darinya dan melangkah masuk ke ruangan yang ada di samping mereka.
“Mama kamu lagi di dalam sama Pakde Warso!” Kita ngobrol disini dulu aja!”Pakde mau denger cerita soal kamu setelah lama gak ketemu!
Freya menuruti kemauan pria itu dan duduk di samping pria yang sekarang merangkul pundaknya sambil merasakan kehangatan tubuh pria yang nafasnya sedikit terengah saat Freya pertama kali melihatnya keluar dari ruangan yang ia tuju itu.
“Wah Besok ulang tahun ya kamu! Udah makin dewasa ya keponakan pakde sekarang!” pria itu membelai dagu Freya sambil menatapnya dalam dalam. Wajahnya terlihat bersinar menatap gadis yang ada di sebelahnya itu.
Freya hanya bisa tersenyum dan mengangguk tanpa bisa berkata apapun karena tubuhnya terus bergerak tidak nyaman merasakan belaian tangan pria yang memeluknya sambil duduk di atas kursi itu.
“Kamu sudah siap buat ritual malam nanti kan?” tangan pria itu membelai pinggang Freya yang kali ini menggeliat resah saat nafas pria itu terdengar jelas di telinganya.
“Kalau kamu gak siap! Kasian Mama kamu kayaknya sudah kewalahan gantiin kamu yang baru bisa datang buat jalanin ritual yang mustinya dilakukan kamu dulu!”
“Mau ketemu Mama dulu Pakde Darso!” Freya mencoba melepaskan diri dari pelukan pria itu sambil menggeliat bangun dari duduknya.
Pria yang bernama Darso itu membiarkan Freya bangkit dan membuka kunci yang ada di pintu yang tadi baru saja ia tutup itu.
Darso menarik nafas panjang saat ia sempat melihat paha Freya ketika rok yang dikenakan gadis itu tersingkap waktu Freya berusaha bangkit dan menjauh darinya.
Bayangan paha Freya yang mulus itu membuat wajah Darso terlihat tidak sabar ketika ia melangkah menjauh dari ruangan yang disebut balairung tadi.
Suasana sepi di sekitar ruangan itu kembali terasa setelah Freya masuk ke dalamnya. Beberapa orang yang sejak tadi lalu lalang tadi lebih memilih mengambil jalan lain agar mereka tidak perlu melewati ruangan itu.
Bagian dalam ruangan itu terasa suram dan remang remang. Hanya ada beberapa lampu kuning yang tergantung di langit langit ruangan itu. Suara penyejuk udara terdengar bersuara lirih menyejukan ruangan yang didalamnya berisi sebuah ranjang besar yang ada di tengah tengah ruangan. Sebuah kamar mandi dengan shower terlihat ada di salah satu pojok ruangan itu . Kamar mandi yang tidak tertutup dan hanya dikelilingi tembok yang berdiri setinggi dada orang dewasa itu berada dalam kegelapan di salah satu sudut ruangan itu.
Telinga Freya mendengar suara erangan dan desahan dari balik kelambu yang menutupi ranjang besar dan mewah yang ada di tengah ruangan itu. Matanya berusaha mengalihkan pandangannya dari gerakan gerakan yang terlihat kabur tertutup kelambu yang menutupi ranjang itu. Telinga gadis itu mengenali suara rintihan serta erangan wanita yang ada di atas ranjang itu bersama seorang pria lain yang dipanggil Freya dengan sebutan Pakde Warso itu.
Suara ranjang yang bergoyang ketika Warso membalik tubuh wanita yang ada di pelukannya terdengar oleh Freya, Mata gadis itu melihat kelambu yang menutupi ranjang itu tersibak oleh tarikan tangan wanita yang suaranya ia kenali itu.
Freya terus berdiri tak bergerak di balik bayangan berharap tidak ada seorangpun yang melihat kehadirannya di ruangan itu.
Tapi Kedua orang yang ada di atas ranjang it tidak punya waktu untuk mengenali sosok Freya yang berdiri gugup di salah satu pojok karena mereka sudah bergerak lagi dengan cepat dan liar tanpa peduli pada keadaan sekitar mereka.
Wanita yang bernama Paramita, dan bisa disebut Mama Mita oleh Freya itu menggeliat liar di bawah tindihan pria bernama Warso yang sedang menghentak keras pinggulnya di antara kedua kaki Mita.
“Mas! Mas! Nyah! Mas! Ahk! MAsshk! Masshk! Nnggghhhk!” Mita mengejang di bawah Warso yang menindihnya sambil menghujamkan pinggulnya ke selangkangan Mita. Kaki Mita yang panjang dan jenjang sudah terangkat dan saling mengait di atas pantat Warso ketika Mita menikmati orgasmenya yang kesekian kalinya hari itu.
Mata Warso menatap pojok gelap yang tidak jauh dari ranjang itu. Matanya menangkap sosok Freya yang berdiri gugup melihat dirinya sedang berada di atas tubuh ibunya.
Mata gadis itu terus berusaha mengalihkan pandangannya dari persetubuhan antar Warso dan ibunya itu tapi telinganya tidak bisa menolak suara suara mesum penuh gairah yang terdengar dari mulut ibunya itu.
“Aduh! Aduh! Aku hampir! Aku hampir! Gak bisa nahan terus! Aku hampir! Aduduh AsduhAduuuhhh! Mas! Mas! Gak bisa Mas! Gak bisa Mas! Aku gak bisa mas!” MIta terus mengerang binal penuh nafsu tanpa sadar semua perkataan dan gerakan tubuhnya yang memeluk dan mencakari punggung Warso itu sedang dilihat oleh mata Freya anak sulungnya.
“Tahan dulu! Tahan dulu! Aku masih belom selesai sama kamu!” Warso tak peduli pada permohonan Mita yang ingin agar dirinya segera mengakhiri persetubuhan itu. Mata pria itu menatap tajam Freya yang sudah sadar kalau pria itu sudah mengetahui keberadaan dirinya di ruangan itu.
“Udahin dulu mas! Tadi udah lama sekali sama mas Darso!” Mita merintih sambil menggelengkan kepalanya Wanita itu menggeliat saat Warso tidak juga mengurangi kecepatan hentakan serta sodokan penisnya ke dalam tubuh wanita itu.
“Udahlah MIta! Gak malu kamu sama anak kamu itu? Kerjaannya dari tadi ngeluh melulu! Ini semua kan sudah jadi kewajiban kamu yang sudah kamu sepakati dengan kami semua! Dan selama ini kami semua sudah menjalankan perjanjian yang harus kami kerjakan buat kamu dan anak kamu itu!” Jadi sampai saatnya perjanjian itu selesai! Ya kamu gak usah banyak protes dan banyak nawar!” Warso terengah sambil mengatupkan mulutnya. Ia terlihat sudah tidak sabar untuk menuntaskan persetubuhan itu karena gejolak ejakulasi yang ada di selangkangannya terus mendesak keluar dari penis pria itu.
MIta mendongak dan terpekik saat ia melihat Freya yang saat itu sudah keluar dari bayang bayang kegelapan tempat ia berdiri tadi. Wajah gadis itu berubah menjadi serba salah saat ia melihat ibunya begitu terkejut melihat kehadirannya.
“Freya! Keluar Nak! Jangan berdiri disitu Nak! Jangan disini Nak! Keluar Freya! Keluar Freya! Jangan lihat! Jangan lihat!” Tuuh Mita meronta. Ia memutar tubuhnya membelakangi Warso dan berusaha turun dari ranjang, Tapi tangan Warso lebih cepat menangkap pinggangnya dan menahannya tidak bisa menjauh dari pria itu.
Mata Mita melotot saat penis Warso yang tadi keluar dari vaginanya terasa mengisi lagi vaginanya dalam posisi doggie yang membuat Freya bisa melihat buah dada Ibunya yang membulat besar itu menggantung di dada ibunya itu sebelum tangan Warso meremas dan memainkan puting susu ibunya itu.
“Udah! Freya udah cukup umur buat belajar! Jadi Kamu gak usah keluar Nak! Toh sebentar lagi ini akan jadi tugas kamu!” Warso mendesis sambil terus bergerak maju mundur di belakang Mita yang sedang bertumpu pada lutut dan kedua tangannya. Tubuh wanita itu menggeliat berusaha menggapai Freya yang terus menatap persetubuhannya dengan Warso tu.
“Jangan Mas! Jangan MAS! AKU GAK MAU DIA NONTON GINI! AKU MOHON JANGAN GINI mas! Aku gak bisa kalo musti gini Akuwhhhnnnnn! Owwwhhhnnn! Awwwwwhhhnnn! Awwwwhhhnnn!” Potes Mita terputus saat tubuhnya tidak bisa bertahan lagi. “ Freya Janangannnhhhgghh! Jangfaaannghhhhhhh! Liiiiiihhhaaaddddddddggghhhh! Hhhhhgghhhhhh! Aaaawwwwgggghhhhhhhh!”
“Keluarin manahk?! DImanahk! Mithah!! Kluarin Managgghh!” Warso mengerang ketika ia tak kuasa lagi menahan orgasmenya.
Mita menggelengkan kepala “Jangan sekarang Mas! plis mas! Plis Mas Ada Freya! Jangan!”
“Kluarin manahk! Jawab ! Jawab! Jawab!” Warso tak peduli pada protes Mita dan terus menggeram bertanya pada Mita. Ia hampir kehilangan kendali pada penisnya yang hampir meledak.
“Dalem mas. Dalem Mas…” Mita mengigit bibirnya menjawab lirih
“Yanghk Kerash! Yang kerashhhk! Yag kerashNgggghhhkk!” Warso melotot sambil terus menghujamkan penisnya ke dalam vagina Mita.
“KELUARIN DI DALEM MAS! KLUARIN DI DALEM!” Mita berteriak dengan putus asa menuruti perintah Warso. Matanya yang menatap Freya dengan putus asa melebar ketika tubuhnya merasakan Warso mengejang menyemburkan Sperma ke dalam vagina Mita.
Wajah Mita memerah saat ia berusaha menahan rasa kecewa dan malunya saat ia menyadari ia telah menyerah dalam kenikmatan dan membiarkan Freya menonton tubuhnya dibuahi oleh Warso yang saat itu bersimpuh terengah membiarkan Mita berguling terletang di atas ranjang.
Tanpa merasa terganggu pada kehadiran Freya Warso bangkit dari duduknya dan melangkah ke atas tubuh Mita yang hanya bisa pasrah menerima kedatangan Warso ke atas tubuhnya itu.
Mata freya menatap tanpa berkedip saat ia melihat penis Warso yang menggantung lemas di selangkangan Warso diturunkan ke mulut Mita yang langsung menerima kejantanan pria itu dengan mengulum dan menjilatinya di dalam mulut ibu Freya itu.
“Kamu pelajari baik baik Nak!” Warso menatap Freya dengan tatapan tajam saat ia mendesah nikmat membiarkan lidah dan mulut MIta bergerak gerak di seluruh bagian penisya, sebelum pria itu merasa puas dan menarik keluar penisnya dan mulut Mita yang masih terbaring tak bergerak di atas ranjang.
Warso meraih sarung yang tergeletak di atas lantai dan memakainya sebelum menuju pintu ruangan itu. Tangan pria itu membelai pipi Freya dengan lembut saat pria itu melewati Freya yang masih berdiri tak bergerak.
Mata MIta terilhat sayu kelelahan Nafasnya tersengal saat Freya melangkah ragu mendekati ibunya yang terus terbaring tak bergerak di atas ranjang itu. Kaki Mita yang terbuka lebar membuat Freya bisa melihat selangkangan ibunya yang ditumbuhi bulu kemaluan itu berlumuran cairan putih yang saat itu masih meleleh keluar dari belahan vaginanya.
Mulut Mita yang masih menyisakan bekas cairan yang ia bersihkan dari penis Warso tersenyum tipis saat wanita itu mengulurkan tangannya untuk memeluk Freya yang langsung membenamkan wajahnya di dada ibunya itu.
“Maafkan Mama kamu musti lihat semuanya itu ya Freya!” Mita berkata lirih sambil memeluk leher Freya lebih erat saat tangannya membelai rambut pendek di kepala anak sulungnya itu.
“Maafin Freya yang selama ini sudah egois dan bikin Mama jadi kayak gini!” Freya membalas dengan suara yang lebih lirih ketika hatinya dipenuhi rasa penyesalan karena telah membuat ibunya harus mengalami apa yang telah ia lihat tadi dengan kedua matanya sendiri.
“Sssshhhh Mama gak pernah mikir gitu Freya! Semuanya Mama lakukan supaya kamu gak bisa raih mim…” Perkataan Mita terputus saat pintu ruangan itu terbuka lagi dan tertutup segera diikuti oleh langkah tergesa dari balik kegelapan.
Dua sosok pemuda terlihat tidak sabar mendekati ranjang tempat Mita sedang memeluk Freya itu.
“Udah selesai ya Bude!” Aku sama Tarmin sampe ngantuk nunggu di pendopo tadi!”
“Eh ada Kak Freya!” pemuda yang disebut Tarmin itu menurunkan sarung yang ia kenakan mengikuti apa yang dilakukan pemuda satunya.
Tubuh telanjang dua pemuda itu langsung menaiki ranjang dan mendekati tubuh Mita yang langsung mendorong Freya untuk menjauh darinya.
“Sabar dulu Nak! Pelan pelan! Bulik baru selesai sama ayah kalian! Kasih bude waktu buat istirahat dulu!” Mita berkata dengan nada panik saat merasakan tangan tangan pemuda itu mulai menggerayangi paha dan perutnya diikuti dengan remasan di kedua buah dadanya.
“Kamu keluar saja Freya! Nanti Mama cari kamu! Jangan disini! Keluar Freya!”
“Idih belepotan nih punya Bulik! Pasti gara gara Ayah!” Pemuda yang pertama mengernyit melihat sperma Warso yang berlumuran di vagina Mita. Ia mengangkat wajahnya. ” Min! Sarmin!” Kamu duluan aja! Biar aku yang maenin Bulik!”
Pemuda yang berama Sarmin mendengus sebelum berpindah duduk di antara kedua kaki Mita yang terus menggeliat mencoba menolak perbuatan kedua eponakannya itu. Tangan Sarmin menahan lutut Mita dan menekannya agar wanita itu berhenti bergerak.
“Pelan Sarmin! Bulik masih cape! Pelan Pelan Nak!” Minta merintih saat melihat penis Sarmin sudah mengacung mengarah ke vaginanya.
Freya yang bergegas menjauh dari ranjang itu mendengar erangan mita sebelum gadis itu keluar dan menutup pintu ruangan itu di belakangnya.
“Awwhhhnnnnnn! AwwwwhhhhnnnOwwwwhhhnnnnnnn! minta mengerang ketika mulut Tarmin dengan penuh nafsu mengulum dan menyedot puting susunya diikuti oleh masuknya penis Sarmin ke dalam vaginanya.
Freya menutup pintu yang ada di depasnnya perlahan. Pikirannya melayang entah kemana saat gadis itu merasa menyesal telah meninggalkan ibunya sendiri menghadapi kedua sepupu Frey yang tampak sudah begitu bernafsu pada ibunya itu. Tangan gadis itu sedikit gemetar saat ia memutar kunci untuk mengunci pintu tadi.
“Loh klo kamu malah keluar Nak? Gak di dalem temenin mama kamu sama Tarmin dan Sarmin?
Suara pria tua yang tiba tiba sudah ada di belakang Freya mengagetkan gadis itu.
“Tad, Tadi disuruh Mama keluar Eyang!” Suara Freya terbata saat tubuh pria tua itu begitu dekat dengan dirinya. Suara pintu yang tadi dikunci oleh Freya terdengar diputar lagi dan pintu di belakang Freya kembali terbuka.
“Udah gak usah keluar! Di dalem aja sama Eyang!” Tangan pria tua itu meremas pundak Freya sambil membawanya kembali masuk ke dalam ruangan itu. Suara desahan dan erangan Mitas kembali terdengar di telinga Freya saat gadis itu menuruti perintah pria tua itu untuk kembali masuk ke dalam ruangan itu.
Tangan pria itu kembali merangkul pinggang Freya setelah ia mengunci pintu tadi dari dalam sebelum membawa Freya masuk mendekati ranjang tempat Mitadan kedua kopbnakan yang sedasng mencumbu wanita itu berada di atasnya.
—TBC —