3 Cerpen
SAYA iri betul dengan Pak Jagur tetangga saya. Tubuh Pak Jagur gemuk, perutnya buncit kayak gitu, kok bisa ya punya istri yang cantik dan seksi?
Kalau saya melihat wajah Bu Triska, nggak ngocok nggak bisa. Jangankan melihat, membayangkan saja sudah membuat saya pengen ngocok.
Sabtu sore saya berkesempatan menjadi bujangan. Istri saya pergi ke rumah ibunya bersama kedua anak kami.
Selesai mandi saya keluarkan mobil saya dari garasi. Saya pengen jalan-jalan sembari cari makan di mall dan cuci mata. Sudah agak lama saya nggak cuci mata di mall.
Di mulut gang saya melihat berdiri 2 orang wanita. Dari belakang, kelihatannya seperti Bu Triska dan seorang lagi wanita berumur paruh baya terlihat dari bentuk tubuhnya.
Ternyata benar Bu Triska. Saya membuka kaca mobil saya, ia kelihatan kaget.
“Mama Dani, mau ke mana? Lagi tunggu taksi online atau tunggu angkot?” tanya saya.
“Ini… mau ke rumah sakit, lagi tunggu angkot, Papa Jojo.” jawab Bu Triska.
“Mama Dani mau ke rumah sakit mana?”
“Rumah sakit Mitra, Papa Jojo.”
“Mari saya antar Mama Dani, kebetulan saya mau ke mall Angkasa…”
“Tapi Mama saya mau pulang ke rumah, Papa Jojo…”
“Gampang, Mama Dani. Nanti saya antar… hari ini saya bebas tugas…”
Begitulah, kedua wanita itu berhasil saya angkut dengan mobil Avansa saya. Tentu saja Bu Triska tahu diri, ia tidak menjadikan saya sopir taksi online.
Ia duduk di depan dengan saya, sedangkan mamanya duduk di barisan kedua. Harum tubuhnya membuat kemaluan saya konak, apalagi celananya yang ketat menampilkan pahanya yang kencang dan padat berisi.
Pinggulnya juga masih bergelombang. Jika di tempat tidur, pasti goyangannya mantap nih, batin saya.
“Si.. siapa yang sakit, Mama Dani?”
“Adiknya suami saya melahirkan…”
“O… anak yang ke berapa?”
“Anak yang ketiga…”
“Mama turun di sini aja, Tris…”
“Lha, kok turun di sini, Bu?” tanya saya pada mamanya Bu Triska.
“Iya, Ibu mau belanja sebentar… sudah dekat kok, rumah Ibu, gak papa… nggak usah diantar,” jawab mamanya Triska.
“Hati-hati ya, Ma…” sambung Bu Triska.
“Papa…. sibuk?” tanya saya.
“O… Mama sudah cerai dengan Papa….”
“Pantesan… masih cantik… hee.. hee…”
“Masa sih…?
“Iya… awet muda mamanya…”
“Beda ya dengan anaknya?” canda Bu Triska.
“Nggak dong… kalau saya kasih nilai, anaknya 9, mamanya 7…”
“Haa… haa… bisa aja nih Papa Jojo…”
“Saya ngomong apa adanya, Mama Dani…”
“Istri… berapa hari ke rumah mertua?”
“Besok atau lusa juga sudah pulang, mana tahan ia pergi lama-lama?”
“Ayo… Mama Jojo yang nggak tahan, apa Papa Jojo yang gak tahan? Bukankah biasanya laki-laki?” kata Bu Triska.
“Dibandingkan dengan saya, pasti Pak Jagur lebih kuat ya, Bu?”
“Tuh… tuh… tuh… ada toko roti, kita berhenti sebentar beli roti, yuk!” ajak Bu Triska.
Saya hentikan mobil saya di tepi jalan, di seberang toko roti. Saya tidak membiarkan Bu Triska turun sendiri dari mobil, saya juga ikut turun.
Tugas saya adalah mencegat mobil atau sepeda motor yang ramai sekali di sepanjang jalan. Barangkali mungkin Bu Triska takut nyeberang jalan, di tengah jalan ia memegang tangan saya.
Duhh… tubuh saya bergetar dan panas dingin digandeng oleh wanita cantik ini.
Sebenarnya saya tidak ingin membeli roti, tetapi karena saya ingin mengambil hati Bu Triska, saya ikut membeli 2 buah roti, sedangkan Bu Triska membeli 5 buah roti untuk dibawa ke rumah sakit, lalu saya buru-buru mengeluarkan dompet saya ketika Bu Triska berjalan ke kasir.
“Nanti saya kembalikan uangnya, Papa Jojo…” kata Bu Triska setelah berada di luar toko roti mau nyeberang jalan kembali ke mobil.
“Nggak usah… nggak usah… Mama Dani…”
“Waduhh… ngerepotin Papa Jojo… terima kasih ya, Papa Jojo…” lalu digandengnya tangan saya dengan tidak segan-segan.
Pada saat menyeberang jalan, ia merapatkan tubuhnya ke tubuh saya seolah-olah takut ketabrak mobil atau sepeda motor yang lalu lalang di tengah jalan. Akibatnya jantung saya berdebar bertambah kencang ketika lengan saya merasakan payudaranya.
Melanjutkan perjalanan kami kembali ngobrol. “Duhh… suami saya sudah nggak kuat, Papa Jojo…”
“Emangnya kenapa? Belum 45 tahun kan, Pak Jagur? Masa sudah nggak kuat?” tanya saya heran.
“Suami saya sudah 2 kali operasi jantung, Papa Jojo… kalau dipakai genjot saya lagi, waduhhh… bisa KO dia…”
Kami tiba di rumah sakit. Saya antar Bu Triska sampai di depan lobby. “Saya tunggu ya, Mama Dani…” kata saya.
“Lha… Papa Jojo nggak jadi ke mall?”
“Mendengar cerita Ibu, saya jadi lemas, Bu… sudah gak napsu saya pergi ke mall…” jawab saya. “Mama Jojo hubungi telepon saya saja kalau sudah selesai menjenguk…” kata saya. “Saya duduk di kafe…”
Setelah memarkir mobil, saya pergi ke kafe. Duduk minum segelas cappuccino hangat sambil membayangkan wajah cantik Bu Triska dan payudaranya yang montok. Entah berapa menit saya duduk, Bu Triska nyamperin saya di kafe. Ia duduk di depan saya memesan segelas kopi gula aren dingin. Kami ngobrol lagi.
“Sudah berapa lama begitu, Mama Dani?” tanya saya.
“Sudah setahun lebihhh….”
“Jadiiii….?” saya memegang tangan Bu Triska yang diletakkan di atas meja.
“Nggak ada yang kenal dengan kita kan di sini, Papa Jojo?” ia bertanya, lalu Bu Triska berbisik pada saya. “Ranjang kami jadi dingin, Papa Jojo…”
Saya tersenyum memandang wajah cantik Bu Triska. “Sudah jam berapa? Kita pulang yuk, Papa Jojo…” ajaknya.
Ketika kami berjalan ke tempat parkir mobil, hari sudah gelap. Saya menyuruh Bu Triska menunggu di depan lobby, nanti saya jemput, kata saya. Ia tidak mau.
Setiba di dekat mobil saya, saya melihat tempat parkir sepi, saya memberanikan diri memeluk Bu Triska. Ternyata Bu Triska tidak menolak, ia malah membalas memeluk saya.
Sejurus kemudian, entah siapa yang memulai, kami pun berciuman bibir. Bu Triska sangat rakus. Bibirnya melumat bibir saya.
Saya memainkan lidahnya. Ludahnya yang manis itu saya sedot dan saya telan habis. Ketika ia sudah terengah-engah, ia mendorong saya pergi. “Maaf…” katanya. “Saya terlalu emosi….”
“Saya memaklumi…” jawab saya.
Di dalam mobil, kami tidak berkata apa-apa. Ketika mobil saya berhenti di depan lampu merah, saya memegang tangannya, ia meremas tangan saya. “Mama Dani mau mampir ke rumah sayakah?” tanya saya.
“Nanti istrimu ngamuk lho….”
“Ia nggak pasang CCTV di rumah….”
“Hii… hiii… mmmmhh….” Bu Triska mencubit punggung tangan saya.
Saya penuh perhitungan juga untuk memasukkan Bu Triska ke dalam rumah saya. Ketika saya melihat jalanan di rumah saya sepi, saya langsung memasukkan mobil saya ke garasi tanpa Bu Triska turun dari mobil.
Saya membawa Bu Trika ke sofa di ruang tamu rumah saya. Dengan meredupkan lampu ruang tamu, kami berciuman. Bibir Bu Triska meliuk kesana kemari menyedot, memangut dan melumat. Lidahnya dengan lincah bermain dengan lidah saya. Tidak saya sangka, wanita yang saya idam-idamkan ternyata sekarang berada dalam pelukan saya. Seperti mimpi saja.
Tapi tidak, bisa saya merasakan kehalusan kulit tubuh Bu Triska ketika saya melepaskan pakaiannya satu persatu. Bu Triska punya anak 2 orang. Satu bernama Dani berumur 14 tahun dan Stefani berumur 10 tahun. Saya juga sudah tidak canggung-canggung lagi ketika BH-nya sudah saya lepaskan.
Saya segera telanjang dengan melepaskan semua pakaian saya. Bu Triska meremas kejantanan saya yang tegang dengan kemulusan tangannya sementara saya menghisap puting payudaranya.
Napas Bu Triska mendengus-dengus. “Jangan siksa saya terlalu lama Papa Jojo, ayo cepat masukin ini….” suruhnya mengocok kemaluan saya.
“Hisap ya, Mama Dani….” minta saya menyodorkan kemaluan saya ke depan mulutnya.
Bu Triska mulai mengulum kemaluan saya di dalam mulutnya yang hangat. Saya melepaskan celana ketatnya yang berukuran sedengkul, lalu celana dalamnya juga saya tarik. Ternyata di celana dalam Bu Triska menempel pembalut, tetapi ia membiarkan saya melepaskan celana dalamnya dan tercium oleh saya bau amis ketika saya menyusupkan kepala saya ke sela pahanya.
Saya berani menjilat vaginanya yang berwarna coklat. “Ohhh…! Ohhh…! Ohhhhh….!” Bu Triska merintih mencakar-cakar punggung saya, sementara kemaluan saya yang panjang terbenam di dalam tenggorokannya. “Nggak tahannn…. nggak tahannnn…. sayaaaa…. Papa Jojooo……”
“Ooohhhh…. oooohhhh… ooohhhh…. oooooooooooooooohhhhhhhhh…….” jeritnya panjang dengan tubuh kejang-kejang.
Vaginanya basah kuyup dan lubang vaginanya terbuka lebar siap saya masukkan senjata lelaki saya. Bleessss…. Bu Triska menggoyang pantatnya ketika kemaluan saya menyodok masuk ke lubang vaginanya. “Enakkkk… Papa Jojooo….” desah Bu Triska meliuk-liukan pantatnya yang semok.
“Vagina Ibu juga enak, Bu….” balas saya sembari memompa. Ceprett… ceprett… plokk.. plokkk… ceprettt… plokkk… plokkk….
“Zzzsstt…. ooohhh… enakkkk….”
Saya pompa terus lubang vagina Bu Triska. Nggak perlu saya ngocok lagi, kemudian saya mencabut kemaluan saya minta Bu Treska ganti gaya. Ia mau melakukannya untuk saya dengan turun dan nungging di depan sofa. Kini anusnya saya jilat. “Sssttt… aiihhhhh… uuuughhhh….. geli tapi enakkk… Papa Jojooo…..” desah Bu Triska.
“Masukkan boleh, Bu?”
“Ohhh…. boleh, Papa Jojooo….”
Untuk memasukkan kemaluan ke lubang anus tidak semudah memasukkan ke lubang vagina. Apalagi lubang anus Bu Triska belum pernah disentuh kemaluan Pak Jagur.
Dengan sedikit usaha, saya berhasil menikmati lubang anus Bu Triska yang padat dan sempit. Saya segera mengocok kemaluan saya disitu.
Pagi-pagi saya malu disapa oleh Pak Jagur. Ia tidak tahu bahwa semalam saya menyirami anus istrinya dengan sperma. Impian saya menjadi kenyataan.
Saya tidak perlu ngocok lagi kemaluan saya jika terbayang Bu Triska. Ada kalanya saya mengajak ia main di hotel, kadang-kadang main di pantai, di alam terbuka. Ia kelihatan semakin cantik setelah beberapa kali vaginanya saya sirami dengan sperma. (bc)
Ian dan Febi berencana merayakan ultah Febi di komplek villa milik orangtua Ian di daerah Lembang, Bandung, Jawa Barat sana. Untuk meramaikan acara itu Ian sengaja mengundang teman-teman dekatnya semasa SMA.
Dari kesemua temannya ternyata hanya 4 orang yang bersedia ikut.
”Cewek lo bawa aja biar tambah rame, lagian gua juga belom kenal sama cewek lo,” begitu ajak Ian ke salah seorang temannya.
”Surya sama Tari ceweknya, Adit, Rama, Terus Reza sama Mia, cuma itu Hon yang bisa ikut,“ jelas Ian pada Febi.
”Gapapa deh, lumayan dari pada gak ada yang ikut.”
Akhirnya pagi itu semua sudah berkumpul di rumah Ian. Surya dan Tari yang paling terakhir datang.
”Hey guys sory ya telat abis rumah cewe gua kan paling jauh. He.. he.. he..he… o iya kenalin nih cewek gua.“
Sambil tersenyum Tari menanyalami teman- teman Surya satu persatu. Disaat itu lah secara diam diam Ian menaruh hati terhadap pacar temannya itu.
Pagi itu Tari memang terlihat lucu dengan menggunakan jilbab dari bahan kaos lengan panjang ditambah celana jeans sedikit ketat memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah.
”Gila cewe kalem kaya gini bisa ditidurin Surya,” pikir Ian dalam hati.
Ian memang sedikit banyak mengetahui cara berpacaran mereka berdua melalui obrolan mereka saat berkumpul, mereka kadang menceritakan apa saja yang sudah mereka lakukan dengan pacar-pacar mereka.
Dengan menggunakan 3 mobil mereka semua berangkat ke Bandung.
Komplek villa milik keluarga Ian memang sedikit terpencil. Terdiri dari 1 rumah induk, dan beberapa cottage kecil, juga ada kolam renang di depan mini restaurant tapi yang membuat laris villa itu adalah pemandangan kota Bandung di saat malam.
Setelah menempuh perjalanan selama 4 jam akhirnya ketiga mobil itu memasuki pekarangan villa.
Beberapa pegawai villa itu langsung menyambut mereka dengan ramah.
”Selamat datang, Den.” sapa salah satu dari mereka.
”Semuanya sudah disiapkan sesuai pesanan Aden minggu lalu. Ini kunci rumah induknya Den.“
”Makasih Mang, maaf ya jadi ngerepotin, cottagenya rame ya Mang,“ ujar Ian.
”Ah Aden gapapa kok Den kan udah jadi tugas saya, rame Den maklum akhir pekan cuma ada 1 di belakang rumah induk yang kosong tapi pemandangannya kurang bagus.” ujar Mang Ujang.
”Oh gitu, yaudah deh Mang kita istirahat dulu.“ sambil menyelipkan beberapa puluh ribu Ian masuk disusul temannya yang Lain.
”Nah, selamat datang di villa gua, tapi berhubung kamarnya cuma 3 cewek kumpul di kamar ini, gua sama Surya di kamar depan, Dit lo ma Rama di belakang ya?“ begitu jelas Ian.
”O, iya semua minuman ada di kulkas juga makanan kecil tinggal ambil aja di lemari dapur.“
Tanpa banyak komentar semua setuju. Setelah merapikan barang bawaan mereka masing-masing dan berganti pakaian Febi bergegas keluar kamar, ”Berenang yuk.” ajak Febi.
”Wah ide bagus tuh mumpung masih sepi tuh kolamnya.” jawab Adit.
”Sayang kamu tadi bawa baju renang?” tanya Surya pada Tari.
”Enggak, abis gak tau kalo mau berenang.“ ujar Tari
”Udah gapapa kalian berenang aja biar aku yang ngeshoot kalian. Sini sayang, handycamnya aku yang bawa.” lanjut Tari.
Mereka semua tersenyum tanda setuju. Terdengar canda tawa mereka di kolam sore itu dan Tari mengabadikan semua kejadian itu. Tari sempat kagum terhadap bentuk tubuh Ian yang atletis karena rutin fitness
”Coba cowok gua badannya kaya Ian pasti macho…” pikir Tari.
Sekilas Tari sempat geli melihat tonjolan besar dibalik celana renang yang ketat.
”Gedean mana ya sama punya Surya…hi..hi..hi..” Tari bepikir nakal.
”Ada di tas, Say,” jawab Surya.
”Feb pinjem kunci villa dong mau ngambil batere sekalian ke kamar mandi.” ujar Tari ke Febi.
Setelah mendapatkan kunci Tari berjalan ke rumah induk yang letaknya beberapa meter dari kolam renang. Ian memperhatikan lekuk bokong Tari yang sintal ketika Tari pergi.
”Wah semok banget tuh pantat, Sama Surya aja mau masa sama gua gak mau. Pasti dia ketagihan kalo kena rudal gua,” pikiran Ian mulai nakal.
Ian memang terkenal playboy disaat SMA dan tak jarang banyak perempuan yang tergoda ketampanannya.
Tanpa sepengetahuan Febi ia juga sering meniduri cewek yang baru dikenalnya. Sambil menawarkan mengambil makanan kecil dan minuman Ian segera menuyusul Tari ke rumah induk. Karena terlalu asyik bercanda di kolam yang lain pun tidak curiga dengan niat jahat Ian.
Di kamar Tari yang sedang mencari batere sempat kaget ketika Ian masuk.
”Eh elo Yan, ngagetin aja kirain siapa.” kata Tari.
”He..he..he kaget ya, sory gua mau ambil rokok di jaket sekalian ngambilin anak-anak cemilan,” jawab Ian mengalihkan.
”Udah baterenya ke kolamnya bareng ya sekalian bantuin gua bawain cemilannya anak-anak…” pinta Ian.
”Mmmm… iya deh tapi tunggu bentar ya gua pipis dulu.” ujar Tari.
”Wah ikuuut dooong…” jawab Ian mulai nakal.
”Gila lo … ha..ha..ha..” Tari tersenyum sambil tertawa.
Setelah Tari masuk ke kamar mandi yang ada di kamar depan dimana Ian dan Surya tidur disitu Ian pun mengatur strategi. ”Wah kesempatan nih, harus main cepet nih … kalo gua pake di kamar ini gua bisa lihat kalo ada orang yang dateng.“ begitu kira-kira rencana Ian.
Sambil menunggu Tari, Ian memperhatikan keadaan sekitar. Kemudian Ian berdiri di balik pintu kamar.
Tari pun keluar ketika Tari hendak menutup pintu kamar mandi tiba-tiba saja Ian menyekapnya mulutnya sambil tangan kanannya mencoba mendekap tubuh Tari. Tari yang masih terkejut dengan apa yang sedang dialaminya mencoba sekuat tenaga melawan.
Tapi karena ukuran tubuhnya yang jauh lebih kecil dia hanya coba berteriak itu terhalang telapak tangan Ian yang dengan kuat menutupi mulutnya. Perlahan-lahan perlawanan Tari mulai melemah.
Mengetahui hal ini Ian dengan cekatan melorotkan celana renangnya dan rudalnya yang besar itu menyembul keluar.
Dan dengan kekuatannya Tangan kiri Ian menurunkan sejauh mungkin legging ketat Tari.
Ian tersenyum ketika tau ternyata Tari menggunakan G-string karena dengan menarik tali belakangnya ke samping dengan sangat mudah kemaluan Ian bisa menggesek-gesek vagina Tari.
Hanya dengan sekali sentakan kemaluan besar milik Ian bisa sedikit menerobos masuk ke liang hangat vagina. Tari yang masih berusaha memberontak tak sadar gerakannya malah membuat kontol Ian malah masuk semakin dalam ke vaginanya.
Dengan susah payah akhirnya suruh rudal Ian tertanam di vagina Tari. Ian sempat terpejam merasakan sempitnya milik Tari.
Menyadari kejadian ini tanpa sadar Tari merintih. Air mata Tari pun menetes dipipinya Tari tidak menyangka miliknya yang paling rahasia dan selama 3 tahun ini hanya milik Surya kini bisa dirasakan Ian teman pacarnya sendiri.
Tari masih merintih kesakitan ketika Ian pelan-pelan mulai mengoyang kontolnya. Perasaan Tari berkecamuk antara marah, pedih dan anehnya dia juga mulai merasakan nikmat yang berbeda. Mungkin itu karena kontol Ian jauh lebih besar dibanding punya Surya.
Tari juga tidak sadar kalau pantatnya mulai bergoyang mengikuti kocokan Ian. Tari berpikir mungkin dengan pasrah kejadian ini akan cepat berakhir dan hanya mereka berdua yang tau.
Tari tidak mau karena kejadian ini semua berantakan. Tari pun pasrah malah seakan-akan dia juga menikmati pertama kali kontol lain mengaduk-aduk vaginanya.
Gerakan Ian semakin cepat karena vagina Tari mengeluarkan cairan pelumasnya. Ini pertanda kenikmatan benar-benar dirasakan Tari.
Entah apa yang ada di pikiran Tari saat ini sambil ikut menggoyang pantatnya, tangan kirinya meraih tengkuk belakang leher Ian sambil membalik wajahnya, bibirnya mencium bibir Ian.
Ian sempat terkejut. Ini bukan pemerkosaan tapi murni 2 manusia yang sedang bercinta layaknya 2 kekasih yang di mabuk asmara.
Dengan masih masih menggunakan pakaian lengkap disertai jilbabnya Tari berubah menjadi betina yang menikmati disetubuhi lelaki perkasa.
”Ssssshhhh… teruuuusss… Yan, lebiiihh… cepaaatt…” rintih Tari.
Tangan Ian mulai menyusupi kaos dan bra Tari mencari putingnya. Sambil memilinnya Ian mengimbangi ciuman Tari.
”Kamu menikmatinya sayang?” tanya Ian.
“Iiiia Yan… kontol kamu gede lebih nikmat dibanding Surya… accchh…” Tari meracau keenakan.
Ian tersenyum melihat wajah Tari yang berubah binal dari cermin yang ada di balik kamar. 15 menit sudah ketika Ian mulai merasakan spermanya akan menyembur.
”Aku mau keluar, cantik…” ujar Ian.
Tari yang juga sedikit kaget secepet ini dia juga akan meraih orgasmenya menjawab, ”Di dalam aja say aku lagi ngga subur kok.“
”Kita keluar bareng Yan… aaaaggghhh…” Tari pun mengejang sambil mengeluarkan cairan hangat vaginanya.
”Aaaaaghhhhh…” Ian memejamkan matanya sambil menumpahkan seluruh spermanya.
Ian memeluk erat Tari. ”Kamu sempurna, makasih sayang.” ucap Ian sambil membalikan tubuh Tari kemudian mencium keningnya.
”Ini pertama dan terakhir ya Yan… aku takut orang lain tau dan semuanya jadi kacau.“ jawab Tari sambil menyeka keringat di balik jilbabnya.
”Tenang gak akan ada yang tau… tapi kalau kamu masih mau aku tunggu nanti malam jam 11 di teras depan biar semua aku yang atur, sekarang kamu bersih-bersih aku ke kolam duluan nanti aku bilang ke anak-anak kamu lagi pups.“
Ian pun memakai lagi celananya dan pergi meninggalkan Tari yang masih terdiam seakan tak percaya apa yang baru saja terjadi.
”Hay guys, nih makanannya… sory lama tadi nyokap telepon ngecek sikon.“ ujar Ian sambil membagikan makanan.
”Ech cewe gua mana Yan…?” tanya surya.
”Kayanya tadi di toilet deh Sur, boker kali,” Ian mencoba santai.
”Ooouuuh… yaudah deh, tadi di jalan dia emang bilang perutnya agak gak enak.“ jawab Surya tak curiga dan kembali berenang.
Ian hanya tersenyum membayangkan wanita yang sangat dicintai Surya baru saja dinikmatinya. (*)(*)
AKU dengan Rahdian telah membina rumah tangga selama 3 tahun sebelum akhirnya kusadari betapa mengecewakan hidupku.
Rahdian sebenarnya tipe laki-laki yang sangat baik, seperti kebanyakan laki-laki lainnya, tidak pernah menyeleweng, setidak-tidaknya menurutku, meski kami sering bertengkar dari waktu ke waktu selayaknya orang berumah tangga. Masalahnya adalah dia tidak pernah memuaskanku di tempat tidur.
Setiap hari dia bangun pukul 07:00 sehingga banyak waktu untuk lari pagi, kemudian kerja sepanjang hari, lalu olah raga di pusat kebugaran setiap malam, dan bila tidak ke sana dia akan pulang lebih sore, lalu menghidupkan televisi sampai tertidur di depannya.
Kami terbiasa tidak bercinta beberapa minggu. Mulanya aku percaya bahwa Rahdian tidak lagi tertarik padaku; rasanya menggantung perkawinan kami sambil menunggu saat yang tepat untuk menemukan kekasih lain yang sempurna.
Bila sempat kami bercinta, dia melakukan tanpa bersuara sedikitpun, kecuali satu atau dua lenguhan, aku tidak pernah tahu apakah dia menikmatinya atau tidak.
Rahdian tidak pernah melakukan oral sex, pendeknya dia tidak pernah mencoba sesuatu yang baru.
Aku tidak begitu menyukai oral sex biasanya gaya itu sangat menyakitkan, tapi aku sama sekali tidak keberatan sejauh dia masih menunjukan cintanya padaku.
Aku begitu menyesal bila ingat harus melakukan masturbasi secara rutin, hampir setiap hari. Mulanya aku tidak pernah menggunakan alat-alat lain kecuali jari-jari tanganku sendiri, namun lama kelamaan aku tidak bisa menutup-nutupi lagi, kuceritakan itu pada teman terdekatku.
Sarah, yang akhirnya menyarankan padaku untuk memakai vibrator. Katanya, selamanya laki-laki hanya dirangsang insting alamiahnya, dan apa yang selalu Sarah lakukan adalah melakukan masturbasi dengan menggunakan vibrator di depan suaminya.
Dia tidak boleh cemburu – karena siapa yang sudi cemburu pada seonggok plastik dengan dua baterai yang mengeluarkan dengungan itu?
Akhirnya aku membeli sebuah vibrator ganda, yang memiliki dua penis – yang satu besar dan lainnya lebih kecil sehingga aku bisa melakukan masturbasi lewat dua jalan sekaligus pada vagina dan pada dubur.
Perlu waktu seminggu sebelum akhirnya aku berani melakukannya, dan malam itu kutunggu Rahdian pulang dari pusat kebugaran. Aku berjongkok di depan cermin panjang di kamar rias seraya menyingsingkan rokku.
Kulumuri vibrator itu dengan minyak pelumas, sehingga warnanya mengilat dan tampak licin, lalu kunyalakan baterainya.
Mulanya aku sangat hati-hati memakainya, masih bisa kuingat saat itu tanganku bergetar karena gugupnya.
Kugosok-gosokkan ujung penis yang besar ke rambut kemaluanku dan bibir vaginaku, kurasakan betapa dahsyat sensasi yang ditimbulkannya. Juga – aku tidak begitu tahu, sepertinya ia mendengung.
Degungan itu membuat semua otot kemaluanku tegang, dan mulai berlendir dan basah.
Kutekan sedikit keras ujung vibrator itu ke kelentitku, lalu kugesekkan ke atas dan ke bawah pelan-pelan, rasanya sungguh tidak bisa kupercaya.
Aku tidak pernah merasakan sensasi seperti itu dalam hidupku. Seketika itu juga aku mengalami orgasme, lendir itu mengalir keluar dari vaginaku terus ke pangkal pahaku. Aku tidak pernah merasakan yang begitu mengasyikkan seperti ini.
Pipiku sembuart kemerah-merahan, napasku ngos-ngosan, mungkin Anda mengira aku baru berlari sejauh sepuluh kilometer.
Kucondongkan tubuhku agak ke belakang, lalu kugeser kepala vibrator yang besar itu tepat di lubang kemaluanku, ditengah-tengah bibir vaginaku.
Warnanya merah muda cerah, tapi vibrator itu benar-benar tampak seperti penis laki-laki, hanya yang ini lebih besar sedikit, dengan kepala yang besar dan urat-urat yang menyembul sepanjang permukaannya.
Sungguh lucu bahwa penis itu tidak tergantung di selangkangan laki-laki!
Kemudian kukeluarkan tanganku dari dalam bra dan kuletakkan dipantat sehingga bisa kubuka celah duburku.
Sebelumnya aku belum pernah memasukkan sesuatu ke dalam duburku, tidak heran sekarang aku sedikit tegang dan gugup.
Kuberanikan diri untuk untuk memasukkan jari-telunjukku ke dalam lubang duburku sekedar untuk membuatnya licin sehingga vibrator yang satunya yang lebih kecil bisa masuk dengan mudah. Karena terlalu mudahnya sampai-sampai aku bisa memasukkan secara penuh vibrator kecil itu ke dalam duburku, kulesekkan sedalam mungkin, sehingga aku mengalami dua sensasi dengungan plastik dalam tubuhku, keduanya berdegung selaligus, rasanya sangat mengasyikkan.
Seperti yang telah kukatakan, aku belum pernah memasukkan sesuatupun ke dalam duburku, dan belum pernah kurasakan betapa nikmatnya sensasi yang diberikan.
Dalam hati aku bertanya, bagaimana mungkin aku bisa melewatkan itu semua?
Kurenggangkan bibir kemaluanku dengan kedua jari tanganku sehingga bisa kulihat vibrator besar itu melesek masuk ke dalam vaginaku dan kukocok kelentitku sekaligus.
Aku suka kocokan yang kuat, pelan dengan arah ke bawah, kocokan itu sungguh membuatku terangsang.
Beberapa detik lamanya aku tidak tahu siapa diriku yang sebenarnya – kemudian aku mencapai orgasme, rasanya sanggup mengguncangkan bumi, satu hal yang baru sekali ini kurasakan sepanjang hidupku.
Kucondongkan tubuhku ke depan sehingga dahiku menyentuh kantai kamar tidur, bergoyang, meliuk-liuk serta memutar-mutar kedua vibrator itu di dalam vagina dan duburku.
Saking nikmatnya, aku sendiri tidak kuasa menghentikannya. Aku tidak ingin berhenti.
Malam itu ketika Rahdian pulang dari pusat kebugaran, setelah santap malam dan hal-hal rutin lainnya, kubawa Rahdian segelas teh hangat dan kami bercengkrama di sofa. Lalu Rahdian menceritakan segala peralatan baru di pusat kebugarannya, alat-alat mekanis untuk meningkatkan otot-otot perutnya — “six packs” begitulah dia menyebut enam tonjolan urat di daerah perutnya.
Kukatakan bahwa aku juga mempunyai peralatan baru yang tidak kalah menariknya, lalu kukeluarkan dua vibrator itu dari bawah bantal sofa.
Aku sama sekali tidak mengharapkan tanggapan darinya seperti itu. Ternyata Rahdian sangat malu dan wajahnya langsung semburat merah.
Kukatakan,: “ Kamu tidak perlu curiga, toh ini hanya dua buah plastik rongsokan, tapi sungguh mengasyikkan!”
Katanya,: “Apakah kau sungguh ingin mencobanya?”
“Tentu saja,” jawabku, “Percayalah rasanya sungguh mengasyikan, benda ini membuatku bergairah.”
Tidak kukatakan padanya benda rongsongkan itu mampu memberiku orgasme terbaik yang pernah kurasakan.
Kusingkapkan rokku, tahulah Rahdian bahwa aku tidak memakai apa-apa dibaliknya. Kubuka pahaku sedikit lebar, kunyalakan vibrator itu dan kugosok-gosokkan kepala penis buatan itu naik turun pada bibir kemaluanku.
Dia tidak percaya apa yang sedang kulakukan. Aku tidak tahu apakah dia marah atau tidak, tapi aku tidak memberinya kesempatan sedikitpun.
Kukatan,: “Kemarilah, kamu bisa melakukannya!” lalu kutarik tangannya dan kuberikan vibrator itu padanya.
Awalnya dia hati-hati memegang vibrator itu, bahkan kelihatan betul kegugupannya, tangannya sedikit gemetar, namun ketika kusibakkan rambut kemaluanku dan kurenggangkan sedikit lebar kemaluanku dan kukatan, ayolah, dorong saja, masukkan Rahdian, maka tidak ada yang bisa menghentinya.
Kukatakan, di dubur juga Rahdian, lalu kuselipkan dua jari sekaligus untuk membuka bibir duburku sehingga ‘penis’ kecil itu bisa mudah masuk. Kupejamkan mata dan berbisik, kamu boleh menciumku kalau mau.
Dia mencondongkan tubuhnya dan menciumku.
Pada saat yang sama, dia terus melesekkan vibrator itu ke dalam vaginaku, sangat dalam, namun Rahdian melakukannya dengan pelan-pelan, satu hal yang tidak pernah dia lakukan dengan penis sendiri.
Kucondongkan tubuhku dan kubuka ikat pinggangnya, lalu kulorotkan celananya sedikit ke bawah.
Penisnya sudah tegang sampai celananya tidak bisa menampungnya!
Kumasukkan tanganku ke dalam celana dalamnya dan kukeluarkan penisnya. Penis itu sangat besar dan sedikit hangat, ujung penis sudah sangat licin, kupikir dia sudah mencapai klimaks, meski sebenarnya belum.
Kugosok penisnya pelan-pelan ke atas dan ke bawah, sedikit kucengkramkan penisnya dengan kuku-kuku tanganku, juga kuremas-remas bola kemaluannya. Dia mengerang – sungguh!
Kukocok penisnya ke atas dan ke bawah dalam irama yang tetap seperti tangannya yang sedang menggagahiku dengan vibrator besar itu ke dalam vaginaku, inilah pertama kalinya kami bercinta dalam irama yang sama.
Tidak masalah apakah saat itu kami bersetubuh secara alami atau tidak. Yang penting kami terasa begitu dekat, kami sama-sama asyik-masyuk.
Kami berciuman demikian liarnya sampai-sampai kami saling gigit satu sama lain.
Rahdian melesekkan vibrator itu sedemikian kerasnya sehingga duburku mulai terasa sakit, tapi itu rasa sakit yang nikmat, sungguh rasa sakit yang bercampur kenikmatan dan itu membuatku lebih terangsang lagi.
Akhirnya, aku tidak ingin Rahdian menghentikan hentakannya, meskipun aku merindukan penisnya sendiri.
Kukatakan, berbaliklah, lalu dilepaskan celananya dan Rahdian berbalik sehingga dia berjongkok di depan wajahku.
Tangannya terus menggagahiku dengan vibrator besar yang terus berdengung itu, tapi sekarang dia bisa mencondongkan tubuhnya dan menjilati kelentit dan vagina dan semua daerah duburku pada saat yang sama.
Percayalah – dengan vibrator besar yang tidak henti-hentinya berdengung di dalam vaginaku dan lidah Radian yang dengan liarnya menjilati kelentitku, kini aku mengerti bahwa surga ketujuh itu memang ada!
Penisnya yang besar bereaksi menggelantung tepat di wajahku, lalu kujulurkan lidah dan kujilati serta mengisapnya kira-kira enam sampai tujuh kali.
Dia sangat terangsang. Demikian terangsangnya sampai-sampai dia tidak kuasa lagi menahan cairan bening kental yang memancar keluar ke wajahku.
Kepegang penisnya, dan mengocoknya ke atas ke bawah beberapa kali, lalu kubuka mulutku lebar-lebar dan mengisapnya dalam-dalam. Lalu satu lagi erangan keluar dari mulut Rahdian!
Mulutku penuh sesak dengan penisnya, dan kupermaikan lidahku menjilati semua yang ada di sana, kukeluarkan penisnya dan kujilati semua permukaan penisnya sampai ke pangkalnya. Kulakukan banyak hal yang belum pernah kulakukan sebelumnya, karena dulu aku merasa belum cukup puas melakukannya. Itu tidak diragukan, bila kamu sangat terangsang, kamu tidak akan merasa malu lagi — yang ingin kamu lakukan adalah menyenangkan dan memberikan segalanya pada pasanganmu semaksimal mungkin.
Kujilati bola kemaluannya, kujelajahi seluruhnya dengan isapan dan jilatan terbaik yang belum pernah kuberikan, tidak lupa kujilati bagian bawah tubuh penis terus ke depan menuju ujung penis. Karena caranya berjongkok di depanku, dengan kepala berada di tengah-tengah kakinya, maka penisnya bergerak ke atas ke bawah, jika kamu mengerti maksudku, sehingga aku bisa memegang penisnya dengan kedua tanganku seperti sedang memegang buah pir, dan membuka lubang penisnya, lalu kumasukkan ujung lidahku di sana serta mengisap cairan yang keluar.
Ketika Rahdian mencapai klimaks, rasanya sangat menakjubkan. Kubuka lubang penisnya selebar mungkin, dan tiba-tiba cairan kental itu melesat keluar, jatuh ke lidahku, ke seluruh bibirku dan sebagian ke daguku. Bisa kurasakan bagaimana penisnya bergetar saat spermanya memuncrat keluar.
Rahdian melepaskan spermanya lagi dan lagi, seluruh wajahku basah oleh spermanya. Sebagian sperma itu ada yang mengenai bulu mataku dan mengalir turun ke pipiku.
Kujilati dan kuisap penisnya, dan pada saat yang sama Rahdian terus menghentakkan vibratornya ke dalam vaginaku, lalu dicabutnya vibrator itu, dibenamkannya wajahnya ke selangkanganku dan diisapnya vaginaku dalam-dalam, sementara jari-jarinya tidak henti-hentinya terus menusuk-nusuk duburku.
Kurasakan orgasme dalam tubuhku yang menghantamku seperti gelombang air pasang.
Aku terhempas. Baru kali inilah, orgasme terindah yang pernah kualami dalam hidupku, satu hal yang belum pernah kurasakan, dengan vibrator.
Setelah itu kami berbaring dia atas sofa, saling berpelukan, tubuh berkeringat dan sekitar lima menit lamanya kami tidak berbicara sepatah katapun. Lagi pula, apa yang perlu dikatakan setelah segala kenikmatan itu kami reguk?