Perawatan Wajah Dita

Gubraaaakk…!!!
Bunyi pintu dibanting mengagetkan aku dan istriku yang sedang bertempur di sore yang tenang.
“Huh, ganggu orang aja!” kataku kesal.
“Paling si Dita, Pah.” sahut istriku sambil memakai daster.
Jadi loyo deh si junior, rutukku dalam hati. Untung mertuaku lagi keluar kota jenguk sodaranya yang lagi sakit.
Itulah serba-serbi kehidupan kami di rumah ini. Kami adalah keluarga besar. Semenjak menikahi istriku 2 tahun yang lalu, aku memang numpang di rumah mertua. Di rumah ini ada juga mertua perempuan, janda 50 tahun, adik istriku-Dita, 22 tahun. Sedangkan aku Rudi, 29 tahun, dan istriku Maya, 27 tahun. Ayah mertuaku sendiri sudah meninggal setahun yang lalu. Kami belum dikaruniai anak walaupun sudah 2 tahun menikah. Maklum sama-sama sibuk kerja dan ngejar karir.

 

“Ada apa, Dit? Ribut lagi sama Robby?” tanya istriku. Robby adalah nama tunangan Dita. “Pulang malming kok marah-marah gitu?” lanjut istriku.
“Iya, Mbak. Habisnya si Robby ngeledek terus.” jawab Dita sambil tiduran telungkup di kamarnya yang bersebelahan dengan kamarku.
“Ngatain jerawat lagi?” tebak istriku.
“Iya, Mbak, di depan mamanya lagi. Aku kan jadi kesel!” jawabnya sambil sesunggukkan. “Katanya kok beda sama kakak kamu yang mukanya mulus!” lanjut Dita.
“Hmm, ntar deh Mbak kasih tahu rahasianya!” kata istriku sambil ngelus-ngelus rambut Dita dan matanya menggerling nakal kepadaku. Aku yang berdiri di pintu kamar hanya bisa melongo, sambil horny liat sepasang paha Dita yang pake rok mini berbaring telungkup hingga keliatan CD ungunya.
Sedikit gambaran mengenai Dita: 165cm, 55kg, cup 34B, putih, rambut panjang bergelombang. Sedangkan Maya istriku, 168cm, 50kg, cup 34B, putih, rambut lurus panjang.
“Janji ya, Mbak?” kata Dita manja.
“Iya, nona manis. Jangan ngambek lagi ya?” sahut istriku.
“Kita lagi enak-enakan, jadi keganggu deh. Gagal maning – gagal maning!” kataku sambil ngeloyor ke kamar mandi. Kulihat disudut mata, Maya melotot ke arahku.
Malamnya aku coba pancing-pancing istriku, maklum tadi sore ngegantung. “Tunggu, Pah, si Dita blom tidur tuh!” kata istriku sambil matanya nunjuk Dita yang lagi nonton TV.
“Udah ga tahan ya, mas Rud?” tanya Dita nengok ke arahku sambil senyum-senyum. “Bay de wey, Mbak Maya kan janji mau ngasih tahu rahasia kulit muka Mbak yang halus itu. Soalnya dulu khan Mbak Maya jerawatan juga!” cerocosnya lagi.
“Oooh itu… justru ini juga Mbak Maya mau perawatan muka alias facial!” kata istriku. “Udah deh, kamu tunggu disitu, ntar Mbak bawain obat facialnya. Ayo, mas, aku juga sudah ga tahan?” ia berdiri dan menarik tanganku ke kamar.
“Jangan nguping ya, apalagi ngintip!” kataku ke Dita.
“Sip, Mas!” sahut Dita.
Ga perlu diceritain proses pertempuran kelamin kami. Biasanya menjelang ejakulasi, aku cabut kontolku dan kukocok cepat dan kusembur ke muka istriku (hmm, mungkin ini penyebab kami belum punya anak). Aku sih oke-oke aja selama Maya puas dan akupun puas.
“Pah, tolong panggilin Dita!” kata istriku.
“Hah?! Ga malu emang? Kamu kan belepotan gitu?” tanyaku.
“Udah, cepetan! Biar si Dita tahu obat perawatan muka yang paling manjur!” lanjut istriku.
Aku pun keluar kamar. “Dit! Dita!” bisikku sambil menggoyangkan tubuh mulus Dita. Rupanya ia tertidur di sofa, mungkin kelamaan nunggu kali ya, batinku
Dasar emang si Dita kalo tidur rada susah bangun, ia tetap diam terlelap. Kesempatan nih! bisikku dalam hati. Segera kuelus-elus pahanya yang putih mulus, trus naik ke perutnya, lalu kuremas-remas lembut toketnya, sungguh kenyal dan empuk. Dita menggeliat-geliat.
“Dit! Bangun!” kataku.
Ia menguap. “Dah selesai ya, Mas? Mbak Maya mana?” katanya sambil kucek-kucek mata.
“Tuh, ditunggu Mbak Maya di kam” jawabku.
Dita langsung bangun menuju kamar. Aku berjalan di belakangnya, terlihat CDnya menerawang karena ia cuma pake daster transparan selutut. Busyet! Pantatnya bulet banget, batinku. Tanpa terasa kontolku bangun lagi.
“Oooo… jadi obat facialnya pake ini?” kata Dita sambil mencolek maniku yang meleleh di muka Maya. “Iiihh… lengket!” teriaknya. Istriku cuma tersenyum melihat kegelian adiknya.
“Emang si Bobby ga pernah nyemprot di muka?” tanyaku sambil pelototin toket Dita yang ga kebungkus BH.
“Mas Bobby kalo Dita kocokin, begitu mau keluar langsung ambil tissue.” kata Dita, terus terang.
“Emang kalian sudah pernah ML?” tanyaku lagi.
“Weee, mau tahu aja!” jawab Dita sambil melotot ke arahku yang lagi melototin toketnya.
“Nih, kamu cobain, Dit!” kata istriku. “Yang paling bagus itu yang langsung nyemprot dari ‘alatnya’, soalnya masih panas, jadi langsung kerasa khasiatnya,” kata istriku lagi. “Coba, Pah, keluarin lagi!” ia menoleh kepadaku.
“Hah?!!” kataku kaget. Beneran nih? “Malu ah, ada Dita!” kataku nolak, padahal ngarep banget.
“Sini, Pah, aku kocokin. Ntar kalo mau keluar, nembak di mukanya Dita aja!” istriku bangun sehingga selimutnya melorot, terpampang lah toketnya yang putih bulet dengan puting coklat mancung. Langsung saja ia melorotin boxerku dan muncullah si Junior yang sudah greng.
“Tuh kan, udah bangun! Hayo, kamu ngeliatin siapa?” kata istriku nakal sambil mengurut kontolku.
“Oohh… oohhh… gila kamu, May!” kulihat Dita cuman melongo (kagum kayaknya, ngeliat juniorku yang berukuran 19cm dengan diameter 4cm). Istriku langsung tancap gas, ngemut kontolku sambil tangannya ngelitikin biji pelerku.
“Aahh… ssshh… akhh… okhh… mantap, Mah!” ceracauku. Tanganku langsung beraksi milin putingnya kiri-kanan.
istriku terus mengemut penuh nafsu, akibatnya… “Maaaah… ssshh… aku mau keluaaargh… ahh… ahh…” desahku tertahan.
“Sini, Dit. Ga usah malu!” kata istriku sambil geser ke samping. Tangannya tetep ngocokin kontolku yang sudah siap meletus.
Dita beringsut kehadapanku. Kupegang pundaknya pake tangan kanan, sementara tangan kiriku langsung hinggap di toketnya sebelah kanan. “Akhh… akkhh… aaaaahh… yessssh…”
Croot! Croott! Croott! 3 kali tembakan maniku ke arah muka Dita. Kelihatan Dita kaget, mangap, ga siap, jadinya ada sebagian yang masuk ke mulutnya.
“Iiihh, hueeek!” katanya mau muntah. Dengan sigap, istriku meratakan maniku ke seluruh muka Dita, sementara tanganku masih tetep ngeremes toket Dita, malah udah masuk ke leher dasternya, milin putingnya bergantian kiri dan kanan. Mumpung dia ga nyadar, pikirku.
“Hushh, mas, tangannya nakal!” tegur istriku sambil melotot.
Dita yang nyadar, langsung mundur sambil nyilangin tangannya di dada. ”Ah, Mas kurang aj” teriaknya.
“Uupss… maaf, abisnya kebawa suasana!” kataku membela diri.
“Sekarang kamu tiduran dulu, Dit. Ntar kira-kira sejam atau kalau sudah kerasa kering, baru dicuci pake pembersih wajah!” kata istriku memberi instruksi ke Dita.
Lalu dia menoleh kepadaku. “Udah, Pah. Jangan melotot gitu. Kayak yang ga pernah lihat cewek aja, kita lanjut ronde dua yuk?” bisiknya genit.
“Dimana, Mah? Di sini?” tanyaku.
“Di kamar aku aja, Mbak!” sahut Dita sebelum istriku sempat menjawab.
“Ya udah. Ayo, Mas!” dan di luar dugaan, istriku setuju. Dia lalu bangun dan keluar menuju kamar Dita. Hmm, bakalan lembur nih! Batinku.
***
Seminggu setelah kejadian itu, kulihat ada perubahan pada wajah Dita. Sekarang wajahnya terlihat agak bersih walaupun masih ada sisa-sisa jerawat, tapi hanya kecil-kecil. Ga kayak sebelomnya yang besar-besar mirip bisul.
“Pah, aku ada konsinyasi di Cipanas dua hari, bolehkan?” tanya istriku pas malem kita lagi nonton TV berdua.
“Kapan, Mah?” kataku balik nanya.
“Selasa pagi berangkat, trus pulangnya Rabu pagi. Bolehkan?” tanya istriku lagi.
“Ya boleh dong!” kataku.
“Makasih, Pah. Ntar biar Bik Surti atau mama yang masak,” kata istriku.
“Iya, Rud. Ntar Bik Surti aja yang masak, soalnya besok mama mau ke Bogor ke rumah Om Yanto, dan kayaknya pulangnya malem,” sahut mertuaku nimbrung. Memang aku ini suka ga mau makan kalo bukan masakan istri, kecuali lagi tugas luar.
“No problem!” kataku.
“Mama tidur duluan ya,” kata mertuaku sambil ngeloyor ke kamarnya.
Gak lama, Dita keluar dari kamarnya sehabis pulang kerja dan mandi. Semerbak wangi sabun memenuhi ruangan. Aku langsung terkesiap ngeliat Dita yang pake daster tipis no Bra, seperti biasanya.
“Mau kemana, Mbak?” tanya Dita.
“Konsinyasi dua hari di Cipanas!” sahut istriku.
“Yaa, padahal aku pengen perawatan muka lagi nih,” kata Dita sambil ngelirik ke arahku.
“Kamu minta ke mas Rudi aja. Tapi awas, jangan kelewatan ya!” kata istriku setengah berbisik. Ohh god, aku diem ga bisa ngomong.
“Ok, Mbak. Asal mas Rudinya ga keberatan aja!” sahut Dita sambil menggerling nakal ke arahku.
Ga janji yah, Dit! batinku.
***
Besoknya, aku izin gak masuk kerja, alesannya mau nganter istriku ke Cipanas. Pulangnya, di jalan tol, HPku bunyi, kulihat dari Dita.
“Hallo… dimana, mas?” tanya Dita.
“Masih di tol Jagorawi arah pulang, baru nyampe Cibubur, kenapa?” tanyaku.
“Ntar mampir ke kantorku ya, mas. Aku juga izin kerja setengah hari, alesannya mau anter mama ke Bogor.” sahut Dita di ujung sana.
“OK, non. Tunggu satu jam lagi ya, bye!” kataku sambil menutup telepon. Trus kupacu mobilku ke kantor Dita di Rawamangun. Satu jam kemudian nyampe kantornya, ternyata Dita sudah menunggu di lobby.
“Berangkaaat…” kata Dita saat sudah masuk ke mobilku.
Aku masih diem sambil mikir, “Mau anter mama? Kan mama tadi bareng aku berangkatnya?” tanyaku heran.
“Hihihi… kaget ya? Dita kan pengen facial lagi, Mas!” jawab Dita. “Kalo alesannya nganter mama khan sama boss langsung diizinin, masa alesannya mau facial?” kata Dita lagi.
Pinter juga ni anak, pikirku. “Mau dimana nih?” aku bertanya.
“Di rumah aja, mas. Kan jam segini Bik Surti sudah pulang. Lagian kalo di rumah kan bisa santai,” cerocosnya.
Sepanjang jalan, aku hanya bisa ngelirik Dita yang hari ini pake blazer dan daleman berleher rendah plus rok span selutut. Sexy banget, batinku. Kontol langsung ngaceng abiis.
“Kenapa mas ngelirik terus sih? Xixixi… ada yang bangun tuh!” kata Dita sambil cekikikan menatap tonjolan di selangkanganku. Aku tidak menanggapi godaannya, jalanan lagi macet banget.
Sampe rumah, aku langsung mandi, ganti baju, trus makan. Dita langsung bergabung di meja makan. Yang bikin aku ga konsen makan, Dita saat itu pake daster hitam tipis, kontras sama kulitnya yang putih bersih. No bra, no CD, seperti biasanya. Glek! bikin jakunku turun naek dengan cepat.
Beres makan, aku ke ruang tengah nyalain tv, sedang Dita ke dapur beres-beres. Gak lama, dia muncul trus duduk di sebelahku. Di tangannya ada peralatan perawatan kecantikan.
“Ayo, mas, kita mulai?” ajak Dita.
“Gimana caranya, Dit?” tanyaku bingung. Dulu enak ada istriku, lha sekarang?
“Sekarang mas Rudi ngocok, trus pas mau keluar, arahin ke mukaku!” kata Dita yakin.
“Di sini? Trus?” tanyaku kayak orang bloon.
“Udah deh, cepetan!” katanya ga sabar.
“Tapi…” aku masih ragu-ragu.
“Nih, buat rangsangan, tapi jangan dipegang kayak tempo hari!” kata Dita sambil nurunin tali daster sebelah kanan. Toket putihnya langsung nyembul keluar dengan puting mancung berwarna pink. Semangat 45, segera kubuka celanaku. Si junior langsung on fire. Kukocok perlahan sambil mataku tak lepas dari toket Dita. Irama kocokanku makin lama makin cepat, dan sekitar 15 menit masih belum ada tanda-tanda mau keluar.
“Kenapa, mas? kok lama sih?” tanya Dita.
“Gak tahu, Dit. Butuh rangsangan lebih kali,” jawabku sekenanya.
Dita segera beringsut mendekatiku. Tangannya langsung meraih kontolku. Aakkh… rasanya kayak disetrum. Mataku langsung merem menikmati kocokannya yang ternyata sudah lihai.
“Enak, mas?” tanya Dita sambil ngegelitik pelerku.
“Aaakhhh… enak, Dit. Kamu lihai banget.” desahku.
Slruuup! Hhmmp! Dita mengulum kontolku. Tanganku gak mau kalah, langsung ngeremas-remas susunya yang terbuka. Nafas kami mulai memburu tanda rangsangan meningkat. Kuakui, Dita lihai memainkan lidahnya di titik sensitif. Entah siapa yang memulai, tak lama kami sudah sama-sama bugil. Kepalang tanggung deh, kutarik kontolku dari mulut Dita. Kami berciuman, saling mengait lidah. Ciumanku turun ke leher dan belakang telinganya, lalu ke toketnya. Kumainkan putingnya susu Dita kiri dan kanan.
“Aaakkh… aaakhh… Mas!” desahan nikmat keluar dari mulut Dita.
Akhirnya ciumanku sampe ke memeknya. Langsung kulahap habis klitorisnya. Dita makin kelojotan. Tak henti-henti erangan dan desahan keluar dari mulutnya. “Ooh… aakkh… Maaaassh… aww!”
Erangannya bikin aku makin bersemangat. Gak lama kemudian, Dita teriak-teriak sambil pahanya ngejepit kepalaku dan tangannya ngejambak kepalaku. “Aaaakhh… aaakkh… aku nyampe, Massss!” teriaknya. dia orgasme sambil kelojotan kayak lele kesetrum.
Kuhisap habis cairan yang keluar dari memeknya. Setelah itu kuangkat kepalaku, kulihat Dita merem sambil ngegigit bibirnya. “Gimana, Dit, enak ga?” tanyaku sambil membelai bulatan toketnya.
Dita mengangguk mengiyakan.
”Kamu belom pernah diisep kayak tadi ya?” aku bertanya lagi.
Dita nggak ngejawab, hanya menggelengkan kepalanya.
“Aku masukin yah, Dit? Memek kamu sudah pernah dimasukin sama Bobby kan?” tanyaku sambil mempersiapkan batang kontolku.
Dita hanya mengangguk lemah. “Pelan-pelan ya, mas. Kontol mas Rudi gede banget soalnya.” lanjutnya.
Kulebarkan pahanya, pelan-pelan kuarahkan kontolku ke lubang memeknya. Kudorong pelan, dan… masuk setengahnya. Kubiarkan dulu sambil kukenyot puting susu Dita. Begitu dia sudah mulai bisa menikmati, Bless! langsung kutancap seluruhnya.
”Aaaakhh… Mas! Pelan-pelaaaan…” teriak Dita. Luar biasa cengkraman memeknya. Kontolku serasa diremas-remas di dalem sana. Semakin Dita menggoyangkan pinggulnya, semakin keras remasan yang kurasakan.
Dengan ayunan konstan, mulai kupompa batang kontolku. Desahan dan erangan bersahutan keluar dari mulut kami berdua. Bunyi gesekan kelamin dan beradunya paha membuat suasana ruangan semakin hot. Slep… sleep… plok… plok…
“Maaas… nikmat banget! Aaaaakkhh… aku nyampe lagii…!!!” teriak Dita, orgasme untuk yang kedua kali. Terasa memeknya memilin-milin kontolku.
Kudiamkan beberapa saat sampe Dita tenang. Kemudian kucabut kontolku dan kuminta Dita untuk nungging. Doggy style, gaya favoritku. Pantat Dita yang putih dan semok langsung kuciumi, kujilat sampe ke lobang anusnya.
“Aaakkhh… Mass! Aaaaakkh… geli! Aduh, maaass! Masukin maaassshh…” desah Dita.
Kumasukkan kontolku ke lubang memeknya. Luar biasa sensansinya. Pantat Dita yang bulet, putih dan semok serasa ngejepit dan ngeremes kontolku. Kupacu cepat kontolku. Bunyi pantat Dita yang beradu dengan pahaku dan desahan kami berdua silih berganti bergema.
Plak… plak… plok… plok…!!!
”Aaaaahh… ahhh… aaahh… Dita, memek kamu manteb banget!” ceracauku.
“Aaahh… ooohhh… akkhh… kontol mas juga enak banget!” desah Dita tak mau kalah. “Maaaas… aku mau nyampe lagi… ahhhh… aahhhh…” teriaknya kemudian.
“Mas juga mau keluar, Dit…” kataku.
“Mas, jangaaann… lupaa…” kata Dita sambil menahan desahan. Mengingatkan agar aku nyemprotin mani ke mukanya.
”I-iya, Dit.” terus kugenjot memeknya.
”Maaaass… aku nyampe! Aaaakkkkhhh… nikmaaaat…” teriak Dita sambil ambruk telungkup. Otomatis kontolku terlepas dari memeknya. Kubalikkan tubuh Dita. Kudekatkan kontolku ke mukanya sambil kukocok cepat. Dita hanya bisa merem kelelahan dengan nafas masih ngos-ngosan.
“Aaaakkkhh… Dit!!!” crooot… crooot… croot… crooot.. tembakan air maniku tepat mengenai wajahnya. Gila! sexy banget nih cewek, kataku dalam hati.
Aku langsung ambruk telentang di karpet. Kulihat Dita meratakan maniku ke seluruh wajahnya.
“Dit, maaf yah, kita jadi keterusan ML gini.” kataku. Ada perasaan bersalah kepada Maya, istriku, yang juga adalah kakak kandung Dita.
“Kamu nakal, mas, bikin aku lemes nikmat gini.” kata Dita pelan.
“Kamu gak marah kan, Dit?” tanyaku.
“Nggak, mas, nikmat banget malah. Ntar malem lagi ya, mas?” jawab Dita.
“Tapi Maya gimana?” tanyaku takut.
“Nyantai, mas. Ntar biar Dita yang ngomong ke Mbak Maya.” jawab gadis itu.
Oh, indahnya. Aku gak bisa ngebayangin reaksi istriku jika tahu aku sudah ngentot adik kandungnya. Gimana entar aja lah, kataku dalem hati.
Akhirnya, malemnya kami bermain lagi sampe subuh. Dua kali aku nyemprot mani. Yang pertama ke muka Dita, yang terakhir aku semprotin di dalem memeknya. Untungnya bukan pas masa suburnya. Thx God, aman cuy!