DUNIA IBU TIRI – Kisah Kedua Part 1

 

Skandal antara ibu tiri dan anak tiri seolah sudah menjadi mode di zaman sekarang. Tentu saja tidak semua ibu tiri begitu, banyak juga yang mampu bertahan seumur hidupnya, tetap di dalam garis yang tidak boleh dilanggar. Tapi banyak juga yang tidak mempedulikan norma – norma itu. Lalu terjadilah kemesuman – kemesuman. Inilah kumpulan kisah tentang bermacam – macam ibu tiri menurut pengakuan para pelakunya. Cukup banyak yang sudah menyerahkan catatan pribadinya masing – masing. Sehingga aku bermaksud untuk membuat kumpulan kisah, tentang ibu tiri. Mari kita mulai dari ……
KISAH PERTAMA ​
Part 1 Papa bercerai dengan Mama ketika aku masih kecil, baru berusia 6 tahun. Alasan perceraian itu, karena Mama tidak mau dimadu. Kemudian Mama pulang ke kampungnya. Aku tidak dibawa, karena menurut keputusan pengadilan agama, yang punya hak asuh diriku adalah Papa. Hal itu bisa dimaklumi, karena Mama hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Meski pun Mama anak orang terpandang, tapi Mama tidak punya pekerjaan tetap. Mungkin hal itulah yang membuat hakim memutuskan bahwa hak asuh diriku diberikan kepada Papa. Karena Papa punya pekerjaan tetap, tentunya punya penghasilan tetap juga untuk membiayai keluarganya. Saat itu aku masih kecil. Sehingga aku tidak bisa berbuat apa – apa selain menurut saja pada apa yang Papa katakan. Kalau sudah dewasa, pasti aku ngasih masukan, agar Papa jangan bercerai dengan Mama. Seminggu setelah Mama pulang ke rumah orang tuanya, Papa datang bersama seorang wanita yang masih muda sekali. “Ini ibu barumu Delon. Jadi mulai saat ini kamu harus manggil Mamie sama dia. Ayo cium tangan dulu sama Mamie, “ kata Papa padaku. Sebagai anak yang tak pernah membantah kata – kata ayah, aku menurut saja. Kupegang tangan wanita itu lalu kucium dengan sopan. Ibu baru yang harus dipanggil Mamie itu mengusap – usap rambutku sambil memberikan tiga buah cokelat kegemaranku. Meski agak ragu, kuterima juga ketiga buah cokelat itu sambil mengucapkan terima kasih. Tadinya aku takut kepada ibu tiri yang harus dipanggil Mamie itu. Karena aku sering mendengar cerita tentang jahat dan kejamnya ibu tiri. Ada yang main gebuk pada anak tirinya, ada yang main siram sama air panas dan sebagainya. Bahkan ada yang sampai membinasakan anak tirinya. Tapi ternyata Mamie tidak sejahat yang kuduga. Bahkan sebaliknya, perlakuan Mamie padaku laksana memperlakukan anak kandungnya. Bahkan Mamie pernah berkata, “Kalau kepada murid – murid mamie bisa sayang, masa mamie gak bisa sayang sama anak suami mamie sendiri. “ Mamie memang seorang guru TK, meski usianya baru 20 tahun. Itu memang kuanggap aneh. Karena ketika Papa menikahi Mamie, usia Papa sudah 49 tahun, sementara Mamie baru 20 tahun. Berarti Papa perbedaan usia Papa dengan Mamie itu 29 tahun. Sedangkan Mamie “hanya” lebih tua 14 tahun dariku. Tapi aku harus menganggapnya sebagai ibuku. Sebenarnya anak Papa ada 4 orang termasuk aku sebagai si bungsu. Tapi keempat anak Papa berlainan ibu semua. Anak pertama perempuan, yang biasa kupanggil Ceu Iyeng. Dia sudah menikah, sementara ibunya sudah meninggal pada saat Ceu Iyeng masih kecil. Anak Papa yang kedua laki – laki bernama Yanu. Ibunya juga sudah meninggal beberapa tahun setelah diceraikan oleh Papa. Anak Papa yang ketiga laki – laki lagi, bernama Andi. Dan anak bungsu Papa adalah aku, si Delon ini. Kang Yanu sudah bekerja di luar kota. Kang Andi tinggal bersama ibunya di kampung mereka. Jadi hanya aku yang tinggal bersama Papa, karena Papa sangat sayang padaku sebagai anak bungsunya. Aku merasa nyaman – nyaman saja tinggal bersama Papa dan ibu tiriku yang baik dan terasa sangat menyayangiku. Pada masa itu, aku mulai disekolahkan di SD ketika usiaku baru 5 tahun. Sehingga pada waktu mulai punya ibu tiri, aku sudah duduk di bangku kelas 2 SD. Beda dengan peraturan zaman sekarang, masuk SD harus 7 tahun. Kalau aku, 7 tahun itu sudah kelas 3 SD. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan dan tahun demi tahun berputar dengan cepatnya. Namun tiada kejadian penting yang patut dicatat di sini. Aku hanya ingin mengatakan bahwa Mamie sangat menyayangiku. Bahkan pada waktu aku masih di SD, Mamie sering memandikanku. Supaya aku mengerti cara mandi yang benar, katanya. Tapi setelah usiaku menginjak 11 tahun, Mamie tidak pernah memandikanku lagi. Karena pada usia segitu aku sudah mulai menduduki bangku kelas 1 SMP. Pada waktu aku sudah duduk di bangku kelas 3 SMP, aku masih ingat benar. Pada saat itu aku menderita sakit panas. Sedangkan Papa sedang tugas ke luar kota. Saat itu aku diantar oleh Mamie ke dokter dengan naik becak. Dan sepulangnya dari dokter, aku dipelukin terus oleh Mamie. “Cepat sembuh ya Sayang … jangan bikin mamie kuatir … mana Papa lagi di luar kota pula … “ kata Mamie sambil memeluk dan membelai rambutku. Entah kenapa, dipeluk oleh Mamie dalam perjalanan pulang dari tempat praktek dokter itu, rasanya nyaman sekali. Padahal saat itu aku baru berusia 13 tahun. Tapi aku sudah bisa membedakan nyamannya dipeluk sama Papa dan dipeluk sama Mamie. Apakah ini pertanda bahwa aku sudah mulai akil balig meski usiaku baru 13 tahun ? Entahlah. Yang jelas malam itu Mamie tidur di kamarku. Mendekapku dengan penuh kelembutan. Handuk kecil yang direndam di air dingin, lalu diperas dan diletakkan di dahiku, tiap sebentar di rendam dan diperas. Harus dikompres supaya panasnya cepat turun, katanya. Begitulah telatennya Mamie merawatku yang sedang sakit. Sehingga aku berkesimpulan bahwa Mamie itu lembut dan murah hati. Namun di balik itu semua, aku justru mulai menilai – nilai sosok ibu tiriku itu dari sudut lain. Bahwa Mamie itu cantik … cantik sekali. Tapi pada waktu aku masih kecil, aku tak terl;alu memperhatikan kecantikannya. Aku hanya merasa bahwa Mamie itu lembut dan murah hati. Kalau aku membutuhkan sesuatu, aku selalu memintanya kepada Mamie. Dan selalu saja Mamie mengabulkannya. Namun tentu saja keinginanku itu yang wajar semua. Sebenarnya aku anak yang baik. Tapi teman – temanku pada umumnya lebih tua dariku. Bahkan ada yang sudah dewasa, karena aku punya hobby main tenis meja. Bahkan ikut klub yang anggotanya sudah bujang – bujang, ada pula yang sudah punya istri atau suami. Salah satu teman main tenis meja adalah Bang Alex. Kalau sedang duduk menunggu teman yang sedang main tenis meja, Bang Alex sering membahas masalah ibu tiriku. “Ibu tirimu cantik ya Lon, “ kata Bang Alex pada suatu saat. Aku cuma menjawab dengan senyum. “Pernah ngintip ibu tirimu waktu mandi ?” tanyanya. “Gak pernah, “ sahutku. “Intip dong … biar tau seperti apa bentuk tubuh ibu tirimu waktu telanjang. “ “Gak mau ah. Takut ketahuan. Bisa dipukul Papa nanti. “ Saat itu aku menganggap “anjuran” Alex itu gak baik. Tapi sepulangnya main tenis meja, pada waktu sedang mandi, aku jadi kepikiran juga oleh hasutan Alex itu. Berhari – hari aku memikirkan hal itu. Memikirkan bagaimana caranya ngintip Mamie waktu mandi. Aku tahu bahwa satu – satunya celah untuk mengintip itu adalah dari lubang ventilasi kamar mandi Mamie yang cukup tinggi, sehingga aku harus memakai tangga agar bisa mencapai lubang ventilasi itu. Maka di luar rumah, aku pun memindahkan tangga dari dekat pagar ke dinding belakang rumah, persis di bawah lubang ventilasi kamar mandi Mamie yang mau dipakai ngintip itu. Lalu kutunggu saat yang tepat untuk melaksanakan niat tersembunyi ini. Sampai pada suatu hari, ketika Papa sedang tugas dari kantornya, untuk memeriksa keuangan cabang perusahaan di luar kota, pagi – pagi sekali aku sudah bangun. Karena aku sudah hafal, biasanya Mamie mandi jam segitu. Aku langsung ke luar rumah, mengangkat tangga itu perlahan – lahan dan meletakkannya secara hati – hati di bawah lubang ventilasi yang letaknya lumayan tinggi itu. Terdengar bunyi air shower memancar. Berarti Mamie sudah mulai mandi. Aku pun menaiki tangga alumunium itu dengan hati – hati, jangan sampai menimbulkan bunyi. Aku berhasil. Aku bisa melihat Mamie yang benar – benar sedang telanjang, sedang membasahi badannya dengan pancaran air shower. Inilah untuk pertama kalinya aku melihat wanita telanjang. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi pada diriku saat itu. Yang jelas aku mulai membayangkan bagaimana kalau aku dikasih kesempatan memegang payudara Mamie atau memegang memeknya yang berjembut lebat menghitam itu … ! Namun ketika Mamie sedang menyabuni memeknya, Mamie melihat ke arah lubang ventilasi yang sedang kupakai ngintip ini. Mamie terkejut dan menjerit, “Aaaaaaaaaaawwwwww …. !!! ” Aku pun kaget. Dan cepat turun dari tangga. Lalu bergegas masuk ke dalam rumah, masuk ke dalam kamarku dengan jantung berdegup kencang. Pasti Mamie akan memarahiku nanti. Aku mau pasrah saja. Dipukuli oleh Mami pun aku akan pasrah saja. Beberapa saat kemudian Mamie yang sudah berdandan untuk berangkat mengajar, Mamie membuka pintu kamarku. “Apa yang kamu lakukan tadi Lon ? ” tanya Mamie dengan pandangan tajam, lain dari biasanya. “Aku bersalah. Maafkan aku Mamie, “ sahutku sambil menunduk. “Kamu belum waktunya melihat perempuan telanjang. Sekarang umurmu baru tigabelas kan ?” “Iya Mamie. Aku salah. “ “Kalau sekali lagi kamu ngintip mamie sedang mandi seperti tadi, mamie akan melaporkannya pada Papa. “ “Aku berjanji takkan mengulanginya Mam, “ kataku sambil tetap menunduk. Tak berani beradu pandang dengan Mamie. “Janji ya, “ kata Mamie sambil mengusap – usap rambutku. “Iya … aku janji. “ “Perbuatanmu tadi, bisa merusak ahlakmu sendiri Lon. Karena belum saatnya kamu melihat wanita telanjang. Nanti, kalau kamu sudah dewasa, baru boleh melihatnya. “ “Iya Mam. Aku terima salah. “ “Mamie tau kamu itu anak baik. Makanya kalau bergaul, jangan dengan anak yang jauh lebih tua. Apalagi dengan lelaki dewasa. Nanti kamu bisa diracuni oleh hasutan yang gak bener. “ “Iya Mamie, “ sahutku dengan perasaan bingung. Soalnya di sekolah pun aku selalu jadi anak paling kecil, paling muda usianya. Apalagi di klub tenis meja, hanya aku anggota yang baru berusia baru 13 tahun. Yang lainnya 17 tahun ke atas. Tapi aku selalu diajak aktif, karena pada waktu diadakan kompetisi berhadiah di klubku, aku berhasil menggondol medali juara kedua. Karena itu kalau sedang dilaksanakan pertandingan persahabatan dengan klub lain, aku selalu diajak serta. Peristiwa itu membuatku kapok. Tak mau lagi mengintip Mamie mandi. Takut ketahuan lagi dan dilaporkan kepada Papa. Tapi diam – diam aku selalu membayangkan Mamie seperti yang pernah kulihat lewat lubang ventilasi itu. Bahkan pada suatu malam aku bermimpi kedatangan Mamie. Dan mengajakku begituan. Lalu keesokan paginya celanaku basah … ! Aku malu sendiri dengan hal ini. Kenapa aku bermimpi wikwik dengan Mamie ? Bukankah usiaku belum dewasa ? Untuk menghindari mimpi yang begitu lagi, aku jadi suka baca doa dulu sebelum tidur. Agar setan tidak menggodaku pada saat aku sedang tidur. Dan mimpi seperti itu tidak pernah datang lagi. Sehingga aku bisa tenang menghadapi sekolahku. Setelah duduk di SMA, aku berusaha mendekati cewek yang sekelas denganku. Tapi aku memang selalu termuda di kelasku. Sehingga cewek – cewek selalu menganggapku anak kecil. Belum waktunya mendekati cewek mana pun. Tahun demi tahun pun berganti. Tanpa terasa usiaku hampir 18 tahun. Dan sudah menjadi mahasiswa semester tiga. Dengan sendirinya usia Papa dan Mamie pun sudah bertambah. Mamie sudah 32 tahun, Papa sudah berusia 61 tahun. Tapi Papa masih tetap aktif bekerja di sebuah perusahaan swasta. Kalau jadi pegawai negeri pasti Papa sudah harus pensiun. Mamie pun tetap mengajar di TK. Aku kagum pada Papa. Karena berhasil mendapatkan Mamie yang berdarah campuran indo belanda itu. Dalam usia yang 29 tahun lebih muda pula. Entah bagaimana cara Papa untuk mendapatkan Mamie yang muda cemerlang itu. Satu hal yang aku belum tahu, kenapa Mamie tidak pernah hamil – hamil juga ? Apakah Mamie mandul atau sperma Papa yang sudah lemah ? Entahlah. Yang jelas, perasaan kagumku pada Mamie tetap kusimpan di dalam hati. Karena masih trauma waktu kepergok mengintip Mamie mandi itu. Maka aku bersikap sebaik mungkin kepada Mamie. Sikap baik seorang anak kepada ibunya. Bukan sikap lelaki muda kepada wanita. Sampai pada suatu pagi, ketika Papa sudah berangkat ke kantor, ketika aku sedang berdandan dan siap – siap untuk pergi kuliah, Mamie muncul di dalam kamarku yang pentunya terbuka. Sambil tersenyum Mamie menjabat tanganku, “Selamat ulang tahun yang ke delapanbelas ya Delon Sayang … semoga kamu panjang umur dan menjadi orang sukses di masa depan. “ “Terimakasih Mamie, “ sahutku dengan perasaan haru. Karena ternyata Mamie ingat bahwa hari ini aku genap berusia 18 tahun. “Pengen dikasih hadiah apa ? Mau motor gede ?” tanya Mamie sambil mengusap – usap rambutku yang sudah tersisir rapi. “Nggak Mam. Aku gak pengen dikasih hadiah barang. Aku cuma ingin nagih janji Mamie lima tahun yang lalu … saat aku baru berusia tigabelas tahun. “ “Memangnya mamie pernah ngejanjiin apa ?” tanya Mamie sambil mengerutkan pangkal hidung mancungnya. “Aku masih ingat benar. Pada saat itu Mamie bilang, Perbuatanmu tadi, bisa merusak jiwamu sendiri Lon. Karena belum saatnya kamu melihat wanita telanjang. Nanti, kalau kamu sudah dewasa, baru boleh melihatnya. Betul kan Mamie pernah bilang gitu ? Hari ini aku sudah dewasa Mam. ” Mamie terhenyak. Menatapku sesaat. Lalu menjawab, “Iya benar. Pada waktu itu mamie bicara begitu, dengan maksud melihat pacarmu telanjang. Bukannya mamie sendiri yang akan telanjang di depan matamu Sayang. “ “Aku kan belum pernah punya pacar, sampai detik ini pun gak punya pacar, “ sahutku sambil menundukkan kepala. “Lho … Vivi itu pacarmu kan ?” tanya Mamie sambil memegang kedua bahuku. “Bukan. Vivi cuma teman kuliah. Teman biasa. Bukan pacarku. Kalau Mamie gak percaya, silakan aja tanya sama Vivi kalau dia lagi bertamu. “ “Kirain Vivi itu pacarmu. “ “Bukan Mamie. Vivi memang udah punya pacar, tapi bukan aku pacarnya, “ sahutku, “Kalau aku boleh jujur … aku … aku sudah telanjur suka sama Mamie. Karena itulah, di dunia ini tiada perempuan yang menarik hatiku, kecuali Mamie seorang. “ Mamie tersentak. Lalu tercenung. Dan akhirnya berkata, “Mamie kan punya Papa. Memangnya tega kamu mencuri mamie dari Papa ?” “Aku memang selalu salah. Maafkan aku ya Mamie. Aku salah. “ “Salah juga nggak. Mmm … kamu mau pulang jam berapa nanti ?” “Sore … menjelang malam Mam. Kuliahku banyak hari ini. “ “Mamie juga harus segera berangkat. Karena sebentar lagi ada rapat guru di sekolah. Nanti aja kalau kamu udah pulang kuliah, kita bahas lagi ya. “ Mamie mengepit kedua belah pipiku dengan sepasang telapak tangannya. Lalu mencium bibirku dengan hangatnya. Membuatku terlena sesaat, karena ini adalah ciuman bibirnya dengan bibirku. Ini untuk pertama kalinya Mamie mencium bibirku. Biasanya hanya cipika cipiki saja. Maka aku pun menyambutnya dengan mendekap pinggang Mamie dan giliran aku yang memagut bibirnya ke dalam ciuman hangat. Kemudian aku berkata, “Mamie … aku sayang Mamie … sayang sekali … “ “Mamie juga sayang kamu, “ kata Mamie sambil ngucek – ngucek rambutku sampai acak – acakan. “Jadi beneran nih gak ada request untuk hadiah ulang tahunmu ?” “Beneran Mamie. Aku tak ingin apa – apa kecuali yang satu itu aja. “ “Nantilah mamie pikirin dulu di sekolah, “ kata Mamie yang lalu berangkat ke TK tempat dia mengajar. Sesaat kemudian aku pun berangkat ke kampus. Di kampus, terawanganku tentang Mamie menggelayutiku terus. Aku tak mau jadi manusia hypokrit. Sesungguhnyalah sejak masih di SMA, aku sudah mengidolakan Mamie di dalam hatiku. Tapi aku tak pernah curhat kepada siapa pun Hari itu aku lebih banyak ngelamun di kampus. Sehingga dosen ada yang negur aku, karena pertanyaannya tidak kujawab. Tapi seperti biasa, aku minta maaf dan bilang bahwa aku sedang kurang enak badan. Sehingga sang dosen pun memaafkan aku. Jam 5 sore aku baru meninggalkan kampus. Dan langsung pulang karena ada janji dengan Mamie. Janji akan “membahas” masalah yang satu itu lagi. Mudah – mudahan saja Papa belum pulang dari kantornya. Karena kalau Papa sudah ada di rumah, pasti aku mati kutu. Takkan berani meminta apa pun kepada Mamie. Apalagi meminta yang satu itu. Tapi setibanya di rumah, kulihat Mamie menyambutku dengan senyum. “Tau kenapa mamie ingin membahasnya sore ini ?” “Nggak tau. Memangnya kenapa Mam ?” “Dua jam yang lalu Papa terbang ke Batam, untuk menunaikan tugas dari kantornya. “ “Mau lama Papa di Batamnya ?” “Katanya sih sekitar tiga atau empat hari. “ “Asyiiik … “ Mamie yang saat itu mengenakan daster hitam, mencubit pipiku sambil bertanya, “Kenapa kamu kelihatan seneng banget dengar Papa akan berada di Batam selama tiga atau empat hari ? “ “Karena aku juga libur kuliah selama tiga hari. Jadi … yahhhh … mau ngomong apa ya ? Pokoknya seneng aja, “ sahutku. “Seneng karena di rumah ini hanya ada kita berdua, gitu ?” “Iya Mam. Tapi dari pagi sampai siang Mamie kan harus ngajar. Pada saat itu aku sendirian aja di rumah. “ “Mandi dulu gih sana. Biar bersih keringat dan debunya. “ “Siap Mam. Aku mau mandi dulu ya. “ “Iya. Apa perlu dimandiin seperti waktu masih kecil dahulu ?” “Maaauuuu … “ sahutku spontan. Tapi Mamie cuma ketawa cekikikan. Lalu memberi isyarat dengan tangannya, agar aku cepat masuk ke kamarku. Cepat masuk ke kamar mandiku. Aku pun cepat masuk ke dalam kamar. Meletakkan diktat kuliah di atas meja tulisku. Lalu masuk ke dalam kamar mandiku yang bersatu dengan kamar tidurku. Waktu mandi, entah kenapa kontolku jadi ngaceng terus. Padahal aku tidak memikirkan yang bukan – bukan. Aku hanya membayangkan seandainya diijinkan mencium bibir Mamie saja, sudah cukup bagiku. Selesai mandi kukenakan celana training hitam dan baju kaus hitam pula. Lalu aku keluar dari kamar, menghampiri Mamie yang sedang nonton video anak – anak. Mamie terbiasa nonton video anak – anak, untuk bahan keesokan harinya. Menurut keterangan Mamie, murid – muridnya paling senang kalau Mamie menuturkan cerita anak – anak. Karena itu Mamie selalu mencari buku atau video anak – anak. “Kalau udah mandi mah keliatan gantengnya, “ kata Mamie ketika aku menghampirinya dan duduk di sebelah kanannya, di atas sofa yang biasa Mamie duduki waktu nonbton televisi atau video. “Mamie juga cantik sekali kalau udah mandi, “ sahutku untuk mengimbangi. “Memangnya mamie cantik sekali di matamu ?” tanya Mamie sambil menepuk lututku. “Iya. Di mataku, Mamie paling cantik di dunia. “ “Lebay kamu. Eh … kalau mau makan udah mamie siapkan tuh di meja makan. “ “Masih kenyang Mam. Tadi makan di kantin kampus. “ “Mamie juga udah makan sebelum kamu datang tadi. “ “Aku biasanya tengah malam suka lapar. Suka menggeledah lemari makan. “ “Iya. Tapi makan tengah malam itu jangan dibiasakan. Nanti kamu bisa overweight. “ “Iya sih, “ sahutku. Mamie bergeser duduknya, merapat ke sisi kiriku. “Sekarang jujurlah sama mamie. Sebenarnya apa yang kamu inginkan dari mamie ?” “Ingin melihat tubuh Mamie sekujurnya, “ sahutku menegarkan diri. “Waktu kamu masih ABG kan pernah ngintip mamie mandi. Masih ingat kan ?” “Waktu itu aku disuruh sama teman grup tenis meja … dia udah dewasa. Jadi kenakalanku saat itu bukan datang dari keinginanku sendiri. Tapi jujur Mam … sejak saat itu aku jadi sering membayangkan Mamie. Bahkan pada suatu saat aku mimpi begituan sama Mamie … sampai basah celanaku. “ “Ohya ?! Kasian anak mamie … sampai segitunya kamu mendambakan mamie ya. “ “Iya Mam, jujur aja … aku selalu mendambakan Mamie. Tapi aku juga sadar bahwa yang kudambakan itu milik Papa … makanya aku selalu bersikap biasa – biasa saja. Padahal di dalam batinku … selalu membayangkan Mamie, di mana pun aku berada. Itu pula sebabnya aku belum pernah punyapacar sampai sekarang. Karena cewek mana pun tidak ada yang semenarik Mamie. “ “Tapi kamu pernah merasakan tubuh perempuan kan ?” tanya Mamie sambil mengusap – usap rambutku. “Maksud Mamie … hubungan seks begitu ?” “Iya, “ Mamie mengangguk, “ Sudah pernah kan merasakan hubungan seks dengan perempuan ?” “Aku sama sekali belum pernah menyetubuhi perempuan Mam. Disumpah apa pun aku mau.” “Jadi sampai sekarang kamu masih perjaka tingting ?” “Iya. Soalnya aku punya khayalan … perjakaku hanya untuk Mamie. “ “Wow … serius Lon ?” cetus Mamie sambil memasukkan tangannya ke balik celana trainingku yang elastis di bagian perutku. “Se … serius .. Mam … “ ucapku tergagap, karena Mamie sudah memegang kontolku. Sehingga dalam tempo sekejap kontolku ini langsung tegang. “Penismu gede banget Lon. Jauh lebih gede daripada penis Papa, “ kata Mamie sambil meremas – remas kontolku perlahan. “Masa sih Mam ?! Aku belum pernah lihat penis papa sih. “ “Terus … kalau mamie sudah telanjang, mau diapain sama kamu ?” “Semuanya harus seijin Mamie. Jadi … aku mau ikuti aja apa yang terbaik menurut Mamie nanti. “ “Sekarang mamie mau perlihatkan apa yang pengen kamu lihat. Tapi satu macam aja. Coba mamie pengen tau, apa yang kamu ingin lihat sekarang ?” tanya Mamie sambil mengeluarkan tangannya dari balik celana training hitamku. Dengan ragu aku menjawab, “Aku … aku pengen lihat yang di bawah perut Mamie itu … yang rambutnya lebat itu … “ “Hihihiiii … kamu masih ingat terus waktu ngintip mamie mandi mmm … lima tahun yang lalu kan ?” “Iya Mamie. “ “Sekarang sudah berubah Lon … jembut mamie sudah digunting rapi. Nih lihat, “ kata Mamie sambil menyingkapkan daster hitamnya. Ternyata Mamie tidak mengenakan celana dalam. Sehingga setelah dasternya disingkapkan … aku bisa melihat memek Mamie yang tidak ditutupi jembut lebatnya lagi. Jembutnya hanya dibiarkan tumbuh di atas memeknya, sementara memeknya sendiri bersih dari jembut. Tidak seperti 5 tahun yang lalu, ketika jembut klebatg Mamie menutupi sekujur permukaan memeknya. “Malah jadi semakin indah bentuknya Mam. Bo … boleh aku megang ?” tanyaku sambil mendekatkan tanganku ke memek Mamie yang jembutnya hanya dibiarkan tumbuh di atas kelentitnya itu. “Harusnya gak boleh. Tapi karena mamie sayang kamu, peganglah … “ sahut Mamie sambil merenggangkan jarak di antara kedua pahanya yang putih mulus. Dengan tangan gemetaran, aku menjamah memek Mamie yang jadi plontos itu. “DIgunting rapi begini malah jadi semakin indah Mam, “ ucapku sambil mengusap – usap permukaan memek Mamie. “Papa yang nyuruh dicukur bagian bawahnya, karena Papa seneng jilatin memek Mamie. Biar giginya jangan nyangkut di jembut, lalu tertelan nanti … hihihiii … emangnya kamu seneng yang berjembut seperti dahulu ?” “Menurutku malah lebihb cantik digunting rapi begini jembutnya Mam. Bikin aku semakin ingin … ingin menjilatinya … seperti di film – film bokep. “ “Nah ketahuan … kamu sering nonton bokep ya ?” “Sering sih nggak Mam. “ “Sering juga gak apa – apa. Sekarang kamu kan udah dewasa. Ayo di kamarmu aja Lon. Biar lebih bebas. “ “Iya Mam. “ Lalu kami sama – sama berdiri dan melangkah ke arah kamarku. Sambil menggandeng pinggangku, Mamie berkata, “Memang sama kontol segede punya kamu sih harus dijilatin dulu. Kalau nggak bisa kesakitan mamie nanti. “ “Hehehe … iya Mam. Memangnya nanti bakal dimasukin ke dalam mmm … mmm … memek Mamie ?” “Kita lihat aja nanti, “ sahut Mamie setelah berada di dalam kamarku. Mamie menutupkan kembali pintu kamarku, sekaligus menguncinya. Di samping bedku, Mamie memegang sepasang bahuku sambil berkata, “Sebenarnya kita tak boleh melakukan ini. Tapi karena mamie sayang kamu, mamie akan mengikuti apa yang kamu inginkan. Syaratnya … jangan sampai Papa tau ya. “ “Tentu aja Mam. Kalau ketahuan Papa, bisa diusir aku dari rumah ini nanti. “ “Amit – amit. Jangan sampai hal itu terjadi ya Delon Sayang, “ kata Mamie sambil melingkarkan lengannya di leherku. Lalu mencium bibirku dengan mesranya. Lalu Mamie menanggalkan daster hitamnya. Ternyata Mamie tidak mengenakan beha mau pun celana dalam. Sehingga setelah dasternya dilepaskan, Mamie langsung telanjang bulat di depan mataku. Ya … tubuh yang kudambakan sejak masih kecil itu sudah tak tertutup sehelai benang pun kini. Tubuh yang serba proporsional. Tidak kurus, tapi juga tidak gendut. Dengan sepasang toket dan bokong berukuran sedang. Semua itu membuatku degdegan. Serasa bermimpi, bahwa kini Mamie sudah telanjang, dengan sikap “mengundang”. “Sudah lama kamu ingin melihat mamie telanjang kan ?” tanya Mamie sambil menelentang di atas bedku. “Jujur … aku memang sudah bertahun – tahun mengimpikannya Mam … oooh … Mamie sangat menggiurkan gini … “ ucapku sambil mengusap – usap perut Mamie, payudara Mamie, leher Mamie … “Kamu juga harus telanjang kayak mamie dong. Biar fair, “ kata Mamie. “Iya Mam, “ sahutku sambil melepaskan baju kaus dan celana training serba hitamku. Setelah telanjang bulat, aku merayap ke atas perut Mamie. Dengan sikap masih canggung. Tapi Mamie menyambutku dengan rangkulan, lalu menggumuliku dengan hangatnya. Terkadang aku berada di bawah dan Mamie di atas. Terkadang aku berada di atas dan Mamie di bawah. Aku pun tak canggung lagi untuk mencium dan melumat bibir Mamie, yang selalu Mamie balas dengan lumatan hangat pula. Aku sudah banyak nonton bokep dan membaca buku pengetahuan tentang sex. Karena itu, ketika aku sudah puas menyelomoti pentil toket Mamie, aku langsung melorot turun dan mulai mengusap – usap memek Mamie yang sangat menggiurkan ini. Lalu dengan penuh gairah kungangakan mulut memek Mamie dan mulai menjilatinya. Mamie cuma mengusap – usap rambutku yang berada di bawah perutnya. Namun ketika aku mulai menjilati kelentitnya, Mamie pun mulai meremas – remas rambutku, bukan sekadar mengusap – usapnya lagi. Sementara desahan dan rintihannya pun mulai terdengar. “Ooooo …. oooooh … Deloooonnn … oooooohhhh … Delooooon … oooooh … jilatin terus itil mamie Looon … ooooooohhhhh … kamu langsung pandai gini Looon … enak sekaliiiii … jilatin terus itil mamie Loooon …. “ Mendengar desahan dan rintihan Mamie itu, aku pun jadi sangat bersemangat untuk menjilati kelentit Mamie. Terkadang juga kelentit Mamie kusedot – sedot sekuatnya, sampai bentuknya jadi agak ‘mancung” alias menonjol ke luar. Mamie pun merintih – rintih lagi. Sampai akhirnya beliau berkata dengan nada memohon, “Ooooooooohhh … suuu … suuudaaaah Looon … masukin aja kontolmu. Nanti keburu becek … “ Meski masih asyik menjilati kelentit Mamie, kuikuti saja keinginan ibu tiriku yang tampak sudah horny berat itu. Lalu aku berlutut di antara sepasang paha Mamie yang sudah dipentang lebar, sambil meletakkan moncong kontolku di mulut memek ibu tiriku. Mamie pun memegangi leher kontolku, lalu mencolek – colekkan moncongnya ke mulut memeknya yang memang sudah basah itu. Mungkin agar arahnya jangan salah. Sampai akhirnya Mamie memberi isyarat agar aku mendorong kontolku. Aku pun mengikuti isyarat itu. Mendesakkan kontolku sekuat mungkin, sampai membenam sedikit demi sedikit. Mamie menarik kedua lenganku, sehingga dadaku terhempas ke sepasang toketnya yang kenyal dan hangat itu. “Mam … oooooh … ini sesuatu yang luar biasa bagiku. Karena impianku mulai jadi kenyataan …. terima kasih Mam … Mamie baik sekali padaku … “ kataku. “Mamie memang sayang padamu Lon. Tapi kalau Papa sedang ada di rumah, kita harus bersikap seperti biasa saja. Jangan bersikap yang bisa memancing kecurigaan Papa ya. “ “Iya Mam. “ Mama menepuk bahuku sambil berkata, “Ayo entotin … tapi jangan sampai terlepas ya … “ Aku mengangguk. Dan mulai mengayun kontolku perlahan – lahan. “Kamu beneran baru sekali ini merasakannya ?” tanya Mamie sambil memelukku. “Iiii … iya Mam … dan … ooooooghhh … memek Mamie ternyata enak sekali … “ sahutku tanpa menghentikan entotanku yang masih pelan – pelan.

Thread Ketika Birahi Berdesir dan Pejantan Perkasa belum bisa dilanjutkan.

Karena flashdisk dasar kedua cerita itu sudah berhari – hari dicari dan tidak ditemukan.

Mungkin terselap – selip entah di mana.

Maka sambil menunggu ditemukannya kembali flashdisk dasar itu, nubie hidangkan sebuah thread baru, DUNIA IBU TIRI ini. Semoga bisa menghibur suhu yang sedang menunggu update Pejantan Perkasa dan Ketika Birahi Berdesir.

Mohon maaf yang sebesar – besarnya.