Berhubungan Intim Saat Haid
Cerita Sex Berhubungan Intim Saat Haid – Mama masuk rumah sakit. Semalam Mama muntah-muntah dan buang-buang air sampai keluar darah. Saya mendapat berita ini dari kakak perempuan saya Rena. Mama dan Papa selama ini memang tinggal di rumah Rena.
Saya segera meluncur ke rumah sakit dengan sepeda motor. Saya punya mobil, tapi lebih baik saya pakai sepeda motor, yaitu untuk menghindari macet di jalan raya pada jam-jam sibuk seperti siang ini.
Setiba di rumah sakit, saya bertemu dengan kakak saya Rena, tapi Mama sedang tidur. Tubuh Mama tertutup selimut dari kain putih. Rambutnya terurai lepas di atas bantal. Rambut Mama sudah banyak ubannya. Wajahnya pucat dan tangannya di infus.
“Sudah mendingan, gak muntah-muntah lagi. Mencret, juga hanya sekali-sekali saja dan kotorannya sudah gak bercampur darah.” kata Rena, kakak saya.
“Menurut diagnosa dokter, apa sakit Mama, koq buang-buang air sampai keluar darah?” tanya saya. “Hasil lab belum keluar, mungkin nanti sore.”
Mama ditempatkan di kamar VIP. Wajarlah, karena kakak saya Rena cukup berada. Suaminya pengusaha. Tapi jangan ditanya waktu mereka baru menikah. Mereka tinggal di kontrakan yang sempit dan kumuh.
Namun begitu, bagaimana pun juga biaya rumah sakit Mama harus kami tanggung bersama. Lain soal kalau Rena yang mau tanggung sendiri.
Papa dan Mama memiliki 5 orang anak. Rena paling besar, kemudian Hardi, Rusdi, aku lalu Yani. Saya adalah anak satu-satunya yang belum berkeluarga. Umur saya 30 tahun. Umur Rena 40 tahun, Hardi 36, Rusdi 33, sedangkan Yani 28 tahun.
Saya bertemu dengan Papa dan Mama hanya setahun sekali, karena kesibukan saya dan rumah Rena yang jauh. Hardi, Rusdi dan Yani juga demikian, karena mereka tinggal di luar kota.
Aku memegang tangan Mama yang berada di luar selimut. Dingin. Mama membuka mata. “Yudi, Ma.” kata kakak saya, Rena pada Mama.
“Kamu nggak kerja, Yud?” tanya Mama. Suaranya normal seperti tidak sedang sakit.
“Nggak, Ma.”
“Mamah tidak betah, Yud. Mama seperti dikurung. Mama ingin pulang, pulang ke rumahmu,” kata Mama.
Aku meremas pelan tangan Mama. “Sabar, Ma. Tunggu bagaimana hasil dari lab,”
Rena mengelus rambut Mama. “Nanti malam, Mama akan ditemani sama Yudi, biar Mama bisa melepaskan rindu sama Yudi. Ya, Ma?”
“Tapi, kamu kurusan ya, Yud?” kata Mama memandang saya.
“Yudi kurusan lebih ganteng Ma, daripada Agus, perutnya gendut seperti hamil 9 bulan?” balas Rena.
Soalnya sudah makmur. Dulu, kurusnya seperti lidi. Saya punya cerita tersendiri tentang Agus, kakak ipar saya.
Waktu ia berpacaran dengan kakak saya Rena di rumah, Saya sering mengintip. Waktu itu usia saya 15 tahun. Kalau Agus tau Papa dan Mama saya tidak ada di rumah, ia sering mengajak Rena bermain seks di sofa.
Agus dan Rena bertelanjang bulat di sofa. Tapi mereka tidak bersetubuh. Mereka membentuk posisi 69 di sofa. Agus akan menjilat memek Rena sampai Rena orgasme, sedangkan Rena mengisap kontol Agus, sampai air maninya keluar. Sementara saya asyik beronani ria seperti sedang nonton bokep.
Makanya saya tau berapa panjang kontolnya Agus, dan bagaimana rupa memek Rena dan teteknya. Kontol Agus tak lebih dari 12 senti panjangnya kalau sedang tegang, sedangkan memek Rena gak ada bulunya, dan teteknya kecil.
Malahan sekarang, semakin kecil. Hanya menonjol sedikit saja di kaosnya yang saya lihat. Anak Rena 3 orang.
Pada kesempatan kami makan siang bersama di restoran yang terdapat di kompleks rumah sakit, saya sengaja mengajak Rena duduk di pojok. Sambil menunggu pesanan kami datang, saya menyinggung masalah ia berpacaran dengan Agus.
“Saya punya kenangan tersendiri.” kata saya.
“O ya? Kenangan apa?” tanya Kak Rena.
“Kalau Papa dan Mama nggak di rumah, saya sering mengintip Kakak bermain seks dengan Mas Agus di sofa,”
“Haa…?!” Kak Rena terkejut sampai matanya terbelalak.
“Benar, saya nggak bohong!” kata saya. “Saya belajar seks itu dari kalian!”
“Apa yang kamu lihat?” tanya Kak Rena menyelidik.
“Kakak sering mengisap penisnya Mas Agus, kan? Lalu Mas Agus, sering menjilat vagina Kakak, kan?”
Kak Rena mencubit paha saya. “Jangan ngomong keras-keras, nanti kedengaran orang.”
“Tahi lalat di tubuh Kakak, ada di mana pun, saya tau.” kata saya. “Di lipatan paha sebelah kanan, dekat bibir vagina sama di payudara sebelah kiri. Bener, nggak?” tanya saya.
“Ceritanya sekarang, mau ngapain kamu?” tanya Kak Rena.
“Tadi Kakak bilang perut Mas Agus gendut, entah kenapa tiba-tiba saya kangen dengan vagina Kakak sama payudara Kakak.” jawab saya.
“Payudara saya sudah nyusut kecil, kenapa dikangenin? Tuh lihat, mana ada lagi?” balas Kak Rena menunjukkan dadanya pada saya.
Saya menjulurkan tangan ke dada Kak Rena. “Awas, lihat dulu ada orang nggak!” kata Kak Rena.
Saya menyusupkan tangan saya ke dalam kaos Kak Rena, ia menghadap ke kaca. Di depan kaca, terdapat sebuah taman kecil. Saya menyusupkan tangan saya ke dalam BH Kak Rena. Teteknya kecil dan kendor, hanya putingnya saja yang besar dan tegang saat saya usap-usap dengan jari tangan saya.
Saya tidak berani yang lain, karena pesanan kami datang. Kami makan dengan diam. Selesai makan, Kak Rena yang membayar. Lalu ia menggandeng tangan saya keluar dari restoran.
Sambil menunggu lift terbuka, Kak Rena berbisik di telinga saya,: “Sorry ya say… hari ini saya belum bisa, saya lagi mens!”
Karena Kak Rena sudah terbuka dengan saya, di dalam lift, saya mencoba meremas selangkangannya yang terbungkus celana panjang. Selangkangan Kak Rena memang tebal.
“Ya kan, masa saya bohong sama kamu sih?” kata Kak Rena. “Tenang, kalau saya sudah bersih, pasti saya berikan padamu!”
Mama masih tidur sewaktu kami tiba di kamar Mama. Saya menarik tirai menghalangi tempat tidur Mama, lalu saya menarik Kak Rena ke balik tirai.
Kak Rena termasuk wanita yang cantik, padahal Mama semasa mudanya tidak begitu cantik. Saya mengecup bibirnya. Lalu saya membuka ritsleting celana panjang saya. Saya mengeluarkan kontol saya yang tegang dari celana dalam saya. “Uuhhgg… say… besar bangettt…” desah Kak Rena menggenggam batang kontol saya dengan telapak tangannya yang halus dan hangat.
“Saya kocok, ya?” katanya.
“Silahkan!” jawab saya.
Kak Rena beranjak pergi. Sebentar kemudian, ia datang membawa lotion. Ia menuang lotion ke telapak tangannya, kemudian meratakannya di sepanjang batang kontol saya. Setelah itu, ia mengocok kontol saya sambil berdiri.
Saat air mani saya sudah hampir keluar, saya menurunkan ritsleting celana panjang Kak Rena. Ia tidak menolak. Mungkin ia juga sudah terangsang. Ia malah melepaskan celana panjangnya. Celana dalamnya kecil berwarna merah.
Saya mencoba menurunkan celana dalamnya, ia tidak menahan. Dan terlihat pembalut merekat di celana dalam Kak Rena. Pembalut berwarna putih dan sudah kempes akibat terjepit pahanya, penuh dengan darah berwarna hitam. Kak Rena berusaha memuaskan saya dengan menggosok-gosokan kepala kontol saya ke belahan vaginanya.
Kenikmatan segera menyerang tubuh saya. Tanpa berpikir panjang lagi, saya merobohnya Kak Rena ke lantai yang keras dan dingin, ia tidak menolak. Malahan ia menekan kontol saya ke lubang vaginanya.
Saya segera mendorong batang kontol saya masuk ke dalam lubang vagina Kak Rena yang basah tanpa kesulitan yang berarti, lalu saya menggenjot lubang vagina Kak Rena. Dari bawah, Kak Rena mengayunkan pantatnya naik-turun sambil kami berciuman bibir.
Sejenak kemudian, air mani saya menyembur di dalam lubang persetubuhan kakak saya. Crooottt…. crroottt… crroottt… semprotan yang kencang. Sampai Kak Rena menarik napas panjang.
Setelah saya selesai, kami berpelukan. Tapi kemudian sewaktu saya mencabut kontol saya dari lubang vagina Kak Rena, batang kontol saya berlumuran darah haid Kak Rena, bahkan air mani saya yang meleleh keluar dari lubang vagina Kak Rena, juga bercambur darah haid.
Pengalaman yang tidak akan saya lupakan seumur hidup saya, bersetubuh dengan kakak kandung sendiri selagi ia menstruasi.
*****
Saya pulang ke rumah setelah beberapa saat saya selesai bersetubuh dengan Kak Rena.
Pada malam harinya saya balik ke rumah sakit, ada Mas Agus di kamar Mama. Saya jadi kaku saat ngobrol dengan Mas Agus, karena saya merasa bersalah telah menyetubuhi istrinya. Untung Rena cepat mengajak Mas Agus pulang, karena ia sudah capek, lemas, letih, lesu.
Kini di ruang rawat inap, tinggal saya dengan Mama yang sedang berbaring di tempat tidur. Saya menarik kursi duduk di samping Mama. Sebentar kemudian, datang dokter dan seorang perawat memeriksa Mama.
“Kalau besok hasil lab sudah bagus, sore Ibu sudah boleh pulang,” kata dokter pada Mama.
“Hasil pemeriksaan sementara, bagaimana Dok?” tanya saya.
“Tekanan darah normal dan detak jantung juga bagus. Semalam, Ibu Anda keracunan makanan. Mungkin Ibu Anda makan makanan yang sudah dihinggapi lalat…” jelas sang dokter. “Sekarang, infus Ibu anda kami lepaskan, ya? Mudah-mudahan tidak ada apa-apa sampai besok.”
“Tuh, sekarang Mama bebas, nggak kayak dipenjara lagi, kan?” kata saya.
“Iya, Mama sudah sehat. Kenapa nggak pulang sekarang aja?” balas Mama.
“Sabar, Ma!” saya menelungkup di tempat tidur mencium kening Mama.
“Kapan kamu mau menikah, Yud? Apa tunggu Mama sekarat baru kamu mau menikah?”
Kaget saya mendengar pertanyaan Mama yang tiba-tiba.
“Berikan waktu pada Yudi, Ma. Menikah itu kan bukan untuk satu atau dua jam, tapi seumur hidup.” jawab saya.
“Kamu mau wanita yang bagaimana?” tanya Mama.
“Sabar… cantik seperti Mama.”
Mama tersenyum. Saya memandang bibirnya. Bibir yang pucat dan kering. Mungkin bibir itu sudah tidak berarti baginya. Mama sudah tua, sudah 67 tahun. Pasti sudah menganggur, tidak dipakai berciuman dengan Papa lagi. Mungkin bermain seks juga sudah tidak pernah. Usia Papa sudah 70 tahun.
“Ma, coba bibir Mama ini dipakaikan lipstik, pasti indah lagi deh,” kata saya mengelus bibir Mama dengan jari telunjuk saya.
“Nggak. Mama sudah tua. Malu.”
“Hmmm… Mama…”
Pelan-pelan saya mendekatkan bibir saya ke bibir Mama. Mama tidak menggeser sesenti pun bibirnya, malah ia memejamkan mata. Saya memberanikan diri mengecup bibir Mama.
Cupp…
Pada saat yang sama, bibir Mama membalas kecupan saya. Saya tidak mau menunggu lagi. Saya mengulum bibir Mama. Mama menyedot bibir saya seperti ia lagi terangsang. Saya juga menyedot bibir Mama.
Mama menjulurkan lidahnya keluar. Saya mengisap lidah Mama. Tangan saya menyingkirkan selimutnya. Lalu saya menyusupkan tangan saya masuk ke dalam pakaian rumah sakitnya. Mama tidak memakai BH. Tangan saya segera menjamah payudara Mama yang besar tapi sudah kendor. Saya meremas payudara Mama. Mama menghisap bibir saya dan putingnya yang kecil menegang!
Saya semakin nekat. Kini, kepala saya pindah ke dadanya. Puting Mama saya jilat dengan lidah. “Oooo… Yudiii…iihh…“ Mama mendesah dan menggelinjang.
“Geli ya, Ma?”
“Hati-hati, ini rumah sakit. Kalau suster tiba-tiba masuk, bagaimana?”
“Sudah jam 10 malam, Ma. Suster nggak akan masuk lagi. Kamar ini jadi milik kita berdua, Ma.”
Tangan saya meraba ke bawah. Oh, ternyata Mama memakai pempers. “Lepaskan saja pempers Mama, Yud.” kata Mama.
“Kalau Mama mencret lagi nanti?” tanya saya.
“Nggak. Mama nggak betah. Ditutup rapat begitu, panas!” jawab Mama.
Lalu saya melepaskan pempers Mama. Karena baru pertama kali melepaskan pempers, saya melepaskannya dengan susah payah.
Setelah pempersnya terlepas, saya melihat selangkangan Mama yang telanjang.
Bulu kemaluan Mama hanya beberapa helai, warnanya pirang. Bibir vaginanya berlipat masuk ke dalam, sehingga bentuk vagina Mama hanya seperti sepotong celah berbentuk memanjang. Warnanya coklat. Saya begitu terangsang dibandingkan tadi saya menyetubuhi Rena.
Apakah kamu tega menyetubuhi Mamamu yang sudah berumur 67 tahun, tanya hati kecil saya.
“Mama membawa celana dalam, nggak?” tanya saya.
“Nggak tau tuh Rena. Coba kamu cari di tas!” suruh Mama.
Saya menutupi selangkangan Mama yang telanjang dengan pakaiannya, lalu membongkar tas di lantai. Ternyata nggak ada celana dalam Mama, melainkan saya menemukan celana dalam Rena dan beberapa pembalut yang baru, serta selembar sarung.
“Nggak ada, Ma! Yudi pakaikan lagi pempersnya ya, Ma?”
“Nanti saja, biar lega dulu.” jawab Mama.
Kemudian saya membawa sarung ke kamar mandi. Saya melepaskan celana panjang dan celana dalam saya, lalu saya memakai sarung. “Yudi tidur ya, Ma? Kalau Mama kedinginan, bangunin Yudi, ya?” kata saya.
“Sini, tidur sama Mama!” ajak Mama.
“Tempat tidurnya sempit, Ma!”
“Sebentar,” kata Mama.
Saya menyambar lotion yang ditinggalkan Rena di meja. Saya naik ke ranjang Mama, menyembunyikan lotion di bawah bantal, lalu saya memeluk Mama. “Yudi cium bibir Mama lagi, boleh Ma?”
Mama memejamkan mata.
Saya langsung menyambar bibir Mama untuk saya cium. Bibir saya dan bibir Mama kembali saling menyedot. Tangan saya meremas payudara Mama. Mama tidak menolak, lalu tangan saya berpindah ke selangkangannya yang telanjang. Saya mengelus depan vagina Mama dengan telapak tangan saya.
Mama tidak menepis tangan saya. Saya segera memindahkan kepala saya ke selangkangan Mama. Vagina Mama saya jilat dengan lidah. Mama menggelinjang.
Kembali saya mencium bibir Mama sambil saya oleskan lotion ke penis saya yang tegang, lalu lotion juga saya oleskan di lubang vagina Mama. Terus, saya tekan penis saya ke lubang vagina Mama.
Mama menyedot bibir saya dalam-dalam saat penis saya meluncur masuk ke dalam vaginanya. “Sakit ya, Ma?” tanya saya.
“Nggak, teruskannn…!” desah Mama.
Karena penis saya sudah terbenam semua di dalam vagina Mama, kemudian saya mengayun pantat saya maju-mundur sehingga penis yang bergerak keluar-masuk menggesek dinding vagina Mama.
“Enak, Ma?”
“Mmmm…”
“Mama pengen Yudhi keluarkan di dalam apa di luar?”
Saya terus mengayun penis saya di vagina Mama. Lambat laun, tubuh saya pun mengejang. “Oohh… Mama, Yudi mau keluarr, Maaa… oooooo… ” saya menekan penis saya sedalam mungkin ke lubang vagina Mama.
Crroott….
Crroott…
Crrooott….
Air mani saya menyembur di dalam vagina Mama. Sangat kencang. Pasti kena rahim Mama yang sudah tertidur sekian lama. Aku memeluk Mama, aku mencium bibirnya.
Lalu pelan-pelan saya menarik penis saya keluar dari lubang vagina Mama yang basah kuyup dengan air mani saya.
Saya menyeka air mani yang meleleh keluar dari lubang vagina Mama dengan tissu. Merapikan pakaiannya dan menutup tubuh Mama dengan selimut.
“Tidur nyenyak ya Ma dan mimpi yang indah,” kata saya.
Pagi-pagi buta sekali lagi saya naik ke tubuh Mama menyetubuhinya.
Pukul 06:30 perawat datang hendak memandikan Mama. Saya diminta keluar dari ruangan. Saya tertawa dalam hati. Nggak tau dia, apa yang telah saya lakukan dengan Mama semalam.
ooo0ooo
Rena tiba di kamar Mama sekitar jam 8 pagi. Saya sedang menyuap Mama sarapan. Mama tampak biasa-biasa saja, padahal semalam kami berciuman dan kami bersetubuh sampai 2 kali.
“Mama hari ini boleh pulang. Mau pulang kemana, Ma? Jadi, ke rumah Yudi?” tanya Kak Rena pada Mama.
“Siapa takut ya, Ma?” kata saya menggoda Mama.
Kami berpelukan bertiga di tempat tidur. Saya di tengah mendapat ciuman pipi dari Mama dan Kak Rena. “Semalam, Mama nggak diapa-apain sama Yudi, kan?” tanya Kak Rena.
Mama tersenyum penuh arti. Mana Mama berani membuka rahasianya pada Kak Rena?
Kak Rena yang melunasi semua biaya rumah sakit Mama. Nanti di rumah saya, Kak Rena akan memandikan Mama dengan air kembang. Apa artinya, saya tidak tahu, saya ikuti saja.
Kak Rena mengenakan celana pendek dan tanktop tanpa BH. Ia tampak begitu sexy. Kedua puting payudaranya mencuat di atas tanktop kuning muda yang dikenakannya. Tangan saya rasanya sangat gatal. Puting Kak Rena ingin saya jumput dengan jari jemari saya, lalu dipelintir.
Mama memakai kain, duduk di bangku. Sedangkan saya mengenakan celana boxer dan kaos tanpa lengan. Lalu saya dan Kak Rena bergantian menyiram air kembang ke atas kepala Mama. Acara siraman selesai. Sewaktu Mama berdiri dari duduknya, tiba-tiba upss… kain Mama melorot ke bawah!
Saya dan Kak Rena langsung tertawa terbahak-bahak melihat tubuh Mama yang telanjang. Mama hanya mesem. Kak Rena mengambil handuk menutupi tubuh Mama. Mama melangkah keluar dari kamar mandi.
Saya memeluk Kak Rena dan mencium bibirnya. Tak perlu lama kami melepaskan pakaian kami masing-masing. Setelah itu saya duduk di atas penutup toilet. Kak Rena berdiri mengangkang di atas kedua paha saya. Kemudian ia menurunkan selangkangannya sambil memegang penis saya yang berdiri tegak mengarah ke lubang vaginanya.
Sleeppp…. penis saya tenggelam di dalam lubang vagina Kak Rena. Setelah itu, tanpa menunggu lagi, Kak Rena menggerakkan pantatnya naik-turun mengocok penis saya yang terbenam di dalam lubang vaginanya yang licin dan basah sembari kedua tangannya memegang pundak saya. Kami melakukan quick sex.
Sebentar saja air mani saya sudah menyembur di dalam vagina Kak Nisa. Sheerrr…. shheerr… shheerr…. Kak Nisa memeluk saya membiarkan air mani saya menyembur-nyembur di dalam vaginanya. Kami berciuman.
Setelah itu saya buru-buru membersihkan tubuh saya, sementara Kak Rena mandi. Setelah itu, saya menengok Mama di kamar. Mama duduk di tempat tidur belum berpakaian. Ia menggosok kakinya dengan lotion. Pahanya terbuka.
Saya membuka lebar paha Mama. Mama berbaring, kemudian saya segera mengeluarkan lidah saya menjilat vaginanya. Beberapa saat saya menjilat, tangan Mama mencengkram kuat rambut saya. Kedua pahanya kaku.
“Ooooggghhh…. ooooghhhh…. “ rintih Mama dengan suara tertahan-tahan.
Mama orgasme!
Saya membiarkan Mama berbaring di tempat tidur, karena ada Kak Rena, tidak memungkinkan saya menyetubuhi Mama. Saya duduk di kursi menyalakan televisi.
Kak Rena keluar dari kamar mandi dengan tubuh berbalut handuk. Ia langsung masuk ke kamar. Sebentar kemudian, hidung saya tercium bau minyak kayu putih. Saya mencoba membuka sedikit pintu kamar melihat ke dalam. Ternyata Kak Rena menggosok punggung Mama dengan minyak kayu putih. Mama telanjang.
Saya melangkah masuk ke kamar dan dengan nakal, saya menarik lepas handuk dari tubuh Kak Rena. Kak Rena mengejar saya. Saya membiarkan ia menangkap saya dan menelungkupkan saya di tempat tidur.
“Kita kerjain ramai-ramai, Ma!” kata Kak Rena menarik lepas celana boxer saya, lalu menelentangkan tubuh saya.
Penis saya berdiri tegak menghadap ke langit-langit kamar. “Mau diapain nih, Ma?” tanya Kak Rena memegang penis saya.
Mama tersenyum. Saya menarik tubuh Mama yang telanjang dalam pelukan saya. Kak Rena mulai menghisap penis saya. Saya pun segera menghisap puting Mama yang tegang.
Saat air mani saya terasa mau keluar, saya memilih menyetubuhi Mama. Saya usapkan lotion ke penis saya. Mama merangkak naik ke tubuh saya yang terlentang. Tangannya memegang penis saya, lalu dituntunnya ke lubang vaginanya.
Sleepp… penis saya yang licin meluncur masuk ke liang vagina Mama. Kak Rena tersenyum. Ia membiarkan Mama menggoyang penis saya, sementara Kak memakai BH dan celana dalam, lalu membawa celana panjang dan blousenya keluar dari kamar.