Bayang Senyum Semu
Bila ada kesamaan nama dan tempat mohon dimaafkan, tidak ada maksud menyinggung seseorang ataupun institusi manapun. Murni utk membangun karakter dan plot setting. Selamat membaca
Damar membuka kunci Pintu utama Penthouse mewah di pusat Jakarta yang telah lama menjadi miliknya. Ia melangkah masuk, menghempaskan diri di sofa bermodel High End berwarna coklat kesukaannya yang terletak di ruang tengah. Ia melirik kearah ruang tidur utama yang sedikit terbuka, memperlihatkan seperangkat tempat tidur bermodel klasik terbuat dari kayu jati berukir yang seprei penutupnya telah tersingkap hampir dua pertiganya. Beberapa bantal tampak berserakan di lantai, satu guling besar tergeletak melintang diatas kasur. Damar menghela nafas, memalingkan wajahnya kearah ruang makan yang juga tidak bisa dibilang rapi. Dua cangkir dan dua set piring makan tampak tergeletak diatas meja. Sepotong kecil kue tart tersisa diatas piring bulat, dengan remah remahnya yang tercecer disekitar meja. Damar bangkit, melangkah menuju kamar tidur utama dan mengetuk perlahan pintu kamar mandi yang berada di dalamnya
“As …..” panggilnya lembut. Gemercik air yang terdengar samar dari dalam kamar mandi seketika terhenti.
“Mas ….?” suara lembut dari dalam kamar mandi terdengar samar “Sebentar Mas .. sebentar lagi aku selesai .. Mas tunggu dulu ya …”
Damar berbalik, meraih bantal yang berserakan di lantai dan menyusunnya dengan rapi diatas tempat tidur setelah terlebih dahulu merapikan sepreinya yang tersingkap seadanya. Ia kembali berjalan keruang tengah, setelah sebelumnya mengambil sebotol coca cola dingin dari dalam kulkas dan duduk menunggu dalam diam.
Lima menit berlalu saat ia mendengar pintu kamar mandi terbuka dan seorang wanita cantik menyembul dari balik pintu kamar. Senyum manis yang selalu dirindukannya dalam diam tampak tersungging hangat menyapanya
“Mas Damar ….” sapa Asti lembut. Ia masih mengenakan piyama mandi berwarna biru muda miliknya, yang hanya menutupi bagian atas tubuhnya sebatas paha. Rambutnya tertutup handuk berwarna senada yang dililit menyerupai turban. Asti tampak sangat segar. Beberapa tetes air masih tempak di dadanya. Ia menghampiri Damar, duduk disampingnya seraya menyilangkan kaki, memperlihatkan celana dalam merah muda yang sedikit mengintip di balik gaun mandinya yang tersingkap.
“Bagaimana klien tadi .. ?” tanya Damar sambil meneguk coca colanya perlahan, mencoba menenangkan detak jantungnya yang mulai berpacu. Ia mengumpat dalam hati. Selalu seperti ini setiap kali bertemu Asti.
“Tidak masalah …” jawab Asti seraya menghempaskan punggungnya ke Sofa “Pria yang lembut dan good looking .. sopan dan tidak banyak bicara …”
“Tampaknya kamu melewati pertempuran sengit kali ini …” ujar Damar dingin seraya mengerlingkan matanya kearah kamar tidur yang kini telah rapi
“Oowhh …” pekik Asti tertahan seraya menutup mulutnya “Maaf mas … aku belum sempat membereskan kamar sebelum mas datang tadi …”
“No Prob …” jawab Damar singkat
“Ya … aku sedikit kewalahan tadi .. Mr D menginginkan banyak posisi dan .. daya tahannya lumayan lama … satu jam lebih, baru dia mendapatkan ejakulasinya ” jelas Asti ringan tanpa beban. Dua tahun bergelut di pekerjaan ini membuat ia sangat memahami berbagai karakter dan permintaan dari klien kliennya yang dapat timbul setiap saat. Dan memenuhi semua yang diinginkan kliennya membuat ia memiliki reputasi yang sangat tinggi di kalangan kaum jet set penikmat seks. Asti terkenal sebagai pemberi layanan seks yang berkelas, bertarif mahal dan memiliki jaminan kepuasan yang tinggi bagi semua klien kliennya. Tidak sembarangan orang bisa menikmati tubuh dan layanan seks Asti. Damarlah yang mengatur dan menyeleksi semua klien Asti. Ia menerapkan aturan yang sangat ketat bagi siapapun yang berminat melewatkan 1 malam bersama Asti.
“Satu jam lebih …” gumam Damar “Jadi ada tambahan bonus?”
“Tentu …” jawab Asti tersenyum “Kali ini sangat banyak .. Tampaknya Mr D sangat puas dan ia adalah orang yang murah hati mas …”
“Simpanlah uang bonusnya untukmu …” ujar Damar seraya mengulurkan selembar cek kepada Asti “Dan ini 90% uang pembayaran dari Mr D untuk layananmu”
“Untukku semua?” tanya Asti polos menatap deretan angka yang tertera pada lembaran kertas di tangannya “Untuk mas mana ….? Ini banyak sekali …”
“Kamu yang bekerja As .. bukan aku. Uang itu milikmu .. pergunakanlah baik baik. Aku tau saat ini kamu sedang memerlukan banyak biaya untuk kesembuhan Kanaya …” ujar Damar serius. Asti tertegun menatap Damar. Ia beringsut mendekati Damar dan memeluknya erat. Asti kini dapat merasakan deru nafas dan detak jantung Damar yang semakin berpacu. Damar merasakan buah dada Asti yang kenyal kini menekan dadanya.
“As …” gumamnya lirih. Sekuat tenaga ia menahan birahinya yang semakin memuncak. Damar tidak memungkiri ketertarikan yang ia rasakan pada Asti. Rasa cinta dan sayang yang semakin lama semakin tumbuh namun ia tidak kuasa untuk mengungkapkannya. Ia tidak ingin Asti kecewa. Maka Damar berusaha sekuat tenaga untuk memelihara hubungannya dengan Asti secara profesional.
Asti menengadah, mendekatkan bibirnya ke bibir Damar. Hanya satu sentimeter saja, dan Asti telah bersiap untuk menerima ciuman Damar. Ia tahu Damar sangat menginginkannya. Dan Asti, dengan seluruh keihlasan hatinya bersiap untuk melayani Damar, lebih dari yang ia lakukan kepada para pelanggannya. Tidak ada cinta di hati Asti untuk Damar. Namun rasa terimakasihnya yang begitu besar, membuat ia rela mengabdikan dirinya seutuhnya untuk Damar. Damar bukan hanya penyelamat Asti saat ia sangat memerlukan tempat bernaung setelah badai rumah tangga yang menerpanya beberapa tahun silam, membuat ia dan puterinya harus hidup terlunta lunta tanpa arah. Damarlah yang datang menolongnya, memberinya tempat berlindung, membelanya dan melindunginya dari semua derita yang menerpa dan sampai akhirnya membawa mereka menemukan pekerjaan ini bagi Asti.
“Ayo mas … ” bisik Asti, mempererat pelukannya dan semakin mendekatkan bibirnya ke bibir Damar. Ia bisa merasakan hangatnya hembusan nafas Damar di pipinya “Aku tau mas Damar menginginkanku .. aku sudah siap …”
Damar tertegun sejenak, sebelum mendorong Asti lembut, menjauh darinya dan bangkit berpura pura mengambil botol coca cola lain dari dalam kulkas. Asti tertegun, menghela nafas
“Kenapa mas ….?” tanya Asti dengan suara bergetar. Sedikit sisi hatinya merasa tersinggung dengan perlakuan Damar yang selalu menolaknya. Tidak ada laki laki yang menolak berhubungan seks dengannya, menikmati wajah cantik, kulit mulus dan tubuh sintalnya. Mereka rela berbulan bulan antri hanya untuk mengikuti seleksi Damar dan mendapatkan jadwal menikmati layanan Asti. Tapi Damar bahkan sedikitpun tidak pernah menyentuhnya.
“Kenapa ….?” tanya Damar berusaha terlihat santai di mata Asti “Maksudmu kenapa aku tidak mau berhubungan denganmu?”
Asti menunduk, menyembunyikan kekecewaan yang bersarang di dadanya. Damar mendekat, menyodorkan segelas air dingin untuk Asti. Ia berlutut di hadapan Asti, membelai rambutnya dengan penuh kasih sayang
“Karena aku tau, kamu tidak mencintaiku As ….” ujar Damar perlahan “Aku tidak sama dengan mereka .. aku ingin, kita melakukannya dengan rasa cinta ….”
Asti menatap Damar dengan pandangan berkaca kaca. Ia tau, ada sesuatu yang disembunyikan Damar didalam hatinya. Asti sangat menyayangi Damar, namun ia membenarkan perkataan Damar, tidak ada cinta dalam hatinya.
Damar tersenyum. Ia meraih tangan Asti dan membantunya berdiri.
“Ayo .. kuantar kamu ke rumah sakit bertemu Kanaya … bersiaplah .. tinggalkan semuanya seperti ini. Akan aku suruh orang untuk membereskan semuanya” ujar Damar lagi. Asti mengangguk, memasuki kamar bersiap untuk menjumpai Kanaya, puteri semata wayangnya.
Asti membuka pintu kamar tempat puterinya Kanaya dirawat. Sudah 5 hari semenjak serangan jantung Kanaya yang kesekian kalinya, membuat dokter memutuskan Kanaya dirawat intensif di Rumah Sakit ini. Kanaya menderita kelainan jantung sejak lahir. Dan karena obat obatan yang diminumnya, akhir akhir ini dokter juga menemukan keadaan ginjal Kanaya yang mulai terganggu. Dokter menyarankan Asti untuk membawa gadis kecil berusia 5 tahun itu berobat ke Singapura, yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Asti tau, ia harus bekerja keras untuk itu. Ia tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa puteri kesayangannya itu.
“Bu De ….” bisik Asti perlahan, menepuk lembut wanita setengah baya yang tertidur tertelungkup disamping tempat tidur Kanaya. Puteri kecilnya itupun tengah tertidur pulas.
“As … baru pulang?” tanya Bude Lilik seraya mengedip kedipkan matanya. Diliriknya jam dinding yang menunjukkan pukul 11.20 malam
“Iya Bu De .. pesawatnya telat …” ujar Asti dengan suara tertahan. Ada yang menohok dadanya saat ia mengucapkan kalimat itu. Entah kebohongan yang keberapa kali yang telah ia lakukan untuk menutupi pekerjaan sesungguhnya dari Bu De Lilik, satu satunya kerabat yang ia miliki, yang ia ajak tinggal bersama untuk merawat Kanaya
“Bilang pada boss mu kalau anakmu sakit, Nduk …” nasihat Bu De Lilik seraya berpindah duduk di Sofa, membiarkan Asti duduk disamping Kanaya “Bu De sedih lihat kamu kerja keras keluar kota terus seperti ini …”
Asti menunduk. Ia mengelus elus tangan Kanaya yang sudah tertidur lelap
“Tapi kita perlu biaya besar Bu De .. untuk Kanaya ” ujar Asti lirih, kuatir membangunkan Kanaya dari tidur lelapnya “Kalau aku tidak bekerja begini .. dari mana aku dapat uang untuk merawat Kanaya …”
“Iya Bu De tau, nduk … tapi kamu harus jaga kesehatan juga. Kalau kamu sakit siapa yang merawat Kanaya nanti? Dia masih perlu kamu …” ujar Bu De Lilik lagi “Tadi dokter bilang, hari ini masuk infus terakhir. Kalau keadaannya normal, besok pagi Kanaya sudah boleh pulang sementara”
Asti mengangguk dan tersenyum lega.
“Kanaya tidak boleh capek dulu kata dokter .. makanannya juga harus diperhatikan Nduk ..” Bu De Lilik menjelaskan dengan lembut.
Asti melirik sebuah buket buah yang tergeletak diatas meja rawat pasien
“Dari siapa Bu De?” tanya Asti seraya melirik buket buah yang sudah terlihat terbuka pada satu sisinya
“Nak Tyo …” ujar Bu De Lilik “Lama disini tadi menemani Kanaya. Kalian saling cinta, mengapa tidak menikah saja?”
Asti tersenyum membayangkan Tyo. Ada desir rindu di sudut hatinya. Ia mengeluarkan HP nya dan mulai menekan nomor kontak Tyo
“Mas …” sapa Asti lembut saat terdengar suara Tyo diujung sana “Terimakasih sudah menemani Kanaya”
“Iya sayang …” jawab Tyo seraya tertawa “Aku tunggu kamu tadi .. tapi pesawatnya delayed ya?”
Asti tercekat “I .. iya mas .. delayed .. aku baru saja sampai rumah sakit” ujar Asti terbata
“OK sayang .. istirahatlah .. maaf aku tidak bisa menunggumu karena hari ini giliran aku piket” jelas Tyo panjang lebar “Kata Bu De, besok Kanaya boleh pulang?”
“Mudah mudahan Mas .. itu juga tadi yang disampaikan Bu De padaku ” jawab Asti
“Besok aku jemput selepas piket ya …” lanjut Tyo lagi “Kebetulan aku tidak ada rencana kemana mana … Besok kamu ada dinas lagi?”
“Tidak ada” jawab Asti cepat. Damar selalu memberinya 3 hari off sebelum mereka mengatur kembali jadwal untuk klien Asti selanjutnya. Tiga hari kedepan, ia akan memiliki banyak waktu bersama Kanaya
“OK .. kita pulang sama sama besok ya sayang .. istirahatlah sekarang, kamu pasti lelah …”
Asti menutup teleponnya. Ia tersenyum. Bersama Tyo, meski hanya lewat suara, ia bisa merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Ia tidak sabar menunggu datangnya hari esok untuk berjumpa Tyo. Kesibukan Tyo sebagai anggota kepolisian memang membatasi waktu mereka untuk dapat bebas bertemu. Namun Asti sangat memahami hal ini. Walau sering jauh, Tyo menunjukkan perhatian yang luar biasa untuk Kanaya dan dirinya.
Asti memutuskan malam ini ia akan menginap di rumah sakit menemani Kanaya yang masih terbaring lemah. Ditatapnya wajah pucat Kanaya dihadapannya. Ia berhutang kebahagiaan pada gadis kecilnya ini. Asti mendekatkan bibirnya ke telinga Kanaya dan berbisik
“Apapun akan Bunda lakukan untukmu, Nak …”
Entah apakah Kanaya mendengar, namun seulas senyum tipis tersungging di bibir Kanaya. ia tau, Bunda tercintanya kini ada disisinya.
Semburat warna lembayung terlihat di batas langit, terbingkai oleh kaca jendela Resto tempat Damar duduk tenang menunggu. Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia lebih awal 10 menit dari waktu yang dijanjikan bertemu dengan satu orang calon klien Asti berikutnya. Mr M, ia dan Asti terbiasa tidak menyebut nama lengkap customer mereka untuk menjaga privasi. Dua klien sebelumnya yang telah di wawancara Damar tidak lolos seleksi. Yang pertama enggan menunjukkan hasil Medical Check Up yang merupakan salah satu syarat utama yang diajukan oleh Damar. Sementara calon klien kedua tidak bersedia melakukan preliminary meeting dengan Asti. Damar mengharuskan calon klien melakukan lunch dan dinner terlebih dahulu dengan Asti selama dua hari berturut turut sebelum melakukan kontak seksual, untuk memberikan waktu bagi Asti membiasakan diri dan mengenal calon kliennya lebih dalam. Jika dalam dua hari tersebut Asti merasa tidak cocok, Damar akan segera membatalkan perjanjian. Untuk Damar, keselamatan dan kenyamanan Asti adalah yang utama. Ia ingin Asti tidak terbebani dengan pekerjaan yang Damar tau, terpaksa ia lakukan saat ini.
“Selamat sore …” seorang laki laki berdiri dihadapan Damar “Pak Damar?”
Damar bangkit, menjabat uluran tangan laki laki tersebut “Betul ..” ujarnya singkat
“Saya Mike, ingin membicarakan bisnis lanjutan dengan bapak” ujarnya mantap. Damar mempersilahkan laki laki tersebut duduk dihadapannya. Damar membuka file Mike yang telah dikirimkan terlebih dahulu kepadanya dan mulai menganalisa datanya satu persatu.
Ciri ciri fisik dan foto yang dikirimkan kepadanya cocok dengan apa yang dilihatnya saat ini. Dengan tinggi badan 180 cm dan berat badan 70 kg, postur Mike terlihat ideal. Penampilannya bersih dan rapi dengan dandanan pria cosmopolitan. Wajahnya cukup tampan dengan kulit sawo matang dan hidung mancung
“Kenapa anda ingin berbisnis dengan saya?” tanya Damar
“Karena saya sudah mendengar reputasi dan kualitas bisnis bapak yang sudah terkenal itu …” jawab Mike mantap “Saya akan memenuhi semua persyaratan yang bapak ajukan”
Damar menilai Mike adalah sosok yang sopan dan tegas. Satu lagi nilai yang cocok dengan kriteria yang ia inginkan. Dari data yang diterimanya, Mike adalah laki laki beristeri dengan satu anak, bekerja di sebuah perusahaan Konstruksi ternama di daerah Bandung dengan posisi sebagai Direktur Utama.
“Sudah pernah berbisnis seperti ini sebelumnya?” tanya Damar mulai lebih detail mengorek keterangan calon kliennya “Saya ingin anda jawab dengan jujur untuk hal ini” lanjut Damar saat melihat keraguan Mike dalam menjawab pertanyaannya.
“Sudah …” jawab Mike samar “Satu kali dengan klien dari Australia saat saya berdinas kesana .. dan satu kali dengan klien dalam negri .. sekitar .. 7 atau 8 bulan yang lalu ….”
Damar menelisik status kesehatan Mike yang terpampang di HP nya. Medical Check up dilakukan satu minggu lalu dengan hasil yang baik, ditandatangani dan dicap basah sebuah Rumah Sakit ternama di kawasan Bandung. Damar mengangguk angguk. Ia membuka suatu aplikasi di HP nya dan menunjukkannya pada Mike.
“Silahkan anda baca baik baik semua ketentuannya nanti. Saya akan kirimkan dokumennya kepada anda, silahkan di tandatangani dan kirimkan kembali kepada saya. Bila anda sudah menandatangani, saya anggap anda setuju dengan semua persyaratan saya. Anda akan saya hubungi kembali untuk melakukan preliminary meeting dengan Contact Person saya selanjutnya.” jelas Damar panjang lebar, memperhatikan Mike yang terlihat serius membaca setiap detail yang tercantum dalam aplikasi di HP Damar “Ada yang ingin ditanyakan?”
“Harga yang sangat mahal untuk 2 hari Preliminary Meeting dan satu kali stay overnight….” gumam Mike “Tapi mengingat reputasi anda yang sudah saya dengar, saya tidak keberatan”
Damar tersenyum “Kami memang hanya menerima kalangan terbatas. Bisnis kami hanya untuk kalangan atas dengan seleksi ketat …” ujar Damar lagi “Tapi percayalah, anda tidak akan kecewa”
Mike mengangguk, mengembalikan HP kepada Damar dan tersenyum “Segera kirimkan dokumennya Pak, supaya bisa langsung saya tandatangani”
“Jangan lupa mengirimkan itinerary, tanggal yang bisa anda luangkan untuk bertemu dengan Contact Person saya nanti” pesan Damar sebelum menjabat tangan Mike dan membiarkannya pergi.
Dalam ketentuan, bersama Dokumen, Mike akan mengirimkan sejumlah uang yang telah ditentukan oleh Damar untuk seluruh kegiatan Mike bersama Asti nanti. Setelah itu Mike akan membooking resto sesuai pilihan Asti yang akan digunakan untuk lunch dan dinner sesuai tanggal yang telah disepakati. Damar membuka File Mike di HP nya dan mengirimkannya ke alamat email Asti.
“Your next customer ” tulis Damar dan menekan tombol “send” pada laman email miliknya.