Panji Asmorobangun

Namaku Panji, Panji Asmorobangun. Aku adalah anak semata wayang yang sangat disayangi kedua orangtuaku. Itu terlihat dari badanku yang bongsor, gemuk dan gempal dengan tinggi 175cm dengan berat 95kg. Aku menikah pada usia sangat muda, 18 tahun. Saat itu aku bahkan masih di bangku kelas 3 SMA, belum lulus. Namun Bapak ku lah yang menyuruh aku untuk menikahi wanita pilihannya. Aku yang tak kuasa menolak, dengan “terpaksa” menerima perjodohan ini. Mulustrasi: Panji Asmorobangun Wanita itu namanya Fiona, aku dulu memanggilnya Ci Fiona. Janda muda keturunan tionghoa yang usianya 7 tahun lebih tua dariku. Seorang wanita mandiri, wiraswasta yang mengelola sebuah toko peninggalan mendiang suaminya. Pernikahan pertama dengan mendiang suaminya, Ci Fiona belum dikaruniai anak. Muslustrasi: Ci Fiona Hari pernikahan kami berjalan lancar, yang kami berdua lakukan hanya tersenyum dan melambaikan tangan saja sepanjang hari, tidak seperti pasangan lainnya yang sangat antusias dengan perkawinannya kami berdua atau mungkin saya lebih tepatnya malah seolah-olah tidak perduli dengan apa yang terjadi dengan apa yang terjadi hari itu. Apalgi sebagian undangan adalah guru-guru dan teman-teman sekolahku, yg mereka menyalamiku dengan senyuman-senyuman aneh. Malam pertama kami bisa di bilang sangat aneh,tak ada malam pengantin, suasana yang harusnya romantis berubah menjadi sekaku es. Tidak “gulat smackdown” seperti layaknya pengantin baru. Sepanjang malam tidak ada satupun dari kami yang memutuskan untuk membuka pembicaraan terlebih dahulu, sampai aku terlelap tidur. Pagi hari berjalan seperti biasa, aku langsung berangkat ke sekolah setelah menghabiskan nasi goreng buatan ibuku. Di sekolah, tentu saja aku menjadi bahan bullyan. Pulang sekolah aku pergi ke warnet buat maen game, menghilangkan stress karena menjadi bahan bullyan di sekolah. “Stop Bang! Di sini! Iya ini alamatnya.” aku pun turun dari ojek sambil memberikan ongkos ke tukang ojek itu. “Mas, tambahin dong. Anak sekolah sih anak sekolah mas, tapi kan badan mas kan gede kayak gitu mah pantesnya jadi kepala sekolah mas.” pinta tukang ojek itu sambil cengengesan. Badanku memang bongsor, gempal dan gemuk, tidak seperti anak SMA pada umumnya. Tapi apa karena ini juga aku harus nikah di usia sangat muda? Tapi itulah aku yang tak pernah kuasa menolak perintah orang tuaku. Pun malam ini ketika aku harus menruti Ibu yang mengharuskan aku untuk mulai tinggal di rumah “istriku”. “Baru pulang kamu?” tanya Ci Fiona, “istriku”, yang diiringi dengan senyum. “Sorry yah tadi gue sibuk banget di toko, jadi nggak sempet masak, kita delivery aja yah” sambungnya. Tanpa berkata satu katapun aku berjalan pergi meninggalkannya, seperti belum yakin kalau semua ini sudah terjadi. Setelah mandi ku nyalakan televisi, tidak lama setelah itu terdengar bunyi bel dari pintu depan, ternyata kedua orang tuaku datang, mereka khawatir karena tau aku belum pulang ke rumah “istriku”. “Eh, kok nggak bilang kalau mau dateng?” tanya Ci Fiona kepada kedua orangtua kami sambil menggandeng tanganku. Tangan Ci Fiona terasa dingin, mungkin karena dia baru selesai mandi dan sepertinya Ci Fiona tidak memakai daleman. Kedua buah dadanya menjepit lenganku,dan entah sengaja atau tidak Ci Fiona mulai mengosokan kedua buah dadanya naik turun, sebenarnya kejadian itu sangat aku nikmati namun karena memang pada dasarnya aku ini laki-laki normal. Kunjungan kedua orang tuaku berakhir pukul 10 malam, kejadian tadi membuatku bingung harus bersikap seperti apa. Seumur hidup baru pernah aku diperlakukan seperti tadi, bisa saja kejadian tadi kunikmati, tetapi Ci Fiona bukanlah wanita yang kucintai. Yang anehnya lagi, hingga kedua orang tua kami pulang Ci Fiona tetap menggandeng tanganku, seakan tidak ingin dilepaskannya. Tidak ingin terus dalam keadaan yang membuatku seperti orang bodoh itu, kulepaskan tanganku dari dekapannya dan pergi ke ruang TV. Ci Fiona sebenarnya hanya ingin memulai sesuatu yang baik, tetapi mungkin aku terlalu berlebihan menanggapinya. Saat aku lagi nonton TV Ida datang menghampiriku. “Masih marah ya? Maaf deh lain kali gue bakal ngasih tau lo dulu kalo gue mau berimprovisasi” suara Ci Fiona terdengar pelan penuh penyesalan. “Nggak, aku nggak marah Ci.. Aku cuma bingung aja tadi, mau nanggepinnya gimana” balasku, perlahan mulai ku sadari bahwa tidak ada jalan keluar lain selain membicarakan semua masalah dengan cara baik-baik. “Ya udah, kalo gitu gue tidur duluan yah..”sambung Ci Fiona dengan senyum manis di wajahnya Untuk ukuran kecantikan, Ci Fiona termasuk wanita yang cantik dan menawan, sebagai bisnisswoman yang selalu memperhatikan penampilan, janda muda yang tingginya 170cm itu sebenarnya terlihat sangat sexy. Walaupun orangnya perfectionis Ci Fiona tetap bisa membawa diri, contohnya dalam bisnis dia selalu berusaha terlihat berwibawa dan selalu rapih dalam balutan hijab sebagai identitas keagamaan yang dianutnya. Sedangkan di rumah, jika tidak ada tamu dia sering hanya memakai celana pendek dan baju tanpa lengan. Selain itu Ci Fiona sebenarnya orang yang mudah mencairkan suasana dan nyambung jika diajak bercerita tetapi karena pada dasarnya aku belum memiliki rasa jadi masih sangat sungkan bagiku untuk melakukan sesuatu padanya. Malam itu sofa di ruang tv menjadi tepat tidurku, sengaja kubiarkan Ci Fiona tidur sendiri di kamar karena masih ada sesuatu yang mengganjal dalam diriku. Keesokan harinya Ci Fiona bangun lebih dulu, segera ia menuju ruang tv dan melihatku yang sedang tidur. “Loh, nggak tidur di dalem? Entar masuk angin loh” suara Ci Fiona terdengar di pagi hari saat ku coba untuk mengumpulkan nyawa. “nggak apa-apa,…….kalo aku tidur ama Cici, entar kesannya gimana gitu” kataku sambil mengusap mata. “Gue buatin kopi mau nggak?” tanya Ci Fiona. “Nggak, nggak usah gue bisa buat sendiri kok” jawabku. “Udah, nih…” ujar Ci Fiona sambil menyodorkan secangkir kopi kepadaku, setelah itu dia duduk tepat disampingku, sangat dekat hingga paha kami berdua bersentuhan. Pagi itu Ci Fiona menggunakan celana dalam dan baju kaos oblong yang kebesaran, membuatnya semakin terlihat sexy. “Nggak ke Toko?” tanyaku basa-basi, jantungku berdetak kencang saat selesai bertanya Ci Fiona menaruh tangannya di pahaku, dan menatapku dengan matanya yang indah. “Jam sembilan lewat dikit baru gue berangkat, lo gk sekolah?” tanya dia balik. “Kalo lo mau bolos juga gue gak bakal bilang ke Ibu kok.” lanjut dia. “Aku kayaknya mau maen game di warnet aja deh Ci…… Eh, kita berangkat bareng mau nggak?” Balasku. “Siap komandan,,.” Jawab Ci Fiona sambil tertawa. Waktu sebelum berangkat ke kantor itu kami gunakan untuk bercanda dan saling mengenal lebih dekat lagi. Hari itu terasa sangat singkat, aku pun menang terus pas maen game di warnet. . Sorenya sengaja mampir ke Toko Ci Fiona. Kemudian kami makan di sebuah warung lesehan Pecel Lele, pinggir jalan dekat rumah Ci Fiona. Sesampainya di rumah, kuputuskan untuk langsung menonton TV. Jam menunjukan pukul 21.00 saat aku tiba-tiba ingin buang air kecil. Kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi, segera pintu kamar kubuka sedikit dan hendak masuk kedalamnya tetapi langkahku tertahan oleh sebuah pemandangan yang baru pertama kali ku lihat seumur hidupku. Ternyata di dalam Ci Fiona sedang mandi, dan tentu saja dalam keadaan telanjang. Walaupun beberapa detik saja tapi sangat menikmati melihat tubuh telanjang Ci Fiona. Buah dada Ci Fiona yang besar tersaji dihadapan mataku, sangat ranum dan bentuknya pun bulat sempurna juga kencang. Tubuhnya yang ramping dengan dengan pantat yang bulat dan kencang, serta kemaluan yang mulus tanpa bulu. Ku akui tubuh Ci Fiona ini seperti model profesional, tapi kembali lagi rasa bersalah memenuhi kepalaku hingga membuatku lupa bahwa itu yang barusan aku lihat adalah “istriku”. “Ci sorry, aku nggak ngintip kok. Tadinya mau pipis, gak denger Cici mandi” ujarku. Memang terdengar sangat bodoh jika ada seorang suami yang meminta maaf saat melihat istrinya telanjang, tetapi itulah yang terjadi padaku saat itu. “Nggak apa-apa masuk aja….” sahut dia dari dalam kamar mandi. Dengan menggunakan tangan kanan, kututup mataku sedangkan tangan kiriku mengarahkan penisku pipis ke closet. “Udah, tanganya dilepas aja, matanya dibuka. Ntar pipisnya, malah ke mana-mana.” suara Ci Fiona terdengar sambil mencolek pinggangku. “Sorry, aku bukan mau ngintip tadi, bener-bener nggak sengaja”ujarku sedikit malu-malu. “Nyantai aja lagi, gue yang di intip kok lo yang panik?” balas Ci Fiona sambil tertawa. “Eh, nggak pegel apa tidur di sofa? Enakan nanti tidur di sini bareng gue…” sambung Ci Fiona sambil membilas tubuhnya. “Udah, cepetan tvnya di matiin dulu”lanjut wanita itu sambil sedikit mendorongku. Setelah TV ku matikan, langkahku kuarahkan ke kamar. Di kamar Ci Fiona yang hanya pakai kimono sudah berada di atas tempat tidur, kakinya yang jenjang dan putih membuat suasana hatiku tak-karuan. Sikap dia yang sangat baik padaku membuatku mulai menikmati perjodohan ini dan sedikit membuka hatiku bagi wanita ini. “Sini,” ujar Ci Fiona sambil membetulkan posisi bantal yang berada di sampingnya. Kurebahkan tubuhku tepat disampingnya dan langsung kupejamkan mataku, berharap tidak terjadi hal-hal yang aneh malam itu “Lo masih punya pacar yah waktu kita nikah” kucoba untuk membuka mataku pelan-pelan, kutatap wajahnya yang kini sangat dekat denganku, posisi tubuh Ci Fiona sudah menindih sebagian tubuhku. “Nggak,, emang napa?” tanyaku balik “Penasaran aja, abisnya lo dingin banget..serem tau” jawab dia sambil tersenyum kecil “Aku cuman kaget aja, aku kan masih di bawah umur, Ci” ujarku sambil bercanda. “Ohh, gue kira lo jeruk makan jeruk lagi…” sambung wanita itu. “ahh….enggak lah aku normal!” jawabku. “Masa?” lanjut dia, menggodaku sambil mengerlingkan matanya. Karena tidak bisa lagi menahan kantuk akhirnya kami berdua tertidur sampai pagi, hanya tertidur tanpa melakukan sesuatu. Keesokan harinya Ci Fiona bangun lebih dahulu, sepanjang malam dia memelukku dan tertidur dengan posisi setengah tubuhnya menindih tubuhku, dengan posisi seperti ini kedua buah dadanya menempel pada tubuhku dan kurasakan kehangatan yang beda dari sebelumnya. “Beib,…bangun ih. Mau bolos lagi kamu?” tanya Cici sambil menjepit hidungku. “Beb?,,, bebek kali?” jawabku bercanda “Iiih tuh kan udah berani bercanda, terus maunya dipanggil apa?” tanya dia lagi. “Terserah kamu deh…” ujarku sambil mengucek-ngucek mata. Mulai pagi itu, di Sekolah hidupku terasa semakin indah. Ci Fiona sangat perhatian dan terus saja mengirimkan SMS yang menanyakan kegiatanku dan lain-lain. Tak peduli bullyan orang-orang, hari itu kehidupanku mulai seperti pengantin baru pada umumnya. Sehabis sekolah aku langsung pulang. Dirumah, Ci Fiona ternyata nggak ke Toko. Siang itu dia mengenakan baju kaos WWF Smackdown ku dengan celana hotpants yang sangat pendek. Kos itu pun kebesaran hingga bahu sebelah kanannya terlihat keluar. “Kaos aku tuh?.”tanyaku “Iya..,, emang “istri” itu nggak boleh pake baju “suaminya”?” tanya dia balik, “Nggak juga sih,,,eh tapi Cici cantik loh kayak gitu” ujarku menggodanya. “Udah ah…makan dulu sana….keburu dingin”kata Ci Fiona sambil menunjuk ke arah meja makan. Selain cantik, baik hati dan sangat profesional dalam segala hal, Ci Fiona juga jago masak. Sehabis makan, aku segera pergi ke ruang tv menemui Cici yang sedang asik mencari siaran film-film yang biasa diputar di TV kabel saat siang. “Duduk sini,…deket gue” suara Ci Fiona terdengar saat kakiku mulai menginjak ruang tv. Sambil memegang sekaleng minuman dingin, perlahan kutempatkan tubuhku tepat disampingnya. Ci Fiona langsung menarik tanganku dan menggengam jemariku erat-erat. Perasaan ku tidak menentu, baru sekarang ada perempuan yang begitu dekat denganku seperti ini. Sebegai laki-laki normal, firasatku mengatakan bahwa ada sesuatu yang ingin dikatakan oleh Ci Fiona tetapi dia masih sungkan karena sikapku yang masih begitu cuek, kucoba untuk memberi perhatian sedikit untuknya. Kucoba sandarkan tubuhku ke kursi dan benar saja, dia langsung menyandarkan kepalanya di bahuku. Ku naikan tanganku sedikit agar Ci Fiona bisa meletakkan kepalanya di dadaku. Tubuh Ci Fiona sangat hangat, kubiarkan tangannya menyusuri pinggangku, lalu dipeluknya. “Kamu masih belum nerima kenyataan kalo kita udah nikah ya?” tanya Ci Fiona pelan, “Dulu sih iya,,,, tapi sekarang udah nggak,…abis Cici baik, cantik lagi” jawabku. “Ih gombal,.” balas Ci Fiona, sambil mencubit perut gendutku. “Aku mau minta sesuatu sama kamu” lanjut dia. “Minta apa?” tanyaku. “Ehm,,…gimana ngomongnya ya..” jawab Cici. “Udah,. Bilang aja nggak usah malu” ujarku. “Beneran nih , gak apa-apa?..”tanya Ci Fiona. “Iya…beneran..,,trus apa?” “Boleh minta cium nggak?” pinta dia. “Ooh..” langsung kudaratkan bibirku ke pipinya. “Iiihh…bukan di situ, tapi di sini” ujar Ci Fiona sambil menunjuk bibirnya. Sebenarnya pada waktu itu, hatiku ingin sekali menciumnya tetapi seumur hidupku, belum ada satupun wanita yang pernah ku cium. Oleh karena itu beberapa lama kupikirkan hingga….. “Kamu nggak mau yah.,, Nggak apa-apa kalo gitu” ujar Ci Fiona dengan nada sedikit kecewa “Nggak gitu ,, gue..” perkataanku terhenti “Cuma apa…?” tanya dia. “Aku belum pernah ciuman, Ci…” ujarku malu-malu, mukaku semakin merah saat selesai mengatakannya. “Astaga,.. jadi kalo nanti kita ciuman, itu jadi first kiss dong?” Masih dalam keadaan bingung dan malu, Ci Fiona menganggkat wajahku yang tertunduk malu. Menatapnya dengan penuh rasa cinta. “Gue yang pertama, mau nggak?” tanya dia. Perasaan ku seperti melayang-layang diudara. Senang sekali rasanya, memang dulu tidak pernah kuharapkan Ci Fiona yang menjadi First kiss ku, tetapi karena dia begitu baik dan menyenanggakan akhirnya kubiarkan semuanya berjalan seperti air mengalir. “Gue ajarain dulu yah, terus nanti kalo udah bisa, lo bales ya?” pinta dia. Segera diciumnya kedua bibirku. Bibir Ci Fiona sangat tipis dan hangat, beberapa detik kunikmati bibirnya yang menempel pada bibirku. Tak lama setelah itu, dia mulai memagut bibirku dan mulai menjulurkan lidahnya kedalam mulutku. “Dibales dong” ujar Ci Fiona di sela-sela serangannya ke bibirku. Kubalas ciumannya dengan cara yang sama seperti yang dia ajarkan. “mmhhh” hanya itu segelintir suara yang dapat kudengar dari mulut Ci Fiona. Setelah beberapa menit, kulepaskan ciumanku. Ci Fiona tertawa lepas sambil memandangiku. “Nah, bibir lo udah nggak perjaka lagi.,, sapa dulu dong gurunya.” Ujar Ci Hanny sambil menepuk dadanya. “Cici master banget deh kayaknya,.. Pengalaman jam terbangnya sudah banyak sih yah?” tanyaku. Seketika Ci Fiona malah terdiam, mungkin teringat akan status jandanya yang menikahi perjaka muda seperti aku. Aku yang menyadari hal itu langsung minta maaf. “Maaf Ci, aku sama sekali gak …..” Ci Fiona malah tersenyum sambil menempelkan telunjuknya di bibirku. Isyarat aku agar berhenti bicara. “Nanggung gak sih rasanya kalo cuman gitu-gitu aja” bisiknya di telingaku dengan menhembuskan nafas hangatnya, memancing ku. “Terus maunya gimana?” tanyaku “Nggak ngerti juga?” jawab dia. “Ngomongnya langsung aja, nggak usah berbelit-belit bingung aku, Ci” sambungku “Gue kepengen DIENTOT ama lo, Beiby” balas Ci Fiona sambil menarik bajuku. BERSAMBUNG…

Gallery for Panji Asmorobangun