BERCINTA DI HUJAN DERAS
Sial banget, gumanku begitu sampai di Yogyakarta di stasiun Tugu. Liburan semester ini aku menyempatkan diri main-main ke Surabaya, waktu mau balik ke Yogya sini, cuaca kota Surabaya masih cerah sekali. Benar-benar tidak menyangka kalau saat pulang ini disambut oleh cuaca yang mendung. Kalau naik becak sih…, pasti mahal, begitu pula Taxi, lagian tempat tinggalku agak terpencil masuk gang. Akhirnya kuputuskan untuk cari tukang ojek.
Beruntung sekali, belum sampai aku keluar dari halaman stasiun sudah ada tukang ojek yang nawarin diri. Tidak perlu basa-basi aku langsung mengiyakan.
“Kemana Mas?, “tanyanya.
“Monjali”, kataku
Dan kamipun melaju dengan Astrea Supra.
Awalnya aku sama sekali tidak berminat terhadap sekelilingku, aku tetap khawatir pada cuaca yang semakin gelap. Tapi waktu kami keluar dari Jln Solo, cuacanya agak mendingan. Dan baru kusadari kalau abang tukang ojek di depanku mulai menarik minatku. Perawakannya sangat atletis, kulitnya sawo matang, rambutnya ikal dan yang membuatku semakin tertarik adalah pakaiannya sexi sekali. Kaos singlet putih dan celana pendek putih yang ketat. Kuperkirakan dia berusia 25 tahun keatas.
“Abang nggak risih pake pakaian kaya’ gini?”, tanyaku.
“Ah, biasa saja tuh. Malah adem”, katanya.
“Badan Abang kekar banget, kok bisa sih?”.
“Ah, masa?! Ya…, mungkin ini karena dulu saya narik becak”, katanya sembari tertawa.
“Bang, boleh nggak aku ngerasain otot badan abang”.
“Mau megang? Boleh-boleh saja, tapi jangan bikin saya geli ya!”.
Tanpa basa-basi, aku mulai menyentuh otot tubuhnya. Pertama perutnya yang kotak, dadanya yang bidang.
“aah…, geli nih”, katanya.
“Itu belum apa-apa Bang, saya belum selesai”, kataku.
Tanpa mempedulikan dia yang terus mengendarai sepeda motornya dan pemandangan sekeliling, tanganku beralih ke bagian bawah pusarnya. Aku mulai meraba bagian terlarangnya.
“Wah, podo lanang’e nanging kok nggeh penak”, katanya saat aku mulai memijitnya.
“Mau dilanjutin?”, tanyaku.
“Purun Mas”, katanya.
Kali ini jari jemari tanganku mulai menelusuri tonjolan miliknya yang kian keras dan berdenyut kencang itu. “Astaga” dia tak bercawat. Aku semakin berani, kubuka restleting celananya dan, “Blueeeff”, dalam seketika penis miliknya menerobos keluar.
Tiba-tiba saja dia menepi ke pinggir, kupikir dia marah dengan kelakuanku, Ternyata tidak. Dia menepi di daerah yang bersemak belukar dan tersembunyi dari Jalan Raya.
“Lakukan disini saja”, katanya sambil menggandengku dan menggenggam penisnya. Aku melanjutkan perbuatanku tadi. Penisnya berukuran kira-kira 17-20 cm, berbulu lebat itu langsung kukocok dan kedua biji pelirnya aku jilati. Aku menjadi 100% yakin kalau dia adalah gay juga saat dia precum dan mencumbuku sementara tangannya meraih penisku yang masih tertutup rapat. Dalam waktu singkat kami sama-sama sudah bugil. Kami saling mencumbu dan penis kami saling beradu juga. Kemudian kami mengambil posisi 69. Dan kami saling hisap.
Saat sedang asyik-asyiknya menikmati permainan binal ini, hujan mengguyur dengan derasnya. Namun kami seakan tak peduli. Kami justru semakin bernafsu. Diantara rerumputan dan tanah becek kami berguling-guling memadu kasih. Hingga tubuh kami penuh dengan lumpur. Tapi hal ini tetap membuat kami bernafsu mengulum penis dan bagian lain. Bener-bener tidak menyangka kalau kami ejakulasi bersamaan dan penis kami masih tetap berada di kuluman. Spontan sperma langsung ketelan. Aku butuh beberapa menit untuk membuat penisku kembali keras, sedangkan dia benar-benar perkasa.
“Sodomi aku”, katanya saat penisku mulai mengeras. Dia sudah siap dengan posisi nungging di bawah pohon. Aku tidak langsung memenuhi keinginannya, aku masih ingin mengulum penisnya yang menggelayut di antara pahanya. Aku menariknya ke arah belakang dan mengulumnya lagi, tapi kali ini aku memasukkan jari tengahku ke anusnya, Sambil menghisap aku menusuk-nusukkan jariku. Tidak seberapa lama kemudian aku menyuruhnya telentang dengan kaki mengangkang. Aku ganjal pantatnya dengan baju kami hingga pantatnya sedikit ke atas dan kemudian dengan perlahan kumasukkan penisku ke anusnya. Cukup mudah, kurasa dia sering disodomi. Aku gerakkan pinggulku sehingga penisku bergerak maju mundur menekan dinding lubang anusnya. Kami salimg mendesah dan melenguh. Dia meraba penisnya sendiri sambil terus menikmati ayunan penisku yang jauh di dalam anus menyentuh prostatnya.
Selama kurang lebih 1/2 jam setelahnya, aku ejakulasi. Kutuangkan air maniku di atas selangkangannya. Dan tak lama kemudian diapun ejakuasi. Kami kelelahan, hujan mulai mereda. Aku diantarnya pulang dan gratis! Ironisnya aku lupa menanyakan nama dan alamat dia. Kami tak pernah jumpa lagi. Tapi, setidaknya dia tahu dimana aku tinggal, jadi aku masih mau bercinta dengannya suatu saat nanti ketika dia mampir ke rumahku.