Jatagimbal – jatagini

Pada suatu ketika hiduplah seorang Raja Raksasa ditengah hutan. Raja Jatagimbal namanya, Raja Keraton Selamangleng. Dia menguasai dari daerah Gowasiluman hingga ke perbatasan daerah Madukara. Disana dia tinggal bersama rakyatnya para raksasa. Jatagimbal memiliki seorang adik perempuan bernama Jatagini. Wujudnya pun tak jauh berbeda dengan kakaknya yang berupa raksasa. Untuk memperoleh kedigdayaan mereka melakukan tapa brata di tengah hutan. Alhasil mereka memperoleh kekuatan dan kesaktian lebih. Akibatnya kedua kakak beradik itu menjadi raksasa yang kejam dan haus darah. “Duhai adik ku Jatagini mengapa wajah mu murung?”, tanya Jatagimbal. “Aku sedang bimbang dan ragu kakang”, “Apa masalahmu, ada yang kau inginkan?”, “Kakang, beberapa hari yang lalu aku berjalan menyusuri sungai yang berbatasan dengan kerjaan Madukara. Disana aku melihat pria tampan dan gagah. Ternyata itu Raden Arjuna kakang”, “Hahaha jadi awak mu naksir anak Pandu itu?”, “Iya kakang”, “Arjuna mempunyai istri yang cantik jelita, Subadra namanya, aku ingin mempersunting dirinya”, “Benar kakang, negara ini butuh seorang pemimpin raksasa yang kuat dan cerdas, pasti Subadra cocok dengan kakang”, jelas Jatagini. “Kalau begitu aku mau mikir dulu, ambilkan aku Jambangan emas milik ku, aku mau menyusun rencana”. Jatagini mengambilkan jambangan sakti milik kakangnya. Dari situ dia dapat melihat apa saja yang terjadi di Madukara. Dia kemudian mendapatkan ide untuk melaksanakan niat jahatnya. “Jatagini, kemarilah”, panggil Jatagimbal. “Iya kakang”, “Hahahahahahaha Aku punya ide untuk melaksanakan niat kita, lusa ada perjamuan makan di Madukara. Kita menyamar untuk masuk kedalam sana”. “Lalu bagaimana kakang?”, Jatagini nampak kegirangan. “Jadi besok setelah kita masuk kesana segera mungkin kita berubah wujud. Aku menjadi Arjuna dan kamu menjadi Subadra, ahahahhahahaha”. “Bagaimana lagi kakang”, “Hahahahhaha sabar adik ku, jadi nanti kalau kamu sudah berubah jadi Subadra segera mungkin kamu temui Arjuna kamu beri guna-guna lalu bawa dia ke hutan kita, sehingga kamu bisa memilikinya”. “Iya kakang, iyaa”, Jatagini makin girang. “Kang nanti kalau kita disana bagaimana cara membedakan Arjuna yang asli dengan kakang Prabu?”, tanya Jatagini lagi. “Hahahahahaha gampang adik ku, engkau cukup melihat keris ku, jika ujung keris miring ke kiri itu adalah aku”. Keduanya nampak senang dengan rencana itu. Mereka yakin rencana itu akan berhasil sesuai harapan mereka. Hari yang ditentukan telah tiba, menjelang malam mereka segera datang ke Madukara. Sudah hadir disana keluarga dari Pandawa, Kresna, dan juga satria-satria yang jadi sahabat Arjuna. Jatagimbal dan Jatagini langsung berubah wujud sesuai rencana mereka. Ketika melihat Arjuna yang asli lewat segeralah Jatagimbal meniupkan racun hingga membuat Arjuna asli itu tertidur. Sehingga nanti adiknya Jatagini dapat mudah membawanya. Setelah cukup lama menanti akhirnya Arjuna palsu alias Jatagimbal melihat Subadra. Dia sungguh anggun dan molek tubuhnya. Dari ujung kepala hingga ujung kaki tak ada cacatnya. Jatagimbal pun langsung menemuinya. “Adinda Subadra dari mana saja mengapa baru muncul”, tanya Arjuna jadi-jadian itu. “Saya kakang Arjuna, saya baru saja dari dalam menemui para undangan”, “Aku ingin menunjukkan sesuatu untuk mu”, “Apa itu kakang Arjuna?”, tanya Subadra. “Pejamkanlah mata mu istri ku”. Dalam sekejab mata Jatagimbal sudah berhasil membawa Subadra jauh kedalam hutan tepat ditepi aliran sungai. “Buka mata mu Subadra”, perintah Arjuna palsu itu. “Aahh indah sekali kakang, air sungai yang jernih dengan pantulan cahaya purnama”, “Iya adinda, kemarilah”, Jatagimbal langsung memeluk Subadra dan menciumnya dengan penuh nafsu. Bibir Subadra dilumatnya ganas. “Ohh kakanggg Arjunaaaa”, desah Subadra kala di rangsang Jatagimbal. Jatagimbal pun melucuti pakaian Subadra dan pakaiannya sendiri. Tubuh telanjang mereka bergumul diatas batu bermandikan cahaya sang bulan. Dua orang insan itu benar-benar di mabuk asmara. Entah raksasa entah satria, jika sedang nafsu pastilah sama. Setelah puas melahap bibir Subadra, Jatagimbal pun beralih ke payudara. Kedua bukit kembar nan ranum dan dihiasi puting yang kecoklatan, tak satu orang pria pun yang dapat menolaknya. “Happ sruuuuupptt sruuuuppppttt sruuuuppppptttt aahhhhhhhhhh”, Jatagimbal menyusu dengan sangat kuat. “Pelannn kakanggg hmmffttt”, Subadra hanya sanggup mengerang keenakan kedua bukit kembarnya disantap habis-habisan. “Susumu enak sekali Subadra, sangat enakkk, sekarang aku mau mencicipi gowa garba mu”, kata Jatagimbal menuju liang peranakan Subadra. “Aaahhhh kakanggg lidah muuhhhh”, desah subadra. “Sruuuuppppttt sruuuuppptttt sruuuupppppptttttt aaaa”, Jatagimbal menikmati tiap sisi dari liang rahim Subadra. “Kakangg uhhhhh”, desah Subadra. Belum lama setelah lobangnya digarap Jatagimbal, Subadra mengambil posisi jongkok lalu mengulum batang kejantanan si Arjuna palsu itu. Penis besar dengan kepala mirip jamur dan urat-urat sebesar cacing tanah. “Ooohhhh kamu pintar sekali Subadra, auuuuhhhh nikmati kontol ku”, puji Jatagimbal saat penisnya berada dalam mulut Subadra. Jatagimbal yang sudah diburu nafsu segera menindih tubuh Subadra lalu menusukkan batangnya ke gowa garba milik Subadra. Batang besar itu susah payah menembus lobang peranakan Subadra. Setelah masuk, mengalirlah darah dari lobang Subadra. “Aaaahhhhh pelannnnn kakang”, rintih Subadra. “Hahahahahhaha Arjuna memang ******, istri cantik kok belum diperawani, dasar bego, atau mungkin gara-gara kebanyakan istri jadi kontolnya keburu capek”, kata Jatagimbal dalam hati. Jatagimbal terus menindih Subadra, makin lama makin kuat. Subadra pun mengimbangi genjotan Jatagimbal dengan menggoyangkan pinggulnya seirama. Kemudian Subadra diposisikan menungging, dari belakang Jatagimbal kembali menusuk lubang kenikmatan Subadra. “Ahhh aahhhhhhhhhh aaahhhh ahhhhh kakang”, Payudara besar Subadra bergoyang mengikuti gempuran Jatagimbal dari belakang. “Kuat juga kau adinda, dari tadi belum keluar”, kata Jatagimbal. “Belum kakang, terus kakang”, jawab Subadra. “Sekarang aku mau ambil perawan mu yang terakhir”, kata Arjuna palsu itu. “Apa kakang?”, jawab Wanita cantik itu. “Ini disini, blessss”, jawab Jatagimbal seraya menusuk lubang belakang Subadra. “Aaaaaaaaaah kakang”, Subadra menjerit tak karuan. Dalam sekali hentak kepala kontol Jatagimbal masuk lubang anus Subadra diikuti dengan batang penisnya. Jatagimbal menusuk lubang anus Subadra yang benar-benar sempit. Lama kelamaan Subadra pun menikmati permainan belakang Jatagimbal. Keduanya bermandikan keringat disaksikan oleh hutan dan segala isinya. Dengan penuh nafsu Jatagimbal membalikkan tubuh Subadra lalu menusukkan penis ke liang rahim subadra. “Ouchh nikmattt terusss kang”, desah Subadra. “Enak adinda, enak”, “Adinda mau keluar kakang uhhh”, “Iya adinda, kita bareng”, “Aduhhh kakanggg aaaaaahhhhh”, “Terima benih ku Subadra”, “Croooot crooooot croooootttt”, pejuh Jatagimbal memenuhi rahim Subadra. Membuahi telur Subadra yang telah matang. Keduanya lemas tidur dalam pelukan. Keduanya tidur cukup lama dalam keadaan telanjang. Tiba-tiba dari belakang sebuah keris menusuk punggung Jatagimbal. Seketika itu tubuh Jatagimbal berubah ke wujud aslinya seorang Raksasa. “Kau kenapa kau ada disini?”, kata Jatagimbal saat melihat Arjuna asli. “Engkau raksasa Jatagimbal dan adik mu telah membuat kekacauan di Kerajaan ku”, kata Arjuna. “Kakang, kalau itu Arjuna yang asli lalu tadi itu siapa”, kata Subadra yang kemudian berubah wujud menjadi Jatagini. “Engkau telah bersetubuh dengan kakak mu sendiri hai Jatagini”, jawab Arjuna. “Kurang ajar kau Arjunaa”, kata Jatagimbal sambil menghebus nafas terakhir. Sambil menangis Jatagini memeluk tubuh kakaknya yang mati dibunuh Arjuna. “Ingatlah hai Arjuna, jika anak dalam rahim ku ini lahir, maka dia akan menuntut balas”. # Diambil dari kisah pewayangan dengan beberapa perubahan