THE FATAL AFFAIR

Akhirnya selesai juga tulisan untuk LKTCP 2020 ini setelah kesibukan sehari-hari dan mood yang turun-naik sehingga sempat mangkrak. Semoga tulisan ini dapat menghibur mupengers sekalian dan syukur-syukur bisa menang. Selamat menikmati!
THE FATAL AFFAIR​
“Agghhh mantappphh sayy”, erang suamiku memuncratkan spermanya di dalam mulutku. Kutelan cairan putih yang rasanya khas, gurih dengan aroma tajam itu. Jilatan dan hisapanku membersihkan penisnya hingga menyusut di mulutku. Saat itu smartphonenya yang diletakkan di atas meja minibar berbunyi. “Udah dateng nih grab-nya” katanya seraya menerima panggilan tersebut. Aku mengeluarkan penisnya dari mulutku dan segera memakaikan kembali celana dalamnya. “Oohh… oke pak, saya sebentar lagi keluar!” katanya lalu mematikan smartphonenya. Aku dengan agak buru-buru memakaikan kembali gesper sabuknya. Kupastikan lagi pakaiannya telah rapi dan siap berangkat. “Gua tinggal dulu yah! I’ll miss you so much!” kata George sambil memeluk dan mencium dahiku. “Jaga diri yah!” balasku “Oni! Papa pergi dulu yah!” pamitnya pada anjing corgy yang sudah kami anggap keluarga sendiri itu. Anjing yang sudah berusia cukup tua itu baru saja menyelesaikan makannya dan segera mendekati George yang mengangkat badannya. Aku dan Oni mengantar kepergian George hingga ambang pintu, menyaksikan sosoknya memasukkan koper ke bagasi lalu naik ke mobil grab sambil melambai itu tidak lepas dari mataku. Kuperhatikan mobil itu meninggalkan pekarangan rumah kami hingga tak terlihat lagi. Hari ini George harus ke luar kota untuk keperluan pekerjaannya, aku akan kesepian selama tiga hari. Untuk perkenalan, panggil saja aku Irene (30 tahun) seorang istri yang menjalani toko online berjualan pakaian dan accesories wanita untuk membantu suamiku membiayai hidup. Dengan tinggi badan 165 cm, berat 48 kg, tubuh yang langsing ideal serta wajah khas oriental, secara fisik aku termasuk di atas rata-rata. Dalam kehidupan ranjang, George sangat mampu memenuhi hasratku yang tinggi sehingga membuatku semakin nyaman. Ia mengaku senang melihatku yang semakin cantik dan seksi ini. Kami masih romantis setelah tujuh tahun bersama walau belum dikaruniai anak dan tidak pernah merasa kesepian menjalani hidup ini bertiga dengan Oni, anjing yang begitu setia mengikuti kami sejak awal. Hari ini sepeninggal suamiku, aku mengecek toko online terlebih dulu lewat laptop. Setelah membalas semua pesan yang masuk, aku segera mandi dan bersiap untuk belanja bulanan ke supermarket. Pilihan pakaianku jatuh pada blouse ungu polkadot tanpa lengan dan rok jeans mini yang memamerkan keindahan pahaku. Di supermarket sebuah mall, aku berbelanja seperti biasa. Kuperhatikan mata kaum pria tertuju ke arahku. Dalam hati ada rasa bangga menjadi pusat perhatian karena kelebihan fisikku itu. Selesai belanja, aku makan siang di Pizza Hut, sebuah pizza loyang besar dengan dua macam dessert dan lemon tea. Tidak sampai setengah jam kuhabiskan semua hidangan yang kupesan hingga bersih tak bersisa sambil membalas pesan-pesan yang masuk ke WA. Sekelompok gadis kuliahan di meja sebelah nampak kasak-kusuk sambil sesekali melihat padaku. Memangnya tidak boleh wanita sepertiku makan banyak apa? Setelah selesai makan, aku kembali ke mobilku di parkiran, kumasukkan barang-barang belanjaan di bagasi lalu masuk ke kemudi. Mesin kunyalakan lalu kumundurkan mobilku, tiba-tiba… “Eee… awas-awas!” terdengar suara teriakan pelan dan ketukan pada mobilku. Kontan aku pun kaget, sepertinya menyerempet atau menabrak seseorang. Panik, aku segera mematikan mesin dan turun dari mobil untuk melihat. Ternyata seorang pemuda Chinese, sepertinya mahasiswa, perawakannya tegap atletis, tinggi kurang lebih 1,7 m. Kantong belanjaannya terjatuh tapi nampaknya ia tidak apa-apa. “Maaf ci…. saya tadi jalan sambil nelepon! Gak liat mobil mau keluar” katanya, tangan satunya memang sedang memegang smartphone. Aku tadinya agak kesal dan mau marah-marah karena asal nyelongong saja, tapi melihat pemuda berwajah tampan ini cukup tahu diri, aku juga meminta maaf. “Kamu gak apa-apa? Saya juga ga liat, kehalang pilar” karena memang sebelah mobilku ada pilar, “petugas parkir juga gak tau kemana sih” Aku menghampirinya membantu memungut kantong belanjaannya yang jatuh. “Gapapa ci, biar saya aja!” ia segera memungut barangnya dan melihat ke dalam kantong. “Ada yang rusak?” tanyaku. “Ga, cuma buah kok, paling bonyok dikit masih bisa dimakan” katanya sambil tertegun melihatku lebih dekat. “Biar saya ganti kalau gitu!” kataku berbalik hendak mengambil dompet di mobil. “Eehh… ngga, ngga ci! Gapapa kok, ga ada yang pecah!” katanya mencegah, “saya yang maaf, jalan gak liat-liat jadi ngengetin cici!” “Oooh… oke, ya udah kalau gitu” “Mungkin saya bisa traktir cici minum kopi, supaya gak tegang lagi, buat permintaan maaf juga!” katanya menawarkan. Hhmm… simpatik juga anak ini, tutur katanya juga sopan, agaknya ia memang tulus minta maaf walau ada maksud ingin berkenalan denganku juga. Tidak ada salahnya juga, daripada pulang rumah aku akan sendirian. “Bolehlah, bentar ya mobilnya masukin lagi!” kataku. Setelah kembali memarkirkan mobilku, kami berjalan berdampingan dan saling memperkenalkan diri. “Saya Davin!” katanya mengulurkan tangan. “Irene!” balasku menjabat tangannya. Ia mengajakku masuk ke sebuah gerai kopi terkemuka. Setelah memesan kami duduk di sebuah sudut dan mulai mengobrol. Dari obrolan, kuketahui Davin berusia 21 tahun dan sedang kuliah di sebuah universitas swasta terkenal di ibukota. Ia berasal dari Medan dan tinggal di sebuah kost dekat kampusnya. Kami berbincang dan tertawa-tawa sambil menikmati minuman yang kami pesan. Terus-terang aku tidak punya banyak teman, itu pun mayoritas wanita, sehingga mengobrol dengan pemuda ini sungguh senang rasanya. Davin penuh dengan humor dan sebaliknya selalu mau tertawa mendengar leluconku. Di sela obrolan, ia sesekali menyanjungku “Cici cantik kok”, “You’re georgeous”, dll. Sebagai wanita, tentu aku merasa dilambungkan tinggi dengan pujian dan sikap gentlemannya, namun aku sama sekali tidak berpikir lebih jauh untuk itu. Sesekali kami bertatap pandang dan tersenyum, mata kami seperti hendak mengatakan sesuatu namun entah apa, seperti timbul gelombang chemistry di antara kami. “Oohh…. tidak Irene, kamu wanita bersuami” kata suara hatiku. “Ya… ya… habis makan dan keluar dari sini semua akan berakhir!” kataku pada sang suara hati. “Hhmm… cici sepertinya kuat makan yah!” komentarnya melihatku sudah tiga kali tambah kue. “Aaah… hahaha… maaf, dasar foodlover, ini yang terakhir kok” kataku tersenyum salah tingkah, “uuppss… a little bit lost control” kataku dalam hati. “Yang saya kagum, ci Irene makannya bukan makanan sehat gini, tapi badannya gak kalah sama foto model, apa nih rahasianya ci?” tanya Davin “Itu sih imbangi sama olah raga aja, juga makan yang sehat, jadi kan balance” jawabku. “Dan cici emang udah dari sananya cantik juga pastinya” “Aahh… kamu bisa aja, yang lebih cantik juga banyak kok” padahal dalam hati sekali lagi aku merasa tersanjung. “Abis ini mau langsung pulang ci?” Aku mengangguk sambil menyuapi potongan kue terakhir ke mulutku. ”Emmhh… kalau masih ada waktu, mau jalan dulu, mungkin nonton film?” tanyanya memancing. Anak ini berani juga, padahal ia sudah tahu aku wanita bersuami. Tapi boleh juga, sikapnya yang simpatik membuatku tidak bisa menolak ajakannya, lagipula hanya makan lalu nonton. Aku pun mengiyakan ajakannya, lalu kami keluar dari gerai kopi dan menuju ke bioskop di lantai atas. “Ci sukanya film apa?” tanyanya “Apa aja asal gak terlalu banyak drama, bikin ngantuk” Setelah memilih-milih, kami pun setuju menonton sebuah film aksi. Ia membeli tiket dan memilih tempat duduk yang agak sudut. Tidak lama kemudian kami masuk ke dalam studio dan film mulai diputar. Di tengah menonton, tiba-tiba kurasakan pemuda itu memegang tanganku, aku agak kaget dan darahku berdesir. Aku tidak bereaksi tetapi juga tidak marah, bingung harus bagaimana menanggapinya, antara senang namun juga tegang. Entah bagaimana, tanganku lalu bergerak refleks menggenggam tangannya. Aku menengok ke sebelah menemukan mata kami saling berpandangan, seolah berkomunikasi lewat tatapan mata. Davin melingkarkan tangan kanannya ke bahuku. Saat itu memang sepi karena jam kerja dan hari biasa, di deretan bangku kami juga tidak ada orang lain. Aku sedikit meronta, namun pasrah ketika ia mengangkat daguku dan memandangku, kemudian wajahnya mendekati wajahku. Ia mencium pipiku dengan lembut, kami kembali bertatapan dan kemudian ia dekatkan bibirnya ke bibirku. Aku harusnya menghindar, tapi malah membuka bibirku menyambut ciumannya, bahkan aku mulai terangsang dengan ciumannya. Lidahku membalas permainan lidahnya dengan bergairah. Tangannya mulai turun ke dadaku dan membuka kancing atas bajuku. melingkar dari bahunya. Aku mendongakkan wajah ketika bibir pemuda itu menyusuri leherku lalu belakang telingaku. Kurasakan tangannya menyusup ke balik cup braku serta memainkan putingku di dalam sana. Aku pun tak tahan lagi… ”Ssshhhh Vin…. sudah!” Bukannya berhenti, ia malah semakin berani, bibirnya kini mulai turun menyapu belahan payudaraku dan tangannya mengelus pahaku. Anehnya aku malah membuka pahaku seolah memberikan sinyal agar tangannya bergerak lebih jauh lagi. Ini adalah pengalaman pertamaku melakukannya dengan pria lain. Inikah yang namanya selingkuh? Dari yang awalnya malu-malu bahkan tidak mau akan terseret bila telah dikuasai birahi. Aku tahu ini harusnya tidak boleh… tapi terus terang aku telah membiarkan diriku terseret masuk ke dalamnya. Seluruh tubuhku bergetar dan rasa menggelitik mengalir di kemaluanku. Selintas terjadi pertempuran antara ya dan tidak, antara moral sebagai seorang istri melawan spontanitas keindahan gairah yang menggelegak, dan nampaknya standar moral itu tidak sanggup kupertahankan. Getaran itu terus menggebu sampai kesadaran muncul dengan reaksi mendorong kepalanya yang terbenam di dadaku. “Cukup… sudah hentikan!” tegasku dengan mengontrol volume suara agar tidak memancing perhatian orang walau terus terang ada keinginan untuk terus lanjut. Aku segera merapikan kembali pakaianku lalu bangkit berdiri dan berjalan cepat ke arah pintu keluar tanpa menunggu film berakhir. “Ci… ci… tunggu!” panggil Davin dari belakang, lalu kurasakan lenganku ditangkapnya. “Kita udah kelewatan!”, aku melepaskan gandengan tangannya sambil terus berjalan menyusuri lorong jalan keluar bioskop “Maaf yah ci, saya gak tahan sama perempuan secantik cici, apa cici marah ke saya?” Aku menghela nafas, “saya marah ke diri saya, kenapa ngebiarin sampai sejauh ini, kalau kita dilihat orang tadi kan berabe” “Kalau cici takut keliatan orang, sini ikut saya ci!” tangannya kembali meraih tanganku. “Hei…. kamu mau apa? Lepasin!” protesku namun hanya setengah hati, aku membiarkan ia menarik tangaku menuju ke toilet pria dengan hati berdebar penuh gairah. Kami masuk ke dalam, sepi tidak ada siapaun di sana, segera Davin membawaku ke bilik paling ujung. Aku memang sudah terobsesi. Aku sudah tak mampu menghindari situasi nikmat ini karena telah larut dan tenggelam dalam hasrat birahiku. Setelah mengunci pintu, kami langsung berciuman dengan ganasnya saling melampiaskan hasrat yang tertunda di dalam studio tadi, lidah kami saling belit dan saling bertukar liur. Sambil terus berciuman, tangan Davin kembali membuka kancing bajuku dan menyusup ke balik cup bra-ku, putingku dengan cepat mengeras karena dipilin-pilin olehnya. Setelah seluruh kancing bajuku terbuka, disingkapnya ke atas cup bra kuningku sehingga payudara sedangku dengan puting kemerahan terekspos. Pemuda itu menurunkan kepalanya dan mulai menjilati sepasang gunung kembarku sambil tangannya mengelusi pahaku, masuk ke bawah rok miniku menyentuh selangkanganku yang masih tertutup celana dalam. Aku mendesah dan bergidik geli ketika ia menjilati putingku dengan ujung lidah, dilanjutkan dengan mengulum dan menyedotnya, lidahnya bergerak memutar memberiku sensasi nikmat yang tak sanggup kutolak lagi. Aku semakin terangsang dengan sentuhan erotisnya, vaginaku sudah mulai basah. Tidak hanya pasif, aku pun meremas penisnya dari luar celana, kurasakan benda itu sudah mengeras. Aku kemudian menurunkan tubuh hingga berlutut di depannya, kubuka sabuk dan resleting celananya dan kuturunkan dengan cekatan. Kulihat pemuda itu tersenyum menatapku saat kuturunkan celana dalamnya lalu kugenggam penisnya yang tak bersunat itu. Benda itu sudah mengeras, panjangnya kurang lebih sama dengan milik suamiku. Tanpa buang waktu lagi, aku mulai menjilati dan mengulumnya sehingga makin mengeras. Kumulai dengan menjilat lubang kencingnya lalu menjilati seluruh batangnya hingga basah oleh ludahku hingga kukulum buah zakarnya. “Enakh cii… teruusshh” desahnya dengan suara berbisik agar tidak memancing perhatian orang yang masuk ke toilet. Gila… aku tidak tahu mengapa diriku begitu bersemangat melakukan oral seks pada pemuda yang baru kukenal ini di tempat yang berisiko tinggi pula. Dengan suamiku saja aku tidak pernah melakukan di toilet umum, paling banter di mobil. Agaknya pesona Davin dan guilty pleasure dari hubungan terlarang ini yang membuatku lepas kontrol. Davin mulai tak mampu menahan derita nikmatnya akibat hisapanku pada penisnya. “Udah ci… ayo kita mulai aja!” katanya pelan sambil mencabut penisnya dari mulutku. Ia membantuku berdiri dan bersandar pada tembok, lalu menunduk dan tangannya masuk ke dalam rokku untuk menarik lepas celana dalamku. Kugerakkan kakiku untuk membantunya melepaskannya, ia menyingkap rok jeansku hingga ke perut. Vaginaku yang berbulu jarang kini terlihat jelas olehnya. Aku menaikan paha kirika ke atas kloset, kugenggam batang penisnya dan kutuntun ke arah vaginaku. “Cepet sebelum ada yang masuk!” kataku berbisik. Davin menggesekkan sejenak kepala penisnya pada bibir vaginaku yang sudah basah. Lalu… “Nnggghhh!!” desahku tertahan sambil menggigit telapak tangan sendiri agar tidak terlalu keras ketika benda itu melesak masuk ke vaginaku. Davin memulai genjotannya. Aku memeluk tubuhnya untuk berpegangan. Aku mendesah pelan setiap kali pemuda itu menghujam penisnya dalam-dalam. Ia memagut bibirku untuk meredam desahan kami. Gelombang-gelombang kenikmatan terus menerpaku seiring dengan sodokan penisnya yang semakin mantap. Tak butuh waktu lama, aku akhirnya mendapatkan orgasmeku yang pertama. “Ooouuhhh… hhhmmhh!!” desahku teredam pagutan kami. Davin memelankan genjotannya agar aku menikmati gelombang orgasmeku yang terasa sangat nikmat. Kakiku langsung terasa lemas, tubuhku ditopang oleh tanganku yang melingkar di leher pemuda itu. Kuharap tidak ada yang masuk ke toilet dan mendengar desahan orgasmeku tadi. “Vin, gak ada yang tahu kita di sini kan? Coba cek dulu!” kataku. Davin melepaskan sejenak pelukannya lalu membuka pintu pelan-pelan mengintip ke luar. “Masih aman ci, masih pada nonton!” katanya, lalu kembali memelukku dan memagut bibirku. Permainan lidah kami membangkitkan kembali gairahku. Kini ia lucuti pakaianku yang telah tersingkap sana-sini hingga aku telanjang sama sekali. Aku juga balas membuka kaos berkerah yang dikenakannya, tubuhnya bersih dan bagus, berotot walau belum sampai six pack, ia pasti rajin berolah raga dan merawat diri. “Ayo ci! Naik sini!” pintanya seraya duduk di tutup kloset, dia ingin posisi berpangkuan. Tanpa diminta lagi, aku naik ke pangkuannya berhadapan sambil meraih penisnya. Benda itu kuarahkan ke vaginaku lalu kuturunkan pinggulku. “Ssshhh…. nngghh!!” desisku merasakan penis itu melesa masuk ke liang senggamaku. “Cii… memeknya rasanya lebih seret sihh?” komentar Davin mengernyitkan wajah “Hmmhh, oh ya? Belum pernah dipake melahirkan kali” kataku tersenyum lemas Aku mulai menaik-turunkan tubuhku. Tanganku berada di dada Davin sebagai peganganku. Payudaraku bergoncang naik-turun seirama goyanganku membuat pemuda itu gemas. Ia melumat payudara kananku dan meremasi yang kiri yang juga menambah sensasi nikmat bagiku. Di tengah asyiknya bergoyang, tiba-tiba pintu depan terbuka disusul bunyi siulan membuat kami kaget dan terdiam. Davin menempelkan telunjuk di bibirku sebagai isyarat agar tidak bersuara. Ia lalu menarik kepala belakangku dan didekatkan ke wajahnya. Kami berciuman sambil menunggu pria itu pergi. Seru juga bercinta seperti ini, memacu adrenalin sehingga semakin menggairahkan. Sebentar kemudian terdengar suara air kran wastafel mengucur disusul suara hand dryer otomatis. Pria itu agaknya tidak sadar keberadaan kami yang sedang berasyik-masyuk di bilik paling ujung. Setelah pintu depan tertutup lagi dan suara siulan itu tak terdengar lagi, barulah kami melepas pagutan dan bernafas lega. “Vin apa gak sebaiknya udahan aja? Bahaya loh kalau banyak yang kesini” tanyaku. “Belum ci, mumpung belum udahan filmnya, kita selesaiin biar gak nanggung” katanya Walau ada perasaan waswas, aku juga merasa tanggung sehingga mulai memicu tubuhku kembali. Gerakanku semakin keras dan cepat, kugigit bibir bawahku untuk menahan agar tidak berisik. Berulang kali Davin memuji keliaranku di sela desahannya, sepasang payudaraku tak pernah absen dari remasan dan lumatannya, juga paha dan pantatku. hanya tatapan dan desahannya yang menandakan dia menikmati gerakan tubuhku dipangkuannya. Semakin lama tubuhku makin terasa nikmat, juga goyanganku semakin tidak teratur. Nafasku memburu kencang ketika aku merasakan gelombang orgasme yang kedua kalinya. “Uuuhh… udah mau cii!!” desah Davin makin erat mendekapku disusul lumatan pada bibirku yang terbuka saat merasakan nikmat orgasme. Aku membenamkan penis Davin sedalam mungkin hingga kurasakan cairan hangat mengucur dari vaginaku. Pada saat yang sama, aku juga merasakan penis pemuda itu berdenyut-denyut, ia menghentakkan pinggulnya ke atas sehingga penisnya semakin menyodokku, lalu kurasakan semburan hangat yang nikmat di dalam sana. Goyangan kami mulai melambat hingga akhirnya berhenti dengan nafas terengah-engah. Kepalaku ambruk ke pundak Davin, tubuh kami sudah berkeringat dan berpelukan menikmati sisa-sisa gelombang kenikmatan ini. “Makasih ya ci!” kata Davin mengecup ringan bibirku. Setelah cukup tenaga, kami berdiri dan mulai berpakaian kembali. Davin keluar dulu untuk memantau situasi, setelah mendapat sinyal aku keluar dari toilet pria dan bernafas lega. Film masih diputar sehingga lorong keluar masih sepi dan situasi masih aman. Aku masuk ke toilet wanita dulu untuk membasuh selangkanganku yang sangat basah dan juga merapikan make-upku. “Loh! Kamu masih disini?” tanyaku begitu keluar dari toilet melihatnya bersandar pada tembok, kukira kami akan berpisah setelah ini. “Ahh ini ci… lupa kasih ini!” katanya sambil menyodorkan secarik kertas, “itu nomor saya, kalau perlu bisa WA aja, oke saya pergi dulu yah ci!” “Kamu ehh…!” ia sudah pergi dengan langkah cepat dan menghilang di belokan. Alih-alih membuang kertas itu ke tong sampah depan toilet, aku malah memasukkannya ke dalam tasku. Aku kembali ke mobilku di parkiran, kubuka smartphone-ku. Ada WA dari George yang memberitahukan bahwa ia sudah sampai dengan selamat disertai kata-kata mesra. Sepintas ada rasa bersalah dan malu atas apa yang kulakukan barusan itu. Kok bisa-bisanya, hanya dalam waktu satu hari aku melakukan penyelewengan dengan pemuda yang baru saja kukenal itu sementara suamiku sedang bekerja di luar sana untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Aku pun pulang ke rumah berusaha melupakan memori erotis itu. “Oni!! Mama pulang!” sapaku begitu membuka pintu dan mengangkat tubuh kecil Oni dan menciumnya, “sori lama, Oni sekarang makan yah!” kutuangkan dog food ke tempat makannya yang langsung dilahapnya, aku juga merasa bersalah padanya karena jadi telat pulang dan memberi makannya. Aku kembali menyibukkan diri dengan membalas pesan-pesan masuk yang menanyakan barang. Setelahnya aku membungkus barang-barang yang telah dibayar untuk dikirim lewat kurir. Sore hari setelah mengirim semua barang yang telah dibayar aku ke sport center untuk fitness. Aku berusaha menghilangkan memori tadi siang dengan berolah-raga hingga bersimbah keringat lalu diakhiri sauna dan mandi, namun memori itu terus membayangiku. Di bawah siraman shower aku meremas payudaraku dan mempermainkan putingku, tanganku yang satu mengelusi vaginaku. Tidak mudah melupakan penyelewengan itu, walau ada rasa menyesal mengapa diriku begitu lemah sampai terjerumus dan menikmatinya. Jam delapan malam suamiku menghubungiku dan kami ber-video call. “Kamu gak apa-apa? Kok kaya sakit gitu?” tanyanya melihat wajahku di layar yang sedang dirundung kegundahan. “Cuma gak enak badan dikit, pengaruh cuaca kayanya” jawabku berbohong, dalam hati aku sangat tidak enak harus seperti ini. “Ya udah kalau gitu istirahat aja supaya ga beneran sakit, mana Oni? Salam dulu dong!” “Oni! Ini papa mau ngomong!” panggilku sambil mengeluskan kaki pada Oni yang sejak tadi berbaring di bawah sofa menemaniku, kuarahkan layar smartphone pada anjing itu. “Halo Oni! Papa kangen!!” sapa George di layar “Guk! Guk!” balas anjing kesayangan kami itu, aku tidak tahu apa artinya, tapi aku tahu ia juga pasti kangen karena ingin menjilati layar smartphoneku. “Eeehh… jangan dijilat! Ah dasar kamu!” kutepuk kepalanya sambil menarik kembali smartphoneku. “Oke udah ya say! Baik-baik di sana!” kataku, “miss you!” Setelah berpamitan dengan mesra kami pun memutus hubungan telepon. Malam hari menjelang tidur pikiranku masih belum bisa terlepas dari Davin. Gelitik dan kelembaban terasa di sela-sela paha. Aku memasukkan tanganku ke balik celana dalamku dan mulai mengelus-elus bibir vaginaku. Pikiran yang dipenuhi bayangan erotis membuatku merangsang diri sendiri dengan menusuk-nusukkan jemari ke vaginaku hingga…. “Oooohhh!” desahku mencapai orgasme. Kukeluarkan tanganku dari celana lalu kujilati jari-jariku yang belepotan cairan kewanitaanku sendiri. Setelah mendapat kepuasan dari masturbasi itulah aku baru dapat terlelap.
Keesokan harinya aku menghubungi Lidya, salah satu temanku, untuk curhat. Sebelum ke sana aku menghubunginya lewat WA dulu. + Hai Lid, pain aja hari ini? di rumah gak?

— Baru anter anak ke skul, sekarang dah di rumah, ada apa sis?

+ Lagi suntuk si George lagi di Surabaya, gua ke sana yah

— Ok, sama gua juga suntuk, gua tunggu ya

+ Kalo gitu gua tar lagi berangkat, cu there Setelah memberi makan Oni, aku segera berangkat dengan mobil ke rumah temanku itu. Lidya menyambutku dan mempersilakan masuk. Kami ke gazebo di taman belakang mengobrol sambil menikmati suasana taman belakang yang asri dengan kolam ikan dan air mancur. Lidya, seorang wanita berparas cantik dengan dua anak berusia 32 tahun. Suaminya seorang pengusaha yang sibuk dan banyak menghabiskan waktu di luar rumah sehingga untuk memenuhi dahaga biologisnya Lydia terlibat affair dengan beberapa brondong mahasiswa dan juga sopirnya. Hubunganku dengannya berawal dari membeli barang dariku beberapa kali, lalu kami mulai banyak ngobrol dan sering ngopi bareng hingga teman curhat. Di gazebo sambil menikmati hidangan yang disajikan aku mulai curhat masalah selingkuh yang kemarin kulakukan dan ia mendengar sambil mengisap rokoknya. “Seperti yang dulu gua bilang Ren, waktu kesepian seperti lu kemarin, seseorang bisa mengkhayal atau at least punya suatu ungkapan imajinasi mengenai hasrat seksualnya yang dia harapkan”, responnya setelah aku selesai bercerita, “dan munculnya si brondong itu secara ga sadar mengisi kesepian dan hasratlu sehingga itu terjadi” Lydia memang pernah kuliah psikologi namun tidak selesai sehingga omongannya agak berat. Aku menyimak penjelasannya sambil menikmati potongan brownies yang disajikan. “Yang seperti ini sebenarnya terdapat pada semua orang, perbedaannya hanyalah disadari atau tidak adanya hasrat itu oleh seseorang itu” “Tapi… jujur, selama ini gua ga pernah mikir kaya gitu, apalagi ngelakuin, cuma gak tau kemarin kenapa, ga nahan aja, so it happened!” “Menurut gua sih ya jalani aja gak apa-apa, cuma buat fun aja, bukan buat diseriusin, kita wanita juga berhak dong mencari kepuasan kalau kurang dari suami, yang penting tetap sayang ke suami, gitu” tuturnya. “Jadi menurutlu itu normal aja?” “Menurut pakar itu normal, hasrat liar merupakan suatu bagian yang kompleks dari pengalaman seseorang, secara umum berfungsi untuk menyalurkan keinginan alam bawah sadar seksual seseorang menjadi suatu kenyataan dalam suatu bentuk yang dapat diterima. Hasrat ini secara gak langsung sebenarnya juga merupakan salah satu mekanisme pembangkit gairah seksual seseorang, karena menyalurkan sejumlah besar informasi yang tersembunyi di antara alam sadar dan alam bawah sadar seseorang yang berhubungan dengan naluri seksualnya. Makanya kadang hasrat liar bisa secara tiba-tiba melanda seseorang dan kalau itu terjadi maka secara tidak disadari seseorang akan mencari penyaluran sampai kepada batas-batas alam kesadarannya.” “Lu emang gak percuma belajar psikologi dulu Lyd, sayang berenti di tengah jalan” “Yah, kekhilafan yang bikin gua hamil and mau ga mau merit” katanya tersenyum kecut, “udahlah buat apa juga disesali. By the way Ren, gua masih penasaran, gimana lu yang nafsu makannya gede tapi badannya bisa tetap kaya model” Aku melihat ke arah kotak brownies yang tadinya penuh kini tinggal seperempatnya saja. Uppsss… tidak terasa keasyikan ngobrol sambil ngemil ternyata sudah sebanyak ini yang kumakan. Kami ngobrol banyak sambil tertawa-tawa sampai jam dua belasan ketika Lydia harus menjemput anaknya. Aku pulang ke rumah dan merenungkan pemahaman tentang seks yang diajarkan oleh Lydia tadi. Benar aku merasakan kenikmatan ketika melakukannya dengan Davin kemarin walau dilakukan tanpa cinta, namun di saat yang sama aku juga masih mencintai George. Ternyata perkembangan pemikiran manusia tentang seks sudah lebih berkembang dari yang kuketahui selama ini. Bagaimanapun, aku juga belum siap bila perbuatanku ini diketahui oleh George, mungkin tidak dalam waktu dekat ini. Aku mencoba mencari tahu pandangan tentang perselingkuhan lewat internet, sambil membaca artikel itu kakiku mengelus-elus Oni yang tiduran di bawah meja. “Perselingkuhan adalah keterlibatan seksual dengan orang lain yang bukan pasangan sahnya. Ini dapat dimulai dari jalan bareng dengan lawan jenis yang bukan pasangan sah, disusul kedekatan secara fisik maupun emosional hingga ke tahap hubungan seksual.” Aku membaca artikel itu dengan seksama dan di situ dari sepuluh penyebab terjadinya perselingkuhan yang disebut, dua poin adalah yang terjadi pada diriku, yaitu kebutuhan mencari variasi dalam kehidupan seksual dan memperoleh kenikmatan dalam petualangan sesaat. “… alasan seseorang melakukan perselingkuhan, yaitu variasi seksual, untuk kesenangan, kepuasan akan tantangan, keinginan melanggar sesuatu yang tabu, untuk pengalaman yang sensasional” tulis artikel tersebut, hhhmm… poin yang satu ini benar-benar menjabarkan yang sedang kualami. Sambil menyantap brownies bermerek sama seperti yang disuguhkan Lidya tadi, aku lanjut membaca ke tipe-tipe perselingkuhan berdasarkan kadar keterlibatan emosional pelaku perselingkuhan. Kugolongkan diriku dalam tipe perselingkuhan fling, yang ditandai dengan minimnya keterlibatan emosional peselingkuh. Perselingkuhan yang terjadi dapat perselingkuhan satu malam saja atau beberapa bulan dan sesudahnya berakhir begitu saja. Biasanya perselingkuhan tipe ini berlangsung dalam kondisi tertentu seperti istri yang kesepian atau tugas di luar negeri. Inti dari perselingkuhan ini hanyalah seks dan gairah. Hhhmm… sangat menarik, tak terasa satu box sudah habis dan aku lanjut membuka box kedua. Ya itulah aku, aku memang hanya ingin bertualang saja dengan Davin dan hubungan ini akan kuakhiri setelah suamiku pulang nanti. Agaknya aku harus mematikan laptop karena baterainya sudah low dan perlu dicharge. Setelah ku-shut down, aku teringat Davin memberikan nomornya padaku, segera kuambil tasku dan kucari di dalam. Kertas itu masih ada, kukirim pesan WA padanya dan dibalasnya tak sampai dua menit. Malam itu sebelum tidur, kami chatting WA dari yang hanya pura-pura saling bertanya kabar dan memperkenalkan diri lebih jauh, lama-kelamaan chat kami semakin intim. Hingga akhirnya Davin mengajak ketemuan lagi besok +kamu ini berani amat ngajak wanita bersuami – saya kan nawarin nemenin cici aja, kan si cici bilang lagi suntuk kalau ga ada si koko, kita kan sebagai temen aja, saya gak bakal ngerebut cici dari si koko kok. + Oooohh… cerita-cerita dong, mumpung lagi suntuk nih Aku sepertinya sudah menikmati perselingkuhan itu sehingga kuiyakan saja ajakannya untuk bertemu. Biarlah besok menjadi yang terakhir sebelum George pulang, yah bolehlah nakal-nakalan dikit, aku mencoba mencari pembenaran dari obrolan dengan Lydia dan artikel yang kubaca barusan.
Keesokan harinya Siang itu, jam sebelasan, aku dan Davin bertemu dan makan siang di sebuah kafe di mall, menikmati kedekatan yang merangsang. Setelah makan, kami meninggalkan tempat itu sambil bergandengan tangan dan berakhir di salah sebuah hotel dekat mall itu yang ternyata sudah dibooking pemuda itu kemarinnya. Tanpa menunggu pintu kamar tertutup rapat, sambil berdiri aku telah berada di pelukan Davin dengan saling berpagutan penuh gairah. Tangan pemuda itu menjelajahi seluruh bagian tubuhku. Mengelusi paha menyingkap rokku dan aku pun meremasi penisnya yang sudah ereksi dari luar celana. “Gila, ini udah terlalu jauh!” suara hatiku masih terdengar, namun aku tak mampu menghentikan gairah yang sudah memuncak ini. Setelah mengunci pintu kamar, Davin menggiringku ke ranjang tanpa melepaskan pelukannya. Ia baringkan tubuhku lalu dengan lembut ia menciumiku sambil mempreteli kancing bajuku. Setelah membuka bra-ku, mulutnya langsung melumat payudaraku. “Ooohh… “ desahku menggeliat merasakan putingku digigiti kecil dan dihisap-hisap. Seluruh badan terasa seperti kesetrum, vaginaku mulai basah karena rangsangan bertubi-tubi ini. Davin berhenti sejenak untuk membuka bajunya sendiri hingga tinggal celana dalamnya. Secara pelahan ia membuka rokku sambil tak hentinya menciumi dan menggerayangi tubuhku. Aku sudah tak bisa menahan kenikmatan terlarang ini. Tangan pemuda itu menyusup ke dalam celana dalam dan merambahi kewanitaanku dengan menggerakkan jemarinya. Davin secara halus dan pandai merangsang bagian-bagian sensitifku, akibatnya vaginaku mulai becek akibar rangsangan-rangsangan itu. “Davin… aahh… uuuhh!!” erangku dengan tubuh menggeliat. Ia lanjut dengan membuka celana dalamku dan memulai fokus pada vaginaku. Diciumnya secara perlahan dengan memainkan lidahnya dari atas ke bawah. Dilebarkannya pahaku dan diciumnya bibir vaginaku secara penuh, dihisapnya berkali-kali sambil lidahnya memasuki celah-celah vaginaku. Kemudian ia hisap klitorisku dengan lembut, dijilati, dihisap terus sampai aku tidak tahan lagi dan sampailah ke puncak kenikmatan. Aku pun mendesah panjang sambil meremas rambut Davin, tubuhku mengejang diiringi cairan hangat mengalir dari vaginaku. Davin membenamkan wajahnya dan menyeruput cairanku dengan rakusnya. “Gurih ci…. sssrrlllrrppp…. ssslllrrpp!” katanya Aku sudah tidak bisa lagi menguasai diri, hanya bisa menggerakkan kepala ke kanan kiri dengan mata membeliak-beliak dan mendesah, rasanya benar-benar nikmat seperti melayang . Lihai sekali pemuda ini memuaskanku padahal baru juga ronde awal. Sepertinya pengalaman bercintanya sudah banyak. “Gantian sekarang!” kataku memintanya berbaring. Kugenggam penisnya yang sudah ereksi itu, langsung kuhisap dengan penuh gairah. Lidahku menggelitik lubang kencingnya disertai kuluman. “Uuuhh…. enak banget ci!!!” erang Davin. Kepalaku naik-turun menghisap penisnya disertai kocokan tanganku. Setelah kurang lebih sepuluh menit, ia memintaku berhenti dan siap menyetubuhiku Kini Davin menindihku dan memposisikan kepala penisnya di bibir vaginaku. Desahan kami mengiringi penisnya melesak masuk ke vaginaku dan terus menekan hingga dasar rahim sampai terasa penuh sekali. Aku menyambutnya dengan pelukan hangat di lehernya, bahkan kucium bibir pemuda tampan itu dengan perasaan mengawang-awang, dengan lumatan hangat tanpa malu dan canggung lagi, lupa statusku sebagai wanita yang sudah bersuami “Ayo Vin… bikin cici puas sampai klepek-klepek!” kataku dengan suara menggoda dekat telinganya. Davin tersenyum sambil meremas payudaraku serta mulai memompa penisnya keluar-masuk di dalam jepitan vaginaku. Sungguh nikmat genjotan pemuda ini, setiap sodokan penisnya membuat batinku tergetar-getar, serasa mendesir-desir sampai ke tulang sumsumku. “Ci Irene… memek cici bener-bener enak!” bisiknya di telingaku dengan suara terengah-engah. Setelah belasan menit lamanya, tiba-tiba Davin mencabut penisnya, membuatku tanggung karena sedang di tengah pendakian ke puncak kenikmatan “Ganti gaya ci!” pintanya. Kami pun ganti posisi, aku menungging dan Davin menusukkan penisnya dari belakang lalu ia mengenjotku kembali dalam posisi doggie. Ia menggenjot sambil meremas-remas payudaraku, sesekali juga menampar pantatku. Aku pun tidak tahan lagi dan orgasme dengan meledak-ledak, rasanya seperti melayang kehilangan nafas hingga terasa hampa saking nikmatnya. Vaginaku terasa banjir sekali sampai meleleh membasahi paha dalamku, namun Davin masih terus menggenjot dan belum orgasme. Batang penisnya diputar mengaduk-aduk vaginaku, sensasinya sungguh luar biasa, membuat badanku menggigil nikmat. “SSshhh…. ciii… udah mau nih!!” akhirnya ia menggerang-ngerang berbisik mau keluar. Dengan satu sodokan yang mantap, spermanya menyembur deras di dalam liang senggamaku, cairan itu terasa hangat dan berlimpah. Tubuhnya ambruk menindih tubuhku, bibir kami berpagutan meresapi sisa orgasme. Kami berpelukan menikmatinya tanpa kata-kata sambil memulihkan kembali energi yang telah tercurahkan secara intensif, sesekali Davin menciumku mesra. Rasa bersalah mulai kembali menyerangku, namun aku berusaha menyanggahnya dengan justifikasi yang membenarkan perselingkuhan ini. “Ini hanya hubungan badan dan pemenuhan kebutuhan biologis, tidak lebih” demikian pembenaranku. “Hmm.. bagaimana Ci? Enak?” tanyanya sambil memandang genit ke arahku. “Yaah.. great… “, sahutku lirih karena masih lemas. Tiba-tiba smartphoneku berbunyi, kuraih tasku di buffet sebelah ranjang dan foto George muncul di layar. “Suami!” aku menempelkan telunjuk di bibir memberi isyarat padanya sebelum mengangkat telepon. ”Ya ….hallo say!” sapaku dalam hati masih dirundung perasaan bersalah, “lagi di mana nih?” ”Ini baru selesai seminar, pesawatnya masih tiga jam lagi jadi mau jalan-jalan dulu, mau beli apa say?” tanya George. ”Hhmm… apa aja deh, yang enak-enak, you know my taste” jawabku “Lagi apa nih sekarang?” “Tidur-tiduran aja sih” kataku, toh tidak bohong juga kan. ”Oke deh kalau gitu, see you tonight!” “I’m waiting” balasku mesra. Setelah mesra-mesraan sejenak, kami pun menutup telepon. “Vin, ini yang terakhir yah” kataku sambil mengelus rambut pemuda itu, “suami ntar malam pulang, saya gak bisa terlalu jauh lagi” ”Oke… saya ngerti, tapi kita masih ada waktu bersama kan sekarang?” “Masih belum puas kamu?” tanyaku tersenyum. “Cici udah gak pengen emang?” ia balik tanya sambil memencet putingku. “Gimana kalau kita mandi aja dulu, udah keringetan nih” usulku “Sip, pasti seger berendam air hangat!” katanya, “biar saya isi dulu baknya ci!” Davin turun dari ranjang menuju ke kamar mandi. Tak lama kemudian ia memanggilku setelah selesai mengisi bathtub. Aku mengikat rambutku ke atas lalu masuk ke kamar mandi mendapati bathtub yang lumayan besar itu sudah terisi air hangat dan dituangi sabun bubble. Kami masuk ke air, aku duduk di pangkuan Davin yang berselonjor di bathtub. Ia menggosok punggungku sambi menciumi leher dan telingaku disertai pijatan pada pundak dan punggungku yang memberi rasa nyaman. Setelah itu, tangannya ke depan mulai meremas payudaraku dengan gemas. Aku memejamkan matanya menikmati segarnya air hangat dan remasan tangannya sementara tangan kananku masuk ke air meraih penisnya dan mulai mengocoknya lembut. Gairahku kembali bangkit, aku menengok ke samping dan ia memagut bibirku, kami pun kembali berciuman. “Balik ci badannya” kata Davin Aku pun membalikkan tubuhku lalu mengarahkan penis Davin ke vaginaku. Kuturunkan tubuh sambil mendesah mengiringi kembali bersatunya alat kelamin kami. Air dan buih meluap keluar bathtub saat aku mulai memicu tubuhku. Davin mendesah-desah menikmati genjotanku sambil menciumi payudaraku. Mataku membeliak-beliak, mendesah bagaikan kuda liar beraksi di atas penis pemuda itu. Tubuh kami yang basah dan penuh sabun membuat suasana menjadi tambah erotis.Beberapa menit kemudian kami mencapai orgasme bersamaan, spermanya yang hangat mengisi vaginaku. Kami pun akhirnya menyelesaikan mandi, setelah membilas dan menghanduki tubuh, Davin menarik lengaku keluar dari kamar mandi. Pergumulan kami masih berlanjut di ranjang. Dengan rakus, Davin melahap kedua payudaraku dan mengenyotinya. Aku mendesah dan membelai-belai kepalanya. Tak lama kemudian ia berlutut di antara kedua belah pahaku yang ia naikkan ke pundaknya dan ia arahkan kepala penisnya ke vaginaku. “Aaahhh!” erangku ketika penis itu kembali menghujam vaginaku. Davin mulai mengayuh pinggulnya menggenjoti vaginaku. Kembali kurasakan gesekan batang penis Davin yang berirama dan membuatku merem-melek dan mendesah-desah lagi seperti kepedasan ini. Oh indahnya kenikmatan terlarang yang membawaku ke surga dunia ini, surga yang membuatku melupakan nsegalanya. Yang aku ingat cuma satu, bahwa sodokan-sodokan penis Davin di liang senggamaku membuatku terengah-engah dan merintih-rintih tak terkendali “Vin… ooooh… sodok terus jangan berhenti… ooooh… ” Tangan pemuda itu meremas-remas sepasang payudaraku dengan lembut, juga memilin-milin putingku. Ronde setelah mandi ini berlangsung cukup lama. Ketika aku merasa sudah di ambang orgasme, aku berkata lirih “Ayo… barengin lagi kayak tadi… biar enak… aaahh” Davin mengangguk dan terus menggenjot da manakala ia membenamkan batang penisnya dalam-dalam sampai kepala penisnya menyundul dasar rahimku, aku sudah mencapai orgasme, yang membuatku ingin menjerit sekuat-kuatnya, “Aaaaahhhhh!!” tubuhku menggelinjang hebat. Pada saat yang sama moncong penis Davin pun kembali memuntahkan spermanya, ia juga mengerang sambil meremasi kedua payudaraku lebih kencang. Akhirnya semburannya berhenti dan ia ambruk menindihku, kusambut dengan ciuman dan pelukan. Kami tertidur sejenak dan ketika terbangun kulihat langit sudah mulai kuning, jam menunjukkan pukul 17.05. Sungguh hari yang melelahkan, aku sudah menjadi istri yang sangat nakal selama kepergian suamiku dan kurasa cukup sudah semuanya. “Thanks buat semuanya yah… saya puas sekali dengan permainan kamu, tapi sudah waktunya kembali ke pasangan yang sah” kataku sambil menyisir rambutku. “Sama-sama ci, kita masih teman kan?” katanya tersenyum, “kalau cici perlu hubungi saya aja” Kami pun berpisah sore itu, aku kembali ke rumah disambut Oni seperti biasa. Langsung kuangkat tubuhnya dan kucium. “Lapar yah? yuk…. mama beli makanan baru nih!” kataku menurunkannya lalu mengambil makanan anjing kalengan yang tadi kubeli. Kubuka kaleng itu dan kutumpahkan ke tempat makanannya. Senang melihatnya sehat dan makan dengan lahap seperti itu. Jam tujuhan, George tiba di rumah. Dari lantai dua kulihat ia turun dari mobil grab yang mengantarnya. Segera aku turun dan membukakan pintu, kusambut ia dengan sepenuh cinta dan kerinduan. Kami berpelukan dan berciuman setelah pintu tertutup. Ooh… George, suamiku… cinta sejatiku yang kukhianati selama kepergiannya, ada rasa bersalah dalam hatiku, aku ingin mengakuinya namun belum siap, tidak sekarang, nanti… cepat lambat aku harus mengakuinya karena aku masih mencintainya. Setelah menciumku George mengangkat tubuh Oni yangg sejak tadi memeluk kakinya lalu mencium binatang yang sudah seperti keluarga itu. “Gua udah masak, masih hangat!” kataku “Ayuk… udah kangen sama masakanlu say!” Sepulang dari hotel tadi aku menyempatkan diri memasak untuk menyambut kepulangan suamiku. Meskipun sudah makan di pesawat, kalau untuk makanan kami tidak pernah mengatakan tidak. “Wow… heavenly taste!” puji George terhadap tomyam goong yang kubuat lalu menciumku. Perasaanku langsung melambung tinggi mendengar pujian dengan ciuman mesranya itu, sekaligus rasa bersalah atas penyelewengan masih membayangiku. Tidak sampai setengah jam, dua macam lauk beserta nasi yang kusiapkan telah habis bersih oleh kami berdua. “Mandi yuk, belum mandi nih!” ajaknya, “bareng!” Aku tersenyum mengiyakan ajakannya. Sebentar kemudian kami sudah telanjang di bawah siraman air hangat dari shower. Dengan mesranya kami saling menyabuni tubuh masing-masing. George sengaja menyelinapkan jari ke celah vaginaku saat menyabuni selangkangan, membuat birahiku naik. Aku pun membalasnya dengan menyabuni batang penisnya yang masih lemas, kuremas-remas lembut, kusabuni dan kukocok sehingga membuatnya mendesah. Sebentar saja batang itu sudah mengeras dalam genggamanku. Saat itulah aku berusaha memasukkannya ke liang senggamaku. George mengerti apa yang kuinginkan dan ia mulai mengayun batang penisnya dalam jepitan vaginaku. Sambil berdiri menyandar ke dinding, aku menikmati genjotan penisnya yang semakin lancar. Cukup lama kami bersetubuh dalam posisi berdiri dan ketika ia memuncratkan spermanya, sebenarnya aku sudah duluan mencapai orgasme. Kami mengakhiri pergumulan di kamar mandi ini dengan membilas badan sebersih-bersihnya dan mengeringkannya dengan handuk. Setelah itu kami berlari-lari kecil ke dalam kamar dalam keadaan telanjang. Tubuh kami terasa segar ketika sama-sama melompat ke atas ranjang sehingga sudah bersemangat lagi untuk ronde berikutnya. Entah kenapa, aku merasa semakin sayang kepada buah suamiku itu. Mungkin karena rasa bersalahku, maka tanpa ragu, kuciumi bibir George sambil mengelus rambutnya. “Masih pengen? Atau udah cape??” tanyaku sambil memegang penis suamiku yang masih terkulai letih itu. “Mau… tapi break dulu sebentar” sahutnya sambil meremas payudaraku. “Tapi gua udah kepengen lagi nih” cetusku yang lalu kulanjutkan dengan mendekatkan mulutku ke batang penisnya yang sedang kugenggam. “Uuuhh… sayyy!!” desah George ketika dengan binal aku mulai menjilati kepala penisnya, lalu turun ke batangnya hingga zakarnya pun tak luput dari jilatanku. Kubuka mulutku dan melahap batang tersebut, kukulum dengan nikmatnya hingga benda itu mulai mengeras di mulutku. Tak berapa lama kemudian usahaku membuahkan hasil, penis suamiku itu akhirnya ereksi maksimal dan siap tempur lagi. Tanpa buang waktu lagi, kunaiki penisnya yang sudah keras itu. George senyum-senyum ketika aku sedang berusaha memasukkan batang penisnya ke liang senggamaku. Setelah batang itu masuk dan memberi kecupan di bibirnya, aku mulai aktif menaik-turunkan pinggulku, liang senggamku membesot-besot penis George membuatnya mendesah nikmat. Sepasang payudaraku yang bergelantungan di atas dadanya ditahannya dengan kedua telapak tangannya, sekaligus diremasnya dengan gemas. Namun aku selalu saja cepat mencapai orgasme kalau bersetubuh dalam posisi di atas seperti ini. Dalam tempo belasan menit, aku pun memekik lirih dalam nikmat yang tak terperikan, berkelojotan di selangkangan suamiku hingga akhirnya terkapar di atas tubuhnya. Tak lama ia berguling, mengatur posisiku hingga berbaring menyamping dengan dirinya di belakang mendekap tubuhku. “Ayo… masukin lagi… kan belum keluar!” kataku sambil meraih penisnya yang masih keras. Aku mengangkat kaki kiriku ketika ia mengarahkan kepala penisnya ke mulut vaginaku. Benda itu merobos liang vaginaku sedikit demi sedikit, dan oooh… terasa sekali nikmatnya. “Entot yang cepat say, gua kangen banget!” desahku merasakan sodokan-sodokan penis suamiku pada liang senggamaku sampai ke dasarnya Genjotan itu membuatku terengah-engah, terbeliak dan bergetar hebat, terlebih dibarengi dengan ciuman pada leher dan telingaku serta remasan pada payudaraku. Sekitar seperempat jam ia menggenjotku, aku sudah sampai lagi di puncak kenikmatan. Sekujur tubuhku mengejang kuat-kuat, lalu aku merasa seperti melesat ke langi, ke alam kenikmatan yang terlalu indah untuk dilukiskan dengan kata-kata. Pada waktu sudah berkelojotan akibat orgasme, batang penisnya masih mantap menggenjot vaginaku. “Sini gua sepong!” kataku lirih. George pun mencabut penisnya dari vaginaku dan berbaring telentang. Aku mulai menjilati batang penisnya yang berlumuran cairan orgasmeku, lalu mulutku membuka dan melahap batang itu. “Oooh sayyy… gila sepongan lu asli ga ada duanya… oooghh” erangnya Sesekali aku melakukan deep throat, menghisap batang penisnya hingga ke ujung sehingga membuatnya semakin berkelejotan nikmat. Sensasi bibir lembutku yang menyusuri penisnya dipadukan dengan gelitik lidahku membuat pertahanannya dengan cepat bobol. “Saayy…. keluar nihhh!!!” lenguhnya dengan tubuh menggeliat. Creett… crettt… beberapa kali spermanya menyemprot kencang di dalam mulutku, yang lalu kulahap dengan mantap, tanpa meleleh keluar dari bibirku. Setelah melepas rindu dengan hubungan badan, kami tertidur di balik selimut yang menutupi tubuh telanjang kami. “My husband, my love… maafkan istrimu ini, yang khilaf melakukan perselingkuhan, itu tidak akan pernah terjadi lagi, aku tetap mencintaimu sayang!” kataku dalam hati melihat George yang sudah tertidur lebih dulu lalu mengecup dahinya.
Waktu berjalan terus hingga dua minggu sejak bercinta terakhir kalinya dengan Davin. Kesibukanku mengurus toko online dan kemesraan dengan suami mulai membuatku melupakan pemuda itu. Sampai suatu siang ketika sedang membungkus barang yang akan dikirim aku menerima pesan WA. + Ci Irene, pakabar, ini Davin, bisa minta tolong dikit?

— Oh, baik, iya kenapa Vin?

+ Ngeganggu gak ci? Bisa saya telepon aja, biar omongnya lebih enak?

— Ga kok, boleh telepon aja. Sebenarnya aku tidak ingin berhubungan dengannya lagi, tapi kali ini dia meminta tolong, aku jadi tidak enak menolaknya begitu saja. Penasaran juga aku, apa yang terjadi sampai harus minta tolong padaku. Semenit kemudian smartphoneku berbunyi. “Iya Vin, ada apa?” tanyaku. “Ini ci… sebenernya gak enak juga, tapi saya gak tau harus minta bantuan ke siapa lagi” suaranya terdengar lemas. “Langsung aja omongnya, kalau saya bisa bantu ya saya bantu!” “Gini ci, bisnis orang tua saya tuh lagi jatuh, kena tipu dua bulan lalu, nah… jadi mereka bulan ini ga bisa kirim uang buat bayar kost sama uang kuliah juga udah harus bayar tiga hari lagi. Jadi… kalau boleh saya pinjam dulu dari cici, boleh ga?” Aku diam sejenak tidak langsung menjawab, “Hhhmm… kamu butuh berapa emang?” “Eeerr… lima, lima juta aja ci, sebenarnya masih kurang tapi sisanya masih bisa saya pinjam dari teman, secepetnya saya balikin lagi, saya kan ada kerja part time juga” “Ya udah oke, saya masih bisa bantu, kamu kasih nomor AC aja, ntar sore saya transfer, HP-nya masih dicharge soalnya!” “Bener ci, gapapa?” “Iya kan saya udah bilang oke, ya semoga papa mama kamu baik-baik aja disana!” “Makasih banget yah ci… cici penyelamat saya! Saya nanti kembaliinnya cicil dari gaji saya gapapa ci?” “Iya… iya… kamu kasih nomer AC aja!” “Iya abis ini saya WA-in aja yah” “Oke!” Pikirku tidak ada salahnya membantu yang sedang membutuhkan, apalagi jumlah segitu terbilang kecil untukku. Kadang memang hatiku mudah luluh, termasuk ketika pertama kali menemukan Oni yang dulunya anjing terlantar ini, kenangku sambil mengelus punggungnya dengan kakiku. Sore itu, aku mentransfer uang yang kujanjikan lewat e-banking setelah smartphone yang satunya selesai dicharge. Tak lama, Davin mengirim pesan berterima kasih atas bantuanku. Ada rasa senang dalam hatiku karena membantu orang.
#2

Sepuluh hari berlalu sejak aku meminjamkan uang pada Davin. Suatu siang aku baru mau memasak saat smartphoneku berbunyi. Davin… mau apa lagi dia? Mungkin mau tanya rekeningku untuk mengembalikan pinjaman. “Halo!” sapaku setelah menerima panggilan. “Ci, sori ngeganggu lagi… gimana yah saya harus mulainya?” “Kenapa? Ada masalah lagi?” “Ya bisa dibilang gitu ci… kalau saya minta pinjaman lagi, masih boleh gak?” “Vin, bukannya saya gak mau, tapi kalau begini terus, juga gak baik buat kamu, ini belum sebulan, kamu udah minta lagi” aku mulai kesal, masa anak muda, laki-laki pula, harus seperti itu, “kalau kamu kebiasaan gini, lama-lama kamu dililit hutang, kamu ngerti itu?” “Tolonglah ci… sekali ini aja, saya lagi perlu uang lagi” mohonnya. “Oke tapi kamu harus kembaliin uang yang kemarin dulu, bukannya gimana yah Vin, kamu masih muda, harus belajar supaya gak dikit-dikit hutang.” “Jadi gak bisa banget ci?” suaranya terdengar memelas. Aku menghela nafas, “sori banget… gak bisa, oke, udah dulu yah!” langsung kuputus hubungannya. Aku mulai ilfil pada pemuda itu dan mulai meragukan apa yang kemarin itu benar untuk bayar kuliah dan kostnya? Apa benar orang tuanya sedang kesulitan keuangan? Aku juga menyalahkan diriku yang terlalu gampang merasa kasihan. Tiga menitan kemudian ada pesan masuk ke WA-ku, bah… anak itu lagi, akan kublok nomornya setelah melihat pesannya. Namun begitu kubuka pesan itu, mataku membelalak kaget dan tubuhku terasa lemas melihat fotoku sedang terbaring tanpa busana, foto berikutnya adalah foto vaginaku yang basah. Dari sprei di bawahku foto itu pasti diambil di hotel tempat kami terakhir bercinta ketika aku tertidur kelelahan. Aku tidak pernah menyangka pemuda itu memotretku dan belum hilang rasa kagetku, smartphoneku kembali berbunyi. Sesuai dugaanku, pemuda sialan itu… “Gimana ci? Bagus kan fotonya?” tanyanya di seberang sana. “Heh, apa maksud kamu hah? Bajingan kurang ajar!” makiku. “Jangan galak gitu dong ci… itu kan kenangan kita dulu” “Kamu mau memeras saya hah?” “Sssshh… jangan ngegas gitu dong ci, saya gak meras, cuma minta kerja samanya aja” “Apa mau kamu sebenarnya?” “Kan saya udah bilang, saya cuma butuh uang, kalau semua udah selesai saya hapus filenya” “Baik… kamu butuh berapa?” agaknya aku tidak punya pilihan lain lagi, “harap kamu tahu, kita ini bukan orang kaya, suami saya kerja di pabrik, saya sendiri bantu-bantu jualan online!” “Saya ngerti ci… saya ga sejahat itu menguras uang cici yang bisa bikin suami cici curiga, saya minta lima lagi aja gimana?” “Oke… saya transfer sekarang!” kataku mendengus kesal. “Satu lagi ci… saya mau ketemu cici lagi, kangen hehehe!” katanya sambil terkekeh. “Kamu jangan kelewatan yah!” “Ya kalau cici ga mau, jangan salahin saya foto-foto itu tersebar di internet, bayangin kalau suami cici tau nanti, atau teman-teman kerjanya di pabrik ngeliat foto bugil istrinya!” “Kamu…” aku benar-benar geram, kurang ajar sekali pemuda ini. “Itu semua pilihan cici, kalau cici mau, datang aja jam dua nanti ke hotel ###, saya udah pesan kamar di sana buat kita, nomer 2024″ tanpa mempedulikan jawabanku ia menutup teleponnya. Aku bingung, kepalaku tambah pusing, tidak pernah kuduga kekhilafan dan kenikmatan sesaat bisa berakibat separah ini. Jam dua berarti sejam lagi dari sekarang. Dalam keadaan kalut, aku mentransfer lewat e-banking sebesar enam juta. +SAYA UDAH TRANSFER DAN SAYA LEBIHIN JADI ENAM JUTA, SEMOGA KAMU PUAS YAH! (sengaja kutulis pesan WA dengan huruf besar sebagai ekspresi kemarahanku)

-makasih ci, cici emang orang murah hati, tapi saya masih mau ketemu cici Hampir saja kulempar smartphoneku ke tembok, betapa panas hatiku, wajahku memerah karena amarah. Pemuda itu ternyata penjahat kelamin sejati yang memikatku dengan pesonanya untuk keuntungan pribadinya. “Oni, not now yah!” kataku menggeser tubuh Oni yang menggesek-gesekkan badannya ke kakiku, namun binatang itu mendekat lagi dan menjilati kakiku. “Dibilang NOT NOW!” bentakku sambil menendang badan anjing itu lumayan bertenaga sampai terkaing-kaing. Ooh tidak, apa yang kulakukan tadi? Aku lepas kontrol sampai melampiaskan emosiku pada sesuatu yang kusayangi. Padahal mungkin Oni mengerti aku sedang ada masalah dan berusaha menghiburku, tapi kenapa aku sejahat itu padanya. Aku segera mendekatinya yang sedang meringkuk di sudut bawah meja. “Oni sori yah! mama salah! Ayo sini! Gapapa kok sayang” panggilku dengan suara bergetar, ia nampak masih takut padaku. Kuangkat badannya dan kuelus-elus, “maaf, mama ga bermaksud gitu!” kataku lirih dengan mata berkaca-kaca. Kubawa dia ke sofa dan menenangkannya. Agaknya ia mulai tenang dan mulai menjilat-jilat tanganku. Aku berpikir apa yang harus kulakukan dalam situasi ini, namun nampaknya aku memang tak punya pilihan lain lagi selain menuruti kemauannya, paling buruk ia meniduriku lagi. Setidaknya aku harus memastikan ia membuang semua file laknat itu. Tanpa makan terlebih dahulu, aku segera keluar dengan mobilku menuju hotel yang dimaksud. Aku tiba hampir jam setengah tiga karena jalanan agak macet. “Heh bangsat! Saya udah di parkir basement!” sapaku begitu ia mengangkat panggilanku. “Hehehe… akhirnya datang juga, langsung aja naik ke kamar ci, saya udah disini!” Aku menutup telepon dan membanting pintu mobil, berjalan dengan langkah berat memasuki lift langsung ke lantai yang dituju. Jantungku berdebar makin kencang ketika berdiri di depan pintu kamar 2024, tanganku serasa berat ketika menekan bel. Tak lama kemudian, pintu terbuka, Davin muncul di ambang pintu, kali ini pesonanya sudah hancur di mataku, dengan muak aku menatap tajam pada penjahat kelamin yang memancingku dengan pesonanya itu. “Ahhh… Ci Irene, ayo masuk!” Plak! Aku langsung menampar pipinya begitu masuk ke kamar. Davin malah tersenyum menjijikkan memegangi pipinya yang kutampar. “Saya percaya sama kamu, anggap kamu teman untuk bersenang-senang! Tega-teganya kamu khianati kepercayaan saya!” ucapku dengan geram. “Hehe… saya cuma menawarkan kerjasama ci, kan cici juga dapet untungnya, istri gatelan kaya cici kan emang butuh kontol juga” katanya. Kata-katanya benar-benar menjijikkan dan merendahkanku. Aku ingin marah dan menamparnya lagi, namun kali ini ia sigap menangkap dua pergelangan tanganku lalu menelikungnya ke belakang. “Aawwww!!” jeritku kesakitan. Davin lalu mendorong tubuhku sehingga aku terhimpit ke tembok, ia terus menguncikedua tanganku sambil mulutnya menelusuri leherku. Perlahan tangan kanannya merayap ke bawah dan menarik rokku ke atas sehingga pantatku tersingkap. Nafasku mulai terengah mendapat perlakuan seperti ini. Detik berikutnya kurasakan sebuah benda kenyal dan keras mengusuk-nusuk pantatku yang masih mengenakan celana dalam, dengan cekatan ia menarik kain tipis tersebut dari tempatnya sehingga kini menggantung dilututku, lalu ia kembali menggesekkan penisnya ke belahan pantatku. “Ayolah ci, saya tau cici masih pengen kan” katanya lalu menjilat telingaku. Semakin meronta tanganku semakin terasa sakit, akhirnya akupun pasrah menuruti keinginannya toh ia sudah mendapatkan tubuhku. Secara refleks, naluri kewanitaanku malah menggerakkan pinggulku ke belakang sehingga penis pemuda sialan itu mulai menggesek bibir vaginaku yang mulai basah. Jujur saja, nikmat sekali rasanya gesekan itu sehingga membuatku menginginkan lebih, namun ia menghentikan aksinya dan menggiringku ke ranjang. Ia dorong hingga aku terjembab di kasur. Sambil menyeringai ia membuka kaos yang dikenakannya lalu mulai melepaskan celananya hingga tinggal celana dalam. Setelahnya ia naik ke ranjang menghampiriku. “Hehehe… cici ini biar lagi galak gini tetap cantiknya gak hilang” katanya mengelus wajahku yang menatap penuh kemarahan padanya. Belum sempat aku memaki, mulutku sudah dipagutnya, lidahnya menyeruak masuk ke mulutku. Aku meronta seolah menolaknya namun di saat yang sama juga merespon lidahnya dengan balasan yang lebih menggelora. Lumayan lama kami berpagutan sambil tangannya terus menggerayangi tubuhku. Ia menarik resluiting gaunku di punggung dan menyusupkan tangannya dari arah belakang dan memeloroti gaun selututku hingga lepas dari tubuhku. Mulutnya merambat turun ke dadaku, seakan tak pernah puas ia terus mengulum dan menjilati kedua payudaraku secara bergantian, tangannya pun aktif menggerayangi sekujur tubuhku. Kini aku terlentang pasrah di bawah tindihannya. Perasaan jijik dan marah bercampur aduk dengan birahiku yang naik dan hanyut dalam kenikmatan. Di tengah kenikmatan yang terpaksa, tiba-tiba saja kami dikejutkan oleh suara bel, sesaat kami saling pandang lalu Davin tersenyum “Ah… mereka udah datang..” katanya “Siapa mereka?” tanyaku mencengkram lengannya. “Teman-teman saya ci, saya kan bisa ketemu terus dekat ke cici bukan kebetulan, mereka juga ikut bantu!” jawabnya santai. “Bangsat! Jadi kalian sudah rencanain ini dari awal?” “Yah, bisa dibilang gitu deh” Cuiihh… aku meludah ke mukanya, namun ia hanya terkekeh sambil menyeka ludahku di wajahnya. “Hehehe… sabar ya ci, berikutnya bakal lebih seru!” katanya lalu bergegas ke pintu dengan hanya bercelana dalam, “yo… bentar bro!” “Waahh.. udah mulai dulu bro?” tanya suara lain. “Macet kita tadi!” kata suara lain “Belum kok, kebetulan baru warming up” kata Davin. Refleks aku pun meraih selimut untuk menutupi tubuhku yang tinggal memakai celana dalam saja walau aku tahu percuma karena nanti pun mereka akan menjarah tubuhku. “Gitu dong, gua kira udah bekas ludah sama peju lu hahaha” Hatiku berdegup kencang mendengar percakapan mereka, terbayang tubuhku akan dipakai beramai-ramai oleh mereka. Davin kembali bersama dua temannya yang baru datang itu, seorang pemuda Chinese sama seperti bajingan itu dan satu lagi pemuda berkulit gelap dengan rambut gimbal, agaknya berasal dari wilayah timur Indonesia. Keduanya sepertinya seumuran dengan Davin, hanya si gimbal dengan kumis dan jenggotnya kelihatan lebih tua. “Waahh… lebih cantik dari di foto ternyata!” kata si rambut gimbal itu sambil membuka kaosnya, “bikin gak sabar aja!” “Ini teman saya ci, kenalin ini Charlie, sama-sama anak Medan kaya saya!” katanya seraya menepuk bahu si pemuda Chinese, “yang ini Niko, dari Papua, dia kontolnya paling gede di antara kita, cici pasti puas deh!” tangan satunya menepuk bahu si rambut gimbal. “Hehehe… kita main bareng ya ci, katanya cici demen kontol kan!” kata Charlie sambil menarik selimut yang menutupi tubuhku. Aku berusaha menahan selimut itu namun ia menyentaknya sehingga tubuhku yang tinggal bercelana dalam pun terekspos bebas di depan tiga pemuda itu. Kini aku hanya bisa menyilangkan tangan ke dada menutupi payudaraku. Tatapan ketiganya seperti binatang buas yang menemukan daging segar untuk disantap. “Jaminan mutu ini sih namanya!” kata Charlie menatap nanar padaku. “Berkat lu bro! Kalau lu ga merhatiin dia, kita ga bisa nikmatin!” sahut Davin. Tegang sekali rasanya bagiku, baru pernah aku telanjang di depan tiga pria seperti ini. Namun tak dapat kusangkal, pada saat yang sama juga terasa ada yang menjalar dalam pembuluh darahku. Sesuatu yang sangat menggairahkan, sesuatu yang memberi sensasi berbeda dari biasanya. Aku membayangkan tiga pemuda itu telanjang bulat dengan penis-penis mereka yang ereksi maksimal lalu mengerumuniku yang terbaring pasrah di ranjang sambil tangan-tangan mereka merambahi tubuhku, juga ketika sperma mereka bermuncratan menghujani wajah, rambut dan mulutku. Mengingatkanku pada sebuah film porno yang kutonton bersama suami. Walau marah, aku tidak dapat menahan birahi yang bergejolak ini. Ketika aku terhenyak itu, tak terasa ketiga pemuda itu sudah telanjang, penis-penis mereka yang tak bersunat sudah ereksi, terutama milik Niko yang hitam itu memang lebih besar dibanding dua temannya. Uuhh… bagaimana kalau benda itu nanti merojok-rojok vagina atau mulutku. “Jangan… bangsat kalian!” aku berusaha menjauh namun tidak bisa karena terhimpit ke kepala ranjang ketika mereka naik ke ranjang mulai mengerubutiku. “Enjoy aja ci… kita ahli loh muasin istri-istri gatel kaya cici ini!” kata Davin tersenyum menjijikkan. “Dan mereka selalu kita bikin klepek-klepek yah! hahaha!!” sahut Niko. Ternyata mereka komplotan penjahat kelamin, entah sudah berapa banyak korbannya selain diriku. Anehnya, naluriku menginginkan ketiganya segera menjarah tubuhku. Sulit dijelaskan darimana munculnya perasaan seperti itu. Niko, si Papua gimbal itu, memagut bibirku, Charlie menyerang dari kiri melumat payudaraku dengan liar, dengan tidak sabar pemuda itu juga melucuti celana dalamku. Davin berdiri di arah kakiku, ia bentangkan kedua belah pahaku sehingga dapat dengan jelas menyasikan vaginaku yang sudah basah. Ia cucukkan dua jarinya keluar masuk liang senggamaku membuatku menggeliat dan melenguh. Niko berusaha memasukan lidahnya ke mulutku, aku meronta dan menutup rapat bibirku, namun akhirnya toh pertahananku tumbang juga karena dahsyatnya rangsangan yang melandaku. Bibirku pun membuka membiarkan lidah si rambut gimbal itu menyapu-nyapu dalam rongga mulutku. Sementara Charlie memagut leher, pundak, dan payudaraku dengan liar, ia lumat payudaraku berikut putingnya, tangannya dengan gemas meremasi pantatku. “Gua mau memeknya dong bro, sebelum kena peju sama ludah lu orang, lagian lu juga udah pernah kan!” Charlie berhenti sejenak dan berkata pada Davin yang mencucuk-cucukkan jemarinya ke vaginaku. “Oke, enjoy tuh bro!” Davin menegakkan badannya dan bergeser untuk memberi tempat bagi Charlie. Mereka lalu bertukar tempat, sementara mataku terpejam, aku sadar apa yang akan terjadi. Ada rasa takut dan tegang karena baru pernah aku dikeroyok seperti ini tapi juga menantikan kelanjutannya dengan berdebar-debar. Begitu kurasakan lidah Charlie menyapu-nyapu bibir vaginaku, ditambah lagi permainan lidah dengan Niko dan Davin yang dengan lahap menghisap putingku, tubuhku pun mengeliat-geliat. Kurasakan hembusan nafas di telingaku, lalu sensassi hangat basah. Ahh… bibir dan lidah Davin tengah menggelitik telingaku sambil memilin-milin putingku. Aku sudah lumayan lama beradu lidah dengan Niko sampai ludah kami meleleh-leleh di pinggir bibir. Sementara di bawah sana, Charlie memasukkan ujung lidahnya hingga ke dalam liang senggamaku. Seluruh tubuhku terasa tersengat aliran listrik hingga hilang kendali. Aku mendesah tertahan dan menggeliat-geliat, walau di satu sisi ingin menolak, namun di sisi lain aku merasakan kenikmatan tiada tara yang sulit kutolak. Niko melepas pagutan kami sehingga aku sedikit bisa bernafas lega, namun sebentar kemudian kurasakan sesuatu yang hangat keras berada di bibirku. Penis Niko yang hitam tak bersunat itu, ada aroma tidak sedap terasa. Aku mengeleng-gelengkan kepala menolak keinginannya, tapi si Papua itu tidak menggubrisnya malah manahan kepalaku dengan tangannya agar tidak bergerak. “Sepongin ci!” perintahnya tegas, “Davin bilang cici jago nyepong kan!” Kurang ajar benar mereka, tapi aku tidak bisa menolak. Maka kugenggam penis hitam itu lalu kujilat batangnya yang sudah ereksi maksimal itu membuat pemuda itu mendesah-desah merasakan jilatanku. “Aaahh.. mantap… gak salah lu Vin” katanya pada Davin Aku semakin terbiasa menjilati penis hitam besar itu, lidahku berputar di kepala penisnya membuat pemuda gimbal itu melenguh nikmat. Reaksinya membuatku turut larut dalam kenikmatan tabu ini, apalagi ketika sebagian penisnya melesak masuk menyentuh langit-langit mulutku, belum lagi kenakalan lidah Charlie yang tiada henti-hentinya menyapu setiap sudut bibir dan dinding vaginaku serta lumatan Davin pada payudaraku. Aku semakin larut dalam pusaran birahi yang menerpa tubuhku, aku bahkan tidak sungkan lagi mengocok-ngocok penis hitam Niko yang separuhnya berada dalam mulutku. Beberapa saat kemudian,Niko menekan lebih dalam batang penisnya sehingga membuatku gelagapan. Kugeleng-gelengkan kepala hendak melepaskan penisnya tapi malah berakibat sebaliknya, gelengan kepalaku membuat penisnya serasa dikocok-kocok. Si gimbal itu tambah beringas menyetubuhi mulutku. Sementara permainan lidah dan jari Charlie pada vaginaku juga membuatku semakin melayang tinggi. “Aaagghh… ngeheee… cccrroot ini!!” erang Niko, penisnya menyemburkan sperma di dalam mulutku membuatku tersedak, sebagian masuk ke kerongkongan, sebagian lagi melelh keluar dari mulutku karena banyaknya. “Uuhhukkk.. hukk… uhukk!!” aku terbatuk-batuk dan meludah-ludah membuang sisa cairan berbatu tajam yang masih ada di mulutku. Ketiganya tertawa melihat reaksiku. “Hehehe… asyik yah ci, ini baru pemanasan, masih banyak yang lebih enak!” kata Davin. “Sekarang waktunya nge-joss, udah becek gini nih!” sahut Charlie mengangkat wajahnya dari selangkanganku dan mencucuk-cucukkan jarinya. Kemudian ia melebarkan kedua belah pahaku dan berlutut di antaranya. Diarahkannya penisnya yang telah mengeras untuk dimasukkan ke liang senggamaku. Ukuran penisnya kurang lebih mirip dengan Davin dan George. Perlahan pemuda itu mendorong penisnya masuk dibantu oleh cairan vaginaku sebagai pelumas. “Oogggghhh… mantep nih memek!!” desah Charlie sembari memejamkan mata. Aku sendiri mengerang menahan perih sekaligus nikmat. Dinding vaginaku menjepit sempurna dan meremasi penis Charlie. Ia mulai menggerak-gerakkan penisnya sehingga batangnya yang menggesek klitorisku memberi sensasi nikmat. “Ayo ci, sambil sepong yang saya!” sahut Davin berlutut di sebelah kepalaku dan menyodorkan penisnya ke mulutku. Aku tak dapat menghindar, pasrah membiarkan pemuda itu menjejali mulutku dengan penisnya. Entah pikiran apa yang tersirat, aku malah bersemangat menjilat dan menghisap penis pemuda sialan yang menjebakku itu. Sesekali lidahku bermain di lubang kencingnya “Mhhhh… “ lenguh Davin meremasi rambutku ketika aku semakin aktif menjilat dan menghisap Niko yang baru orgasme di mulutku kini menjamah tubuhku. Telinga, leher, pundak dan payudaraku tidak luput dari rabaan, jilatan dan gigitannya. “Toket yang gini yang saya suka! Bulat montok!” sahutnya sambil tangannya menangkupi payudaraku dan meremasnya. Pemuda gimbal itu menyapukan lidahnya di seluruh permukaan payudaraku sebelum mengenyotnya dengan gemas. Aku tak bisa menyembunyikan kenikmatan yang kurasakan, tubuhku menggeliat-geliat dengan mengeluarkan desahan tertahan dari mulutku yang tengah mengoral penis Davin. Plok.. plokk… begitulah bunyinya ketika penis Charlie merojok-rojok vaginaku. Kamar ini gaduh oleh suara desahan dan tumbukan alat kelamin kami. Kuperhatikan tiga pejantan itu menyeringai menyaksikan aku sebagai korban telah tenggelam dalam nafsu birahi. Genjotan penis Charlie semakin lama juga semakin cepat, “Auuuw… akh… !” aku menjerit ketika kepala penis pemuda itu menghantam dinding rahimku menghantarkanku ke puncak kenikmatan. Kedua bola mataku memutih, nafasku sangat memburu, dan Charlie pun menghentikan gerakannya sejenak, memberiku kesempatan menikmati orgasme. Tubuhku lemas di antara tiga pemuda itu, mereka terkekeh memandangiku. “Sekarang sama saya yah!” kata Niko, “permisi kasih tempat dulu, saya mau coba cewek di atas” Aku mengerti ini merupakan keharusan bagiku, maka tanpa protes, kunaiki selangkangannya dan kuarahkan hitam yang dalam hati kecilku sudah kutunggu sejak tadi itu ke vaginaku. Setelah pas, kuturunkan pinggulku diiringi desahan kami. Penis itu melesak masuk dan terasa sangat penuh, lebih menyesakkan daripada dimasuki penis Davin, Charlie maupun suamiku. Mulailah aku menggerakkan tubuhku dengan liar, turun-naik, kadang berputar seperti hula-hop. Niko merem-melek sambil meremasi payudaraku. Charlie berdiri di ranjang di sebelah kiriku dan meraih kepalaku. “Isep ci!” pintanya menyodorkan penisnya yang masih ereksi dan belepotan cairanku. Kuraih batangnya dan kujilati hingga bersih, jilatanku ke bawah hingga akarnya yang menggunung tepat di bawah pangkal batang dan buah zakarnya, lalu naik lagi memasukkan penisnya ke mulutku. Sementara Davin berlutut di sebelah kanan, mengenyoti payudaraku sambil tangannya mengelusi lekuk-lekuk tubuhku. Sungguh sulit dimengerti, aku muak dan marah pada ketiganya, namun kini yang dapat kurasakan hanyalah kenikmatan yang melayang-layang akibat tusukan penis Niko di vaginaku, rangsekan penis Charlie di mulutku, kenyotan Davin pada payudaraku serta sentuhan erotis di sekujur tubuhku. Tak lama kemudian, kudengar erangan tak tertahankan dari mulut Charlie dan penisnya di mulutku semakin berkedut-kedut. Maka kupercepat mengulum penisnya, lidahku menyapu-nyapu kepala penis dan lubang kencingnya hingga pemuda itu tak tahan lagi. “Anjritt!! Mantappp!!!” erang Charlie memuncratkan spermanya di dalam mulutku. Ketika penisnya kukeluarkan, ternyata semprotannya belum selesai. Wajahku pun tersemprot sperma pemuda itu. Selesai dengan Charlie, aku kini fokus menaik-turunkan tubuhku di atas penis Niko. Jujur saja sensasi kenikmatannya luar biasa, apalagi dengan Davin yang terus mengenyoti payudara dan menggerayangi tubuhku. “Tar… tahan dulu!” Davin mencengkram lenganku, “gua juga pengen ikut!” Ia lalu pindah ke belakang dan mendorong punggungku hingga pantatku menungging. Ohh… jangan-jangan ia mengincar duburku. Benar saja, ia menguak pantatku dengan jarinya dan mengarahkan kepala penisnya. “Jangan… jangan di situ!” aku menolak dan meronta, tapi di bawahku Niko memegangi kedua lenganku. “Ssshh…. sakit dikit tapi nantinya enak ci! Coba aja dulu, masih perawan ya boolnya si cici!” kata Davin. Ia menekan penisnya ke duburku yang belum pernah dimasuki penis sehingga membuatku merintih kesakitan sampai mengeluarkan air mata. “Ooougghhhh… gillaaaa… bool perawan emang dahsyat!” erang Davin memerawani duburku perlahan-lahan. Setelah seluruh batang penis Davin masuk seluruhnya ke duburku, ia mendiamkan sebentar memberiku waktu beradaptasi. Uuuhh… bagiku nyerinya sangat terasa, mereka sungguh brutal mengerjaiku. Tak lama kemudian kami mulai bergoyang, dua batang penis bergerak memompa dua lubangku. Mula-mula gerakan kami perlahan sehingga aku bisa merasakan pergesekan alat kelamin kami. Di bawahku, Niko menciumi payudara dan pundakku. Aku melihat Charlie yang baru saja minum tersenyum melihat aku sedang dipenetrasi ganda. Davin yang menyodomiku tangannya aktif meremas-remas bongkahan pantatku, sesekali ia juga menamparnya. Gerakan kami semakin cepat, aku mulai bisa beradaptasi bahkan menikmati dua penis menyodoki dua lubangku. “Ooohh…. ci memeknya… uuhh…. nyedotin kontol saya… enakkhh!!” erang Niko. Agaknya si Papua ini akan segera orgasme, nafasnya semakin mendengus-dengus tubuhnya nampak menegang. Puncak kenikmatannya sudah semakin dekat, spermanya sudah mulai mengalir memenuhi kepala penisnya yang berdenyut-denyut dan akan segera meledak membasahi relung senggamaku. Akhirnya tidak sampai lima menitan, Niko mengerang panjang bersamaan dengan penisnya menyemburkan spermanya di vaginaku. Aku merasakan dinding rahimku hangat oleh semburan cairan kental tersebut. Penis itu semakin cepat keluar-masuk vaginaku yang sudah banjir, aku juga merasakan otot-otot vaginaku meremas dan menyedot batang penisnya yang semakin menyusut. Tak lama kemudian, Davin juga mengerang-ngerang. Mungkin ia tak tahan karena sempitnya lubang belakangku itu. “Oooohhh… mantap… serreettt!!” lenguh Davin mencabut penisnya dan menyeprotkan spermanya membasahi pantat dan punggungku. Charlie yang penisnya sudah bangkit lagi menghampiriku, dibaliknya tubuhku hingga telentang dan kembali ia menghujamkan penisnya ke vaginaku. Digenjotnya aku hingga sepuluh menit ke depan dan aku mulai merasakan detik-detik orgasmeku lagi. Dengan sebuah desahan panjang, tubuhku menggelinjang dan vaginaku mengucurkan cairan orgasme hingga beradunya alat kelamin kami menimbulkan bunyi decakan. Sebagai penutup, aku berlutut dikerubuti ketiganya, mengocok dan mengulum penis mereka hingga sperma mereka bercipratan bak shower mengenai wajah, rambut, serta tubuhku. Memang tidak terlalu banyak karena sudah terkuras di ronde-ronde sebelumnya. Aku merasa tubuhku luluh lantak. Mereka menginginkan aku menjadi budak mereka selama dua minggu ke depan sebelum menghapus file-file itu.
“Say… gak enak badan ya?” tanya George seusai mandi dan mendapatiku menatap layar televisi dengan pandangan kosong dan brownies yang dia belikan belum kusentuh sama sekali, “ini kan yang lu bilang enak, kok belum dimakan?” “Yah sedikit, mungkin cuacanya lagi ga bagus” jawabku sambil mengelus-elus Oni yang berbaring di sebelahku, “abisin aja kalau mau, daripada jadi ga enak” “Ya dah, jangan tidur terlalu malam kalau gitu” kata suamiku sambil menyalakan komputer untuk menerjemahkan surat kontrak dari perusahaan. Pegal-pegal sekujur tubuhku masih terasa, terutama pantatku masih agak nyeri setelah diperawani Davin tadi. Aku bingung dan tertekan, tapi tidak mungkin menceritakannya pada suamiku. Tidak kusangka kekhilafanku berakibat seperti ini. Haruskah aku tunduk sebagai budak mereka? Apakah mereka akan menepati janjinya menghapus foto-foto telanjangku setelah semua selesai? Bagaimana bila George mengetahuinya? Beribu pertanyaan galau mengisi benakku. Akhirnya seperempat jam kemudian kumatikan televisi yang sejak tadi hanya menyala tanpa kutonton itu. Aku berjalan ke kamar melewati George di meja komputernya yang sedang sibuk menerjemahkan sambil menikmati brownies. Hhmm… satu dua potong bolehlah sebelum sikat gigi lalu tidur. “Loh? sialan!” umpatku dalam hati melihat dari tiga kotak brownies, dua sudah kosong dan kotak ketiga tinggal tersisa dua potong. “Tadi bilang gak mau?” kata suamiku itu ketika tanganku lebih cepat darinya menyambar dua potong terakhir. Aku meninggalkannya bekerja dengan cuek. Di ranjang pun aku sulit terlelap karena masih dihantui rasa bersalah, kegelisahan dan berbagai pikiran tidak enak lainnya. Rasa lelahlah yang akhirnya membuatku akhirnya tertidur.
Besok hari berlalu normal tanpa ada gangguan dari mereka. Namun besok lusanya, jam sebelasan, baru setengah jam aku tiba di rumah setelah menitipkan Oni di pet shop untuk digrooming. Bel berbunyi… “Ya! Bentar!” sahutku menuju ke pintu dan membukanya. Namun betapa kagetnya aku ketika melihat yang yang datang Niko, si gimbal itu. “Ahh… halo ci… ternyata benar di sini rumahnya!” sapanya dengan senyum memuakkan. “Kok kamu bisa tau rumah saya?” tanyaku ketus. “Hehehe… tau dong, kita kan habisin banyak waktu bersama kemarin itu, ya sempat liat-liat KTP cici juga hehehe…..” Kurang ajar benar, lancang membongkar tasku dan mencari alamat rumah kami. “Apa gak mending bicara di dalam aja ci, supaya lebih enak! Saya baru selesai kuliah nih, bikin ngantuk dosen hari ini, jadi pengen ketemu si cici, kita masih ada perjanjian kan?” Dengan geram kubukakan pintu dengan kawat kasa untuk membiarkannya masuk, tidak ada pilihan lain, aku sudah menjadi budak mereka untuk dua minggu ke depan. Pemuda Papua itu langsung nyelonong masuk seenaknya dan menutup pintu serta menguncinya. Harga diriku yang masih tersisa hanya mendramatisir situasi. Aku meronta dan memalingkan wajah saat Niko mendekap tubuhku dan berusaha menciumku. Hingga akhirnya ia membungkap protes dan makianku saat bibir tebalnya melumat bibirku. Ia mendorongku hingga terhimpit ke tembok. Darahku berdesir ketika tangannya menyingkap gaun selututku, mengelusi pahaku hingga merambah selangkanganku yang masih tertutup celana dalam. Penolakanku melemah saat kombinasi lumatan di bibir dan elusan di selangkangan dengan cepat menaikkan birahiku. Aku semakin pasrah diperbudak olehnya secara seksual. Rontaanku bukan lagi perlawanan, tetapi karena menerima kenikmatan. Tangannya merayap ke punggung menurunkan resleting di punggungku. Aku terus beradu lidah dengannya membiarkan gaunku dipeloroti lewat bahu hingga jatuh ke bawah kakiku. Kemudian ciuman pemuda Papua itu mulai turun ke leher, pundak, sambil membuka kait bra-ku di depan dan langsung meremas serta mengenyoti payudaraku. Kumisnya itu menambah sensasi geli yang nikmat “Ini nenen kesukaan saya… sini saya udah pengen netek… eeemhhhh… cyeppp…ssruppttt” Niko dengan gemas melumat payudaraku. “Eeennghh!!” desahku meremas rambut gimbalnya. Tangannya yang kasar menyusup masuk ke celana dalamku dan mengelusi permukaan vaginaku. Tubuhku seperti kesetrum rasanya. Oohh.. aku sudah tidak ingin melawan lagi, aku ingin menikmatinya, aku ingin menikmati hingga tuntas dan melupakan sejenak kemarahanku padanya dan teman-temannya. Aku sudah tak bisa apa-apa kecuali mendesah dan menerima perlakuannya. Ciuman Niko kini semakin turun, tangannya bergerak memeloroti celana dalam pink-ku. Anehnya, aku malah menggerakkan kakiku agar penutup tubuh terakhirku itu lepas. Kini ia berjongkok di hadapanku yang sudah telanjang ini. “Oouucchh!!” desahku saat mulut Niko melumat vaginaku. Setelah mencium dan menjilati sesaat, ia naikkan paha kiriku ke pundaknya sehingga lidahnya dapat menyelusuri setiap ruang dalam liang senggamaku. “slerrrpppp… srupppttt… hhmmmmm” sesekali mulutnya menyedot vaginaku dengan rakus. Lidahnya masuk makin dalam hingga berhasil menyentuh klitorisku dan menyentil-nyentilnya sehingga membuatku semakin merintih. Tangannya yang satu memegangi bongkahan pantatku dan meremasnya. Perlakuannya terhadap selangkanganku semakin membuatku tidak tahan. Kurang dari lima belas menit, tubuhku mengejang menyambut orgasme. Niko terus menghisap dan menyeruput cairan kewanitaanku dengan lahap. Setelah selesai, barulah ia menarik wajahnya, nampak brewok dan mulutnya belepotan cairan orgasmeku. Ia lantas memapah tubuhku yang sudah lemas akibat orgasme dan membaringkannya di sofabed ruang tengah. Pemuda Papua itu membuka semua pakaiannya, penisnya sudah mengacung tegak siap tempur, membuatku menelan ludah melihat senjata perkasa yang kemarin lusa mengobrak-abrik vaginaku hingga berkelejotan. Jujur, aku masih menginginkan benda itu menggenjoti vaginaku. Kemudian ia ikut naik ke sofabed menindihku. Sambil kami saling berpagutan bibir, ia mendorongkan penisnya ke vaginaku, aku juga mendorong pinggul menjemputnya. Hingga akhirnya menyatulah alat kelamin kami diiringi desahan kami, pelukanku terhadapnya juga semakin erat. Aku seperti diombang-ambingkan gelombang lautan birahi, penisnya adalah yang terbesar yang pernah memasuki vaginaku. Setiap sodokannya kusambut dengan cengkeraman dinding vaginaku dan akibatnya syaraf-syaraf pekaku merangsang gelinjang nikmat birahiku. Ia juga menciumi leherku dan terus bergerak ke belakang telinga. “Aaahh..”, desahku menggeliat ketika lidah Niko bergerak lincah dan menjilati kedua putingku secara bergantian sementara tangannya yang lain memainkan klitorisku. Vaginaku semakin basah oleh cairannya dan berdenyut-denyut. Tubuh kami semakin basah berkeringat. Aku sudah tidak mampu lagi menahan kenikmatan ini. Kukuku mencakar punggungnya yang berotot menahan deraan geli-geli nikmat itu, air liurku meleleh saat menjerit dan mendesah-desah. “Aahh..!” desahan panjang keluar dari mulutku sambil memeluk pemuda itu sangat erat, tubuhku mengejang dahsyat dan mataku tak lagi nampak lagi hitamnya, aku telah terseret dalam pusaran gelombang orgasme. Tak lama kemudian, ia menegakkan badan, lalu tanpa mencabut penisnya yang masih keras itu digulingkannya tubuhku hingga berbaring menyamping. Kaki kananku ia naikkan ke bahunya. Tanpa menunggu lama, ia kembali menggenjot vaginaku, terasa pahanya yang berbulu itu bergesekan dengan paha mulusku. Posisi ini membuat penisnya lebih leluasa bergerak keluar-masuk.Hentakan pantatnya menekan dan menarik menimbulkan sensasi kenikmatan tersendiri membuatku merintih lirih dengan nafas yang ditahan. Gairahku semakin menggebu, tanganku meremas payudaraku sendiri. Kenikmatan merambahi sekujur tubuh kami memacu tubuh bergerak liar dan tangan kasarnya meremas pantatku serta menekan keras penisnya hingga semakin masuk ke dalam vaginaku. Gelora birahi semakin panas menyatu dalam deru kenikmatan, hentakan liar dan desahan nafas yang memburu bersahutan. Niko mempercepat genjotannya, meningkatkan irama hentakan pinggulnya sehingga aku semakin menceracau tak karuan, raut wajah kasarnya menegang disetai deru nafas memburu, ia sudah di ambang orgasmenya. Pada saat yang sama aku pun merasakan gelombang nikmat itu kian mendekat, dinding vaginaku juga semakin berkontraksi. “Nngghh… aaaahh.. aaauuhh..” aku akhirnya mendesah panjang dan menggelinjang hebat akibat terpaan gelombang orgasme yang luar biasa. ”Oukhhh… ciikkk…. saya muncrat ini!! uuugghh!” Niko melenguh beberapa detik setelah orgasmeku Siraman sperma hangat ditambah denyutan penisnya yang diurut-urut oleh otot vaginaku menambah kenikmatan hingga berlipat ganda. Aliran kenikmatan itu mengalir di sekujur tubuh kami hingga akhirnya kami terkulai lemas penuh kepuasan. Tubuh hitam pemuda itu ambruk menindihku. Sampai beberapa saat kurasakan otot-otot vaginaku masih berdenyut mencengkeram dan meremas penisnya yang mulai menyusut . “Hehehe… makasih ci… saya masih ada kuliah lagi nih!” katanya seraya melepas pelukan dan turun dari sofabed memunguti pakaiannya, “kalau udah dapet yang enak-enak gini kan kuliah juga semangat!” Rasa muak mulai kembali menghampiriku, seenaknya saja ia memperlakukanku seperti PSK seperti ini. Aku hanya bisa memandangnya dengan sorot mata tajam, ingin memaki tapi sudah lemas, nafasku masih terengah-engah. “Saya tinggal dulu yah ci! Besok-besok kita ngentot lagi!” pamitnya setelah berpakaian sambil mengelus pahaku, tangannya kutepis sebelum menyentuh vaginaku, “hehehe… jadi galak lagi, padahal tadi jerit-jerit keenakan! Dasar lonte!” ejeknya lalu bangkit dan meninggalkanku, lalu terdengar pintu dibuka lalu setengah dibanting. Bangsat! Kata-kata terakhirnya itu benar-benar merendahkanku membuat hati dan telinga jadi panas. Saat itu aku baru ingat harus menjemput Oni di petshop, pasti ia sudah selesai digrooming dan menungguku. Aku memaksakan diriku bangkit dan bersiap-siap.
Hari-hari ke depan mereka selalu datang memperbudakku, kadang sendiri, kadang berdua, atau ketiganya sekaligus. Biasanya mereka datang pagi atau siang ketika suamiku bekerja. Oni selalu kusembunyikan di lantai atas bila mereka datang karena ia selalu ribut menggonggong, kurasa ia bisa merasakan ketiga pemuda itu berlaku jahat pada pemiliknya. Dari celotehan antar mereka, aku mengetahui yang menjadi korban bukan hanya aku satu-satunya, mereka sudah beberapa kali memeras dan memperbudak wanita seumuranku dengan skandal seks, entah sudah berapa orang yang kena. Bukan hanya menjarah tubuhku, mereka juga menjarah uangku hingga lama-lama uang di rekeningku kian menipis. Aku merasa semakin tertekan dan murung, apakah mimpi buruk ini akan berakhir setelah dua minggu yang dijanjikan? Apakah janji para penjahat kelamin itu bisa dipegang?
Hari itu aku malas masak karena pikiranku makin kalut sehingga memesan empat pizza loyang besar untuk makan malam kami. “Say!” panggilku setelah ia menghabiskan slice terakhir dari box kedua, “udah beres makannya kan… gua mau ngomong, ini serius” mata kami beradu pandang. “Aahh… iya, ayo kita ke ruang tengah aja!” ia mengerti situasinya melihatku baru menghabiskan dua slice dari box pertama. Aku menjatuhkan pantatku di sofa tunggal setelah ia duduk di sofa panjang karena merasa diriku sudah kotor dan tidak layak lagi baginya. Kukumpulkan segenap keberanianku lalu menghela nafas sebelum berkata-kata. “Gua udah melakukan kesalahan besar dan menjijikkan, jadi awalnya waktu lu seminar di Surabaya itu….. “ Tanpa berani memandang wajahnya, aku menceritakan segalanya dari awal tanpa ada yang kututup-tutupi hingga keadaan jadi separah sekarang. “… jadi itu semua kejadiannya, gua emang salah, gua gak ngeharap lu maafin gua, gua juga siap lu mau ludahin, tampar atau ceraiin gua, gua pantas untuk itu” aku tertunduk dan meneteskan air mata. Hening sejenak, aku tidak tahu apa yang di dalam pikiran suamiku setelah aku menceritakan skandalku itu, bahkan melihatnya pun aku tidak berani. Lalu kulihat dia bangkit berdiri lalu berlutut di depanku, diraihnya kedua tanganku dan digenggamnya. Ia menghela nafas sejenak sebelum bicara. “Sejak kita bersama dulu, gua udah berjanji kita gak akan pernah berpisah, ya gua akui gua marah dan sedih soal penyelewengan itu, bagaimanapun gua tetap sayang ke lu apa adanya, ingat… kita ga punya siapa-siapa lagi, kalau bukan kita saling menyemangati, saling mengangkat kalau ada yang jatuh, siapa lagi? Gua ngerti kita harus banyak belajar untuk menjadi manusia, dan dalam proses belajar kita bisa melakukan kesalahan, bisa kecil, bisa besar. Bukankah Buddha yang welas asih juga mengajarkan tentang pengampunan?” Aku tidak bisa lagi menahan air mataku yang membanjir, aku terisak-isak di pelukannya, berkali-kali kata maaf terucam dan ia balas memelukku dengan hangat sambil membelai-belai rambutku. “Oke… besok biar gua yang hadapi mereka buat selesaiin masalahnya!” kata George setelah aku lebih tenang. Aku menggeleng, “ngga, ini semua gua yang mulai, jadi biar gua juga yang akhiri, gua ada rencana untuk itu…. “ lalu aku menuturkan rencanaku besok. “Terus kalau ini gak berhasil?” tanyanya setelah mendengar semuanya. “Maka gak ada cara lain lagi” jawabku tegas. George sudah mengerti apa yang kumaksud dengan melihat sorot mata tajamku. “Jangan… kita sudah bersumpah untuk tidak lagi!” katanya menggenggam erat kedua lenganku. Aku tersenyum kecut, “gua akan berusaha semaksimal mungkin, tapi kalau mereka udah melewati batas toleransi, yyaaa… so be it!” Kami berpelukan erat, saling menyemangati untuk menghadapi hari yang menentukan besok.
Keesokan harinya
Sore 16.05 Hujan turun deras disertai petir dan guruh sehingga langit lebih gelap daripada biasanya pada jam yang sama. Saat itulah kudengar suara mobil memasuki pekarangan rumah kami. Kulihat dari jendela, mobil Davin, setelah parkir, tiga pemuda itu segera ke pintu depan dan menekan bel. Aku yang sudah mempersiapkan diri untuk menyambut mereka segera membukakan pintu. “Aaahh… ci!” sapa Davin, “hujannya deras banget yah!” “Hujan-hujan gini paling enak ngentot kan ci?” goda Charlie sambil mengelus pantatku, “apalagi cici lagi sendirian gini” “Hehehe… kita bertiga bisa angetin cici seperti biasa” timpal Niko. Aku menepis tangan Charlie lalu memandang tajam pada ketiganya, “ini hari terakhir saya menjadi budak kalian, gak tau apakah kata-kata kalian bisa dipegang, semoga kalian bukan menjadi laki-laki karena sekedar punya kontol saja! Tiga laki-laki sehat menindas wanita, itu saja sebenarnya sudah mempelihatkan seperti apa kalian” kataku dengan sinis. “Tenang ci, semua bisa dibicarakan, gak perlu galak gitu!” kata Davin, “cewek lain yang kaya cici juga bisa kok nyelesaiin kerjasama dengan kita, ya ga bro?” “Ada yang ketagihan malah hahaha!” sahut Niko. “Saya punya penawaran, semoga kalian puas dan bisa segera lenyap dari kehidupan saya!” kataku menatap sinis pada ketiganya, “ayo kita duduk di ruang tengah saja!” “Hehehe… saya suka penawaran!” kata Davin. Aku duduk di sofa tunggal dan mereka di sofa panjang dengan posisi L dengan sofaku. “Nah… saya ada cek lima puluh juta!” mengeluarkan selembar cek dari amplop coklat, “saya harap cukup buat kalian membeli peti mati dengan syarat… “ “Wahaha…generous offer nih!” sahut Charlie melihat angkat yang tertera di kertas cek, “syaratnya apa ci? Yang penting kita sama-sama enak lah” “Tentunya foto-foto saya… kalian berjanji untuk menghapusnya kan?” “Oke!” Davin mengeluarkan smartphone dari sakunya, lalu ia tunjukkan foto-fotoku yang ia check list lalu pilih delete, “udah ya ci?” “Kalian?” kataku memandang Niko dan Charlie. Davin memberi isyarat dengan mata kepada dua temannya, lalu mereka melakukan yang sama dengannya. “Nah udah ci?” tanya Davin. “Lalu apa jaminannya kalian gak punya kopian file itu? apa jaminannya kalian gak akan memeras saya lagi satu hari nanti? kalian kira saya sebodoh itu?” Davin tersenyum sinis sambil geleng-geleng kepala, “Ci, dari awal kita udah janjiin hapus file-file di smartphone yah, kalau ada kopian ya itu ga dihitung dong, cici ga bisa ngusik koleksi pribadi kami!” “Lagian kalau kita dateng lagi nanti cici juga pasti pengen kok!” timpal Charlie. Saat itu terdengar Oni menggonggong-gonggong di atas. Aku mengerti anjing memang cepat menangkap pertanda buruk. “Jadi kalau begitu kesepakatan kita batal, dan kalian gak butuh ini lagi” kataku seraya meraih kertas cek di meja. Sebelum aku merobeknya, Davin merangsek ke depan memegangi tanganku dan merenggut kertas cek tersebut. Tentu saja aku kaget dan berusaha merebutnya lagi, namun…. plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipiku hingga aku tersungkur di lantai. “Jangan paksa kita main kasar ci, saya udah suka sama cici dari awal, tapi kalau cici maunya kasar kita juga bisa ladenin!” kata Davin. “Hehehe… kayanya bisa kita coba BDSM kali ini!” timpal Charlie. “Kalian memang bajingan!!” makiku memegangi pipiku yang panas. Saat itu Oni menghambur ke bawah dari tangga, entah bagaimana ia bisa lepas. Ia langsung pasang badan di depanku dan menggonggongi mereka, nampak bulu-bulunya berdiri dan memperlihatkan giginya. Namun perawakan Oni yang cebol dan imut itu tentu saja tidak menakutkan bagi mereka, mereka malah menertawai dan menggodanya. “Oni balik ke atas! Balik!” jeritku tidak ingin dia terluka. Bukannya menurut, Oni malah menerjang menggigit kaki Niko yang terdekat. “Aawww! Anjing kurap!!” Niko mengaduh dan mengebaskan kakinya, lalu menendang dengan kaki yang satunya hingga anjing itu terpental ke tembok dan terkaing-kaing “Oni! Jangan!!” aku pun refleks menjerit. “Sini gua bikin dia diem dulu!” Charlie mengambil raket nyamuk dari bawah meja ruang tamu. Tiba-tiba aku bergerak sangat cepat dan tanganku menangkap lengan Charlie sebelum ia memukulkan raket nyamuk itu pada Oni. “Saya sudah tawarkan jalan terakhir, tapi kalian yang memaksa!” aku mencengkram pergelangan tangan Charlie sangat kuat sampai ia tak sanggup melepaskannya, “dan sekarang… semua jalan sudah tertutup” Wajah ketiganya, terutama Charlie yang di hadapanku, menunjukkan ekspresi ketakutan dengan mata membelakak menyaksikan perubahan fisik pada diriku. Tubuhku membesar satu setengah kali tubuh orang dewasa, mataku menguning dan mulutku melebar. “Seee…seetan!!” kata Niko bergetar menyaksikanku membuka mulut yang penuh dengan gigi-gigi tajam seperti hiu. “Tolong!! Lepasin!!” Charlie menyentak-nyentak tangannya namun cengkramanku terlalu kuat, “woi! Tolong!!” jeritnya pada dua temannya yang terperangah gemetaran melihat wujud asliku. Kubuka lebar-lebar mulutku yang bergigi tajam dan melahap kepala Charlie “Jaaaanngg….!! hap… krreesshh!!” kukatupkan kembali mulutku mengoyak kepala pemuda itu sehingga darah segar muncrat bak air mancur dari potongan lehernya.
Krraaukk… cccrrt… kukunyah kepala itu sehingga otaknya muncrat di dalam mulutku seperti makan klepon. “TTTOOLLLOONNGG!!” jerit Davin dan Niko bersamaan ketika tubuh Charlie yang sudah tak berkepala ambruk ke lantai, tentu saja jeritan mereka teredam suara hujan deras di luar. Susah payah mereka menghambur ke arah pintu dengan tubuh yang masih gemetaran karena shock melihat adegan tadi. Belum sempat mereka mencapai pintu, tiba-tiba pintu dibuka dari luar dan muncul sosok lain yang mirip denganku, bertubuh besar dengan gigi-gigi tajam. George, sudah lama aku tidak melihatnya dalam wujud aslinya. Kontan mereka pun berbalik badan lagi, kepanikan menyebabkan mereka kehilangan arah, tidak tahu harus kemana, karena berbalik berarti bertemu denganku lagi. Niko menyambar tiang gantungan dekat situ dan menghantamkannya pada George, tepat mengenai kepala, namun suamiku itu tak bergeming. Niko mengumpulkan tenaga dan sekali lagi mengayun tiang gantungan itu. Kali ini George menangkapnya dengan tangannya yang besar dan berkuku tajam lalu tangan satunya menyambar leher pemuda gimbal itu dan diangkatnya sehingga ia tercekik dan memukul-mukul tangan George. Suamiku menyambar tubuhnya dengan tangan satu lagi lalu menariknya. “Aarrrkkhh… aaaarrrrkk… “ suara Niko tercekik lalu disusul kepalanya tertarik lepas dari badan berikut tulang belakangnya.
“Jangan! Ampun! Ampun!!” Davin telah mengambil arah yang salah sehingga kini ia terdesak di sudut tembok, celananya nampak basah karena terkencing-kencing melihat kepala Niko dilempar ke arahnya. Aku sangat menikmati ekspresi ketakutannya itu sebagai pembalasan atas yang ia lakukan padaku. Aku dan George berjalan perlahan mendekatinya, ia meringkuk di sudut memohon ampun. Ternyata seperti ini kualitas penjahat kelamin yang suka menjebak dan memeras wanita itu. Aku sungguh jijik melihatnya. Aku dan suamiku saling tatap dan mengangguk, lalu…. “Aaaahhh!!” jeritnya saat kami bersamaan menerkamnya. Anggota tubuhnya tercabik-cabik, darah bercipratan kemana-mana. Dalam tempo setengah jam saja, tubuh ketiga penjahat kelamin itu sudah habis kami lahap berikut tulang-tulang dan darahnya. Hhhhmm…. sudah lama tidak memakan manusia, sesekali boleh lah. Memang brutal, tapi itu ganjaran yang pantas, mereka bukan saja sudah menyusahkanku tapi juga wanita-wanita lain yang menjadi korban mereka, dan mungkin akan ada korban selanjutnya bila mereka tidak dihentikan. Selain itu, yang membuatku hilang kontrol adalah mereka berani-berani menyakiti Oni yang kami sayangi seperti keluarga sendiri. Aku sudah menempuh jalan terakhir dengan tawaran cek bernilai tinggi itu, tapi mereka sendiri yang cari penyakit, jadi jangan salahkan kami. Oni menghampiri kami, ia tidak takut dan melompat ke pelukanku, lalu menjilati tanganku yang berlumuran darah.
Kami memang berasal dari dimensi lain yang biasa disebut manusia sebagai ‘neraka’ dan sejujurnya kami memang bukan manusia. Mungkin banyak sebutan yang dialamatkan pada kami, setan, monster, jejadian, dll. Di Jepang kami dikenal dengan nama ‘gaki’ dan di China ‘e gui’, di dua negara serumpun inilah deskripsi tentang kami paling mendekati akurat. Bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kami adalah ‘hantu lapar’, ya… itulah kami, roh-roh malang yang menjadi mahluk mengerikan yang selalu merasa lapar dan haus karena harus menebus karma atas kejahatan besar di kehidupan sebelumnya. Kami tidak tahu apa dosa kami di kehidupan lampau karena semua ingatan kehidupan sebelumnya dihapus dalam siklus reinkarnasi, kami juga tidak tahu sudah berapa lama kami menjalani kehidupan sebagai hantu lapar yang harus memakan mayat, bangkai bahkan kotoran. Satu-satunya kesempatan kami mendapat keringanan adalah dalam Festival Hantu Lapar (bulan ketujuh penanggalan China, juga disebut Bulan Hantu) dimana manusia memberi persembahan untuk menenangkan roh-roh naas seperti kami. Saat itulah pintu neraka dibuka dan kami dapat keluar ke dunia manusia, hanya segelintir orang dengan kemampuan khusus yang dapat melihat kami. Delapan tahun lalu dalam festival itu nasib kami berubah karena terlambat kembali ke gerbang neraka dan tertinggal di dunia manusia. Bingung harus bagaimana, kami pun luntang-lantung tanpa tujuan menanggung kutukan kelaparan kami hingga menemukan kunci perubahan nasib berikutnya. Saat itu kami menemukan seekor anjing kecil yang dekil dan lusuh, agaknya lepas dari rumah dan kebingungan. Kutangkap binatang malang itu untuk mengisi perut, namun saat kubuka lebar mulutku yang penuh taring-taring tajam, binatang itu menatapku dengan mata hitam bulatnya lalu menjilat-jilat tanganku. Aneh, ia tidak takut dengan rupa mengerikan kami dan entah mengapa tatapan polos itu membuat hatiku terenyuh dan kami tidak jadi memakannya. Kulepaskan binatang itu namun ia tidak pergi, malahan mengikuti kami. Itulah pertama kalinya kami sebagai hantu lapar mempelajari sesuatu yaitu perasaan dan persahabatan. Anjing kecil itu menjadi teman pertama kami yang kami namai ‘Oni’, bahasa Jepang yang artinya ‘setan’. Kami berkelana jauh ke selatan hingga ke sebuah negara bernama Malaysia, dimana kami menemukan tubuh manusia yang kami pakai hingga kini. Tubuh ini adalah sepasang suami istri yang bunuh diri dengan menghirup gas setelah perusahaan si suami bangkrut. Dengan kemampuan yang kami miliki, kami mengambil alih kendali atas jasad yang kondisinya masih bagus itu. Ia memakai nama George dan aku memakai nama Irene, sesuai nama yang terpatri di balik cincin kawin emas berhias permata pada tubuh yang kami masuki. Selanjutnya kami tiba di Singapura dimana kami bertemu seorang biksu tua yang hendak memberi makan pada Oni. Anjing itu mendekatinya dan menerima roti yang diberikan si biksu, lalu menjilat-jilat tangannya tanda terima kasih. “Aku tahu kalian bukan manusia anakku!” katanya membuat kami tegang, ternyata ia memiliki indera ke-enam “Karena anda sudah tahu, apakah anda akan menghancurkan kami?” tanya George “Itu yang seharusnya kulakukan…” jawabnya tenang, “namun, aku melihat kebaikan dalam diri kalian lewat anjing ini, kalian adalah roh yang dikutuk dalam kelaparan abadi, namun kalian malah memeliharanya, bukan memakannya, aku ingin mendengar apa yang terjadi dengan kalian. Nama Buddhist-ku Wu Liang, aku juga bukan manusia sempurna, di masa muda aku pernah melakukan banyak kejahatan sehingga keluargaku harus jadi korban…” ia menatap langit seolah mengenang masa lalunya, “namun beruntung, Buddha yang welas asih masih memberiku kesempatan untuk memperbaiki diri. Sebagai sesama mahluk yang pernah tersesat, aku mengerti benar yang kalian rasakan. Apakah kalian bersedia berbagi cerita? Aku akan membantu sebatas kemampuanku” Gaya bicara dan sorot mata yang teduh itu membuat kami tersentuh dan percaya padanya. Selama di dunia manusia, baru pernah ada manusia yang peduli pada kami. Kamipun menceritakan segalanya dari awal hingga menemukan tubuh yang kami pakai ini. Sang biksu mendengar penuturan kami dengan penuh perhatian sambil mengelus-elus Oni di pangkuannya. “Amituofo!” beliau menempelkan dua telapak tangan, “sesungguhnya kalian telah melanggar hukum alam, namun tekad kalian untuk memulai sesuatu yang baru sungguh patut diapresiasi. Bagaimanapun, aku hanya manusia biasa, tidak banyak yang bisa kulakukan, baik mengembalikan kalian ke alam sana, maupun menjadikan kalian manusia seutuhnya, itu bukan wewenangku” beliau menghela nafas, “tapi satu hal yang bisa kulakukan hanyalah meringankan kutukan kelaparan kalian” Beliau lalu mengajak kami merapalkan doa-doa Buddhist mengikutinya serta memberkati kami. Ajaibnya sejak itu penderitaan kelaparan kami berkurang. “Pergilah… jalani kehidupan kalian sebagai manusia dengan baik. Sesungguhnya, setan yang berusaha bertobat itu lebih baik daripada manusia yang berperilaku seperti setan. Segala karma dan dharma akan ada balasannya, semua hanya masalah waktu!” nasehatnya yang sangat mencerahkan kami sebelum berpisah Kami meneruskan pengelanaan terus ke selatan hingga tiba di Indonesia dimana kami memutuskan memulai hidup baru di tempat yang cukup nyaman ditinggali ini. Dalam perjalanan selama setahun ini kami belajar banyak sekali mengenai manusia, karakter, kebiasaan, budaya, dan bahasa mereka. Walau hanya hantu tingkat rendah dengan kemampuan gaib sangat terbatas, namun itu semua cukup untuk mengumpulkan sedikit kekayaan untuk modal hidup baru kami di dunia manusia. Sebuah rumah kecil dengan harga miring berhasil kami beli untuk tempat tinggal kami bertiga. Kami hidup sebagai suami istri dan bersumpah tidak akan menggunakan kekuatan gaib lagi apapun alasannya karena kami ingin menjadi manusia seutuhnya. Dengan kemampuan berbahasa asingnya, George bekerja di sebuah perusahaan Jepang sebagai translator, lalu karirnya naik karena pekerjaannya yang memuaskan. Dari hasil gajinya, aku mendapat modal memulai toko online. Dalam waktu empat tahun, kami sudah hidup cukup layak dan pindah ke rumah yang lebih bagus. Dunia manusia dengan segala dinamikanya, membuat kami kerasan, kami juga semakin nyaman dengan tubuh manusia kami yang berfungsi mengurangi kutukan kelaparan kami. Kami tidak lagi memakan mayat atau kotoran yang menjijikkan, kami mulai memakan makanan manusia yang layak. Sesekali memang kami lepas kendali atas sifat bawaan, misalnya ketika makan di restoran buffet, porsi yang kami makan membuat para pelayan dan tamu sekeliling kami terhenyak. Mungkin beberapa restoran all you can eat sudah memasukkan kami dalam blacklist-nya. Dari manusia kami juga mempelajari sesuatu yang penting, hubungan seks, sesuatu yang tidak pernah terpikir ketika di dunia kami karena hanya terpikir makan dan makan untuk memenuhi dahaga abadi kami. Ternyata kegiatan berhubungan kelamin itu selain untuk menciptakan keturunan, juga mendatangkan suatu perasaan enak bagi tubuh manusia kami sehingga kami sangat menikmatinya. Mulailah kami mempelajari kegiatan itu lewat internet, posisi-posisinya, membangun suasana, serta film-film yang manusia sebut porno/ bokep. Ternyata seks membuat hidup kami bergairah, aku dan George nyaris setiap hari melakukannya. Adapun yang disebut perselingkuhan itu baru terjadi ketika George meninggalkanku tiga hari dan aku terpikat oleh pesona Davin. Walaupun memberikan pengalaman pahit, namun dari situ juga aku belajar lebih dalam mengenai hubungan manusia, bahwa perselingkuhan itu memang indah, tapi juga berbahaya. Dunia manusia memang menarik, walau bukan manusia, kami terus banyak belajar untuk menjadi manusia, bukan hanya demi menebus karma kami, tapi juga demi kehidupan baru yang mulai tumbuh di rahimku tak lama setelah peristiwa dengan Davin itu.
Lima tahun kemudian…. “Ma, apa kita masih bisa ketemu Oni lagi?” tanya Leon dengan polosnya setelah meletakkan bunga di makam Oni. “Satu hari nanti sayang, kita cuma berpisah sementara, tapi kita akan ketemu lagi waktunya nanti” jawabku sambil menatap foto terbaik Oni bersama kami bertiga yang tertempel pada marmer di makam mungil itu, air mataku menetes tanpa tertahankan “makanya Leon harus jadi anak baik kalau mau ketemu Oni lagi” Hari ini tepat setahun Oni meninggalkan kami setelah sebelas tahun bersama kami. Dengan tubuh tuanya yang lemas ia tetap setia menyambut kami dengan gonggongannya setiap tiba di rumah, tetap setia mengelus-eluskan badan ke kaki kami bila sedang menonton di ruang tengah atau bekerja dengan komputer. Di hari-hari terakhirnya, beberapa kali kami membawanya ke dokter hewan karena sering batuk-batuk dan muntah, hingga akhirnya ia meninggalkan kami dengan damai dalam tidurnya di pelukan George yang menemaninya tidur di sofabed. Kepergiannya meninggalkan duka yang sangat mendalam pada kami, namun kami rela melepasnya, ia telah bebas dari penyakitnya. Ia pasti sedang bermain gembira di nirwana sana bersama para boddhisatva, lepas dari siklus reinkarnasi, tiada lagi rasa lapar, haus, dan sakit, mungkin ia juga sedang menanti kami untuk berkumpul lagi bila telah tiba saatnya. Kami memakamkannya di taman belakang, makam mungilnya dilapisi marmer lengkap dengan fotonya bersama kami. Terima kasih Oni, tanpa kamu tidak akan ada kami yang sekarang, tanpa pertemuan kita dulu, mungkin kami masih hantu lapar yang mengembara di dunia manusia atau paling banter baru bisa pulang tahun berikutnya ketika gerbang neraka dibuka lagi untuk kembali ke takdir terkutuk kami sebagai hantu lapar. Walau kamu hanya seekor anjing yang entah darimana asalnya, kamu telah mengubah hidup kami sepenuhnya. Tanpa kamu juga tidak ada Leon kecil ini, ia anak yang lucu, pintar dan baik. Kami bersyukur Leon lahir sebagai manusia normal. Kami sangat menyayanginya walau kami yakin ayah biologisnya adalah Davin, pemuda yang pernah berselingkuh dan menjebakku itu. Semakin bertumbuh, semakin nampak kemiripan wajah Leon dengan pemuda itu, namun itu tidak mengurangi kasih sayang kami padanya. Ia juga tidak perlu tahu bahwa kami adalah hantu lapar yang juga melahap ayah biologisnya itu, kami ingin mengubur masa lalu itu dalam-dalam dan menghadapi hari depan bersama. Kami bertiga menundukkan kepala di depan makam mungil itu sambil mengatupkan dua telapak tangan sejenak mendoakan sahabat setia yang telah mendahului kami itu. “Oni, thanks for all, baik-baik yah di sana!” doaku dalam hati, “till we meet again!”
THE END​