CERBUNG – TAMAT Till Death Do Us Part
Pukul 14.00 WIB RS Mitra Medika hari minggu sore cukup ramai dengan pengunjung. Setelah melewati perjuangan dengan berperang melawan Covid 19, dan kini mulai melandai curvanya, pengunjung mulai berani datang berkunjung membesuk saudara atau sahabat mereka yang sakit. Dr. Fia melipat file-file di mejanya, memasukan perlengkapannya termasuk stetoskop dan termometer ke dalam tas hariannya. Dia juga melipat laptopnya dan memasukan juga ke tasnya yang terpisah, dan menenteng tas kecil yang berisi makeup dan perlengkapan harian wanita, termasuk ponselnya. Dia sempat mengecek pesan di aplikasi whatsapp, membalas satu persatu pesan yang dianggapnya penting, termasuk mencoba chat dengan kekasihnya Hanif. Setelah semua beres dan masuk dalam tas, dia lalu berjalan keluar ruangannya “sus… saya duluan yah..” pamitnya ke suster yang ikut jaga pagi dengannya hari ini “oh iya dok, hati-hati di jalan….” balas mereka Sambil jalan Fia mengecek lagi pesannya, whatsappnya masih belum bercentang biru juga. Dia memutuskan menelpon Hanif. Sampai ponselnya berbunyi berkali kali, tidak ada tanda bahwa ponsel diseberang sana menjawab teleponnya dia. Helaaan nafasnya mengiringi tombol merah yang ditekan oleh jari telunjuknya. Masih belum berjawab juga, hingga dia masuk ke HRV putihnya. Setelah meletakan semua tasnya, memasang seatbelt, lalu kemudian dia keluar dari parkiran menuju ke Sumarecon Mall Bekasi. Perjalanan dari rumah sakit tidak begitu jauh, sehingga tidak lama kemudian dia sudah masuk ke parkiran Mall. Sejenak mencari lokasi parkiran, seperti biasa hari minggu mall pasti ramai. Dia kebetulan hari ini hendak membeli perlengkapan make up yang sudah mau habis, sehingga tadinya dia janjian dengan Hanif, tapi pria itu dari siang belum juga menelponnya mengabarkan posisinya. Setelah mendapat parkiran, Fia lalu turun membawa tas kecilnya, tas berisi laptop dan perlengkapankerjanya sengaja dia tinggalkan di mobil. Jas dokternya juga dia gantung di hanger jok belakang mobil. Dia lalu berjalan ke arah pintu masuk. Mimi, I’am still talking with Pak Raj. You can go ahead, I will catch up you shortly. Whatsapp dari Hanif masuk Oke Pipi, aku udah nyampe di SM. Kabarin aja kalo udah mau jalan Tidak dibalas lagi Fia lalu masuk dan mulai menyusuri tenant yang ada di mall ini satu perssatu mencari barang yang dia inginkan. Ada berkah juga sebenarnya jika jalan sendiri seperti ini, dia bisa bebas memilih dan tenang berbelanja, karena jika sudah dengan Hanif, maka pria itu suka buru-buru dan bawaannya suka tidak sabar dalam menemaninya berbelanja. Setelah puas berbelanja dan dapat apa yang dia inginkan, dia lalu berjalan ke arah toilet. Setelah buang hajat klecilnya dia ingin makan dulu. Ingin tadinya menunaikan sholat azhar karena sudah waktunya, namun dia suka geli jika tidak bawa mukena dan sajadah sendiri. Dia lalu mencuci tangannya di wastafel selesai buang air kecil. Lalu berjalan keluar dari toilet, ke lorong untuk keluar menuju food court. Karena berseberangan dengan toilet pria, maka lorong keluar agak ramai dengan orang lalu lalang ke toilet. Tiba-tiba “ka….kaka….” ada suara memanggilnya di belakang Fia tetap jalan dan cuek “Ka Fia…..” panggil orang itu lagi Mendengar namanya dipanggil, Fia menoleh kearah suara tersebut “ka Fia….apa kabar?” Sosok yang agak asing berdiri di depannya, Fia agak sulit mengenalinya, agak asing baginya. “ka Fia…” ulang pria itu lagi “iya…..” jawab Fia tanpa sadar “aku Aslan, Ka….” Astaga, Fia kaget mendengarnya “ya ampun Aslan….apa kabar??” “heheheh…baik Kak….” “sendiri?” “iya Kak… sendiri….” “darimana?” tanya Fia agak bodoh terkesan pertanyaannya “abis sholat tadi Ka di mushola, pas jalan lihat Ka Fia keluar dari toilet cewe…” “ih…masih ngenalin aja yah….” Aslan tertawa malu “aku minta maaf yah…. abis banyak berubah…..” sambung Fia lagi “iya Ka…. ngga apa-apa, lagian kita emang sudah lama ngga ketemu langsung….” Fia membenarkan dalam hatinya “ini mau kemana?” “abis belanja…biasa kebutuhan cewek… baru mau cari makan….” “wah, kebetulan…. kalo ngga keberatan bareng yuk makannya…” ajak Aslan Fia kaget mendengar ajakan itu Aslan juga langsung menyadarinya “oh, tapi kalo Kaka ada teman ngga apa-apa Ka…..” “oh ngga sih…. “ Fia jadi salah tingkah “mau makan dimana?” tanya Fia, sambil jalan perlahan dia mengecek whatsappnya, namun WA yang dikirimnya tadi hingga kini belum berbalas juga. Aslan adalah tetangga sebelah rumah Fia tepatnya. Mereka bertetangga semenjak Fia dan keluarganya pindah 25 tahun yang lalu, tepatnya saat Fia berusia 4 tahun dan orangtua Aslan baru menikah saat itu. Fia sudah di kelas 1 SD ketika Aslan lahir, dia masih ingat karena mereka sekeluarga membesuk ke rumah sakit waktu Tante Ulfa melahirkan Aslan. Mereka lalu masuk ke restoran Sate Senayan. Kembali Fia mencoba mengecek ponselnya, dan whatsapp nya masih belum juga dibaca, apalagi dibalas. Dia akhirnya memutuskan untuk makan dengan Aslan. Toh menunggu Hanif juga belum tentu dia datang ke sini jemput. Palingan malam baru dia ke rumah menemui Fia. Mereka lalu melihat menu, dan kemudian memesan pesanan mereka masing-masing. Dan setelah pelayan berlalu setelah mencatat pesanan mereka, suasana canggung kembali menyelimuti mereka berdua. “abis praktek Ka Fia?” “iya…masuk pagi…” Aslan tersenyum “lama ngga ketemu yah kita….” ujar Fia “iya Ka… lama banget…” “kamunya yang ngga pernah balik…..” “eh…iya sih Ka….” “terakhir pas Papa meninggal yah….” “ngga sih Ka….6 bulan lalu sempat pulang kok…trus baru kali ini lagi….” jawab Aslan. “oh gitu….kok aku ngga lihat yah…..” “hahahaha…aku suka lihat Kakak kok…. dijemput dan diantar pulang….” “oh….wkwkkwkw…” ketawa Fia berderai Mereka lalu kembali terdiam sambil menikmati makanannya masing masing “betah disana?” “di Kendari?” “hmmmm….” Fia menganggukan kepala “betah Kak…..” jawabnya pelan Kembali mereka terdiam Tiba-tiba ponsel Fia berbunyi “sorry yah…” “silahkan Kak….” Fia lalu mengangkat telp nya “yes Pi….” “mi… aku baru selesai… kayaknya ngga keburu ke Sumarecon dari Senayan. Nanti abis maghrib saja yah aku ke rumah….” Fia hanya menganggukan kepalanya “oke Pi….” “udah makan….” “udah…di sate senayan….” “oke, ketemu di rumah yah….” “oke Pi… ” assalamualaikum, Mi…” “wa’alaikumsalam, Pi….” Fia menutup telpnya “maaf yah, Aslan….” “ iya Ka ngga apa-apa….” “kapan balik ke Kendari lagi?” “besok Ka…..” “wah, buru-buru….” “iya Ka…. kasihan kalau ditinggal lama…” “mama ngga ikut?” “ngga Ka…kasian Linda nanti sendiri….” Adik Aslan memang sedang dalam masa-masa ujian akhir di SMA “mau kuliah kemana Linda? Udah kelas 3 kan ya?” “ia Ka… katanya sih pengen masuk UI…. ambil Hubungan International” “wah…nanti bakal sealmamater aku dong….” “insya Allah, Ka…” Fia tersenyum kembali “”selesai ini kamu kemana?” “pulang Ka…. tadi beli titipannya Linda ama Mama aja….” Fia melirik ke tentengan Aslan. Sepertinya dari toko ponsel. Dia tersenyum mengerti “ makasih yah udah ditraktir….” ujar Fia. Mereka sempat tarik-tarikan untuk saling membayar, namun akhirnya Aslan yang membayar makan sore mereka kali ini. “ngga apa-apa Ka…. baru juga kali ini ditraktir….” ujar Aslan malu “iya makasih….” “Kaka mau langsung pulang?” “iya….” “kamu?” “sama Ka….” “naik apa?” “naik grab Ka….” “mau bareng?” “ngga Ka…makasih….” tolak Aslan halus “ih, padahal sebelahan rumah kita…..” “ngga apa-apa Ka….” Mereka lalu berjalan bersisian ke dekat pintu keluar. “maaf yah tadi aku nga ngenalin….” “iya Ka,,,ngga apa-apa….” “pangling soalnya….. terakhir lihat pas SMA… masih cungkring…. sekarang udah berbeda jauh…” ujar Fia Aslan tersipu malu. “ya sudah…makasih yah sekali lagi…aku langsung ke parkiran…” “ia Ka…..” “thanks buat makan sore nya….” “iya Ka…” Aslan menganggukan kepalanya Fia lalu hendak berlalu dari hadapan Aslan “Ka Fia…” “ya…” Fia tertahan mendengar Aslan memanggilnya lagi “aku minta maaf yah Kak….” Fia tertegun, lalu Aslan “sekian tahun aku belum punya kesempatan bilang langsung ke Kaka…. aku minta maaf atas kejadian waktu itu….” suara Aslan pelan nyaris tidak terdengar Fia tersenyum, dia segera mengerti maksud Aslan “udah lama…. aku udah maafin kok….” jawabnya sambil tersenyum Aslan masih tertunduk kikuk “aku minta maaf sekali lagi Kak….” “iya…..” Fia lalu menepuk lengan Aslan. “yang lalu, biarlah berlalu…..” Fia tersenyum manis ke Aslan “iya Kak….” “oke, aku jalan duluan yah…..” Fia pamit ke Aslan Wanita cantik itu kemudian berlalu dari hadapan Aslan. Dia masuk ke parkiran dan menuju mobilnya. Aslan juga demikian, dia sempat berbelanja roti di Breadtalk untuk mama dan Linda, lalu berjalan kembali ke parkiran, dia menuju mobilnya yang juga diparkir di parkiran dan kemudian keluar dari Sumarecon Mall menuju rumahnya. Fia sempat terkaget, begitu dia masuk ke gang rumahnya, ada avanza yang sedang masuk ke rumah disebelahnya. Setelah dia melewati rumah tersebut, sempat dia lihat punggung Aslan masuk kedalam rumah. Dia terlalu sibuk dengan kerjaannya, sampai tidak memperhatikan jika Tante Ulfa ternyata sudah dibelikan kendaraan baru oleh Aslan. Fia hanya tersenyum, lalu turun dari mobilnya dan memarkirkan kendaraannya di depan rumah, dia masih ingin keluar lagi nanti malam, makanya mobilnya tidak dimasukin ke garasi. Lagian motor Papa juga parkirnya sembarangan, menyulitkan dia untuk parkir. Dia masuk ke dalam rumah, membuka ponselnya lalu mengetik pesan buat Hanif Pi, mimi sudah di rumah ya Kali ini pesannya hanya centang satu, membuat dirinya lalu melempar ponselnya di kasur, dan dia masuk ke kamar mandi untuk mandi. Memikirkan kelakuan Hanif memang menjengkelkan, bahkan sejak dari awal pacaran sudah terlihat gayanya yang cuek dan sering tidak mengabarkan dimana dirinya. Berbeda dengan Fia yang rajin memberi tahu posisinya dan keadaannya dimanapun dia berada.
BAGIAN II Introduction Nafia Almahyra Kareem, usianya 29 tahun. Dia dokter di RS Mitra Medika, setelah menyelesaikan masa internshipnya dan mendapatkan STRnya, dia kemudian melanjutkan bekerja di RS yang sama hingga kini, tepatnya dia sudah bekerja sebagai dokter umum di RS ini sudah 2 tahun lamanya diluar program internshipnya. Fia nama panggilannya, selain berprofesi sebagai dokter, wajah cantiknya ini memang turun dari perpaduan bapaknya yang turunan Arab dan ibunya asli Sunda. Jafar Umar Kareem, 63 tahun, merupakan seorang pengusaha supplier pelumas. Istrinya Rahimah Anisah 55 tahun sendiri diberi mandat oleh suaminya memegang beberapa minimarket di seputaran Bekasi dan Bogor.
Anak pertama mereka ialah Shakila Adiba Kareem, sudah menikah dan ikut suaminya tingggal di Singapura. Suaminya adalah salah satu eksekutif di bank international, sehingga di rumah hanya tertinggal mereka bertiga dengan Fia.
Fia sendiri saat ini bertunangan dengan Hanif Hafizhan, 32 tahun. Pengusaha keturunan Arab juga. Dia mewarisi beberapa usaha dari orangtuanya, termasuk klinik dan jaringan apotik. Pertemuannya dengan Fia terjadi saat Fia masih koas, dan sedang ikut acara kesehatan yang disponsori oleh klinik Hafizh.
Setelah Fia menjadi dokter magang 2,5 tahun lalu, mereka bertemu lagi dan resmi berpacaran. Jafar tentu sangat senang dengan calon menantunya. Selain memiliki darah yang sama, profesi pengusaha yang disandang oleh Hanif tentu sangat ideal untuk anaknya yang bungsu.
Yang jelas selain ganteng dan berdarah Arab, Hanif emang sangat cocok dengan Fia. Dengan tinggi sekitar 180 cm, dia terlihat elegan jika berjalan bersama dengan Fia yang bertinggi 168 cm.
25 tahun yang lalu mereka pindah ke Bekasi, ke perumahan yang mereka tempati saat ini, rumah yang mereka beli ketika itu tipe hook. 10 tahun yang lalu, kemudian rumah yang disamping mereka dijual, dibeli oleh Jafar.
Rumah itu terpisah 1 kavling dengan rumah yang ditempati oleh keluarga Jusuf Yusran dan Ulfa. Pasangan ini dikarunia anak dua, yang pertama namanya Aslan Syahril, yang kini berusia 23 tahun dan adiknya Belinda Shanika yang berusia 18 tahun.
Aslan yang diambil dari bahasa Turki yang artinya Singa, karena memang dia merupakan pembaca karya C.S Lewis, sehingga diambillah nama itu untuk anaknya yang pertama. Dan kemuadian anak kedua lahir perempuan membuat keluarga ini semakin lengkap kebahagian mereka.
Meski Yusran hanyalah pegawai biasa di Terminal Peti Kemas di kawasan berikat, namum tekadnya agar anak-anaknya berhasil sangat kuat. Dia menginginkan anaknya dapat pendidikan yang terbaik.
Suasana dan hubungan bertetangga ini sebenarnya biasa-biasa saja, selain saling menghargai sesama tetangga. Meski secara ekonomi memang keluarga Jafar sedang menanjak, mereka merencanakan membongkar rumahnya untuk membangun agar dua rumah yang sekarang bisa disatukan.
Hingga akhirnya sebuah kejadian merubah hubungan baik keluarga ini.
Aslan sesuai dengan namanya, dia bagaikan singa yang liar dan bandel. Selain bandel di sekolah, di lingkungan rumahnya pun dia memang dikenal nakal. Di usia yang ke 13 tahun, dia mulai dilanda pubertas. Dan salah satu wanita yang menarik perhatiannya ialah tetangganya sendiri yaitu Fia, yang saat itu mulai kuliah di UI sebagai mahasiswa kedokteran.
Suatu sore, selepas maghrib saat itu karena ada tanah kavling kosong diantara dua rumah itu, Fia sedang mandi. Kamar mandinya yang dirumah yang baru dibeli, memang punya ventilasi keluar ke arah tanah kavling kosong. Aslan yang memang terobsesi dengan Fia, sengaja membuat dudukan dengan bata bekas yang ditumpuk, agar dia bisa mengintip Fia yang sedang mandi.
Ternyata aksi dia dipergoki oleh pembantu mereka yang sedang membuang sampah. Aslan yang kaget segera lari masuk ke rumahnya. Kejadian memalukan ini segera heboh, dan Jafar dan istrinya datang mengamuk ke rumahnya karena Aslan mengintip putrinya yang sedang mandi.
Jusuf jelas malu dan marah besar. Sepulangnya dia dari kerjaan, Aslan dihajar habis-habisan oleh Jusuf. Dia dan istrinya sampai datang meminta maaf ke keluarga Jafar, meski tidak diterima dengan baik.
Semenjak kejadian itu, hubungan kedua keluarga itu memburuk. Keluarga Jafar benar-benar memusuhi keluarga Jusuf. Mereka bahkan sampai meminta ketua RT menegur keluarga itu, meskipun sebenarnya ini kesalahan dari anak yang masih kecil.
Dan ini juga berimbas ke hubungan antara anak dan ayah. Hampir setiap ada kesalahan, maka Jusuf tidak segan-segan menghajar Aslan yang memang bandelnya agak diluar batas.
Bagi Jusuf, Aslan sudah menaruh malu bagi keluarganya. Meski Ulfa sudah meminta agar Jusuf agar jangan terlalu kasar ke Aslan, namun pengaruh pandangan tetangga, ditambah dengan perlakuan keluarga kaya dari Jafar ke mereka, sangat membekas di hati Jusuf.
Kemudian tanah tersebut laku dibeli orang, dan Jafar mambangun rumah yang sangat besar setahun kemudian, namun hubungan keluarga itu sudah hancur akibat ulah Aslan.
Aslan akhirnya setamat SMA dia melanjutkan ke Unhas memilih tekhnik kelautan. Dia memilih menjauh dari ayahnya daripada setiap hari dia berdua hanya ribut melulu, dan dia juga lelah jadi bahan pelampiasan kemarahan ayahnya, yang karena menanggung malu lalu sering menghajar dirinya.
Tinggal terpisah dari orangtuanya, sedikit demi sedikit mendewasakan Aslan. Dia benar-benar belajar tekun dan bertekad harus pulang dengan gelar sarjana. Dia selama kuliah tidak pernah pulang sama sekali.
Aslan akhirnya pulang setelah kuliahnya menginjak semester 4, sayangnya kepulangannya kali ini ialah untuk mengantar Jusuf ke peristirahatan terakhirnya. Jusuf meninggal akibat serangan jantung yang dideritanya.
Meninggalnya Jusuf, sekaligus merubah semua haluan hidup Aslan dan keluarganya. Mereka selama ini hanya berharap dari hasil kerja Jusuf, simpanan nyaris tidak ada. Untuk bertahan hidup, Ibunya Ulfa mencoba membuka warung makan di pasar dekat rumahnya. Dengan adanya uang santunan dan pensiun dari Jusuf, Ulfa mencoba memanfaatkannya.
Melihat kondisi keluarganya, dia tahu ibunya juga secara fisik tidak baik-baik saja. Aslan memutuskan cuti dari kuliah. Meski Ulfa marah dan melarang, namun Aslan nekad dan tetap mengambil cuti kuliah. Dia tidak tega melihat ibunya banting tulang, subuh-subuh sudah ke pasar menyiapkan bahan untuk jualan, pulang ke rumah selesai maghrib.
Aslan lalu ikut dengan Paman sahabatnya Ramli, yang membuka usaha sebagai surveyor di Kendari. Dia lalu ikut bersama dengan Pak Muhammad Yahya sebagai trainee surveyor, belajar untuk mengerjakan survey dan cargo claim.
Semangatnya dan tekad kuatnya membuat dia dengan cepat menguasai pekerjaannya. Tidak membutuhkan waktu lama dia segera menjadi surveyor andalan bagi perusahaan tersebut. Kuliahnya kini sudah tidak dia pedulikan lagi, karena sudah keasyikan bekerja. Dia bahkan meminta ibunya untuk berhenti membuka warung makan, dan menggantinya dengan warung klontong, agar tidak terlalu lelah. Biaya sekolah Linda juga sudah menjadi tanggungannya kini. Situasinya semakin membaik, saat Pak Yahya bossnya kemudian berani membuka sendiri usahanya. Dia memanfaatkan koneksi yang sudah lama dengan banyak kliennya, dan kemudian mengajak Aslan ikut bersamanya.
Yahya membuka kantor baru yang berpusat di Makasar, dia menangani urusan hingga Jakarta, Balikpapan, Banjarmasin dan Makasar. Untuk kantor di Kendari hingga dearah Kolaka dan sekitarnya, dia mempercayakan ke anak muda yang bernama Aslan. Setahun terakhir ini, Aslan di usia yang sangat muda, sudah memegang kantor cabang. Dia semakin sibuk dan banyak bepergian ke lokasi dimana ada survey dan pekerjaan yang datang. Kuliahnya kini sudah semakin malas dia, dia hanya menyelesaikan sertifikasi sebagai surveyor, dan bagi dia itu sudah cukup.
Laporan dan hasil kerjanya memang sangat mumpuni dan baik, sehingga klien dan pekerjaan hadir nyaris tidak pernah putus. Dia kini sudah bisa mengontrak rumah di Kendari, dibekali kendaraan operational, memiliki 4 staff pendukung. Bahkan bulan lalu dia mulai berani untuk membeli mobil meski secara kredit untuk ibunya dan adiknya. Kesibukannya di Kendari membuat dia jarang pulang, dan kali ini dia bisa pulang karena ada meeting di Jakarta, sehingga dia bisa mampir di rumahnya, dan kemudian bertemu dengan Fia.
Bagi dia, Fia memang tidak berubah, malah semakin cantik. Dia merasa sangat bersalah terhadap wanita itu. Dia tahu bahwa sebenarnya Fia pun sudah memaafkannya. Waktu dia SMA sering bertemu dengan Fia, dan setiap dia bertemu, Fia selalu tersenyum kepadanya. Berbeda dengan ayahnya yang memandangnya sebagai sampah.
Dia juga saat pulang dia sempat melihat mereka datang ke rumah, tanpa Jafar, saat papanya meninggal. Dia juga melihat saat pacarnya jika datang menjemput Fia dengan mobil mewah yang berganti ganti.
Dan pertemuan di mall kemarin seakan meruntuhkan semua dinding prasangka yang ada selama ini. Aslan lega saat tahu bahwa Fia sudah marah lagi dengan dirinya. Dan lebih lega lagi setelah kejadian itu dia bisa langsung meminta maaf kepada Fia.
Dia ingat dulu meski sering mengintip Fia mandi, sebenarnya dia hanya bisa melihat punggungnya dan kepalanya saja, karena ventilasinya tinggi, bahkan melihat badannya dia kesulitan. Namun dasar bandel dan rasa ingin tahunya yang tinggi, membuat dia nekad melakukan itu.
Sebaliknya bagi Fia, dia jujur kaget melihat perubahan di diri Aslan. Terakhir dia melihat Aslan itu SMA, bahkan saat kuliah mereka datang melayat, dia tidak sempat melihat sosok Aslan. Makanya dia kaget melihat Aslan yang sekarang. Badannya tinggi besar, berisi, tidak cungkring lagi seperti di SMA. Rambutnya yang gondromg khas anak muda tipe boyband juga membuatnya jadi berbeda.
Sikap bandelnya dulu waktu kecil, kini berubah menjadi sangat manis, apalagi saat mereka berbincang sewaktu makan. Fia dibuat takjub, melihat perubahan itu. Dan sejak lama memang dia sudah memafakan perbuatan nakal Aslan, baginya itu kenakalan anak tanggung yang ingin tahunya besar.
Namun tidak demikian dengan Jafar ayahnya. Kemarahan atas penghinaan yang menurutnya dilakukan oleh Aslan, sperti menginjak harga diri keluarga mereka, dan hingga ayahnya Aslan meninggal, bahkan melayatpun dia memilih tidak ikut. Baginya keluarga Jusuf adalah musuhnya dia, bahkan mereka pindah lebih baik buat dirinya.