I Know More What You Did Last Holiday
Kira-kira jam 9 pagi setelah berolahraga dan sarapan teleponku berbunyi, ternyata yang menelepon adalah teman dekatku, Dian. Dia mengajakku untuk menemaninya ke villanya di Bogor, katanya terjadi suatu masalah dan harus segera kesana. Hari itu kebetulan sedang liburan akhir semester, kupikir karena aku juga sedang nganggur apa salahnya kutemani Dian ke villanya.
Jam 10 kurang terdengar klakson mobil Dian di depan rumahku, aku langsung bergegas keluar setelah pamitan pada orang di rumah. Kami tiba setelah beberapa jam perjalanan, disana kami disambut oleh penjaga villa Dian, Pak Riziek, seorang lelaki setengah baya berumur 60-an, rambutnya sudah memutih, namun tubuhnya masih sehat dan gagah, dia adalah penduduk desa dekat villa ini. Menurut Dian, Pak Riziek orangnya baik dan bisa dipercaya karena sudah 4 tahun dia bekerja pada keluarganya dan pekerjaannya selalu rapi.
Berbeda denganku, sejak awal aku sudah berfirasat buruk pada orang tua itu, beberapa kali aku memergokinya sedang menatapi dengan tajam bagian tubuh tertentu dari Dian maupun teman wanita lainnya yang pernah berkunjung ke villa ini, termasuk juga diriku terlebih ketika kami sedang berenang di halaman belakang villa ini. Beberapa kali aku mengadukan hal ini pada Dian, namun tidak pernah ditanggapi serius, malah aku dianggap mudah berprasangka buruk. Hingga pada suatu saat firasat buruk itu benar-benar terjadi bahkan ikut menimpa diriku.
Pak Riziek membawa kami ke ruang tengah dimana sudah menunggu seorang pria lain. Pak Riziek memperkenalkannya pada kami. Orang ini bernama Pak Usep, berusia 50-an, tubuhnya agak gemuk pendek, dia adalah teman Pak Riziek yang berprofesi sebagai juru foto di kampungnya. Tanpa membuang waktu lagi Dian langsung to the point menanyakan ada masalah apa sebenarnya yang telah terjadi. Pak Riziek mengeluarkan sebuah bungkusan yang dalamnya berisi setumpuk foto, yang katanya adalah pokok permasalahannya.
Kami lalu melihat foto apa yang ditunjukkan olehnya. Betapa terkejutnya kami bak disambar petir disiang bolong, bagaimana tidak, ternyata foto-foto itu adalah foto-foto erotis kami pada pesta seks liburan tahun lalu, ada foto bugilku, foto bugil Dian, foto bugil teman-teman lainnya, juga foto adegan persenggamaan kami dengan pacar masing-masing yang diabadikan oleh pacar Dian dan Vira yang berprofesi sebagai fotografer.
“Pak..apa-apaan ini, darimana barang ini??” tanya Dian dengan wajah tegang.
“Hhhmm.. begini Neng, waktu itu saya kebetulan lagi bersih-bersih, pas kebetulan di bawah ranjang Neng Dian saya lihat kok ada barang yang nongol, eh.. taunya klise foto asoynya Neng Dian sama Neng Rina, ya udah terus saya bawa ke Pak Usep ini untuk dicuci..” jawabnya sambil tertawa.
“Apa..kurang ajar, Pak.. bapak digaji untuk menjaga tempat ini, bukannya mengoprek barang saya!!” bentak Dian marah dan menundingnya.
“Wah..wah.. jangan galak gitu dong Neng, saya kan nggak sengaja, justru Neng sendiri yang ceroboh kan” mereka berdua tertawa-tawa memandangi kami.
“Baik..kalau gitu serahkan klisenya, dan bapak boleh pergi dari sini” kata Dian dengan ketus.
“Iya pak, tolong kita bisa bayar berapapun asal kalian kembalikan klisenya” aku ikut memohon.
“Ooo..nggak, nggak, kita ini bukan pemeras kok Neng, kita cuma minta..” Pak Usep tidak meneruskan perkataannya. “Sudahlah Pak, cepat katakan saja apa mau kalian!” kataku tak sabaran.
Perasan aneh mulai menjalari tubuhku disertai keringat dingin yang mengucuri dahiku karena tatapan mereka seolah menembus ke balik pakaian kami. Kemudian Pak Riziek maju mendekati Dian dan beberapa senti di depanku tangannya bergerak mengelus payudara majikannya.
“Hei.. kurang ajar, jangan keterlaluan ya!!” bentak Dian sambil menepis tangannya dan mendorongnya.
“Bangsat.. berani sekali kamu, kalian kira siapa kalian ini hah.. dasar orang kampung!!” aku naik pitam dan kulempar setumpuk foto itu ke wajah Pak Riziek, aku benar-benar tidak terima sahabatku diperlakukan seperti itu.
“Hehehe..ayolah Neng, coba bayangkan, gimana kalo foto-foto itu diterima orang tua, pacar, atau teman-teman di kampus Neng, wah bisa-bisa Neng berdua ini jadi terkenal deh!!” kata Pak Usep dan disusul gelak tawa keduanya.
Aku sungguh bingung bercampur marah tidak tahu harus bagaimana. Nampaknya tiada pilihan lain bagi kami selain mengikuti kemauan mereka. Kalau foto-foto itu tersebar bagaimana reputasiku, keluargaku, reaksi pacarku, dan juga karirku di dunia model bisa-bisa hancur gara-gara masalah ini.
Saat itu Pak Usep sudah ada di dekatku dan berjalan mengitariku Pak Riziek mulai mendekati Dian lalu mengelus rambutnya dan bertanya “Gimana Neng, apa sudah berubah pikiran?”, dengan sangat berat Dian akhirnya hanya menganggukkan pelan.
Aku pun sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi, dan setelah kupikir-pikir daripada reputasi kami hancur, lebih baik kami menuruti kemauan mereka, lagipula keperawanan kami toh sudah hilang dan akupun termasuk type cewek yang bebas, hanya saja aku belum pernah melayani orang-orang bertampang seram, dekil dan lusuh seperti mereka ini, juga perbedaan usiaku dengan mereka yang lebih pantas sebagai ayahku
“Ha.. ha.. ha..akhirnya bisa juga orang kampung seperti kita merasakan gadis kampus, ada foto modelnya lagi!!” mereka tertawa penuh kemenangan.
Segera tanpa membuang-buang waktu lagi Pak Riziek menyambar tubuh majikannya itu. Dilumatnya bibir mungil Dian dan tangannya beraksi meremas payudaranya yang masih terbungkus oleh kaos ketat. Saat aku tertegun menyaksikan Dian dipecundangi, mendadak kurasakan sepasang tangan kokoh mendekap pinggangku dari belakang.
“Hhhmm..gimana neng? udah siap dientot?” kurasakan hembusan nafas Pak Usep di telingaku.
Tangan gempalnya mulai meremasi payudara 36B ku, sementara tangan yang lainnya menyingkap rokku dan mulai mengelus-elus pahaku yang putih mulus. Aku tidak tahu harus berbuat apa, didalam hatiku terus berkecamuk antara perasaan benci dan perasaan ingin menikmatinya lebih jauh, aku hanya bisa menikmati perlakuannya dengan jantung berdebar-debar.
Satu-persatu kancing bajuku dipereteli oleh Pak Usep sehingga nampaklah payudaraku yang masih terbungkus BH pink. Tangan yang satunya juga sudah mulai naik ke bagian selangkangan lalu dia menggesekkan jarinya pada daerah klistorisku yang masih tertutup celana dalam.
Dengan sekali sentakan kasar ditariknya turun BH-ku, “Whuua..ternyata lebih indah dari yang difoto, mimpi apa saya bisa merasakan foto model kaya Neng Rina” pujinya ketika melihat payudaraku yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi. Kini dengan leluasa tangannya yang kasar itu menjelajahi payudaraku yang mulus terawat dengan melakukan remasan, belaian, dan pelintiran pada putingku.
Tak jauh dariku Pak Riziek telah mendesak Dian ke arah tembok. Kaos dan bra-nya sudah terangkat sehingga menampakkan kedua gunung kembarnya yang indah. Penjaga villa bejad itu sedang asyik menjilati dan meremas-remas payudara sahabatku itu sambil tangan satunya merogoh-rogoh ke dalam celana Dian. Adegan itu membuatku marah sekaligus terangsang.
Tiba-tiba Pak Usep menghempaskan diri ke sofa di belakangnya sehingga diriku ikut tertarik ke belakang dan jatuh di pangkuannya. Kemudian dibentangkannya pahaku lebar-lebar, tangannya mulai merayap ke bagian selangkanganku. Jari-jari besar itu menyusup ke pinggir celana dalamku, mula-mula hanya mengusap-ngusap bagian permukaan saja lalu mulai bergerak perlahan-lahan diantara kerimbunan bulu-bulu mencari liangnya seperti ular hendak memasuki sarangnya. Perasaan tidak berdaya begitu menyelubungiku karena hampir semua daerah sensitifku diserang olehnya dengan sapuan lidahnya pada leherku, remasan pada buah dadaku, dan permainan jarinya pada vaginaku, serangan-serangan itu sungguh membuatku terbuai.
Kedua mataku terpejam sambil mulutku mengeluarkan desahan-desahan “Eeemmhh..uuhh.. jangan Pak, tolong hentikan.. eemmhh”.
“Kita pindah ke kamar aja ya Neng, biar lebih afdol” usulnya.
Sebelum aku sempat menjawab apa-apa tiba-tiba badanku sudah diangkat olehnya menuju ke kamar terdekat lalu dilemparnya dengan kasar di atas tempat tidur spring bed itu membuatku sedikit terkejut. Tanpa menutup pintu terlebih dahulu Pak Usep langsung membuka pakaiannya, begitu celana dalamnya terlepas benda didalamnya yang sudah mengeras langsung mengacung siap memulai aksinya.
Aku memandang ngeri pada penis hitam itu, panjangnya memang termasuk ukuran rata-rata, namun diameternya itu cukup lebar sesuai tubuhnya yang tambun, dipenuhi dengan urat-urat yang menonjol. Pak Usep yang sudah telanjang bulat mendekatiku sambil tertawa cengegesan. Aku menggeser mundur tubuhku sampai akhirnya terdesak diujung ranjang. Permohonanku agar dia menghentikan niatnya agaknya tidak membuatnya tergerak, malah membuatnya semakin bernafsu.
Sekarang dia membuka tanganku yang menutupi dadaku. Dengan lembut dibelainya pipiku, lalu belaian itu perlahan-lahan turun ke bahuku dimana kurasakan pakaianku mulai terlepas satu persatu, terakhir dia menarik lepas celana dalamku hingga aku telanjang bulat. Dia mencium bagian dalam celana dalamku itu dengan penuh perasaan, lalu dijilatinya bagian tengahnya yang sudah basah oleh lendir kemaluanku.
“Enak, baru pejunya aja udah enak, apalagi memeknya” katanya.
Aku jadi ngeri dan jijik dengan tingkahnya itu.
Direngkuhnya aku dalam pelukannya. Tangannya bergerak melata seperti ular menjelajahi tubuhku.
“Tenang aja neng, asal neng nurut pasti klisenya saya kembaliin, tapi kalo nggak..” dia melanjutkan kata-katanya dengan mengencangkan remasan pada payudara kananku sehingga aku merintih kesakitan “Aaakkhh..sakit pak!!”.
Dia hanya tertawa terkekeh-kekeh melihat reaksiku.
“Uuuhh..sakit ya neng, mana yang sakit..sini bapak liat” katanya sambil mengusap-usap payudaraku yang memerah akibat remasan brutal itu. Dia lalu melumat payudaraku sementara tangan satunya meremas-remas payudara yang lain.
Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, nampaknya aku harus melupakan sejenak rasa marah, jijik, dan benci untuk menikmati perkosaan ini karena perlahan-lahan akupun sudah mulai ‘merasakan enaknya’. Tubuhku menggelinjang disertai suara desahan saat tangannya mengorek-ngorek liang vaginaku sambil mulutnya terus melumat payudaraku, terasa putingku disedot-sedot olehnya, kadang juga digigit pelan atau dijilat-jilat. Kini mulutnya mulai naik, jilatan itu mulai kurasakan pada leher jenjangku hingga akhirnya bertemulah bibir mungilku dengan bibirnya yang tebal dan kasar itu. Puuiihh..bau nafasnya sungguh tidak sedap, namun naluri sexku membuatku lupa akan segalanya, lidahku malah ikut bermain dengan liar dengan lidahnya sampai ludah kami bertukar dan menetes-netes sekitar bibir.
Pak Usep lalu berlutut sehingga penisnya kini tepat dihadapanku yang sedang duduk bersandar di ujung ranjang.
“Ayo neng, kenalan nih sama kontol bapak, hehehe..!” katanya sambil menggosokkan penis itu pada wajahku.
Tercium bau yang memualkan ketika penisnya mendekati bibirku, sialnya lagi Pak Usep malah memerintahakan untuk menjilatinya dulu sehingga bau itu makin terasa saja. Karena tidak ada pilihan lain aku terpaksa mulai menjilati penis hitam yang menjijikkan itu mulai dari kepalanya sampai buah zakarnya, semua kujilati sampai basah oleh liurku. Entah mengapa lama-lama bau tidak enak itu tidak menggangguku lagi, justru aku semakin bersemangat melakukan oral sex itu.
Kukeluarkan semua teknik menyepong-ku sampai dia mendesah nikmat. Saking asiknya aku baru sadar bahwa posisi kami telah berubah menjadi gaya 69 saat kurasakan benda basah menggelitik klistorisku. Pak Usep kini berada di bawahku dan menjilati belahan kemaluanku, bukan cuma itu dia juga mencucuk-cucukan jarinya ke dalam lubang itu sehingga kemaluanku makin lama makin basah saja. Aku disibukkan dengan penisnya di mulutku sambil sesekali mengeluarkan desahan. Aku sungguh tidak berdaya oleh permainan lidah serta jarinya pada vaginaku, tubuhku mengejang dan cairan cinta menyembur dengan derasnya, aku telah dibuatnya orgasme. Tubuhku lemas diatas tubuh tambunnya dan tangan kananku tetap menggenggam batang penisnya.
Setelah puas menegak cairan cintaku, Pak Usep bangkit berdiri di pinggir ranjang. Tangan kokohnya memegang kedua pergelangan kakiku lalu membentangkan pahaku lebar-lebar sampai pinggulku sedikit terangkat. Dia sudah dalam posisi siap menusuk, ditekannya kepala penisnya pada vaginaku yang sudah licin, kemudian dipompanya sambil membentangkan pahaku lebih lebar lagi. Batang yang gemuk itu dipaksakannya masuk ke vaginaku yang cukup sempit sehingga aku merintih kesakitan. Namun hal itu bukannya membuatnya iba malahan terus mejejalkan penisnya lebih dalam lagi sampai akhirnya seluruh penis itu tertancap.
“Ooohh..uueenak tenan, memeknya foto model emang beda!”
Oh, aku benar-benar telah disetubuhi olehnya, oleh orang kampung yang bau dan kasar, orang yang sangat kubenci karena menjebakku, aku juga kesal pada diriku sendiri yang tak berdaya melawan malah terangsang.
Puas menikmati jepitan dinding vaginaku, pelan-pelan dia mulai menggenjotku, maju mundur terkadang diputar seperti mengaduk adonan. Kurasakan semakin lama pompaannya semakin cepat sehingga aku tidak kuasa menahan desahan, sesekali aku menggigiti jariku menahan nikmat, serta menggeleng-gelengkan kepalaku ke kiri-kanan sehingga rambut panjangku pun ikut tergerai kesana kemari.
Tampangku yang sudah semrawut itu nampaknya makin membangkitkan gairahnya, buktinya dia menggenjotku dengan lebih bertenaga, bahkan disertai sodokan-sodokan keras yang membuatku makin histeris. Kemudian tangan kanannya maju menangkap payudaraku yang tergoncang-goncang. Syaraf-syaraf pada daerah sensitif di tubuhku bereaksi memberi perasaan nikmat ke seluruh tubuhku.
Suasana panas terhenti sejenak saat terdengar telepon di ruang tamu berdering. Pak Usep menghentikan pompaannya dan menarik lepas penisnya dari vaginaku, benda itu nampak mengkilap karena basah oleh cairan cintaku. Akhirnya aku dapat mengatur kembali nafasku yang sudah tersengal-sengal.
“Heh, siapa tuh.. ganggu acara orang aja, inget ya jangan berani omong sembarangan kalo mau klisenya kembali” ancamnya sambil menarik rambutku.
Aku hanya mengangguk ketakutan lalu bangkit untuk menyambut telepon. Namun baru saja aku sampai di depan meja rias dekat pintu keluar, sudah terdengar suara “Halo..!” pertanda Dian sudah menerima telepon.
Aku sempat kaget katika membalikkan badan tiba-tiba Pak Usep sudah berdiri di belakangku dan menyeringai “Yuk neng, kita terusin entotannya, kan teleponnya udah dijawab”.
Aku memandangi bangsat ini dengan jijik, sosoknya yang pendek hanya sampai sebatas hidungku dengan perut buncit dengan kemaluan menggantung, dada berbulu, wajahnya pun jauh dari tampan, mirip tuyul yang sering kulihat di film-film, sungguh tidak pernah terbayangkan olehku aku dapat disetubuhi olehnya.
Dia menggiringku ke arah meja rias lalu aku disuruh berbalik dan tanganku bertumpu pada sisi meja rias. Sekarang aku dapat melihat diriku melalui cermin di hadapanku dan dari belakang kulihat dia sedang mengagumi tubuhku dan mengelus-ngelusnya.
“Nah, ini baru namanya pantat” dia meremas bongkahan pantatku dengan gemas dan menepuknya. Saat dia mulai mengelus kemaluanku tanpa sadar aku malah merenggangkan kakiku sehingga dia makin leluasa merambahi daerah terlarang itu. Lewat cermin kulihat dia mulai mempersiapkan kembali penisnya dengan menggosok-gosokkan pada bibir vagina dan anusku. Aku memejamkan mata dan berdoa dalam hati semoga dia tidak menyerang anusku, karena aku sudah membayangkan ngerinya kalau batang yang kekar itu membobol pantatku.
Kemudian dia menyelipkan penisnya di antara selangkanganku lewat belakang. Aku mendesis nikmat saat penis itu pelan-pelan memasuki vaginaku. Di tengah desisanku aku sempat mendengar suara bentakan Dian dari luar kamar, saat itu aku belum tahu apa yang terjadi karena akupun sedang sibuk dengan “siluman buncit” ini. Kakiku mengejang ketika menerima sodokan pertamanya yang dilanjutkan dengan sodokan-sodokan berikutnya. Cermin didepanku memantulkan bayangan wajahku yang sedang horny, mulutku mengap-mengap mengeluarkan merintih terlebih ketika tangan kasar itu meremas-remas kedua payudaraku sambil sesekali dipermainkannya putingku yang sudah mengeras.
“Ooohh.. enak banget si neng ini!” celotehnya.
Tusukan-tusukan itu seolah merobek tubuhku, hingga 15 menit kemudian tubuhku bagaikan kesetrum dan mengucurlah cairan dari vaginaku dengan deras sampai membasahi pahaku. Aku merintih panjang sampai tubuhku melemas kembali, kepalaku jatuh tertunduk, nafasku masih kacau setelah mencapai orgasme. Aku mengira dia juga akan segera memuntahkan maninya, ternyata perkiraanku salah, dia masih dengan ganas menyetubuhiku tanpa memberi waktu istirahat. Rambut panjangku dijambaknya sehingga kepalaku terangkat, kembali kulihat adeganku melalui cermin dimana tubuhku yang telah mandi keringat tergoncang-goncang, nampak pula payudara dan kalung pemberian pacarku terayun kesana-kemari.
Sudah cukup lama aku digenjotnya namun belum terlihat tanda-tanda akan orgasme, justru aku mulai kembali menikmatinya.Variasi gerakannya sangat lihai sampai membuatku berkelejotan, juga staminanya itu sungguh diluar dugaan, atau mungkin dia sudah minum obat kuat sebelumnya. Mendadak dia menarik lepas penisnya, aku sudah siap menerima semprotan spermanya, namun..oohh..tidak! penis itu masih mengacung dengan gagahnya.
Dia lalu duduk di kursi meja rias, “Sini neng, bapak pangku!” suruhnya.
Aku menurut saja dan tanpa diminta lagi aku naik ke pangkuannya, tanpa malu-malu lagi aku bahkan menuntun penisnya memasuki milikku. Harapanku adalah agar dia cepat selesai dan aku segera bebas dari derita birahi ini. Begitu kuturunkan pantatku langsung aku bergoyang di pangkuannya, Pak Usep pun membalas gerakkanku dengan menaik turunkan pantatnya berlawanan denganku sehingga tusukannya makin dalam. Wajahnya dibenamkan pada belahan dadaku, tangannya yang tadi mengelus-ngelus punggungku mulai meraba payudaraku, mulutnya menangkap payudara yang satu lagi. Susuku disedot dan dikulumnya dengan rakus, kumisnya yang terkadang menyapu permukaan dadaku memberi rasa geli dan sensasi yang khas.
Kunaik-turunkan tubuhku dengan gencar sampai dia melenguh-lenguh keenakan.
“Uuugghh..oohh..memek neng enak banget, nngghh..memek foto.. model..!!”.
Desahanku bercampur baur dengan lenguhannya memenuhi kamar itu. Kepalaku tengadah disertai lolongan panjang dari mulutku saat mencapai klimaks berikut, cairanku kembali tercurah sampai membasahi kursi rias itu, secara refleks aku juga mempererat rangkulanku hingga wajahnya makin terbenam pada payudaraku. Kemudian dia melepaskanku dan menyuruhku berlutut di hadapannya, diraihnya kepalaku dan didekatkan pada pelernya yang lalu kujilati dan kusedot, rasanya sudah bercampur dengan rasa kewanitaanku.
Ketika tanganku sedang mengocok sambil menjilatinya tiba-tiba dia melenguh panjang dengan wajah mendongak ke atas “Ooohh..neng..bapak..keluar!” dan disusul ‘creett..creet..’ maninya menyemprot dengan deras ke wajah juga dadaku, lalu dengan paksa dijejalinya penis itu ke mulutku.
“Telen pejunya neng..awas jangan dimuntahin!” perintahnya.
Aku yang saat itu tidak siap tentu saja gelagapan menerima semprotan itu sehingga yang menyemprot dimulutku sebagian meleleh keluar di sekitar bibirku, sedangkan sisanya kutelan hingga tetes terakhir dan kurasakan batang itu mulai menyusut. Setelah itu Pak Usep mengolesi maninya yang berceceran di wajah dan dadaku sampai merata, sekarang tubuhku basah dan berkilau baik oleh peluh dan sperma.
Dipapahnya tubuhku ke ranjang dan dibaringkan. Demikian lelahnya aku, sampai tubuh seperti lumpuh dan mata terasa makin berat.
Sebelum terlelap aku masih sempat mendengarnya berkata dekat kupingku “Memek neng enak banget, bapak jadi ketagihan nih!”, Dalam tidurku aku bermimpi pacarku mendatangiku lalu aku mengangis didekapannya dan mencurahkan seluruh kekesalanku padanya bahwa aku telah dijebak oleh dua bandot itu. Tiba-tiba kurasakan dia mulai menciumku sambil meremas buah dadaku seperti yang biasa kami lakukan, juga kurasakan jari-jarinya mulai menggelitik vaginaku. Aku mendesah nikmat, kubuka mata, Ahh..aku terbangun..
Terkejut sekali aku. Begitu mata kubuka langsung nampak sesosok tubuh berada diantara kedua belah pahaku yang terbuka lebar. Rupanya ini bukan sekedar mimpi, ketika kesadaranku berangsur-angsur pulih nampak sosok pacarku itu ternyata Pak Riziek, wajahnya berada dekat vaginaku sambil mengorek-ngorek liang itu dengan jarinya. Aku berusaha bangkit dengan sisa tenagaku, tubuhku sedikit bergeser. Kutepis tangan itu dari vaginaku dan langsung kurapatkan pahaku, buru-buru kuraih guling untuk menutupi tubuh telanjangku. Ketika menengok ke samping aku lihat Pak Usep sedang duduk beristirahat di kursi rias sambil mengisap sebatang rokok.
“Kurang ajar, awas..minggir kamu!” aku marah dan membentaknya, tapi dia malahan tertawa.
“He-he-he.. kurang ajar gimana neng? udah dientot aja masih jual mahal..dasar cewek sombong”.
“Perjanjian kita kan udah selesai pak, sekarang mana klisenya..!!” timpalku ketus.
“Eeiit.. selesai gimana neng.. bapak kan belum ngerasain memek neng”.
Sungguh saat itu darahku mendidih, aku benar-benar marah karena merasa dipermainkan, kucoba menggertaknya. “Bangsat..kalian sebaiknya kembalikan sekarang juga atau..!!”.
Namun dengan kalemnya dia menyela, “Atau mau lapor polisi ya neng? Sok aja..kalo neng mau ini tersebar, kita mah ga maksa neng kok” sambil menunjukkan selembar fotoku di kolam belakang bersama Dian dan 2 teman wanita lain yaitu Vira dan Liana, dimana kami berempat berpose tanpa busana.
Ucapan itulah yang membuatku sadar bahwa posisiku sudah ’skak mat’, tidak ada pilihan lain selain membiarkan tubuhku menjadi alat pemuas nafsunya. Aku yang pada dasarnya tegar dan penuh percaya diri jadi takut membayangkan akibatnya kalau berontak, mau taruh dimana mukaku kalau skandal ini tersebar, padahal karirku sebagai model sudah mulai mapan dan mulai menapaki layar kaca sebagai pemain figuran. Aku juga tidak mau teman-temanku yang terlibat dalam foto-foto itu jadi ikut susah gara-gara kami, cukup sudah kami berdua yang jadi tumbal atas semua ini.
Pak Riziek mengambil kesempatan ketika aku sedang bingung itu dengan menyingkirkan guling yang kupeluk. Dia merenggangkan pahaku sambil mengelus-elusnya, tanganku yang menutupi dada juga disibakkannya. Mulutku mengeluarkan desahan ketika jari-jarinya mulai menyentuh klistorisku dan mengelusnya. Elusannya pada rambutku turun ke pipi, dan terus menurun ke leher hingga berhenti di payudara kananku yang lalu dibelai dan diremasnya. Dia mendekatkan mulutnya pada payudaraku dan menangkapnya dengan mulutnya, namun tak sampai setengah menit dia lepaskan lagi, lalu mengendusi payudaraku.
“Puuiihh..sialan lu Sep..lu tadi nyiramin peju di teteknya yah, pantes rada lengket trus baunya aneh!!” omelnya pada Pak Usep.
Pak Usep ketawa cengegesan “Eh.. hehehe sory boss, gak sengaja tadi, abis kocokannya enak pisan sih, jadi aja muncrat kemana-mana”.
“Iya tapi kira-kira dong tuh, kalo udah bau peju gini mana enak diemot” gerutunya.
Aku diam-diam merasa puas “Rasain lu, makan tuh peju dasar goblok” ejekku dalam hati.
“Kalo gitu kita mandiin aja di kolam belakang, kan sekalian kita juga bisa berenang” usul Pak Usep.
“Hmm..iya yah lagian kapan lagi kita bisa berenang di sana mana ada cewek cantiknya lagi” Pak Riziek mengangguk setuju, matanya tidak lepas dari tubuhku sambil jakunnya turun naik.
Kemudian mereka menggiringku ke kolam belakang secara paksa untuk dibasuh dari ceceran sperma di tubuhku. Saat melewati ruang tengah aku melihat tubuh telanjang Dian yang terkulai lemas diatas sofa, daerah kemaluannya sudah basah, buah dadanya penuh bekas cupangan dan tumpahan sperma. Aku kasihan dan ingin melihat sejenak kondisi Dian, tapi tidak diijinkan oleh mereka.
Sesampainya dipinggir kolam tiba-tiba salah seorang mendorong punggungku dari belakang hingga aku terdorong dan “Jbuurr..!!” aku tercebur ke kolam. Aku berenang ke atas dan segera timbul ke permukaan, kusibakkan rambut basahku ke belakang, melihat tubuh telanjangku yang telah basah oleh air kolam mereka semakin bergairah sehingga buru-buru ikut nyebur ke kolam dan mengerubungiku seperti semut mengerubungi gula. Tangan-tangan kasar itu mulai menjamahi tubuhku. Aku tidak tahu lagi siapa yang mengerjai kedua payudaraku, meremas-remas pantatku, memilin-milin putingku, dan mengusap-usap vaginaku karena kupejamkan mataku dan tubuhku menggelinjang menahan nikmat.
Tak terasa aku sudah berada di tepi kolam daerah 1,5 meter. Tubuhku dihimpit oleh mereka dengan Pak Usep di belakang dan Pak Riziek di depan, keduanya memelukku sehingga posisiku seperti daging burger yang dijepit diantara 2 roti. Pak Riziek menciumi wajahku, sesampainya di bibir, dia langsung melumatnya, lidahnya mendesak-desak ingin masuk ke mulutku, birahiku yang kembali naik membuatku membuka mulutku mempersilakan lidahnya bermain-main di mulutku. Sesudah itu mulutnya terus turun sampai ke payudaraku yang sudah bersih dari cipratan mani, dia sudah tidak sabar ingin menikmati payudaraku yang sempat tertunda.
“Enngghh..pak..!” desahku menahan geli bercampur nikmat ketika mulutnya melumat payudaraku secara bergantian. Aku merasakan putingku disedot, digigit pelan bahkan sesekali ditarik oleh mulutnya, sementara telapak tangan Pak Usep bercokol di kemaluanku terus saja menggosok-gosok bibir vaginaku. Di tengah keadaan pasrah dan tidak berdaya itu seakan-akan ada suatu perasaan nikmat yang aneh yang tidak pernah kurasakan selama ini.
Beberapa saat kemudian dia merentangkan kedua pahaku, betisku dinaikkan ke bahunya “Neng Rina..bapak ewe sekarang ya!” kata Pak Riziek tidak sabaran.
Aku melihat di bawah air sana, miliknya mulai mendesak masuk ke vaginaku, “Aaahhkk..ahh..pak..!” itulah yang keluar dari mulutku saat dia menekankan dalam-dalam penis supernya hingga amblas seluruhnya, aku meringis sambil mencengkram lengan Pak Usep yang memelukku.
“Ooohh..” Pak Riziek juga mendesah setelah berhasil menancapkan kejantanannya di dalam kemaluanku.
“Gimana boss?? seret ga memeknya??” tanya Pak Usep pada temannya.
“Buset, seret amat nih memek, udah ga perawan tapi rasanya kaya perawan, pinter juga si neng ini ngerawatnya!” puji Pak Riziek sambil mulai menggenjot.
“Lha iya dong boss, dia kan foto model, harus dirawat dong, udah kena peju aja masih wangi gini kok badannya hehehe..!”
Aku mulai merasakan penis itu bergerak keluar masuk pada vaginaku, mula-mula gerakan itu lembut, namun lama-lama bertambah kencang dan kasar. Aku mendesah-desah tidak karuan ditambah lagi dari belakang Pak Usep bertubi-tubi mencupangi leher jenjangku serta mempermainkan payudaraku, pantatku meliuk-liuk ke kiri-kanan sehingga Pak Riziek makin kesetanan menggenjotku sampai air di sekitar kami beriak dengan dahsyat.
“Akkhh.. oohh..ahh..eemmhh..!” eranganku tertahan tatkala bibirku dilumat Pak Usep dari samping belakang. Akupun merespon cumbuannya, lidah kami saling beradu dengan liar. Aku sudah telanjur dilanda birahi, walaupun menolak, tubuhku berkata lain, aku merem melek menikmati cara mereka mengerjai tubuhku.
Diserang dari dua arah begini sungguh membuatku kewalahan hingga akhirnya terasa dinding-dinding kemaluanku berdenyut makin kencang dan erangan panjang keluar dari mulutku disertai mengejangnya tubuhku sampai menekuk ke atas, otomatis kedua payudaraku pun makin membusung. Tubuhku lemas dalam pelukan mereka. Tapi keganasan Pak Riziek belum tampak mereda, dia masih bersemangat menyodokkan penisnya tanpa mempedulikan vaginaku yang masih terasa ngilu. Aku merasa lelah dan ingin istirahat sejenak maka kudorong tubuh Pak Riziek.
“Udah dulu.. pak..cape..uuhh” aku memelas.
Dia lalu menarik lepas penisnya dan menurunkan pahaku sehingga aku dapat sedikit bernafas lega. Kukira dia mengerti dan memberiku waktu, tapi dugaanku salah. Pak Riziek menarik rambutku lalu dibenamkannya kepalaku dalam air dibawa mendekati miliknya. Aku yang tidak siap tentu saja meronta-ronta melepaskan diri dan segera timbul ke permukaan.
“Mau apa.. pak..jangan kelewatan ya!” protesku terengah-engah.
“Ngga kok, cuma mau buktiin kata Pak Usep, katanya neng jago ngemot kontol, makanya bapak pengen neng ngemot kontol bapak”.
Wajahku merah padam dan terdiam, kutatap mereka dengan tatapan penuh kebencian, namun tak dapat kupungkiri bahwa aku pun sempat merasa senang dengan perlakuan mereka.
“Ayo.. sini dong neng, emutin yang punya bapak!”
Aku melihat ke bawah air sana, batang kemaluan Pak Riziek yang baru saja mengacak-acak vaginaku, benda itu begitu panjang dan kokoh, lebih panjang daripada milik Pak Usep walaupun diameternya lebih kecil, dikelilingi bulu-bulu yang sudah agak beruban. Diraihnya tanganku dan didekatkan ke sana, akupun mulai menggenggamnya, walaupun sudah berumur tapi kemaluannya masih keras. Dia dengan berkacak pinggang sesekali mendengus ketika jari-jari lembutku mulai mengocok dan membelai buah zakarnya.
“Gimana Pak Riziek? Bener kan ngocoknya dahsyat!?” kata Pak Usep di belakangku.
“Wuuiihh..iya loh..tangannya halus banget..tangan sama memek sama enaknya” komentar Pak Riziek.
Pak Usep pun mendekatiku dan meraih tanganku yang satu, lalu diletakkan pada penisnya. Kini penis Pak Usep berada ditangan kiriku dan penis Pak Riziek di tangan kananku, mereka merem melek menikmati pelayananku sambil sesekali membelai bagian-bagian terlarangku.
“Hehehe kayanya si neng ini udah sering ewean ya, abis jago banget” kata Pak Usep.
“Lha iya dong, masa ga liat yang di foto itu, lagian katanya cewek model kaya gini katanya bisa dipake asal ada duit, ya ga neng” ejeknya padaku sambil nyengir.
“Wahahaha..kalo gitu kita untung banget bisa ngewe cewek model, gratis lagi” timpal Pak Usep.
Hatiku benar-benar panas mendengar olok-olokkan mereka yang menghina dan merendahkanku itu, ingin rasanya menarik penis itu sampai putus mumpung masih dalam genggamanku, namun apa dayaku karena aku hanya seorang gadis yang tidak akan menang melawan mereka, lagipula sudah tanggung, lebih baik kubuat mereka puas dan setelah itu habis perkara.
“Nah..sekarang bapak pengen ngerasain mulut neng, ayo.. emut tuh di bawah sana!” desaknya sambil mencengkram leherku.
Sebelum kusetujui kepalaku sudah dibenamkan ke air. Di bawah air kuraih penisnya dan kumasukkan dalam mulutku, karena panjangnya, benda itu sampai mentok di tenggorokanku. Lidahku mulai menjilat dan mengulum, sementara kurasakan sebuah tangan mengelus dan meremas pantatku dari belakang. Gairahku makin naik, terlebih tangan itu terkadang menyelipkan jarinya pada vagina atau duburku.
Aku makin liar mengemutnya berharap dia cepat keluar, karena aku sendiri sudah merasa sesak di air sementara tangannya menahan kepalaku di sana. Harapanku mulai nampak saat gerakan pantatnya makin cepat dan rambutku dijambaknya. Akhirnya beberapa semprotan kurasa menerpa langit-langit mulut dan tenggorokanku, terpaksa aku menelan spermanya, rasanya asin dan kental, hueek..!! Seiring dengan melemahnya cengkramannya aku segera timbul ke permukaan. Nafasku mengap-mengap rindu udara segar sehingga buah dadaku ikut naik turun seirama nafasku yang kacau.
Mimik wajah Pak Riziek menunjukkan dia puas sekali berorgasme di mulutku. Kulihat penisnya sudah tidak setegang tadi lagi, ukurannya menyusut dan berkerut oleh keriput.Beberapa menit kami beristirahat, tak lepas dari olok-olokan dan omongan jorok mereka yang menjijikkan, juga tak lupa mereka menjamahi tubuhku. Setelah itu Pak Riziek menyuruhku naik ke pinggir kolam.
“Gantian neng..sekarang bapak di bawah, neng di atas!”
Tanpa diminta lagi aku mengangkangi tubuhnya yang sudah rebah telentang di atas lantai marmer. Ada sedikit rasa senang karena ini merupakan salah satu posisi favoritku yang sering kulakukan bersama pacarku dan cowok-cowok yang kencan denganku. Aku tanpa ragu menuntun penisnya yang sudah kembali mengeras ke arah vaginaku dan aku mengambil posisi menduduki tubuhnya. Dengan bernafsu kugoyangkan pinggulku diatas tubuhnya, bahkan aku ikut membantu kedua belah telapak tangannya meremasi payudaraku.
Pak Usep menonton adeganku sambil tetap berendam di tepi kolam, kadang-kadang tangannya iseng merabai pahaku.
“Ayo..goyang neng..oohh!” Pak Riziek sepertinya ketagihan dengan goyanganku, begitu juga Pak Usep, dia tidak tahan hanya menonton saja. Dia keluar dari kolam dan berdiri di sebelahku, penisnya mengacung di depan mukaku.
“Emut neng..ayo buka mulutnya!” sambil menjejalinya ke mulutku.
Dengan tetap bergoyang, aku juga mengisap-ngisap penis Pak Usep. Saat mereka sedang asyik-asyiknya menikmatiku, tiba-tiba pintu terbuka, Dian muncul dengan mengenakan kimono kuning, sepertinya dia baru selesai mandi karena rambutnya masih basah. Dia hanya bisa melongo melihat aku sedang dikerjai. Malu sekali aku dipecundangi di hadapan sahabatku sendiri, mulutku terisi penis sehingga aku hanya bisa berseru dalam hati, “Dian..tolong jangan liat sini, pergi kamu Dian!”
Tetap dalam posisinya Pak Riziek menengok ke samping dan menyapa Dian, “Hai, Neng Dian udah bangun toh..!”.
“Wah, saya udah lama nungguin Neng Dian, tapi tunggu ya, Neng Rina lagi asyik makan es mambo nih..!” sambung Pak Usep.
Beberapa saat kemudian barulah Pak Usep mencabut penisnya dari mulutku, namun aku masih harus menyelesaikan urusanku dengan Pak Riziek. Pak Usep mendekati Dian, lalu terdengar Dian marah dan membentak-bentak Pak Usep soal klise. Namun Pak Usep dengan santainya menepuk pantat Dian. Dian yang sudah tidak bisa omong apa-apa lagi hanya bisa pasrah. Bagian bawah kimononya disingkap dan mulai digerayangi Pak Usep.
“Hooi, Pak Riziek, ternyata nona majikanmu ini asoy bener, pahanya mulus, pantatnya juga wuiih.. montok..!”
Pak Riziek sendiri tidak peduli dengan omongan temannya, dia sibuk menggerakkan pinggulnya membalas goyanganku. 15 menit dalam posisi ‘woman on top’ sampai akhirnya tubuhku bergetar seperti menggigil lalu “Aaahh..!!” Dengan panjang keluar dari mulutku, kepalaku mendongak ke atas menatap langit yang sudah menguning. Tubuhku melemas dan ambruk ke depan, ke dalam pelukannya. Dia peluk tubuhku sambil penisnya tetap dalam vaginaku, kami berdua basah kuyup oleh air kolam maupun keringat yang mengucur.
Sementara itu tak jauh dari sini, Dian yang sudah terbaring di kursi santai sedang dicumbui habis-habisan oleh Pak Usep, kimononya sudah tersingkap kesana kemari sehingga auratnya terlihat.
“Ganti posisi yah neng” katanya dekat telingaku.
Lalu tubuhku diturunkan dan diperintahkan telungkup. Aku nurut saja, begitu juga ketika posisiku diatur seperti merangkak. Ternyata.. aahh.. dia mencoba menyetubuhiku dari belakang, dia ludahi duburku dan menekan-nekan jarinya di sana untuk membuka jalan bagi penisnya. Aku terkejut dan mencoba berontak “Jangan pak..jangan di situ.. sakit” ibaku.
“Tahan dikit neng, masih baru emang sakit, tapi ntar pasti enak kok” katanya dengan tenang sementara aku merintih-rintih.
Ketika penis itu sudah masuk sebagian, mendadak di sentakkan pinggulnya dengan kasar sehingga dengan reflek aku menjerit histeris bagaikan srigala terluka. Jeritanku itu bukannya membuatnya kasihan malahan membuatnya makin bernafsu. Dengan keras dia sodok-sodokan penisnya dan payudaraku yang menggantung diremas-remas dengan brutal. Suara rintihanku saling beradu dengan lenguhan Pak Riziek, juga dengan rintihan Dian yang sedang disetubuhi Pak Usep dalam posisi telentang di kursi santai. Lama-lama rasa sakit oleh sodokkannya mulai sirna berganti dengan rasa nikmat, apalagi waktu dia tarik wajahku dan memagut bibirku, diciumnya aku dengan lembut, rasanya seperti dicium pacarku. Sungguh suatu perpaduan keras-lembut yang fantastis, dia perlakukan anus dan dadaku dengan kasar, tapi di saat yang sama dia perlakukan mulutku dengan lembut.
Akhirnya kembali kukeluarkan cairan hangat dari vaginaku bersamaan dengan desahan orgasmeku. Permainan gila itu membuatku merem-melek kesetanan, tapi juga banyak menguras tenagaku, akupun ambruk dengan nafas yang kacau. Aku masih sempat melihat Pak Riziek menuju Dian dan Pak Usep yang masih bergelut sebelum pingsan yang kedua kalinya. Siraman air membangunkanku, Pak Riziek sudah disampingku menawarkan segelas air yang segera kuminum, langit sudah gelap dan arlojiku menunjukkan jam 7 kurang. Kuhampiri dan kupeluk Dian yang menangis sesegukan di tepi kolam, kuselimuti tubuh telanjangnya dengan kimononya, kuelus-elus punggungnya untuk menenangkannya. Omongan dan olok-olokkan mereka yang tidak senonoh itu tidak kuhiraukan, aku tetap memeluk Dian dan mataku menatap marah pada mereka.
Pak Riziek keluar untuk membeli makanan. Sambil menunggu, Pak Usep menyuruh kami menemaninya berendam di kolam dan memijit tubuhnya. Dimintanya aku melakukan ‘Thai Massage’ pada punggungnya dan Dian disuruh memijati pundaknya sambil tubuhnya digerayangi. Tak lama, Pak Riziek kembali dengan empat bungkus nasi goreng dan beberapa sachet ‘Irex’ untuk persiapan nanti malam katanya. Kami hanya diijinkan memakai kimono tanpa apapun dibaliknya, jadi kalau tangan mereka lagi ‘gatal’ dengan mudah dapat menjamah tubuh kami.
Malamnya sebelum tidur ‘pesta’ dilanjutkan. Kami main berempat sekaligus di kamar tempat aku dikerjai tadi. Aku bergoyang di atas penis Pak Usep yang sedang asyik menjilati vagina Dian yang menaiki wajahnya. Mulut kami sibuk melayani penis Pak Riziek yang mengacung diantara wajah kami, Dian memasukkan benda itu ke mulutnya dan aku mengulum buah zakarnya, demikian kami bergantian menjilati dan mengulumnya. Aku mencapai klimaks bersamaan dengan muncratnya sperma Pak Riziek yang membasahi wajah kami. Aku rebah di samping mereka dengan wajah belepotan sperma. Mereka mulai mengeroyok Dian, tubuhnya mereka olesi baby oil hingga nampak licin berkilau, Pak Riziek menusuk vaginanya sambil berbaring dan Pak Usep menusuk anusnya dari belakang.
Melihat Dian yang meringis dan merintih itu aku jadi kasihan, maka dengan sempoyongan kudekati Pak Usep yang sedang menyodomi Dian, kutarik dan kutindih tubuh gendutnya, dengan sigap kulumat bibirnya dan kugenggam penisnya untuk kumasukkan ke vaginaku. Kuserang dia dengan gencar hingga dia menumpahkan spermanya di rahimku, untung saat itu aku sedang dalam masa ’safe’ sehingga tidak perlu takut hamil. Pokoknya malam itu kami digarap habis-habisan, bahkan membalas SMS pacarku pun sambil dientot, jadi aku ditindih Pak Riziek yang menaik-turunkan tubuhnya, sementara tanganku mengetik SMS di ponselku. Ironis memang, aku menulis kata-kata manis untuk pacarku namun disaat yang sama aku menikmati persetubuhan dengan lelaki lain.
Mereka menyudahi ‘pesta’ ini sekitar jam 10 malam, kami berempat tertidur di ranjang itu tanpa busana. Pak Riziek tidur sambil menggenggam payudaraku, Pak Usep tidur sambil memeluk Dian. Besoknya sambil menunggu kamar mandi yang sedang dipakai Dian dan Pak Riziek, Pak Usep menyuruhku mengocok penisnya dengan payudaraku. Kujepit penisnya dengan daging kenyalku, pijatanku membuat pemiliknya merem melek keenakan sambil meremas rambutku. Beberapa menit kukocok dia dengan payudaraku sampai maninya muncrat di wajahku, tapi kali ini tidak terlalu banyak lagi.
Setelah Dian dan Pak Riziek selesai mandi, kami melanjutkan mainnya di bawah siraman air hangat. Pak Usep membaluriku dengan sabun cair, tapi lebih tepat dibilang menggerayangi daripada menyabuni. “Buka pahanya neng, jembutnya mau bapak keramas!”, direnggangkannya pahaku dan tangannya yang bersabun mulai mengusapi kelaminku sampai berbusa. Sementara akupun menggenggam penisnya dan secara reflek mengocoknya.
Dan usailah mimpi buruk ini, mereka akhirnya mengembalikan klise itu setelah puas menikmati kami. Kami memeriksa dengan teliti, apakah ada kekurangan atau tidak agar tidak bermasalah kemudian hari. Sebelum pergi ternyata Pak Riziek memintaku untuk terakhir kali meng-oralnya. Dengan jengkel aku mengeluarkan penisnya dari balik celananya, kukulum benda itu di hadapan Dian dan Pak Usep.
Belakangan Pak Usep pun menyuruh Dian melakukan hal yang sama padanya. Tidak sampai 10 menit akhirnya dia ejakulasi disusul Pak Usep, kuusahakan agar maninya tidak meleleh keluar sebab aku sudah berpakaian lengkap dan tidak mau bajuku kotor oleh mani si bangsat ini, kuhisap kuat-kuat sampai dia melenguh panjang. Segera setelah itu Dian mengusir mereka dari villanya, meskipun diusir dengan galak, tapi mereka malah tersenyum puas dan tertawa-tawa.
Tak lama sesudah peristiwa itu Pak Riziek mengundurkan diri. Sejak itu Dian kapok, tidak mau lagi menyewa orang untuk menjaga villanya. Pengalaman gila itu belum pernah kuceritakan pada keluarga maupun pacarku, hanya kami berdua saja yang tahu. Hari-hari pertama setelah itu aku sulit berkonsentrasi, yang terlintas di ingatanku hanya permainan kasar mereka ketika memperkosaku dan terkadang ada perasaan ingin mengalaminya lagi, tapi dilain sisi, perasaan halusku mengingatkan bahwa itu adalah perkosaan brutal yang tidak pantas diingat kembali, biarlah dari peristiwa ini kami dapat mengambil hikmahnya. Aku hanya bisa mencurahkan perasaanku yang bercampur aduk antara benci, dendam, rindu, dan horny ini melalui tulisanku ini, seperti yang pernah dilakukan oleh temanku beberapa waktu lalu.