Anak perawanmu untuk jimat-jimatku
Mbah Sukro adalah dukun sakti yang tinggal di desa pedalaman di lereng gunung di pulau Jawa. Usianya diatas 60 tahun. Badannya kurus, namun masih cukup sehat. Ia adalah dukun sakti yang menguasai dunia perdukunan sehingga tidak ada yang berani melawannya. Ia termasuk dukun yang kaya raya karena ia tak segan-segan mematok harga tinggi bagi para kliennya. Uang bukanlah pantangan baginya. Yang menjadi pantangan saat ia belajar ilmu saktinya adalah ia sama sekali tidak boleh berhubungan intim dengan wanita.
Apabila melanggarnya, maka kesaktiannya akan hilang selama sehari sampai matahari terbenam hari berikutnya. Oleh karena banyak dukun-dukun saingannya yang iri akan kesaktiannya, tentu adalah hal yang berbahaya apabila kesaktiannya hilang walau hanya sehari.
Apabila saat itu ada dukun iseng yang menyantetnya, ia akan sama sekali tidak ada pertahanan diri. Untuk menghindari hal itu, telah bertahun-tahun ia tidak pernah berhubungan intim dengan wanita termasuk kedua istrinya.
Dengan demikian ia akan selalu menjadi orang sakti yang tak terkalahkan. Salah satu klien utama Mbak Sukro adalah Pak Wijaya, seorang pengusaha yang belakangan ini namanya semakin membumbung tinggi. Sejak ditangani oleh Mbah Sukro, hampir seluruh bisnisnya selalu lancar.
Namun pada suatu ketika, dua kali berturut-turut ia kalah tender. Oleh karena itu ia pergi ke desa Mbah Sukro untuk berkonsultasi. Berdasarkan ‘penglihatan’ Mbah Sukro, ternyata ia dijegal oleh salah satu pesaingnya yang menggunakan jasa dukun sakti dari luar pulau. Pengaruh negatif dari dukun tersebut rupanya telah masuk dalam rumah Pak Wijaya, sehingga hal itu mempengaruhi performance dirinya maupun orang lain yang tinggal secara tetap dalam rumah tersebut.
Untuk mengatasinya, menurut Mbah Sukro, harus dipasang jimat menurut delapan arah mata angin di dalam area rumah Pak Wijaya. Jimat itu harus dipasang sehari satu setiap jam 4 pagi dengan disembahyangi sepanjang hari sampai matahari terbenam.
Untuk keperluan itu, maka Pak Wijaya mengajak Mbah Sukro untuk datang dan menginap di rumahnya selama 8 hari untuk memasang ke-delapan jimat itu. Karena tugas ini cukup berat dan sangat menguras tenaga, Pak Wijaya berjanji akan memberi imbalan yang sangat besar dan ia memberi uang muka sebesar 50% di depan.
Selain memasang jimat, Pak Wijaya juga meminta Mbah Sukro untuk membimbing putri bungsunya, Amel yang masih baru masuk SMU berusia 1X tahun. Karena belakangan ini Pak Wijaya merasakan putrinya telah berani melawannya apalagi tanpa sepengetahuannya telah berpacaran dengan teman sekelasnya. Bisa jadi hal ini disebabkan pengaruh negatif di dalam rumah itu, pikirnya.
Jadilah sekarang Mbah Sukro tinggal di rumah Pak Wijaya selama delapan malam. Pagi, siang, dan sore hari digunakan untuk memasang dan menyembahyangi jimat.
Sementara malamnya ia meluangkan waktu beberapa jam untuk mengajar olah pernapasan bagi Amel untuk menghilangkan pengaruh negatif dari dalam dirinya. ’Pengobatan’ itu dilakukan haya berdua saja di dalam kamar Amel. Pak Wijaya membolehkan hal itu karena ia tahu pasti akan pantangan Mbah Sukro menyentuh wanita. Sehingga keamanan diri putrinya akan tetap terjamin.
Sementara itu, proses pemasangan jimat itu berlangsung lancar sampai hari terakhir. Sehingga kini lengkaplah sudah seluruh persyaratan jimat sebagai pelindung rumah beserta seisinya yang bakal mampu bertahan selama bertahun-tahun.
Petang itu sehabis matahari terbenam… Mbah Sukro mengatakan kepada Pak Wijaya kalau seluruh jimatnya telah terpasang dengan rapi. Sehingga ia minta supaya sisa pembayarannya dapat segera dilunasi. Namun rupanya terdapat kesalahpahaman diantara keduanya. Karena Pak Wijaya berpendapat sisa pembayarannya akan dilunasi dalam waktu dua bulan yaitu setelah pengumuman keputusan pemenang tender proyek berikutnya. Hal itu untuk membuktikan bahwa jimat yang dipasang memang telah benar-benar bekerja.
Sementara Mbah Sukro menganggap bahwa sisa pembayaran harus dilunasi begitu pemasangan jimat telah selesai. Mendengar pendapat Pak Wijaya, ia merasa ditipu oleh kliennya itu. Padahal ia telah mencurahkan seluruh energinya untuk membuat jimat itu benar-benar bekerja.
Oleh karena ia adalah orang desa yang tidak biasanya beradu mulut dan mungkin ditambah karena Pak Wijaya adalah salah satu klien besar, maka akhirnya dengan terpaksa ia mengalah. Namun di dalam hati ia merasa sakit hati. Dan diam-diam ia berniat membalas dendam kepada kliennya itu. Ia tidak mungkin membatalkan jimat yang telah dipasang oleh dirinya sendiri itu. Oleh karena itu ia akan mengambil sisa bayarannya itu dengan caranya sendiri sekaligus membalas dendam, dengan menikmati Amel, putri Pak WIjaya. Mbah Sukro berpikir bukanlah hal sulit baginya untuk membuat Amel takluk kepadanya.
Mbah Sukro akhirnya setuju dengan pendiriannya. Pak Wijaya sama sekali tak menaruh curiga kepadanya sehingga Mbah Sukro bisa melakukan apapun maunya dengan bebas.
Sementara bagi Amel, yang di hari pertama mula-mula merasa aneh disuruh Papanya belajar pernapasan, namun setelah melakukannya ia merasakan manfaat dari pernapasan yang diajarkan oleh Mbah Sukro. Oleh karena itu ia mau meneruskan setiap hari sampai hari itu, hari kedelapan.
Malam itu ketika proses pengajaran normal telah berakhir, mereka berbincang-bincang,
“Ternyata pernapasan begini ada manfaatnya juga ya Mbah. Amel sekarang jadi lebih tenang dibanding dulu.”
“Memang betul, Nak. Tapi sebenarnya ada cara lain yang bisa membuat pikiran jadi lebih nyaman lagi.”
“Gimana caranya Mbah?”
“Prinsipnya kamu harus menghilangkan prasangka buruk di dalam pikiranmu sampai kamu tidak merasakan adanya ancaman bahaya dari orang sekitarmu. Dengan begitu maka pikiran otomatis akan menjadi tenang.”
“Wah susah sekali itu Mbah, gimana caranya tidak berprasangka buruk karena datangnya ’kan tiba-tiba?”
“Ya harus latihan Nak. Namun latihannya tidak mudah dan tidak cocok untuk gadis muda seusia kamu. Karena itu, lupakan sajalah.”
“Lho kok begitu, Mbah? Khan Mbah sendiri yang bilang kalau pikiran yang tenang dan nyaman itu bagus buat semua orang nggak peduli usia.”
“Karena untuk latihan ini, kamu harus menghilangkan semua prasangka buruk. Dan hal itu tidak mungkin karena saat ini pun tanpa disadari kamu telah punya prasangka buruk terhadap Mbah.”
“Ah, aku sama sekali nggak punya pikiran buruk kok sama Mbah.”
“Ah, masa? Kalau begitu, coba sekarang berani nggak kamu buka seluruh baju kamu di depan Mbah.”
“Ah, Mbah yang benar aja!” protes Amel sambil matanya melirik ke arah pintu keluar.
“Nah, itulah. Sekarang kamu punya pikiran takut khan terhadap Mbah? Sebenarnya kenapa sekarang kamu memakai pakaian? Karena kamu malu dilihat telanjang bulat oleh Mbah. Padahal kalau pikiranmu tulus, kamu tidak akan mempunyai pikiran seperti itu.”
“Tapi kenapa harus sampai buka baju segala sih Mbah?”
“Karena itu adalah cara latihan yang paling praktis dan efisien untuk menghilangkan perasaan malu dan waswas yang timbul. Tapi sudahlah, lupakan saja. Makanya tadi Mbah bilang kalau latihan ini tidak cocok untuk anak gadis apalagi yang masih terlalu muda seperti kamu.”
“Ooh, jadi gitu toh. Terus kalau Amel cobain sedikit dan sebentar aja, gimana Mbah?” tanya Amel penasaran.
“Ini bukan untuk coba-coba. Kalau kamu pengin latihan, kamu harus betul-betul manut (nurut) dengan Mbah tanpa prasangka apa-apa. Kalau tidak, mending tidak usah.”
Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya…
“OK deh, aku mau jalanin Mbah. Asalkan Mbah betul-betul tidak punya maksud jahat.”
“Tidak bisa seperti itu. Kamu harus 100% percaya sama Mbah dulu baru bisa latihan.”
“Hmmm. OK, OK, aku percaya deh sama Mbah. Dengan cara Mbah ngomong seperti ini, aku percaya Mbah nggak punya niat jahat. Apalagi khan, hihihi, Mbah juga sudah tua,” katanya sambil tersenyum geli sendiri. Dalam hati Mbah Sukro memaki, sialan bocah ini. Rupanya ia meragukan kemampuanku. Rasain kau nanti, batinnya.
“Jadi kamu benar-benar mau latihan dan ini adalah kemauanmu sendiri ya?”
“Iya, Mbah. Aku mau cobain latihan ini. Beneran!”
“Baiklah, sekarang coba kamu berlatih napas seperti biasa tanpa perlu memejamkam mata,” kata Mbah Sukro sambil berjalan mengelilingi Amel.
Amel saat itu mengenakan baju kaus biru tua dengan kerah dan celana pendek yang ukurannya sedikit diatas paha. Amel adalah seorang gadis yang sangat cantik mirip artis Ranti Maria. Rambutnya panjangnya sepunggung. Ditambah lagi kulitnya yang putih bersih. Usianya masih belia, baru 1X tahun, namun tubuhnya sudah tumbuh cukup matang. Baju biru yang dikenakannya tampak menonjol di bagian dada. Pertanda payudaranya sudah tumbuh. Seandainya bukan Mbah Sukro yang punya pantangan, cowok mana pun pasti akan tergiur kecantikan dan kemolekan tubuhnya.
“Omong2, kamu sudah punya pacar, Nak?”
“Sudah Mbah.”
“Kamu sudah pernah ngapain saja dengan dia?”
“Maksud Mbah?”
“Maksudnya, sejauh mana hubungan kamu dengan dia? Apakah kamu pernah tidur dengan dia?”
“Idih, Mbah. Ya nggak dong. Kok Mbah jadi nanya yang nggak-nggak sih?”
“Mbah sengaja nanya hal-hal seperti ini, untuk pemanasan latihan kamu. Untuk itu sejak sekarang kamu nggak boleh punya pikiran jelek, mengerti?
“OK, Mbah. Aku mengerti.”
“Jadi, kamu pernah ngapain aja dengan dia?”
“Cuman ciuman dan peluk-pelukan aja Mbah. Sambil pegang-pegang juga,” kata Amel dengan wajah bersemu kemerahan.
“Kalo pipimu kemerahan gitu, kamu jadi makin cantik saja, Nak. Cuman gitu aja? Jadi kamu masih perawan?”
“Iya Mbah.”
“Bagus, bagus. Lalu apa dia pernah ngeliat kamu nggak pake baju?”
“Iiih, Mbah. Ya nggak dong”, katanya sementara mukanya makin merah.
“Ingat, kamu harus membuang pikiran kotor kamu.”
“Baik, Mbah.”
“Bagus. Sekarang apakah kamu siap untuk memasuki tahap latihan yang lebih tinggi?”
“Siap Mbah.”
“Bagus. Kalo begitu sekarang ayo coba kamu buka baju, mulai dari kaus kamu dulu.”
Amel mulai membuka dua kancing baju kausnya. Lalu dicopotnya baju yang dikenakannya dan ditaruh di lantai.
Terlihat kulit tubuh putih Amel dengan gundukan kecil di dada yang tertutup oleh bra warna krem.
“Wah, Nak, tubuhmu betul-betul putih mulus,” kata Mbah Sukro sambil matanya tak lepas memandangi Amel. Baru pertama kali ini dia melihat tubuh gadis muda semulus ini. Apalagi sudah lama sekali sejak terakhir kali ia melihat tubuh wanita telanjang.
“Sekarang coba kamu lepas penutup dada kamu. Mbah pengin lihat seperti apa isinya.”
Dengan agak ragu-ragu Amel membuka branya sehingga kini ia berdiri di hadapan Mbah Sukro dengan bertelanjang dada. Nampak payudaranya yang kecil tapi indah dan putingnya berwarna kemerahan.
“Wow! Dadamu indah sekali. Kamu sungguh beruntung.”
“Sekarang coba lepas rokmu, Nak,” perintah Mbah Sukro yang dengan patuh dipenuhi oleh Dengan agak ragu. Dilepasnya rok yang melingkari di tubuhnya sehingga kini ia hanya memakai celana dalam saja.
“Waduuh, mulusnya tubuh kamu Nak. Betul-betul pemandangan yang indah,” kata Mbah Sukro kagum sambil memandangi pahanya dan payudaranya.
Amel jadi makin memerah mukanya. Namun karena ia memutuskan untuk latihan, maka ia berusaha menahan perasaan malunya.
“Bagaimana perasaan kamu sekarang, Nak? Kamu malu telanjang di depan Mbah?”
“Se-sebenarnya malu sekali Mbah.”
“Nah, itulah. Terbukti kalau kamu masih perlu latihan lebih lanjut lagi. Sebenarnya kamu nggak perlu malu. Soalnya tubuh kamu indah sekali Nak. Jadi sekarang berani nggak kamu betul-betul telanjang bulat disini?” kata Mbah Sukro.
Amel nampak ragu.
“Masa perlu sampai semuanya, Mbah?”
“Kalau kamu pengin latihannya sempurna ya harus. Apalagi terbukti sekarang kamu masih belum berhasil menghilangkan perasaan malu. Mumpung Mbah masih disini. Hari ini adalah hari terakhir Mbah disini. Besok kalau kamu pengin latihan sudah tidak bisa lagi. Masa kamu mau latihan seperti ini dengan sembarang orang?”
“Hmmmh, baik, kalo gitu Amel nurut aja deh.”
Dan tak lama kemudian Amel segera melepas cd yang dipakainya dengan sukarela. Kini ia betul-betul telanjang bulat tanpa selembar benang pun di hadapan Mbah Sukro. Mbah Sukro nampak memandangi tubuh telanjang Amel dari atas ke bawah.
“Wow. Ckckck. Hebat, hebat. Benar-benar aduhai indahnya tubuhmu ini Nak.” Mbah Sukro jadi ngaceng juga melihat Amel yang telanjang bulat. Hmm, sayang sekali aku tak bisa menikmati tubuhmu, batinnya. Namun tak apalah, yang penting aku sudah memberi pelajaran kepada Wijaya, papanya yang penipu itu. Biar tahu rasa kau sekarang, puterimu yang masih perawan berhasil kutipu mentah-mentah. Lumayan aku bisa cuci mata ngeliat anak gadismu telanjang bulat. Sungguh ini adalah pembalasan yang setimpal.
Namun rupanya Mbah Sukro tidak ingin berhenti sampai disitu saja. Dalam hati ia berpikir, biarlah kupinjam dulu anak gadismu untuk kumain-mainkan sebentar, pikirnya.
“Cowok kamu pernah lihat susu kamu?”
“Pernah mbah.”
“Tadi katanya belum pernah. Awas kalo kamu bohong ya?”
“Bukan gitu Mbah. Maksudku tadi aku belum pernah telanjang bulat seluruh badan gini sama dia.”
“OK, nggak apa-apa. Lalu reaksi dia gimana waktu ngeliat susu kamu?”
“Dia suka Mbah… dia pernah megang-megang juga. Katanya dadaku bagus.”
“Oh ya? Dia megangnya gimana? Apa begini?” tanya Mbah Sukro sambil kedua tangannya menempel ke kedua payudara Amel.
“Iih, Mbah. Jangan Mbah,” kata Amel sambil secara refleks menepis tangan Sukro dan bergerak mundur.
“Lho, kenapa. Ayo jawab. Ingat kamu tidak boleh punya pikiran kotor. Mengerti?, kata Mbah Sukro sementara kedua tangannya masih berusaha memegang ke dada Amel.
“Me-mengerti Mbah.”
“Jadi gimana cara dia memegang susu kamu? Apakah begini?”, katanya sambil tangannya dilepaskan dari dada Amel sebentar lalu diremasnya kedua payudara Amel.
“Atau begini?” kata Mbah Sukro, sambil kedua ibu jarinya meraba-raba dan menggerak-gerakkan kedua putingnya.
“Ya.. ya.. ya semuanya Mbah,” kata Amel tertunduk malu.
“Huahahaha. Wah, cowok kamu memang beruntung dan pintar cari pacar.”
“Lalu kamu suka digituin sama cowok kamu?”
“Suka Mbah.”
“Sama seperti sekarang, kamu juga suka Mbah begini-in?” katanya sambil meraba-rabai seluruh bagian payudara Amel.
“Ehmm… suka Mbah.”
“Bagus. Itu wajar karena kamu anak yang sedang tumbuh dewasa.”
Ia memperhatikan dan merasakan kedua puting Amel kini semakin mengeras dan menonjol dibanding pertama kali telanjang. Mungkin karena suhu kamar yang agak sejuk atau mungkin karena tegang dengan suasana itu.
“Umurmu berapa sih Nak?”
“nam belas tahun. Aku baru ulang tahun 4 bulan lalu.”
“Jadi memang kamu hampir jadi gadis dewasa. Kamu ibarat bunga yang baru mekar dan harum semerbak yang sudah siap dihisap madunya, Nak. Kamu sudah siap untuk kawin, Nak.”
“Iiih. Aku khan baru kelas 1. Masih lama untuk married, Mbah.”
“Ah, nggak betul itu. Istri pertama Mbah waktu menikah sama Mbah dulu juga seumuran kamu, Nak.”
“Oh ya? Kapan itu Mbah?”
“Wah, itu sudah lama sekali. Dulu waktu dia masih muda dan cantik. Sekarang istri Mbah sudah tidak muda lagi, sudah 40 tahun lebih. Tapi meskipun dulu waktu dia masih muda juga nggak bisa ngalahin kamu, Nak. Kamu jauh lebih cantik dan lebih putih dari dia. Ya memang beda lah, gadis desa dibandingkan dengan anak gadis pengusaha kaya di kota besar. Tapi jeleknya orang kota itu suka kawin telat. Padahal itu tidak bagus untuk hormon tubuh. Terutama cewek. Apalagi kawin itu sebenarnya enak lho.”
“Memang enaknya apa sih Mbah?”
“Enaknya apa, itu mesti dirasakan sendiri baru tahu, Nak. Dan untuk orang kota yang kawin telat seperti kamu gini, perlu ada persiapan lahir batin dari sekarang. Supaya nantinya tidak kagok dan bisa membahagiakan suami sejak malam pertama perkawinan.”
“Persiapannya apa aja itu Mbah?”
“Persiapannya seperti apa susah diungkapkan dengan perkataan. Lebih jelas kalau dilakukan langsung. Mbah bisa ngajarin kamu sekarang. Asalkan pikiran kamu tenang dan ikhlas karena ini semua demi membahagiakan suami kamu kelak. Gimana, mau nggak?”
“Ehhm, tapi aku nggak tahu mesti gimana, Mbah?”
“Nggak usah kuatir, Nak. Kamu manut aja sama Mbah, nanti khan kamu jadi bisa sendiri,” katanya sambil penuh nafsu memandangi sekujur tubuh Amel yang telanjang,.
”Yuk, sekarang kamu lanjutkan latihan ini dulu, setelah itu kamu Mbah ajari yang itu,” katanya.
Sebenarnya awalnya Mbah Sukro hanya ingin membalas dendam dengan mempermainkan Amel dengan cara menyuruhnya telanjang bulat saja. Namun kini setelah melihat cewek ini telanjang bulat dan begitu penurut begini, Mbah Sukro jadi bernafsu ingin menikmati gadis belia itu. Apalagi sudah lama sekali sejak terakhir kali ia menikmati tubuh wanita, itupun juga dengan kedua istrinya yang sudah tidak muda lagi. Kini di depan matanya ada seorang gadis perawan yang bersikap sangat kooperatif pada perintahnya. Ditambah lagi ia tak pernah menikmati gadis kota seperti Amel ini. Sekaligus ini adalah pembalasan yang telak terhadap papanya.
Namun yang menjadi kendalanya sekarang adalah ia tidak mungkin melanggar pantangannya sendiri. Karena salah-salah taruhannya adalah nyawanya.
Ah, sungguh bodoh kau ini, batin Mbah Sukro. Kenapa mesti takut kehilangan kesaktianmu barang sehari saja? Bukankah kau ada di dalam rumah yang telah dilindungi oleh jimat yang kau pasang sendiri? Biarpun kesaktianmu hilang, asalkan kau tidak keluar rumah sampai matahari terbenam besok, semuanya akan baik-baik saja. Kau cukup meninggalkan rumah ini setelah matahari terbenam.
Sekaligus hal ini membuktikan bahwa apabila tidak ada serangan yang mampu mengenai dirinya, hal itu menandakan kalau jimat yang dipasangnya betul-betul bekerja. Hehehe, rasain kau, Wijaya. Salahmu sendiri kamu meragukan jimatku. Kini anak gadismu yang akan ku pakai untuk membuktikan apakah jimat-jimatku itu betul-betul bekerja. Lumayan juga bisa menikmati anak perawanmu yang manis ini.
Setelah teringat akan kesaktian jimatnya sekaligus cara untuk membalas perlakuan kliennya itu, kini nafsu birahinya jadi benar-benar tak terbendung lagi dan harus dilampiaskan saat itu juga.
“Waduuh, mulusnya kamu, Nak. Sampai-sampai kamu bikin Mbah jadi ngaceng. Apalagi baru kali ini Mbah lihat bocah wadon seperti kamu gini telanjang. Betul-betul putih dan merangsang.”
”…….” Amel tidak tahu harus menjawab pernyataan Mbah sukro seperti apa.
“Nah gitu, bagus. Pikiran kamu tetap tenang ya,” kata Mbah Sukro mengelilingi Amel memandangi sekujur tubuh telanjangnya dari dekat. Saat berada di belakang Amel, kedua tangannya meraba-raba punggungnya yang putih mulus dari atas sampai ke bawah dan diremas-remasnya pantat Amel yang bulat sexy itu.
“Hmm, kulitmu halus dan mulus banget, Nak.”
Lalu tangannya beralih ke depan, kini meraba-rabai payudara Amel.
“Waah, susumu betul-betul kenyal. Dan putih mulus. Lihat tuh, Iiiih, puting kamu segar banget dan menonjol gini,” komentar Mbah Sukro dan kedua telunjuknya digesekkan di kedua puting Amel.
“Aduuh. Jangan gitu Mbah. Geli,” kata Amel sambil tubuhnya menggeliat berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Mbah Sukro.
“Aah, masa cuma diginiin aja kok geli. Tapi gimana rasanya, Nak? Enak khan?”
“Nggak mau ah Mbah, kalo gini,” kata Amel. Namun “protesnya” cuman di mulut saja karena ia membiarkan jari jemari dukun tua itu meraba-raba dadanya. Kelihatan kalau sebenarnya ia menikmati permainan itu.
“Nah, sekarang kita lanjutkan latihan tingkat berikutnya sekaligus Mbah ajarin kamu gimana caranya membahagiakan suamimu kelak. Ingat, ini semua demi kebaikan kamu sendiri. Mengerti?”
“Mengerti, Mbah.”
“Bagus. Nah, sekarang Mbah juga lepas semua baju Mbah jadi kita sama-sama bugil.”
Mbah Sukro melepas baju hitamnya sehingga nampak dadanya yang hitam telanjang. Kulitnya telah berkeriput. Kemudian ia membuka sarungnya. Nampak tonjolan di balik celana dalamnya.
“Supaya kamu tidak penasaran, ini Mbah tunjukkan kontol pria dewasa milik Mbah yang bisa memuaskan anak gadis seperti kamu, Nak.”
Tanpa malu-malu lagi, bandot tua umur 60 tahun itu melepas celana dalamnya di depan Amel, gadis belia yang lebih pas menjadi cucunya. Kini Mbah Sukro juga sudah telanjang bulat. Nampak kulit tubuhnya yang hitam legam dan keriput. Sungguh kontras berbeda dengan Amel yang putih mulus dan segar.
Amel tersipu malu dibuatnya, karena meski telah berumur 60-an dan kulitnya telah keriput, namun kontol Mbah Sukro masih mampu ngaceng dengan tegaknya. Apalagi ukurannya termasuk besar dibandingkan dengan tubuhnya yang kurus, terutama kepalanya yang disunat jadi nampak makin besar.
“Nah, lihat, kontol Mbah sekarang jadi ngaceng gara-gara ngeliat gadis muda telanjang bulat. Karena Mbah jadi terangsang karena kemulusan tubuhmu, Amel, dan juga karena kecantikan wajahmu, keindahan susumu, kulitmu yang putih halus, pahamu, dan daya tarik seksualmu secara keseluruhan yang membuat orang laki normal jadi ingin menikmati dirimu. Apalagi Mbah sebelumnya nggak pernah mencicipi anak remaja seperti kamu gini. Jadi, beginilah suamimu nanti, juga akan terangsang melihat kamu sama seperti Mbah sekarang. Dan untuk itu kamu harus bisa melayani suamimu dengan sebaik mungkin, bikin dia puas. Dengan begitu, kamu juga akan mendapatkan kepuasan yang luar biasa. Nah, supaya nantinya kamu tidak canggung dengan suami kamu, mari sekarang kamu latihan dulu dengan Mbah.”
Mbah Sukro mulai mendekap Amel dan menciumi wajahnya dengan penuh nafsu. Dijelajahi wajah gadis belia nan cantik itu dengan bibirnya. Dilumatnya bibir Amel dengan ganas. Diciuminya lehernya sambil tangannya meraba-raba payudara Amel dan meremas-remasnya. Kontolnya yang hitam dan berdiri tegak itu menempel di tubuh putih Amel.
Amel didorongnya ke arah tempat tidurnya. Mbah Sukro memposisikan Amel telentang di atas kasur. Ia sengaja membuka kaki Amel lebar-lebar supaya ia bisa melihat dengan jelas vagina Amel yang masih perawan. Vaginanya berwarna kemerahan. Sementara diatasnya nampak rambut-rambut kemaluannya yang masih tipis dan halus tumbuh di atas kulitnya yang putih. Klitorisnya nampak mencuat di bagian atas liang vagina.
Anak remaja yang masih perawan itu terus digarap oleh si bandot tua. Diciuminya kedua payudara Amel. Mukanya dibenamkan ke dua bukit kembar itu. Mulutnya aktif menjilati seluruh bagian payudara yang baru tumbuh itu. Terutama kedua putingnya yang diemut dan dikenyot-kenyot di dalam mulutnya. Amel bisa merasakan kedua putingnya bergantian dikenyot-kenyot di dalam mulut Mbah Sukro yang hangat. Apalagi suhu ruangan yang ber-AC awalnya membuatnya agak kedinginan.
Kini kecupan-kecupan hangat Mbah Sukro mampu menghangatkan tubuhnya terutama dadanya. Meskipun usianya telah kepala enam, rupanya Mbah Sukro tahu bagaimana caranya membuat panas seorang dara perawan belasan tahun. Terbukti Amel sangat menikmati permainan lidah dan kenyotan Mbah Sukro diatas payudaranya. Apalagi Sukronya yang lebat menggelitik payudaranya yang membuatnya makin terangsang. Tanpa sadar, ia mendesah-desah dibuatnya.
“Ehhhmm, ehhmmm, ooohhh, oooohhhhh.”
Suara desahannya itu bercampur dengan suara kecupan Mbah Sukro yang asyik menciumi payudara Amel.
Mbah Sukro menyuruh Amel berbalik telungkup. Rambutnya yang sebahu menempel di punggungnya yang putih mulus. Pantatnya nampak sexy menonjol. Segera diciuminya sekujur punggung dan pantat Amel yang putih. Kembali Sukronya menggelitik sekujur punggung Amel. Lalu diraba-raba kedua pantat Amel dan diremas-remasnya pantat nan sexy itu.
Mbah sukro kemudian duduk di punggung Amel dan kontolnya yang hitam ditempelkan di punggung Amel yang putih. Nampak kontras perbedaan warnanya. Digesek-gesekkan batang kontolnya berikut kedua pelirnya di sekujur punggung putih Amel. Bagaikan kuas hitam yang menyapu seluruh bagian kanvas putih. Sementara kontol Mbah Sukro telah mulai basah karena cairan pre-cum. Sehingga di beberapa tempat, punggung Amel menjadi sedikit basah terkena gesekannya.
Setelah puas bermain-main di punggungnya, kembali Amel ditelentangkan. Kedua kaki Amel dibukanya lebar-lebar. Lalu kepalanya menyusup diantara kedua paha mulus Amel. Dijilatinya vagina perawan Amel yang kemerahan. Setelah itu diemut-emut dan dihisap-hisap vagina perawan itu. Lidahnya nampak begitu lincah menari-nari di sekitar wilayah terlarang milik dara muda itu sehingga tanpa bisa dicegah lagi vaginanya menjadi basah dibuatnya, membuat Amel mendesah-desah karena kenikmatan yang dirasakannya itu.
“Nah, sekarang coba kamu genggam dengan tangan kamu, Nak”, kata Mbah Sukro menyuruh Amel memegang batang kontolnya. Yang segera dilakukannya tanpa protes.
“Bagus, nah sekarang coba kamu kocok pelan-pelan.”
“Ya, bagus begitu. Lakukan terus, jangan berhenti dulu,” kata Mbah Sukro menikmati kontol hitamnya dikocok oleh tangan halus milik gadis putih mulus itu.
Sementara itu kedua tangan Mbah Sukro memegang-megang payudara Amel. Nampak dia sangat bernafsu sekali dengan kedua payudara Amel sampai-sampai ia menciuminya dengan liar. Dijulurkannya lidahnya kesana kemari di dada dara ini. Terutama di kedua putingnya karena ia tahu bahwa bagian ini adalah bagian sensitif buat Amel.
Setelah dirasa cukup, ditelentangkannya Amel dan ditindihnya anak itu dengan tubuhnya yang hitam dan berkulit keriput. Diciuminya bibir dan leher dara muda itu dengan penuh nafsu. Dadanya yang hitam dan keriputan menempel di payudara muda Amel. Meski usianya sudah tua, namun ia nampak masih perkasa. Batang kontolnya masih mengeras dengan gagahnya menempel di dekat liang sempit gadis perawan itu.
Setelah puas mencumbui Amel, kini saatnya ia menikmati ‘hadiah utama’. Ia membuka kedua paha Amel lebar-lebar. Batang kontolnya yang hitam dan berurat itu sudah menegang keras. Didekatkannya kepala penisnya yang membesar itu ke depan liang vagina perawan Amel, yang saat itu nampak sudah pasrah dan tanpa perlawanan sama sekali. Tanpa membuang waktu lagi, Mbah Sukro segera mendorong pinggulnya ke depan, dan, ugh… dinding vagina perawan itu rupanya mampu menahan sodokan benda tumpul itu.
“Ehhhmm….” Amel meringis merasakan perih si selangkangannya.
Mbah Sukro tidak menyerah dan berusaha terus mendorong dengan lebih bertenaga, Sampai akhirnya,
Cleeeep…. kepala penis Sukro akhirnya berhasil masuk ke liang kawin Amel.
“Aaahhhhhh…”, seketika Amel menjerit merasakan nyeri yang amat sangat ketika kepala penis masuk ke dalam tubuhnya.
Mbah Sukro kembali mendorong, dalam satu hentakan keras seluruh penisnya amblas masuk ke dalam tubuh gadis yang kini sudah bukan perawan lagi.
“AAAhhhhhh…. ,” Amel kembali menjerit merasakan perih dan panas di vaginanya.
Namun Mbah Sukro tidak mempedulikan jeritannya. Yag ada dipikiran Sukro sekarang Cuma bagaimana menikmati tubuh anak pelanggannya itu selama dan semaksimal mungkin. Dia bergerak memaju-mundurkan penisnya, menikmati rapatnya liang kawin Amel.
“Ahh, aahh, aaahhhhhh… Sakit Mbah… Ampun, Ampun…,” Amel mendesah-desah berusaha mengiba pada Mbah Sukro.
Sukro tidak peduli, malahan genjotan maju-mundurnya titambah semakit cepat. Amel pun hanya bisa meraung-raung kesakitan, pasrah digenjot kakek-kakek yang bahkan lebih tua dari papanya sendiri.
“Aaahhhhhh… Aaahhhh… Aaauuuhhhh…” Erang Amel keasakitan.
Perlahan rasa nyeri dan perih yang mula-mula dirasakan Amel mulai bercampur dengan rasa enak yang tak pernah dia rasakan sebelumnya. Rasa perih-perih enak itu membuatnya mulai menikmati persetubuhan dengan Mabh Sukro dan tanpa dapat dicegah membuatnya mendesah-desah dan merintih-rintih tak keruan semakin keras.
“Ehhhmm, ehhmmm, oooghhh, ooooghhhh….”
Amel tidak mempedulikan lagi bahwa pria yang menikmati tubuhnya itu sudah kakek-kakek uzur dan keriputan. Sementara rasa perih dan nyeri itu berangsur-angsur hilang, sehingga kini hanya tinggal rasa enaknya saja, membuat Amel makin lupa diri akan tata krama sebagai seorang gadis muda yang harus menjaga kehormatan dirinya.
Mbah Sukro semakin semangat menyetubuhi gadis muda putri kliennya itu. Kapan lagi aku bisa menikmati tubuh anak secantik dan senikmat Amel gini, pikirnya. Dan masih perawan lagi. Di desa tidak ada cewek yang kayak gini. Biarlah kesaktianku hilang sehari tak masalah. Meski sudah tua, tapi ia masih kuat untuk menggarap gadis muda. Penisnya dengan gagahnya mengobrak-abrik vagina sempit itu. Amel benar-benar dibuat tak berkutik dan hanya bisa mendesah-desah menikmati apa yang dilakukan pria tua itu pada dirinya.
Mbah Sukro terus menggoyang Amel dengan menindihnya. Sementara kontolnya terus mengocok-ngocok dengan liar, mulutnya asyik mengulum dan menghisap-hisap payudara ranum khas ABG. Mbah Sukro yang biasa mengemut rokok kretek kini mendapat rejeki nomplok bisa mengemut susu manis Amel.
Nampak kontras sekali pemandangan itu. Tubuh kakek yang hitam dan keriput sedang menindih tubuh gadis muda yang putih mulus. Dan kontolnya yang hitam menancap dalam ke vagina anak polos yang tidak tahu apa-apa soal bersetubuh.
Mbah Sukro kemudian lanjut menyetubuhi Amel dalam posisi doggy style. Meski tua-tua begitu, dengan gayanya seperti koboi ia sanggup juga ‘menunggang’ dan menggoyang-goyang tubuh Amel yang lagi-lagi hanya bisa pasrah menjerit-jerit dan mendesah-desah keenakan. Kedua payudaranya bergoyang-goyang liar. Direngkuhnya payudara gadis itu dengan kedua tangannya dan diremas-remasnya sambil terus menggoyang tubuh Amel.
Mabh Sukro minta berganti posisi menjadi missinaris lagi. Ditaruhnya kedua kaki Amel di pundaknya, lalu dimasukkannya penisnya ke vagina dan digenjot lagi. Dipandanginya kedua payudara imut milik Amel yang bergerak-gerak mengikuti ritme genjotannya. Akhirnya Amel tidak tahan lagi dan ia mendapatkan orgasme.
”Aaaaauuuh…..,” Itulah orgasme pertama Amel karena disetubuhi oleh seorang laki-laki.
Setelah mengetahui Amel baru mengalami orgasme, Mbah Sukro merasa bangga juga. Bangga karena bisa menikmati kemulusan dan keperawanannya serta bangga bisa membuat gadis perawan orgasme. Vagina Amel yang sudah basah kuyup membuatnya semakin menggenjot Amel dengan buas.
Sekitar 10 menit kemudian Mbah Sukro merasakan Amel akan mendapat orgasmenya lagi. Setiap denyutan dan remasan dinding vagina Amel membuatnya semakin tidak mampu menahan desakan dari pangkal penisnya.
Tubuh Mbah Sukro bergetar hebat. pompaannya semakin cepat dan urat-uratnya menonjol keluar dari tubuh tuanya yang kurus. Mbah Sukro sudah akan berejakulasi. Seketika ia hentakan penisnya kuat-kuat ke dasar vagina Amel.
croot.. croott.. crroooott..
“Aaaaaghh…,” Mbah Sukro memekik panjang melampiaskan rasa puasnya yang tiada tara dengan menumpahkan seluruh spermanya ke dalam rahim Amel yang juga sedang Orgasme.
”Eeeehmmm…..,” desah Amel lirih kepayahan kehabisan tenaga sehabis orgasme. Amel bisa merasakan ada lahar panas mengalir mengisi perutnya.
Sambil melumat bibir dan meremas dada Amel, penis Mbah Sukro masih terbenam didalam. Berdenyut-denyut mengalirkan sisa sperma yang tak kunjung read ke vagina Amel. 5 menit berlalu belum berhenti juga.
Setelah seluruh spermanya habis, ia mencabut kejantanannya yang baru saja mengambil korban dengan memerawani Ameli, gadis belia lugu yang tidak tahu apa-apa. Ia tersenyum saat melihat ada bercak darah di sekitar vagina. Bangga juga ia bisa merenggut keperawanan gadis cantik seperti Amel diusianya yang tidak muda ini.
“Waah, gila ternyata kamu betul-betul masih perawan ya, Nak. Nggak rugi Mbah ngasih pelajaran ke gadis cantik dan sexy seperti kamu. Nah, sekarang kamu sudah tahu khan gimana caranya memuaskan suamimu kelak. Dan sekarang kamu sudah mengerti gimana rasanya enaknya kawin.”
“Iya Mbah.” Jawab Amel singkat. Sekarang ada rasa penyesalan dan takut menyelubungi hatinya.
“Sekarang setelah “pelajaran” selesai, kamu boleh pake bajumu lagi. Nanti masuk angin. Sekarang Mbah mau tidur dulu ya. Karena “pelajaran ini”, sekarang Mbah jadi capek sekali.”
Amel hanya mengangguk pelan.
“Baik. Selamat malam.”
Malam itu Mbah Sukro kehilangan kesaktiannya dan secara fisik cape sekali. Namun ia merasa aman karena terlindungi oleh jimatnya. Sementara hatinya puas. Karena akhirnya ia berhasil mengambil “sisa bayarannya” dengan memerawani dan menikmati kehangatan Amel di ranjang sekaligus membalas sakit hatinya terhadap Pak Wijaya.
Sementara Amel tertidur dengan hati gundah karena merasa sangat bodoh mau saja mengikuti “pendidikan” dari Mbah Sukro. Sementara Pak Wijaya yang telah tertidur pulas sama sekali tidak tahu akan peristiwa yang terjadi malam itu.
Keesokan harinya, seperti yang direncanakan sebelumnya, setelah seharian istirahat total, Mbah Sukro meninggalkan rumah itu setelah matahari terbenam. Ia tiba di rumahnya saat hari menjelang subuh.
Sejak meninggalkan rumah itu, ia merasakan bagian ulu hatinya agak nyeri. Namun ia tidak terlalu menggubrisnya. Tapi alangkah kagetnya saat keesokan harinya, rasa nyeri itu bukannya hilang malah makin bertambah. Dan malamnya, ulu hatinya bagai ditusuk-tusuk. Sungguh ia tidak mengerti bagaimana ini bisa terjadi, karena kesaktiannya sebenarnya telah pulih. Apakah kini telah ada dukun lain yang lebih sakti yang menjahili dirinya? Ia sibuk memikirkan siapa orang yang berani menjahili dirinya. Sementara itu rasa sakitnya semakin menjadi-jadi. Sampai akhirnya ia benar-benar tak tahan lagi.
Dan beberapa hari kemudian, ada kabar heboh, yaitu Mbah Sukro, dukun sakti yang tiada tandingannya, yang disegani kawan maupun lawan, dengan tidak disangka-sangka meninggal dunia tanpa diketahui secara pasti penyebabnya. Hal ini sungguh mengejutkan terutama bagi dukun-dukun yang selama ini menjadi lawannya. Karena susungguhnya tidak ada seorang pun yang berani menjahilinya.
Lalu apa penyebab kematiannya? Ternyata kematiannya bukan disebabkan oleh para pesaingnya. Ia lupa bahwa ia telah mengaktifkan jimat pelindung yang akan menyerang balik siapa pun yang mengganggu penghuni rumah itu. Dengan menipu gadis polos seperti Amel apalagi sampai melangkah terlalu jauh dengan merenggut kegadisannya, ia telah secara fatal mengganggu penghuni rumah itu. Sehingga jimatnya kini bekerja menyerang dirinya sendiri. Oleh karena pikirannya melulu terfokus untuk menangkal kemungkinan serangan dari pihak luar serta arogansi dirinya yang merasa sebagai orang sakti tiada tandingan dan ditambah pikirannya yang dipenuhi nafsu birahi, malam itu ia sama sekali melupakan kemungkinan serangan balik dari jimat yang dipasangnya sendiri.
Namun semuanya sudah terlambat. Ia tak dapat menangkal serangan jimat itu karena sumber kekuatannya berasal dari dirinya. Semakin ia mengerahkan tenaganya untuk menahan serangan, semakin kuat serangan jimat itu terhadap dirinya.
Sementara, setelah disembahyangi selama 8 hari, kekuatan jimat itu tidak bisa dibatalkan sebelum kekuatannya akan menurun dengan sendirinya setelah beberapa tahun.
Jadi kini terbuktilah kalau jimat yang dipasang di rumah itu benar-benar ampuh. Namun ironisnya, justru pemasangnya lah yang menjadi korban pertama dan satu-satunya dari jimat tersebut.
Demikianlah nasib Mbah Sukro yang berakhir tragis. Orang sakti yang tak terkalahkan dan tak ada orang lain yang sanggup mengalahkannya, pada akhirnya jatuh karena kesalahan dirinya sendiri dan meninggal karena kesaktiannya sendiri. Dan itulah akhir lembaran hidupnya.
Sementara, ini adalah awal lembaran kehidupan baru bagi Amel. Ia sama sekali tak terpengaruh atau tahu menahu akan dunia mistik yang terjadi di sekitarnya. Tapi yang jelas, kejadian malam itu sungguh telah mengubah kehidupannya. Dari semula gadis manis nan lugu yang jadi rebutan teman-teman cowoknya, kini tidak ada lagi pria yang akan meliriknya. Kini dia harus bertanggung jawab menjadi seorang ibu yang harus membesarkan anak gadisnya Vivi seorang diri. Seiring Vivi bertumbuh dewasa, ia akan menyadari akan bakat magis yang diturunkan padanya dari sang ayah.