Cerita Sex Pesugihan Ngentot

 

Beberapa hari berlalu setelah kejadian Mbah Jenggot yang disatroni oleh Yono dan teman-temanya. Keadaan fisik Mbah Jenggot yang abbak belurpun sudah bukan menjadi masalah. Sebagai dukun, ia tau bermacam ramuan yang dapat mempercepat proses penyembuhan. Begitu juga dengan keadaan gubuk reotnya yang semula diobrak abrik oleh ketiga pengojek itu kini nampak sudah tertata kembali.

Semua ini tidak lepas juga berkat sedikit bantuan dari Susi yang begitu peduli dan merawat gubuk Mbah Jenggot seperti rumahnya sendiri. Sedianya bagaikan ibu rumah tangga, sejak kehadiran Susi, Mbah Jenggot serasa menjadi seorang suami. Semua kebutuhan hari-harinya seperti memasak, bersih-bersih dan lain-lain menjadi teratur. Termasuk juga kebutuhan biologis keduanya. Hampir setiap ada waktu luang mereka melakukan persetubuhan yang membara. Tak peduli sedang berada di mana, di dalam gubuk, di semak-semak, dibawah pohon, juga salah satu tempat favorit mereka, sendang toyowengi, menjadi saksi bisu pergulatan gairah menggebu kedua manusia itu.

Bentuk fisik Susi yang menggoda memang selalu bisa memanjakan nafsu bejat dukun tua yang tersohor namanya di kaki bukit gunung kidul itu. Berbagai macam aktivitas mesum yang mereka lakukan sanggup memuaskan keduanya. Selain itu sifat Susi yang patuh, murah hati, dan belakangan ini sedikit genit membuat Mbah Jenggot memiliki rasa lebih dari sekedar nafsu. Dukun itu mulai timbul rasa peduli dan ingin melindungi Susi, semacam rasa sayang.

Sudah hampir sebulan juga Susi berdiam di kaki bukit gunung kidul demi mencapai tujuanya mengambil pesugihan tuyul. Kulit tubuhnya juga semakin nampak montok dan kencang. Benih tuyul yang tertanam dalam rahimnya tumbuh subur akibat setiap harinya disiram oleh peju kental Mbah Jenggot. Seperti pagi itu, sama dengan pagi-pagi sebelumnya, Mbah Jenggot sedang buas-buasnya mengentot badan montok Susi diatas dipan kayu beralaskan kain.

“KRIET… KRIET… KRIET…”, bunyi ranjang yang berdecit-decit akibat genjotan-genjotan kasar Mbah Jenggot pada tubuh Susi yang menungging.

“SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK”, suara tumbukan paha keriput Mbah Jenggot menabrak-nabrak pantat bahenol Susi bagaikan binatang yang sedang mengawini betinanya.

“AAAIIIH… OOUUUHH… AAH AAH AH AH AH AH AH AH AWWH…”

“KHUEKHEKHEHKHEKHE… Ooooghhh… lihat Nduukk… kontolku menojos-nojos memek gundulmuuu!! ooogh”

“AAWH AWH… AIIIH Mana Susi bisssah lihaat mbaagh… awh… Susi kan nungging… ndak kliatan… AAAWH”

“SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK”

“Lagiaann… Si Mbaahh… bukanyaa tadi wis ngecroot banyak di memek Susi ampe meluberrr… ooogghh… kok kontolnya masih kuat ngentot lagi ssiihhhh…. aaaiihhh”

“Huekhekhekhe… abisnya kalo liat badanmu yang semlohay, Mbah ndak tahan nduk… kayaknya goheman (sayang-sayang) kalo dianggurin… Oooghhh NGENTTOTTT!! HNGGGH NGGGH”

Sambil mendengus-dengus, Mbah Jenggot mencengkeram erat-erat pantat bulat Susi yang daging kenyalnya memantul-mantul seiring sodokanya. Sepertinya kakek tua itu sedang mengerahkan seluruh tenaganya yang tersisa untuk menumbuk habis daging kemaluan Susi. Apalagi dilihatnya dari atas rambut hitam ikal Susi yang awut-awutan dan punggung mulusnya yang berkeringat membuat janda tanpa anak itu semakin seksi. Maka ia lepaskan tangan kananya dari bokong Susi dan meraih rambut Susi. Sementara tangan kirinya masih meremas bulatan putih itu, ia tarik rambut Susi dengan tangan kananya, membuat Susi mendongak dan menjerit.

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAWWWWWWHHHH…..”

“UOOOOGHHH… HNGGGH HNNGHH HNGGGH MEMEKMU KOK MAKIN KETAT NDUUUKKK OOOOGH”

“SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK”

“NGGGH ooogh… kayaknya memekmu suka kalo dikasarin kayak giniii ooghh!”

Meringis karena nikmatnya bercampur dengan sakitnya jepitan dinding memek Susi yang ketat, Mbah Jenggot seperti menegangkan seluruh tubuhnya. Ia yakin, Susi pasti merasakan sakit yang sama karena urat-urat kontolnya juga ikut menegang tapi tetap merangsek dan mengocok-ngocok di dalam memek Susi.

“UAAWH AAAH AAAAKH AAIIIHHH AAAAWH AW AW AWH”

“SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK”

Saat Mbah Jenggot sedikit membuka matanya dan memicing untuk melihat ekspresi Susi yang kesakitan sambil mendongak, ia kendurkan sedikit tarikan pada rambut Susi. Saat itu juga Susi menoleh, menampakan wajahnya cantiknya yang kemerahan dilanda birahi dari samping. Sambil melirikan mata bulatnya yang sayu karena terangsang, Susi tersenyum…

DEG

Mbah Jenggot terbelalak matanya, ia merasa takjub, senang, sekaligus merinding dengan sorot mata dan senyum Susi. Lalu seakan ada hentakan nafsu yang mendorongnya untuk mencapai puncak kenikmatan, ia kerahkan seluruh tenaganya yang tersisa untuk menusukan kontolnya dalam dalam.

“UUUUOOOOGHHHH BINAL TENAN KOWE NDUUUK SUUUSSSSIIIIII OOOOOGGHHHH!!!”

“SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK SPLOK!”

“PLAK PLAK PLAK”

“AIIIH”

Setelah menampar pantat Susi karena gemas, Mbah Jenggot mencabut kontolnya dari liang peranakan Susi.

“PLOP”

Ia betot kuat-kuat kontolnya yang berkedut-kedut, bersiap menyemburkan lahar hangatnya.

“Ssshhh… Oooohh… sini nduk, siniin mukamu, biar kusembur wajah binalmu kuwi, wekhekhekhe”, pinta Mbah Jenggot sambil menarik kepala Susi untuk berbalik menghadapkan wajahnya di depan selangkanganya.

Susipun memposisikan dirinya bersimpuh di bawah Mbah Jenggot yang berdiri. Kulit tubuhnya mengkilat basah bersimbah keringat.

“Mmmm AAAAAA………..”, Susi membuka mulutnya untuk menganga bersiap menerima semprotan peju Mbah Jenggot. Sambil menjulurkan lidahnya, kali ini ia tidak memejamkan matanya karena ia ingin melihat secara jelas bagaimana lubang kencing dari kontol besar itu akan mengeluarkan lendirnya. Kepala kontolnya yang mengkilat kemerahan membuat Susi deg-degan. Dan saat Mbah JEnggot melepaskan betotanya…

“CCRRRUUUUOOOOOOOOOOTTTTT!! CROOOOTTT!! CROOOOOTT!! CROOOT CROOOT CROOOT CRRROOOTTT!!”

“HNGGHHH OOOOGHHH NGENTOTTT ENAAAK! NGECROTTIIN PEJU KE MUKA BINAL WUENAAAK TENAANNN, ssshhh!!”

Berulang kali dengan derasnya, semburan demi semburan memuncrat dari kontol hitam Mbah Jenggot ke muka Susi, mengcover sebagian besar wajahnya, bahkan saking banyaknya memuncrat ke pundak, leher dan dada besarnya.

“aahk… banyakh tenan mbaaahkh…”, kata Susi yang mulutnya dipenuhi cairan kental itu.

“Uoohh sshhh nikmaattt…. gimana rasanya cah ayu? enak to? khekhekhekhe”, kata Mbah Jenggot sambil memeras kontolnya seakan ingin mengeluarkan pejunya sampai habis.

“Aiiihh… anget, lengket banget ini mbaah…”, jawab wanita itu saat mengusap peju yang melumuri sekujur tubuh sintalnya.

“Khekhekhekhe, puas bener aku nduk… aku ndak nyangka kowe binal juga”

“Aih, si mbah wae yang nakal…”

“Hh… hh… hh…”, deru nafas Mbah Jenggot terdengar ngos-ngosan saat ia menjatuhkan dirinya di samping Susi, membiarkan wanita itu sibuk mengurusi lelehan sperma di payudara jumbonya. Masih sempat-sempatnya dukun tua itu memperhatikan lekuk-lekuk tubuh Susi yang semakin berisi dan dengan iseng meremas pantat wanita itu. Susi yang sudah terbiasa dengan perlakuan itu nampak acuh.

“Cah ayu… badanmu makin montok tanda kehamilanmu sedang masa subur-suburnya…”, kata Mbah Jenggot tiba-tiba, “…sepertinya wis tiba waktunya si jabang tuyul itu harus dimunculkan”

“Lho, eh, bukanya hamilnya Susi belum gede mbah?”, tanya Susi keheranan.

“Dulu wis pernah aku bilang to, bahwa ndak perlu sampe hamil gede, cukup benih tuyul tumbuh subur dalem rahimmu, kalau janinya wis terbentuk, kowe bisa segera memproses kedatangan tuyulmu”

Susi terlihat manggut-manggut.

“Tapi…”, lanjut Mbah Jenggot, “…untuk melakukan ritual pemanggilan tuyul, diperlukan kekuatan gaib yang besar, sedangkan buat sekarang ini kanuraganku sedang lemah”.

“Lhah terus gimana Mbah?”

“Ya, besok aku bakal ngelakuin tapa nyepi selama 3 hari buat menghimpun kekuatan. Jadi kowe bakal kutinggal dulu disini selama aku pergi ke lereng lain gunung kidul ini”.

“Eh… ditinggal?”, kata Susi nampak kaget.

“Iyo cah ayu. Kowe disini sendirian dulu… Khekhekhe, aku ngerti kowe takut, tapi jangan cemas, akan kubuat barrier gaib buat magerin area sekitar gubuk ini. Tak jamin ga bakal ada bangsa goib yang bisa nembus, bahkan Si Uwo sekalipun.”

“Ng, lha kalo Susi mau mandi mbah?”

“Hmm, nanti akan kutaruh gentong besar di belakang gubuk berisi air yang bersumber dari sendang toyowengi. Air itu gak bakal habis meski mbuk pake berkali-kali. Jadi untuk sementara kowe jangan pergi jauh-jauh dari sekitar gubuk”

“Aih aih…” Susi nampak mengiyakan mesti hatinya belum sepenuhnya lega.

“Halah, wis to, mestine bukan kowe yang sedih, tapi aku…”, kata Mbah Jenggot dengan nada parau.

Susi menoleh menatap dukun tua yang sedang terbaring lemas itu.

“Kok gitu mbah?”, tanya Susi yang kemudian menunjukan raut muka sedih dan bersalah, “…maafin Susi mbah. Gara-gara Susi Mbah jadi repot, mesti bertapa ndak makan dan nyiksa diri kayak gitu. Pasti berat kan, apalagi tempo hari lalu Mbah juga babak belur gara-gara Susi…”

“Khekhekhe, bukan kuwi yang bikin sedih nduk?”

“Eh lha terus opo?”

“Aku sedih karena selama 3 hari nanti ndak bisa mimik susu gedemu, Wekhekhekhekhe”

“Aiiihh Si Mbaaah aaah….”

Di tengah obrolan Mbah Jenggot dan Susi itu, mereka tidak menyadari ada sepasang mata yang mengintip lewat celah dinding bambu gubuk reot itu. Mata itu terbelalak lebar dihiasi keringat dingin disekitarnya menyaksikan persetubuhan panas antara kedua manusia itu sedari awal hingga akhir. Berulang kali si pemilik mata itu menelan ludah menyaksikan moleknya tubuh seorang wanita manis yang disetubuhi oleh seorang kakek tua keriput. Saking terpesonanya dengan keindahan tubuh Susi, si pengintip berulang kali mengucek matanya. Benar-benar sintal badan perempuan yang ia pelototi pagi ini, payudara besarnya, pantat bulatnya, dan daging tubuhnya yang montok berisi. Membuatnya tidak tahan untuk mengeluarkan kontolnya yang ngaceng.

Yang paling membuat si pengintip iri tentulah keberuntungan si dukun cabul yang dengan seenaknya mengentot dan menyemprotkan pejunya di dalam memek juga disekujur tubuh Susi. Namun ia tidak bisa menahan untuk tidak ikut mengocok kontolnya ketika melihat pacuan gairah yang dilakukan dua manusia itu. 2 kali si pengintip ikut menyemburkan ejakulasinya, memuncrat ke dinding bambu bagian luar hingga menetes di dedaunan ilalang yang tumbuh disekitar gubuk tempatnya berdiri.

“Edann… edan… edan…”, cuma itu yang ada di benak si pengintip. Meski begitu ia merasa masih belum puas untuk menikmati pemandangan tubuh Susi yang semakin terlihat seksi dengan lumuran peju kental. Hal itu juga yang membuatnya tanpa sengaja mendengar percakapan Susi dan Mbah Jenggot. Ia mendengar dengan seksama setiap kata yang mereka ucapkan, dan betapa semakin terkejutnya saat ia tau tentang kebenaran perbuatan bejat yang dilakukan Susi dan Mbah Jenggot.

Maka dengan tergesa-gesa, si pengintip itu menaikan celananya kemudian mengendap-endap menjauh dari gubuk itu. Wajahnya menampakan ketidaksabaran setelah menyimpan lekat-lekat informasi yang ia tahu dalam otaknya. Ia bergegas menuju jalanan yang agak jauh, menghampiri motornya yang ia parkirkan sembarangan dibawah pohon, dan akhirnya memacu motor maticnya menjauhi alas gunung kidul.

Siang hari berikutnya, setelah melepas kepergian Mbah Jenggot untuk melakukan pertapaan, Susi bersiap untuk mandi. Sama seperti pagi-pagi sebelumnya, sebelum pergi, Mbah Jenggot masih sempat-sempatnya melampiaskan nafsu bejatnya dengan menggauli Susi. Susi sendiripun sangat senang karena itu artinya janinnya tumbuh subur dengan siraman peju mbah Jenggot. Sekarang ia merasakan sekujur badanya gerah dan lengket entah karena keringat atau peju yang selalu memuncrat pada kulitnya.

Susi beranjak ke belakang gubuk membawa senampan kecil kembang macam-macam rupa. Sesampainya di belakang gubuk, ia melihat sebuah gentong besar tertata diatas bebatuan halus yang dikelilingi rerumputan pendek. Gentong itu mengucurkan air yang jatuh ke bebatuan dibawahnya. Iseng-iseng, Susi mendekati bagian atas gentong itu dan melongokan kepalanya untuk melihat kedalam gentong. Airnya sangat penuh dan jernih, namun itulah yang membuat Susi heran karena air terus mengucur keluar dari lubang samping bawah gentong. Lagi-lagi Susi kagum dengan kesaktian Mbah Jenggot.

Tak mau berlama-lama, Susipun segera membasuh dirinya tepat dibawah kucuran air dengan duduk bersimpuh.

“Aaah… segernya…”, gumam Susi pelan.

Perasaan enak dan lega menjalari kulitnya yang halus bersamaan dengan riak air yang mengalir. Setelah setiap hari dan setiap waktu ia bergumul liar bersama dukun tua itu, ia punya “quality time” sejenak untuk memanjakan tubuhnya sekarang. Maka ia basuh wajah cantiknya, tak lupa ia menaburkan kembang ditubuh montoknya juga. Ia usap-usap payudara besarnya secara melingkar dari pangkal hingga ujung putingnya. Ia tidak peduli dengan alam bebas yang menyaksikan dirinya. Tiada rasa takut bertelanjang diri sendirian di tengah lebatnya rimba gunung kidul. Selain itu sinar matahari yang menembus celah-celah dedaunan cukup menerangi dirinya yang sedang mandi.

Namun…

Sayangnya bukan hanya mentari, pohon-pohon, dan burung-burung kecil yang sedang menatap keindahan raga Susi. Sesaat setelah ia merasa sudah cukup puas mencuci dirinya dan bermaksud untuk mengambil jarit untuk melilit tubuhnya lagi. Kain yang ia cari tidak ada, padahal ia ingat betul ia menaruh kemben di sekitar tempatnya mandi. Susi pun menoleh kebelakang bermaksud memastikan letak kain yang ia taruh, dan terkaget…

“Mas Yono?!!!”, pekik Susi sangat terkejut yang serta merta menutupi tubuhnya, meskipun usahanya tak begitu berarti.

“Hehehehe… apa kabar Mbak Susi?”, tanya Yono dengan tatapan mesumnya.

Susi melihat kemben batik yang jadi satu-satunya baju untuk menutup tubuhnya tersampir di pundak lelaki bantet di samping Yono. Dia adalah Gembul, yang dengan anehnya menciumi kain jarit itu dengan mendengus-dengus.

“Kok mas mas bisa nyampe sini?!
Ma… mau apa kalian? … mm… Mbah Jenggot ndak ada! Lagi pergi!”

“Hehehe, justru itu Mbak. Kami tau bandot tengik itu lagi ndak ada disini…”

“Ta… tau darimana?”

“Hehehe… terima kasih kami buat temen kami yang bantet ini…”, kata Yono merangkul Gembul, “…Mbul, cepet ceritain, biar mbak montok ini tau. Hehehe”

“Huehehe.. hmffh… aaah wangii”, masih dengan menciumi kemben bekas pakai Susi, Gembul mulai bicara, “…jadi kemaren aku liat adegan ngentot yang paling bagus sepanjang masa. Film porno wae kalah jauh lho…”

Susi bergidik, ia memiliki prasangka tidak bagus, maka ia perlahan bergerak dengan maksud mencari celah untuk kabur. Namun sia-sia. Boy sudah bergerak duluan ke sisi lain Susi berdiri. Jadi sekarang posisi dirinya dikerubuti oleh tiga pengojek kampung dusun itu.

“Adeganya, Mbak Susi yang super bahenol demplon ini dientotin sama dukun gendeng bin cabul didalem gubuk reot. Sampe Mbak Susi jerit-jerit keenakan bahkan sampe badan semoknya penuh pejuh. Ooh… aku sampe ndak tahan jadi ikutan ngocok kontol ampe muncrat 2 x, huehehehe”, lanjut Gembul.

“Ah, aku ndak peduli sama cerita kontolmu! jijik!”, sahut Boy.

Susi yang mendengar hal tersebut mukanya menjadimerah padam karena malu.

“Huehehe… abisnya ndak tahan liat badan Mbak Susi yang seksi”

“Hehe, iya sih, ini dari belakang aja bokongnya cuy… hmmm bunder-bunder”, tanggap Boy yang memelototi pantat besar Susi yang terekspos.

Sementara Yono dan Gembul tak kalah melototnya. Keduanya menelan ludah saking takjubnya. Betapa nampak terawat putih tubuh wanita yang sedang mereka hadang ini. Kulitnya bersih di setiap jengkal lekukan di tubuh yang aduhai itu.. Apalagi dengan sisa-sisa basah yang membuatnya mengkilat semakin seksi. Namun yang paling membuat mulut ketiganya menganga lebar tentulah bulatnya payudara Susi yang membuntal besar bergoyang-goyang seiring gerakanya. Payudara itu memantul manja secara alami tanpa disengaja. Yang mana membuat ketiga pengojek kampung itu tanpa sadar ngiler.

“Slurrph… anjiir, sampe ngiler aku coy!”

“Buset bener… pulen tenan kayak nasi anget itu body!”

“Susune… susune coy! Susunee!!”

“Ckckck… akhirnya kesampean juga ngeliat itu susu. Dari awal ketemu dulu pancen kliatan munuk-munuk, kayak bajumu sesak mbak…”, kata Gembul yang matanya seolah terlalu sayang untuk berkedip menatap payudara besar Susi, “…bener-bener ndak salah dugaanku kalo susumu emang super gede dan montok!”

“Huehehe… Kontolku jadi ngaceng ini!”

“Alah… ndak usah ditutupi Mbak… kita kan juga pengan liat, masa sama kita malu, lhawong ama bandot tengik yang udah bau kuburan aja sampean mau dientotin lho, iya kan Mbul?”, ucap Yono meminta Gembul untuk memastikan.

“Huehehe… iya tho ya. Ckckck ndak nyangka mbak, mbak… sampean ayu-ayu kok seleranya mbah-mbah…”

“Kalian mau opo? Bukanya kalian kamaren wis puas bikin Mbah Jenggot bonyok dan ngobrak abrik gubuknya?!”, tanya Susi dengan seruan lantang.

“Hehe tenang mbak ayu… jangan teriak teriak gitu ah…”, kata Yono mulai mendekat.

“Ah biarin aja teriak Yon, kayak kemaren teriakanya bikin merangsang, huehehehe”

“Kontolku jadi tambah ngaceng”

“Mbak Susi, daripada sampean sama bandot tengik itu, mending sama saya, saya masih kuat kok punya istri lagi… hehehehe”, rayu Yono mengelus pundak Susi.

Susi yang merinding langsung sedikit menghindar.

“Aih, jangan macem-macem ya mas!”

“Weleh weleh… enak di kowe tok dong Yon! Aku kan juga pengen nyicipin MBak Susi…”, sahut Boy tiba-tiba.

“Huehehe… wis-wis jangan pada berebut. Kalian ini kan wis beristri, jadi biar Mbak Susi jadi istriku wae, ya ndak Mbak?”, sekarang ganti Gembul yang juga mendekat ke arah Susi.

“Aih, Ndak sudi!”, jawab Susi tegas.

“Sontoloyo!”, gerutu Gembul.

“Khahahaha… ditolak mentah-mentah kowe Mbul! Kontolmu ndak laku!”, ejek Boy.

“Tolong mas, kembaliin jaritku…”

Meski Susi tahu betul posisinya terjepit, ia berusaha memohon. Namun tanggapan dari Gembul yang membawa jarit Susi malah seolah membalas mengejek karena ditolak. Jarit yang semula ia endus dan ciumi ia arahkan ke selangkanganya lalu diusap-usapkanya menggesek kontolnya dari luar celana.

“Ndak Sudi! sshh… oooh…”, desisnya dengan tampang menjijikan.

“Sebenernya mau mas-mas ini apa to? Apa belum puas sama yang kalian lakuin ke Mbah Jenggot tempo hari?”

“Hehe, kami memang ndak suka sama dukun tengik kuwi Mbak Susi…, tapi urusan kami kemari sama sampean, bukan dia”, tegas Yono.

“Saya… Ng… kenapa sama saya Mas? soal ongkos ojek ya?”

“Hahaha, bukan itu juga. Tapi ngomong-ngomong soal kwi, aku malah jadi inget kalo kowe masih hutang ngasih susu montoknya buat tak remes, makasih wis dielingke ya mbak… hehehehe”

“Eh lho, saya ndak inget bilang setuju! Kuwi kan cuma pengenya Mas Yono dewe!”, gerutu Susi.

“Khahahaha… wis wis, cukup basa-basinya. Kami bertiga dateng kesini mau ngasih tau kalo kami wis reti rahasiamu Mbak!”

“Rahasia opo?”, Susi mulai panik. Kemudian Yono semakin mendekatkan dirinya ke badan Susi, sambil berkata pelan.

“Kowe ngambil pesugihan kan?”

“DEG”

“Huahahahahaha, Boy, Mbul! Liat mukanya… merah kayak udang rebus!”

“Hehehe, percuma disembunyiin Mbak. Kemarin aku denger dewe dari mulut manismu dan dukun gendeng kuwi bahwa kalian sedang menjalani ritual pesugihan! Dan dia sekarang lagi pergi bertapa to selama 3 hari? Buat nambah ilmunya to?”, jelas Gembul panjang lebar.

“Ckckck… Mbak mbak, ayu-ayu kok mau-maunya dikibulin dukun cabul! Kowe itu cuman dijadiin alat pemuas nafsu bejatnya Mbak”, imbuh Boy.

Memang tepat apa yang dikatakan Gembul tentang pesugihan dan kepergian Mbah Jenggot sementara waktu. Itu membuat Susi sangat malu dan gelisah. Situasi ini membuatnya terpojok, bagaimana kalau ritual yang sedang ia jalani tiba-tiba dirusak oleh ketiga pengojek dusun itu. Namun sepertinya ketiga pengojek ini tidak tahu pesugihan macam apa yang sedang dijalani Susi, bahkan sepertinya menurut mereka pesugihan cuma akal-akalan Mbah Jenggot buat menikmati Susi. Dengan otak yang mencoba untuk berpikir jernih Susi mencoba mengendalikan situasi.

“Lalu, mau kalian apa?”

“Huehehe, kami cuma mau minta tolong peresin pejuh kami, udah lama ndak nyemprot. Apalagi kalo disemburin ke susu gedemu mbak… Setelah kudenger cerita Gembul kemaren, kontolku ngaceng terus ngebayangin kowe”, jawab Yono.

“Aagh, aku pengen ngentotin kowe Mbak!”, tegas Boy tanpa basa-basi.

“Ngen… tot…?”, tanya Susi tergagap karena tercekat. Ia tahu betul resikonya, jika sampai rahimnya terisi oleh pejuh orang lain, maka janin tuyul yang dikandungnya akan rusak. Untuk sekarang keringat dingin menjalari kulit mulusnya.

“Aku pengen ngemut susumu mbak… sluurppph”, tambah Gembul mengelap ilernya.

Ketiga lelaki kampung yang menghadang dirinya kini nampak seperti serigala kelaparan. Susi cuma bergidik ngeri, tidak ada jalan untuk lari atau meminta bantuan di tengah alas seperti ini. Salah perhitungan yang dilakukan Mbah Jenggot ketika dukun itu hanya membuat pagar gaib untuk makhluk-makhluk gaib saja. Lalu bagaimana dengan manusia-manusia mesum macam para pengojek itu, yang kelakuanya tidak kalah bejat daripada setan. Tidak ada pilihan lain bagi Susi selain pasrah.

“Ba… baik mas… Nggih…, kalau mbantu buat kontol mas-mas ini ngecrot, saya bisa…”, kata Susi sedikit takut-takut.

“Wuiiiih… tenan mbak?!”, girang Boy seakan tidak percaya, disusul tatapan tidak percaya juga dari kedua temanya.

“…Tapi, jangan bunuh atau hajar saya nggih?”, imbuh Susi.

“Ah, mana mungkin kami tega menghajar cewek sebahenol kowe, mbak…”

“Weleh-weleh… akhirnya kesampean juga impianku…”

Susi akhirnya pasrah membiarkan Gembul, Yono dan Boy mengerubutinya. Ia berencana memuaskan ketiga pria itu tanpa membuat mereka mengentotnya. Masih dalam keadaan berdiri, dirinya digumuli oleh 3 pria bejat itu. Gembul nampak paling bernafsu dengan nafas yang mendengus-dengus langsung meremas gundukan dada Susi.

“Aiih… pelan-pelan mass…”

“Buka mulutmu mbak!”, perintah Yono sedikit kasar saat memegang kepala Susi yang basah dengan tangan kehitamanya. Saat Susi merenggangkan bibirnya yang lembab, Mulut Yono langsung menyosor dan menyumpalnya. Begitu lembut dan empuk dirasakanya bibir Susi membuat lelaki yang sudah ber-anak istri itu makin kalap. Ia melumat setiap sisi-sisi bibir Susi, seakan sayang untuk dilewatkan, ia mencucupnya seperti menghisap madu yang manis. Tak hanya itu, saat ada kesempatan Susi membuka sedikit bibirnya, lidah Yono langsung menyerbu masuk dan dengan ganasnya mengolok-olok rongga mulut Susi. Tak peduli dengan kumisnya yang meggesek kasar di sekitar mulut dan hidung janda manis itu, Yono tetap bersikeras membelitkan lidahnya pada lidah susi.

“Mmmmh… Nymmmhh… mmmahhmmm…”

Bukanya Susi tidak risih, karena ia sudah terbiasa dengan kecupan-kecupan Mbah Jenggot pada bibirnya yang lebih buas saat mereka bersetubuh. Hanya saja Susi tidak terbiasa mulutnya dicium oleh orang lain lagi. Sementara dibawah sana, tangan kasar Boy meremas-remas pantat bulat Susi, dimain-mainkannya seperti bola jelly karena ia mendapati daging bokong itu sangat kenyal dan kencang.

“Hap! Mmmhh…”, mulut Gembul mencaplok sebagian daging payudara Susi dan langsung mengenyotnya. Lidahnya yang dingin langsung menyisir pori-pori susu Susi membuat wanita itu semakin pasrah karena terangsang.

Susi tidak bisa membagi pikiranya karena sekarang tubuhnya diserang dari segala arah. Entah tangan siapa, mulut siapa yang menjamahi sekujur badanya, ia meringis dan memejamkan mata karena rontaanpun percuma. Yang ia rasakan sekarang dirinya telah direbahkan di rerumputan. Rangsangan demi rangsangan ia terima membuat birahinya terbangun juga, ada merinding geli namun nikmat ketika kulit-kulit orang lain bersentuhan dengan kulit tubuhnya.

“Huehehehe… wis pengen juga to Mbak, kok pentilnya wis ngaceng… huehehe tak icipin dulu ya…
Cyuuupphh!”

“Aiiiiihhh…. sshhh”

“Buset! Enak tenan kowe Mbul, nyusu pentil dari susu gede! Aku yo mau coba ah…. Nyiuuph!”

Jadilah Boy dan Gembul menyusu di kiri-kanan buah dada Susi. Begitu liarnya mereka menyucup puting dada itu membuat Susi blingsatan. Tanganya bergerak meremas kepala botak Boy dan rambut ikal Gembul. Bagaikan menyusui dua bayi besar, Susi yang terbaring di rerumptan, tubuhnya melengking membusungkan dadanya keatas sementara kedua kakinya bergerak-gerak tidak karuan. Perlahan tapi pasti memeknyapun mulai berkedut.

“Mmmhh… aiihh… kok pada nyusuuu mmhh…”

Disela rintihanya, kepala Susi mendongak membuat lelehan keringat dan sisa air mandi di lehernya mengalir turun. Rambut ikalnya bergesekan dengan rumput tempat kepalanya bersandar, namun yang tak ia kira ternyata Yono sudah memposisikan kontolnya diatas wajah cantik Susi. Dari atas kepala Susi, Yono ememgang kontolnya yang sudah tegak dan ditempelkan di mulut Susi yang sedang mendesis-desis.

“Plek”

“Aih…”

Saat Susi membuka matanya ia melihat jembut yang banyak dan tidak terawat tepat diatas mata bulatnya. Jembut yang bermuara dari kontol hitam yang mengacung tegak. Ia tidak begitu terkejut dengan ukuranya karena ia sudah terbiasa dengan kontol Mbah Jenggot, tapi Susi tak menyangka kontol itu tiba-tiba sudah didepan muka mulusnya. Yono lalu memegang dagu Susi dari atas dengan tangan kirinya sementara tangan kananya ia pergunakan untuk memegang kontolnya dan digesekan di bibir Susi.

“Aihmhhmmmh… mmhhh….”

“Uoohh… edannn, lembut tenan bibirmu Mbak… enak tenan rasane kontolku nempel di bibirmu…”

“Slpphhh slpph.. slppph…”

“Hehehe… kenyel-kenyel asooy…”

“Apanya yang kenyel Yon? Cyuppph…. nymmmh”, tanya Gembul sambil tetap mengenyot payudara Susi.

“Hehehehe… ini lho Mbul, lambene… bikin kontol geli-geli enak…”

“Huehehehe… nyuupph aahh… ini juga lho, susune kenyel-kenyel”, jawab Boy tak mau kalah.

Sedang asyik menyusu pada bongkahan payudara Susi, Gembul dan Boy tidak sadar bawa Yono mencuri start dengan mulai menjejalkan kontol berjembutnya ke bibir Susi. Susi terlihat mendelik matanya, bukan karena ukuran kontol Yono, melainkan karena posisinya yang mendongak dan terpaksa mengemut batang hitam itu.

“Nggh… mhhh… mmfffh ffh… hegh….”

“Ooooghhhssshh… akhirnya kesampean juga diemut bibir cewek kontol iki! Ohhhss…”

“Kampret! Ternyata kowe wis ngentot mulute duluan Yon?!”, seru Boy melepaskan cucupanya namun tanganya tetap membetot daging susu Susi.

“Cloooph… cloppph… cloooph… cloooph”

“Hehehe… lha soalnya ndak kebagian susune kuwi mbuk jajah berdua… ohhhshh”

“Kadal! mmhh cyupppmhh… piye rasane Yon?”, tanya Gembul yang tak mau melepas kenyotanya.

“Weledeleh… lembut tenan lho! Kontolku rasane kayak diurut-urut pake daging basah tur anget…. ooohhhh…”, lirih Yono merem-melek keenakan

“Cloooph… cloppph… cloooph… cloooph”

Masih memaksakan kontolnya menjejali mulut Susi keluar-masuk, Yono menikmati benar kuluman Susi. Emutan bibir dan hangatnya lidah Susi bagaikan surga yang menjalari sekujur tubuh Yono. Si kumis itu hanya bisa mengerang-erang sambil menampakan snyum mesumnya, membuat Boy dan Gembul tanpa sadar iri dengan ekspresi kenikmatan yang di tunjukan pengojek itu. Meski dalam keadaan seperti itu Susi mencoba berpikir untuk segera membuat Yono ngecrot, agar kesempatan mereka untuk menyetubuhi memeknya berkurang. Karena itulah ia semakin gencar mengulum dan memelintir kontol Yono dengan mulutnya.

Tak mau kalah, Boy mendorong tubuh Gembul agar menjauh dan tergesa-gesa mengangkangi dada Susi. Rupanya si botak ini ingin menjepitkan kontolnya di belahan payudara Susi. Begitu Gembul tampak bingung, dengan sigap tangan Susi langsung meraih kontol Gembul yang paling kecil. Ia bertindak seperti itu agar Gembul tidak keburu berpikir untuk menyerang memeknya.

“Eh, oh? Huehehe… ternyata Mbak susi binal juga to… kontolku wae ditarik lho… huehehe.. ayo kocok mbak…”, kata Gembul kegirangan.

“Clok clok clok clok clok…”

“Hehe, kalo aku sih pengen ngrasain sensasi dijepit susu gede…”, kata Boy menyelipkan kontol panjangnya di belahan dada Susi yang kencang.

“Ah botak gendeng! Tadi aku wis ngincer jepitan susune Mbak Susi malah lowe nyrobot, tapi… aaah… enak juga kocokane Mbak Susi… huehehe… alus tenan tanganmu Mbak… oooghh…”

“Clok clok clok….”

Baru saja Boy mencoba mencari ritme yang enak untuk mengentot susu Susi, ia dan Gembul dikejutkan dengan tubuh Yono yang mengejat-ngejat.

“AAGH… AAgh.. OOh… AKU NGECROT… AG! NGENTOOOTTT!!”

“CRUT CRUUUT CRUUUT”

Tiga kali semburan kecil keluar dari mulut kontol Yono menabrak lidah Susi.

“Buahahaha… cepet tenan yon!”, ledek Gembul.

“Ah, Yono… Yono…, nafsu wae yang gede, ngecrotnya cepet! Hahaha”, ledek Boy menimpali.

“Aih aih… jadi lengket ih, mas Yono jahat ih…”, gerutu Susi.

“Hehehe… Hh hh hh”, Yono cuma cengengesan terengah-engah

Sambil mengusap mulutnya yang terkena lelehan peju Yono, Susi melihat Boy yang tak tinggal diam segera memaju mundurkan pinggulnya agar jepitan susu Susi makin terasa di batang kontolnya.

“Slep slep slep slep slep…”

“Wuenaak tenan iki… kuwi delok o matamu, susune mentul-mentul, hehehehe”, Boy kegirangan mengentot dada besar Susi yang terguncang-guncang.

Benar pula yang diselorohkan Boy. Payudara besar Susi yang munuk-munuk terlihat memantul kenyal mejepit kontol. Gembul yang kontolnya masih diurut-urut tangan susi dan Yono yang duduk mengatur napas sama-sama melihat begitu indahnya dada itu bergoyang menumbuk selangkangan Boy. Si botak itu kini meringis-ringis menahan nikmat.

“Splok… splok… splok… splok… splok…”

“Hooogh.. hooogh… sshhh… Mbak Susi… susumu pancen juara! Ngentooot susuuuu gedeeee! Ooohhhssshhh”

“Jangkrik tenan! Enak betul kowe Boy!”, gerutu Gembul yang nampak tak puas dengan hanya dikocok.

“Juhh… juhh… juhh…”, melihat Boy sedang dalam puncak keenakan, Susi berinisiatif meludahi belahan dadanya agar semakin licin dan mempercepat orgasme Boy.

 

Watch Free

“Aaahsshhh… jadi basah… pinter kowe Mbak! Makin enaak makin enaaakkk….!!”

“Splok… splok… splok… splok… splok…”

“Aiiih… iya maaas… ayoooh entot terus susu saya… aiiih aww aah aah”

Sembari menyemangati Boy agar segera mencapai klimaks, tangan Susi semakin aktif mengocoki kontol Gembul. Namun Gembul yang mendengar rintihan Susi yang keluar dari mulut seksinya, tergerak untuk merasakan kuluman bibir indah itu. Maka ia berjongkok diatas wajah Susi dan mengarahkan kontolnya sambil tanganya mengusap bibir bawah Susi yang sedikit tebal.

“Buka mulutmu Mbak… biar kusumpal mulut binalmu Hehehe”

“Hakhmmhh… Nymmmh.. nyummmh.. Nyoph nyop nyop”

“SShhhhh Oggghhhh… Uaaaghhhh….!!!”

“CROOOT CROOOT CRUOTTTTT!!! CROOOTTT!”

Tak disangka Boy mencapai ejakulasinya di gunduklan dada Susi. Memuncrat di sekliling payudara besar itu.

“Oh hhhhss… nikmaaat…”, dengus Boy yang mengurut kontolnya mengeluarkan sisa tetesan pejuhnya dan diusap-usapkan di pentil Susi.

“Hmmmhh nymmmh nyummhh”, sementara Susi sendiri menahan sensasi geli pada puting yang membangkitkan gairahnya juga, ia konsentrasi untuk menuntaskan mengulum kontol Gembul.

“hueheheh… bener Yon… mulut Mbak Susi ini pancen top… ssh ooohhhhh…, anget-anget dan sedotanya kuat tenan… Ooohhsshhh… ati-ati Mbak, jangan ditelen kontol saya… Wueheheeh”

“Hahahaha, kuwi kontolmu wae yang kayak cacing, makanya gampang kesedot!”, ejek Yono.

“Ah, kadal kowe!
Eh, oh, aduh, lho eh… kenapa ini? Aghhh mo ngecrot nih kayaknya, huehehehe. Lepas mbak lepas! Aku mau mejuhin wajah cantikmu! Hueheheh”

“Plop!”

“Aahhgggssshh ngentooott!! Terima ini Mbaaaaaaakkk Sussssssssssshhh….”

“Cpruuut cruuut… crooot cruuut…. cruut!! Crut!”

Seketika semburan-semburan kecil keluar dari kontol Gembul menumpah ke sekujur wajah mulus Susi. Mengcover wajahnya, meski cuma muncratan sedikit-sedikit namun hampir rata melelehi pipi dan hidungnya.

“Setan alas! Enak tenaaannn… Hh hh… hh.. hh,…”, gumam Gembul yang ikut terduduk capek bersama dua rekan pengojeknya.

Akhirnya Susi bisa bernafas lega setelah berhasil membuat ketiga pengojek dusun itu ngecrot. Ia berhasil mencegah kontol lain memasuki liang senggamanya. Ia tak perlu mengeluarkan banyak stamina seperti ketika ia berpacu dalam birahi bersama Mbah Jenggot. Lagipula ketiga pengojek ini juga ternyata bukan tipe yang tahan lama. Akan tetapi ada satu hal yang mengusik Susi. Dimana sense biologis kewanitaanya juga tergugah dengan rangsangan dan pelecehan yang ia terima pada tubuhnya. Apalagi ditambah naluri seksualnya meningkta berlipat ganda saat benih Tuyul bersemayam di rahimnya. Di bawah sana memeknya berkedut-kedut gatal.

Saat sedang berpikir, tiba-tiba tubuhnya sintalnya terangkat.

“Aih, lho… mau dibawa kemana saya ini?”