Astri,Pelayan Setia
Sore itu aku masuk meluncur ke rumah dengan kepala pusing abis meeting di kantor tadi siang gara-gara krismon sekarang semuanya makin susah persaingan makin ketat masih untung nggak di PHK oh ya nama panggilanku Addi lengkapnya Additya Soermarjo anak pertama dari dua bersaudara semuanya laki-laki. Adikku tinggal di kota Malang bersama istrinya sudah 1 tahun ini dan belum dikaruniai anak. Aku sendiri sampai saat ini masih belum beristri dan kayaknya masih suka sendiri bebas main sana-sini. Masuk ke halaman rumah tinggalku di daerah pemukiman lumayan mewah di Surabaya tanpa memasukkan mobil biem 320 kuningku ke garasi, aku ngeloyor masuk ke rumah disambut oleh Sri pembantuku. “Selamat sore den Addi.” “Selamat sore,” jawabku. “Tolong kamu ambil tasku di mobil terus masukkan ke ruang kerja.” “Ya den,” jawab Sri dengan menundukkan wajah. Pandangan nakalku mendarat di kaos yang dipakai Sri, tampak dua gundukan membusung seolah memberontak dari cengkraman BH yang tampaknya mulai tua itu. “Mana si Astri suruh dia siapkan pakaian di kamar mandi aku mau mandi.” “Anu den Astri masih di belakang den.” “Ya sudah, cepet kasi tau dia.” “Ya den ?” Jangan bingung pembaca Astri itu juga pembantuku aku tinggal di rumah ini hanya dengan dua pembantu. Kedua ortuku tinggal di Malang dengan adikku. “Den sudah siap pakaiannya, saya taruh di kamar mandi.” “He eh,” jawabku sambil berdiri, “Tri tolong Sri suruh beliin rokok di toko ujung jalan.” “Ya den,” jawab Astri, dari teras belakang aku menuju ke kamar sambil melihat pinggul si Astri tampak pinggulnya bulat penuh dibalut dengan celana pendek dan kaos oblong terlihat sangat menantang dan kulitnya yang bersih terlihat sangat serasi dengan warna celana pendeknya yang biru tua itu. Sambil menyetel shower aku copoti kemejaku berlanjut dengan celana panjang dan celana dalamku yang bemodel mini merk calvin klein, tanpa menutup pintu kamar mandi aku langsung ke bawah shower yang tampak mengepulkan asap tipis itu tanganku mengelus senjata di sela selangkangan yang masih melengkung setengah tidur di antara rumput tebal berwarna hitam di sekelilingnya, sambil menikmati air hangat yang menerpa tubuhku dengan perlahan kuurut ******ku mulai akar dan ke batang terus ke kepalanya yang memerah terkena gosokkanku. Tampak meriamku mulai menunjukkan semangatnya dengan mulai tegak dan berdenyut nikmat. Di sela siraman air hangat, tangan kiri kugunakan menggosok badanku dengan sabun cair yang sekarang mulai menuruni perut dan sela-sela pahaku sehingga makin melicinkan tangan kananku yang kugunakan untuk mengelus dan memijat ******ku yang semakin tegang. Kuutamakan elusan dan gosokan di bagian helm dan mengurut pelerku. Dengan membayangkan si Astri tanganku terus mengerakkan serta mengenggam ******ku yang panjangnya hampir 16 cm dengan bersemangat. Sekarang tangan kiriku pun mulai kugunakan untuk menggengam buah zakarku menariknya menjauhi ******ku sehingga dapat mempertinggi rangsangan dan memberikan rangsangan yang berbeda, terbayang pinggul Astri yang bulat dan dadanya yang kuning bersih dan padat – maklum perawan – bibirnya yang merah tanpa lipstik, serta gunung kembar di dadanya yang menantang untuk diremas dan diciumi, badanku menegang dengan mengigil air maniku muncrat ke dinding granit hitam kamar mandiku, oooooh betapa nikmat rasanya dengan segar aku turun dari shower dan ekor mataku menangkap seperti ada gerakan di pintu kamar mandi dengan tergesa kuraih handuk, terbalut handuk aku keluar dari kamar mandi tetapi? terlambat hanya gerakan pintu kamarku yang menutup yang tampak olehku, segera aku keluar kamar tak terlihat siapa-siapa, di ujung ruangan dekat TV, tampak gagang telpon menggeletak. Sambil memegangi ujung handuk kecil yang hanya menutup bagian depan ******ku yang masih tampak bengkak sehingga membentuk gundukan di handukku tanganku yang satu meraih telepon. “Hallo ?.” “Hallo mas?” “Eh kamu Na di mana ini,” ternyata dari Nina pacarku. “Di kost mas, jadi nggak besok ke Batu.” ” Jadi dong, emang kamu udah siap-siap nih.” Kita memang rencana ke kota Batu Malang nginap di sana sampai minggu sore baru balik Surabaya. “Pakaianku sudah kusiapkan di tas tinggal bawa aja kok.” “Eh Na kamu malam ini nginap di sini aja ya, jadi besok gak pake acara jemput menjemput jadi bisa molor agak lama.” Dalam hati aku menyambung dan gue bisa ngembat elo ?. he-he-he. “OK deh ntar gue suruh anterin anak-anak aja ke sana lu gak usah jemput ke sini.” “OK kalo gitu dadaaah,” dan telponnya gue tutup. Pacarku si Nina itu mahasiswi jurusan ekonomi management di salah satu unversitas swasta di Kota Pahlawan ini dengan postur tubuh 162 cm dan rambut sebahu dan mata yang indah serta bibir yang tampak selalu basah menggoda tapi itu yang tampak di luar, sedangkan dalemannya wuih istimewa bok. Dengan BH ukuran 36c dan belum melorot itu dihiasi pentilnya yang mungil berwarna kemerahan serta tapi yang lebih bikin aku bertahan lama pacaran dengan dia yaitu memeknya sejak pertama kali ******* denganku, kuminta dia untuk mencukur habis rambut – rambut di bukit indah itu dan sampai sekarang dia masih tetap menjaganya seperti itu, katanya untuk membuktikan cintanya denganku. Tidak seperti memek lain yang pernah kulihat memek si Nina itu begitu putih bersih dan bibirnya tampak seperti dua buah bukit gundul yang mempunyai alur sempit yang berujung pada sekerat daging mungil yang terlihat malu-malu, bila terangsang akan nongol dan mencuat kemerahan begitu sempurna, dan masih ada lagi bila menungging di atas memeknya tampak anusnya yang bersemu kecoklatan tampak kontras bila dibandingkan dengan pantatnya yang putih mulus. (Ceritaku dan Nina ada di cerita lain.) Balik ke kamar sambil memikirkan pembicaraan dengan si Nina dalam hati aku bertanya-tanya siapa gerangan yang di kamarku tadi Astri atau Sri sambil memikirkan kemungkinan apakah mereka melihat aku onani. Terbayang lagi masing masing wajah mereka Sri dengan tubuhnya yang agak kurus tapi dadanya tegak menggoda atau Astri yang kulitnya kuning bersih dan berpinggul indah dan kaki yang panjang tanpa bekas-bekas luka, keduanya menarik dan mempesona dengan keindahanya masing-masing, aku membayangkan bagaimana rasanya bila dapat menancapkan ******ku dan bila mungkin bermain bertiga dengan mereka. Membayangkan hal tersebut ******ku yang tadi sudah agak tidur tampak mulai menunjukan reaksi setuju dengan terangguk-angguk mantap. Aku mulai memikirkan bagaimana caranya supaya dapat menjerat keduanya dalam permainanku, tapi sekarang si Nina mau datang jadi aku mesti cepat, kupakai t-shirt dan celana pendek – aku jarang pake celana dalam di rumah – dan keluar ke ruang makan di meja kulihat sudah disiapkan piring dan lauknya beserta minuman, sambil duduk kulihat jam dinding. “Ah masih jam 6 sore.” Masih ada kira-kira 2 jam sampai Nina datang pikirku kesempatan ah. “Astriiiiii sini kamu?.” “Ya den?” Dengan tergopoh Astri datang. “Ada apa den Addi.” “Tadi kamu tau nggak siapa yang terima telpon waktu aku mandi.” Dengan tajam kutatap wajahnya kulihat perubahan di muka Astri tampak mukanya berubah merah merona. “Nggak usah takut nggak apa-apa kok.” Masih tertunduk Astri menjawab, “Saya den yang menerima telpon dari mbak Nina.” “Terus.” “Terus saya cari aden nggak ada kemudian saya masuk ke kamar.” Hemmm?. “Lalu abis gitu kok kamu nggak panggil saya sih!” “Sudah kok den.” “Kamu liat apa di kamar mandi ?.” Makin menunduk dia tidak berani beradu pandang?. terus kubikin gerakan nekat, kubuka celanaku sehingga terpampang ******ku yang sudah tegak gara-gara melihat pinggul dan dada Astri yang membayang dari balik kaos putih tipis yang dipakainya sambil menggenggam ******ku kupanggil, “Astri sini kamu ?.” Astri mendekat dan kemudian kutanya, “Kamu tadi liat ini ya, coba sini kamu liat lagi.” Astri melihat selakanganku dengan melongo tampak sorot mata kagum menghiasi wajahnya. “Coba Tri kamu pegang.” “Ah jangan den saya ngga berani ?.” Kuraih tangannya dan langsung kupegangkan pada ******ku, Astri sama sekali tidak melawan dengan menurut dia memegang ******ku. “Gimana Tri rasanya?” “Hangat den, dan besar sekali,” jawab Astri. “Sekarang coba kamu gerakkan tanganmu ke atas dan ke bawah.” Dengan lembut digerakkan tangannya ke atas dan ke bawah terus-menerus, tangan kiriku membantu mengarahkan tangan Astri sedang tangan kananku meraih pinggangnya yang ramping dan memangkunya di kaki kananku yang kurenggangkan, tampak sekarang Astri mulai berani, dengan tangannya yang nganggur dia mengelus buah zakarku dan menggengamnya sementara itu aku pun tidak menyia-nyiakan kesempatan dengan tangan kananku kuselipkan ke dalam kaosnya dan mencari gundukan empuk di dadanya. Kutemukan yang kucari dua buah daging kenyal yang hangat dan kubuka BH yang menutupi bukit yang indah itu kuremas perlahan dan kubelai dengan mesra tampak napasnya mulai berat, kubuka kaos dengan kedua tangan sementara dia masih tetap menggenggam ******ku. Sekarang kepala ******ku diremas-remasnya – makin pinter aja dia – setelah kulepas kaosnya terlihatlah dua bukit yang sangat indah mencuat dengan tegak dan di puncaknya tampak pentilnya yang coklat kemerahan dengan sigap kucium pentil sebelah kirinya kujilat dan kugigit-gigit kecil dan kusentuh dengan gigiku sementara tangan kananku menggerayangi pentil satunya Astri menekankan badannya ke dadaku dan kini genggamannya semakin erat pada ******ku seakan tidak mau kehilangan benda yang disenanginya. Dengan mendesah dan mengerang Astri tampak merapatkan dan mengeser-geser kedua pahanya semakin gelisah dia, dengan tidak sabar kubopong Astri menuju kamar kurebahkan dia di ranjangku dan kutarik celananya tertinggal celana dalamnya yang berwarna putih dengan bagian depan basah, kuangkat kedua kakinya kutaruh di pundakku dan kuciumi betisnya, turun ke paha, kurenggangkan kakinya sambil terus kuciumi paha bagian dalam yang mulus dan kuusap-usap bagian depan memeknya. “Ouuuchhh?.. sshhhh?” Dengan menggelinjang Astri melenguh kulihat tangan Astri memuntir dan memilin kedua pentilnya yang tegak dan keras itu dengan satu gerakan kutarik CD Astri dan kuangkat sampai terlepas, terpampanglah belahan yang berambut jarang itu. Bibir memek Astri yang agak membuka sedikit dan berlumuran cairan yang membasahi tampak sangat indah langsung kusergap dan kujilati di sekitar belahannya baunya begitu wangi dan kuciumi itilnya yang secuil itu sampai terlihat membengkak dan keluar dari selaput kulit yang menutupinya lucu sekali bentuknya seperti ****** mini, kuputar lidahku di itilnya sambil tanganku memegangi pahanya. “Uuuhhhhh?? Ahhhhhh, hecchh.” Astri mengerang keras sekali dengan tangan menekankan kepalaku pada memeknya, pinggulnya bergerak memutar dan terangkat-angkat beberapa saat kemudian, “Ohhhh??.” Ternyata dia sudah mencapai klimax. “Enak sekali den Addi.” Omongannya tidak kutanggapi malah ganti kuarahkan lidahku pada lubang anusnya kujilat kuciumi dan kutekan sambil kuputar-putar sementara dua jariku kumasukkan ke memeknya dan seperti tersengat listrik pinggul Astri terangkat sambil mendesis, “I i i i h h h h h h, SSSSh.” Kumainkan dan kukeluarmasukkan jariku yang sekarang basah terkena cairan yang barusan dimuntahkan Astri, ternyata aku menemukan titik kenikmatan yang mengakibatkan Astri seperti melonjak terkena aliran listrik, sambil terus menjilati anusnya yang sekarang membuka dan menutup, jariku tetap bergerak keluar masuk memeknya yang semakin licin tapi sempit itu. Dan pertama kali dalam hidupnya Astri mengalami orgasme yang susul-menyusul, makin lama kenikmatan yang dialaminya makin tinggi dan seperti orang kesurupan tubuhnya mengejang kaku dan kedua tangannya mencengkeram sprei, buku jarinya memutih dan kakinya menjepit kepalaku tak bisa bergerak sampai aku megap-megap setelah itu diam ?.. kuangkat kepalaku dan kulihat mata Astri terbalik hanya putihnya yang kelihatan. “Tri kamu kenapa ?” “Oh.. Den Addi, aku lemes sekali ? den.” “Ya sudah kamu istirahat dulu aja.” Kulirik jam di tembok sudah menunjukkan jam 7:10. “Wah mesti cepet nih sebelum pacarku datang,” batinku. Kemudian aku sodorkan ******ku ke depan mulut Astri dan kusuruh membuka mulut. “Den, saya belum pernah lo Den.” “Sini aku ajarin.” Dan kusuruh dia mejilati kepala ******ku sambil menggengam dan mengurut batangku tampak Astri menemukan kenikmatan dan keasyikan dalam mengulum ******ku, sekarang malah tangannya yang satu memegang biji pelerku dan agak meremasnya terasa sedikit ngilu dibarengi dengan nikmat yang luar biasa yang menyebar ke seluruh bagian tubuhku. Sebentar kemudian ******ku merasa sangat nikmat akibat permainan mulut Astri. Dijilat dikulum dan dikempotnya kepala ******ku, dengan rajin diurut-urut sambil dikocok-kocok batangku sampai terasa di ubun-ubun dan segera kuambil putusan sudah saatnya kubenamkan di liang sorga saja. Sambil menahan berat tubuhku kuatur ******ku dan kuarahkan ke lobang memeknya, pahanya kukangkangkan selebar mungkin, kugeser perlahan pada bibir vaginanya yang tampak lembab dan mengkilat, kuoles-oleskan pada itilnya yang memerah kemudian dengan perlahan kumasukkan kepala ******ku. “Blesss ?..” “Oooh? pelan mas ?” Lho sekarang berani panggil mas dia. Makin kuturunkan tubuhku dan makin dalam amblesnya ******ku. “Hegh??” Astri seperti menahan sesuatu, bibir bawahnya digigit sambil tangannya merangkul leherku kukecup keningnya yang berkeringat kupagut dan kulumat bibirnya lidah kami berkaitan seperti ular yang berbelit dan menyatulah tubuh kami berdua dibarengi dengan erangan kecil. “Ohhh mas ?” Kugerakkan pinggul mencoba mencapai dasar vagina Astri. Kutahan sejenak di dasar memeknya kuresapkan rasa yang timbul dan mulai kugerakkan ******ku yang terasa seperti dijepit dengan sebongkah barang lunak dan hangat, menggelosor maju mundur semakin cepat dan tak beraturan, beberapa menit kemudian makin erat Astri memelukku. “Ahhhh mas?. Astri mau keluar r r r r.” “Aku juga ?Tri.” Beberapa detik kemudian tubuh kami mengejang berdua ? Lama aku tetap dalam posisi seperti itu sampai kudengar ada suara bell pintu depan. “Wah si Nina datang???.”