Candu Perkosaan
Mulustrasi Silvia
Lepaskan, lepaskan kami. Emm. Bibirku disekap oleh perampok yang memakai penutup wajah itu.
Aku yang sekarang hanya memakai kimono panjang lengan panjang dengan rambut tergerai diseret oleh perampok-perampok itu. Tubuhku diseret dengan memegang rambut panjangku ke arah suamiku yang meringkuk terikat dengan mulut dilakban di pojokan kamarku.
Diam kamu jalang, tangan perampok itu ditangkupkan ke pipiku. Air mataku mulai mengalir.
Sepuluh perampok itu mengelilingiku. Satu persatu dari mereka melepas celana panjang dan celana dalamnya. Sekarang terpampang penis yang bukan milik suamiku di mataku. Buku kudukku berdiri, aku tidak tau nasib buruk apa yang akan menimpaku.
Aku ditelentangkan ke lantai, tangan kanan dan kiriku dipegang oleh mereka. Kutolehkan ke kiri kanan saat satu orang mencoba mencium bibirku.
Heh jalang, kamu nurut. Tangannya yang menekan pipiku dipaksa untuk menatap wajahnya yang buruk rupa.
Elm, Elm, perampok itu melumat bibirku dengan buas. Sampai bibirku tersedot-sedot, dihisap oleh perampok itu.
Bagian depan kimonoku dibuka secara paksa, begitu juga dengan BHku.
Setelah aurat bagian atasku terlihat, perampok itu melihatku dengan tatapan lapar. Seperti serigala yang ingin menyantap mangsanya.
Tidak henti-hentinya wajah perampok itu membenamkan wajahnya ke gundukan payudaraku yang besar. Diendus, bahkan dijilat.
Aku yang mendapat rangsangan seperti itu blingsatan.
Ahhh sudah pak, sudah. Dengan kakiku menendang nendang. Satu orang perampok lagi mengangkangkan kakiku. Ditariknya kimono panjangku yang masih menutup kakiku.
Mulus juga ya, kata si perampok.
Kakiku dari betis sampai paha dielus-elus, diendus. Bahkan telapak kakiku, jariku dijilati oleh mereka.
Ahhh, ahhh nafasku memburu. Ketika satu orang perampok membenamkan wajahnya ke vaginaku yang masih tertutup celana dalam putih. Tubuhku makin blingsatan sampai pinggulku bergetar.
Ahhhh, tubuhku terkejang-kejang sambil memegang kepala si perampok.
Muncrat lu perek? Kata si perampok melecehkanku secara verbal.
Aku yang tadi memberontak mulai menerima perlakuan mereka. Akal sehatku dengan nafsuku saling berbenturan, di satu sisi akal sehatku berkata kalo aku yang akhwat bercadar dan seorang istri tidak akan terima, tunduk oleh syahwat saat diperkosa. Nafsuku berkata, tidak ada pilihan lain selain menikmatinya saja.
Di pojokan aku lihat suamiku yang terikat meringkuk, meronta-ronta.
Dalam batinku, maafkan aku mas. Maafkan istrimu.
Aku pun ditarik ke atas ranjang dalam posisi terlentang. Satu persatu kain yang menutupi auratku terlepas. Dan 10 perampok itu naik ke atas ranjang dengan telanjang bulat.
Mataku yang melihat penis berbagai ukuran yang besarnya jauh daripada milik suamiku membuat jantungku berdebar. Secara refleks, kubuka kakiku mengangkang.
Satu persatu perampok-perampok itu menggenjotku bergiliran. Sekarang ranjang pengantinku yang menjadi saksi malam pertamaku dengan suamiku sudah ternoda. Dan aku menikmatinya. Tidak ada lagi kesucian, hanya ada nafsu yang membuncah ingin dipuaskan.
Ahhhh, crot crot crot, tubuhku melengking. Ntah ini orgasmeku yang keberapa. Tak penting, aku puas.
Kulihat perampok-perampok itu tertidur telanjang di ranjangku.
Aku pun berdiri menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Kusabuni setiap inci tubuhku, kenapa aku menikmati perkosaan ini? Batinku. Kenapa perkosaan ini membuatku menginginkan persetubuhan liar seperti kemarin.
Ahhhh, aku usap vaginaku dengan tanganku. Aku mau lagi, aku mau. Tubuhku mengejang sampai aku berlutut di bawah shower.
Air yang mengguyur tubuhku membuatku menggigil, aku pun memakai handukku untuk keluar dari kamar mandi.
Eh sudah bangun, deg salah satu perampok itu melepas penutup wajahnya.
Bang, dia adalah kakak kandungku.
Tangisku pecah, kenapa abang lakukan ini padaku. Hiks hiks.
Aku pun berlutut menangisi diriku sendiri.
Sudah, sudah, maafin abang. Abangku yang bernama roni mengangkat tubuhku agar berdiri.
Maaf? Kataku, setelah abang memperkosaku secara bergiliran abang bilang maaf semudah itu?
Plak, aku berdiri dan menampar pipi abangku.
Hahaha, ternyata begini rasanya ditampar perempuan yang adalah adikku sendiri yang sejak kecil sudah kukagumi. Kamu tau, aku tidak rela kamu menikah dengan pecundang satu ini.
Rambut mas rehan suamiku dijambak oleh mas roni. Kita dari keluarga kaya silvia. Kenapa kamu memilih menikah dengan gembel seperti dia? Hah.
Kakinya yang memakai sepatu terus menginjak-injak wajah suamiku.
Hentikan bang, hentikan. Aku mencintainya kupegang kaki abangku agar menghentikan injakannya ke wajah suamiku.
Tubuhku diangkat oleh abangku, kamu miliku silvia hasanah. Aku yang masih dalam kondisi berbalut handuk diciumnya. Tubuhku dipepet ke tembok.
Elm, Elm. Lepaskan bang, tanganku memukul-mukul dada abangku.
Kain yang menutupi tubuhku ditarik, kini ku sudah telanjang bulat.
Abangku juga melepas pakaiannya, abang melumat bibirku sambil meremas-remas payudaraku. Ya titik rangsangku ada di payudaraku.
Ahhh, banggg. Aku mendesis.
Vaginaku pun mulai basah. Abang menggendongku dalam posisi berdiri, memegang pantatku. Karena memang postur tubuhku kecil jadi abangku yang tinggi besar karena kami keturunan arab mudah saja menggendongku.
Aku direbahkan ke ranjang, kami kembali berciuman.
Sleb….
Ahhhh, penis besar Abang masuk ke dalam vaginaku.
Ahhhh sempit banget via memekmu. Ini luar biasa.
Genjotan abangku semakin keras, clok clok clok sampai ujung gundulnya seakan menyentuh rahimku.
Kakiku kulingkarkan ke panggul abangku, dan ciuman panas, remasan di dadaku membuatku lupa atas nasib suamiku.
Sesekali aku lirik suamiku, wajahnya babak belur dengan darah kering yang keluar dari hidungnya. Tapi aku nggak peduli lagi, ini enak. Incest enak, aku mau abang. Aku mau terus digenjot abang.
Ahhhhh, tubuhku terlonjak-lonjak. Aku orgasme.
Ntah berapa jam persetubuhanku dengan abang. Saat menjelang subuh pun kami masih memacu birahi. Kita sudah lupa dengan tanggung jawab kami sebagai muslim muslimah.
Aku sudah tunduk pada nafsu, aku sudah berzina. Rasa penyesalan pun muncul. Sekarang aku yang sudah memakai pakaianku, daster panjang tanpa hijab dan cadar menangis di atas ranjang.
Abangku memelukku dari samping. 9 orang perampok palsu ikut naik ke atas ranjang. Dengan penutup wajah yang sudah terbuka.
Sekarang aku kembali digerayangi oleh mereka. 10 orang laki-laki telanjang bulat menjamahku yang masih memakai daster panjang dengan rambut terurai.
Kini aku terlentang, dengan tangan-tangan nakal meremas setiap inci tubuhku. Dengan abangku yang menunduk mencium bibirku dengan panas. Ah aku melayang. Ini nikmat.
Daster panjangku pun disingkapkan, celana dalamku dilepas dengan paksa. Satu persatu menggilirku dengan kakiku yang dibuka lebar. Belahan vaginaku semakin gatal, ingin terus digesek oleh penis-penis itu.
Ahhhh, tubuhku kembali melengking. Aku orgasme kembali.
Aku yang sudah lemas tak berdaya di tinggalkan begitu saja oleh mereka. Seluruh tubuhku penuh dengan sperma. Kucolek sperma kering di dadaku lalu aku korek dan kujilat.
Enak juga pikirku, aku pun tersenyum nakal.
Kucoba berdiri mendekati suamiku, aduh perih banget. Sampai-sampai aku susah untuk berjalan.
Kulepas ikatan suamiku, kita berpelukan. Suamiku menangis sesenggukan.
Maafkan aku silvia, aku nggak bisa melindungi kamu. Katanya.
Nggak papa mas. Kataku.
Dalam batinku aku berkata, aku nggak papa mas, justru ini pengalaman yang nggak bisa aku lupakan. Aku ingin diperkosa lagi.
Esok harinya sepertinya tidak terjadi apa-apa. Aku menyiapkan sarapan untuk suamiku. Sekarang aku memakai daster panjang batik dengan hijab panjang.
Setelah sarapan, suamiku pamit untuk berangkat kerja.
Mas berangkat ya dek. Katanya.
Iya mas, aku mencium punggung tangannya.
Setelah suamiku berangkat kerja. Pintuku diketok.
Siapa ya batinku pagi-pagi buta bertamu.
Setelah aku buka ternyata adalah abangku. Abang langsung menyosorku.
Kecupan kusambut dengan senang hati, kita berpelukan, saling lumat dengan tangan abang yang tak henti-hentinya meremas pantatku.
Kutarik wajah abang yang melumat bibirku agar menjauh. Kugandeng tangan abang.
Ayok bang, kita lanjutin di kamar aja. Sambil mataku mengerling.
Dasar adek nakal ya kamu. Abangku tersenyum sumringah.
Brak pintu kamarku aku tutup sedikit membanting.
Dan akhirnya aku lebih memilih kenikmatan terlarangku daripada kekasih halalku, suamiku.
Aku terlentang di atas ranjang, dengan jari telunjukku memberi isyarat ke abangku untuk naik ke atas ranjang. Abang melepas bajunya, terlihat tubuh atletisnya yang membuatku menelan ludah. Lalu celana panjangnya dan yang terakhir celana dalamnya yang dilempar ke sembarang tempat.
Penis arabnya yang besar menjulang mengangguk-angguk. Aku menelan ludah. Jantungku pun berdetak kencang.
Huh huh huh, nafasku ngos-ngosan.
Abang mulai menindihku, tangannya menarik dasterku ke atas. Sekarang penis besarnya digesek-gesekkan ke vaginaku yang masih dilapisi oleh celana dalam putihku yang tipis.
Ahhh bang, tanganku mencengkeram erat pundak abangku sambil melepas pagutan abang dibibirku.
Aku yang tidak kuat menahan birahi, aku tarik kesamping celana dalamku.
Abang tersenyum, dia sedikit bangkit membantu menarik celana dalamku ke samping.
Penis besar abang sudah menyentuh bibir vaginaku. Aku menggigit bibir bawahku.
Masukin bang, aku yang malu-malu lalu menoleh ke samping sambil tersenyum.
Bles, ahhhh. Sesak, ini….
TAMAT