Cucuku Hebat

Cucuku Hebat

PULANG dari sekolah Diman membantu kakeknya bekerja di sawah. Kakek Diman mempunyai sebidang sawah untuk menanam padi.

Tidak terlalu luas sawah milik kakek Diman. Tetapi hasil panennya mencukupi kehidupan keluarga yang sederhana ini, bahkan bisa untuk dijual karena kakek Diman juga memelihara ayam dan bebek, telurnya bisa dijual ke pasar.

Sapi dan beberapa ekor kambing kalau sudah menjelang hari raya banyak pedagang kambing dan sapi yang datang menawarkan diri untuk membeli kambing dan sapi potong milik kakek Diman yang gemuk-gemuk.

Pada sore harinya nenek Diman datang ke pondok di tepi sawah membawa seteko kopi, beberapa buah pisang goreng dan sebuah keranjang berisi pakaian.

Melihat neneknya datang Diman senang. Ia bisa segera mengisi perutnya yang lapar dengan makanan yang dibawa oleh neneknya. Sementara kakek Diman duduk menghisap rokok kretek kemenyannya sambil menunggu istrinya menuangkan kopi ke dalam gelas.

Kakek Diman tidak tau apa isi otak di kepala Diman, ia hanya tau cucunya itu sedang mengunyah pisang goreng di mulutnya, tetapi sebenarnya pikiran Diman tidak tenang. Ia mengharap neneknya cepat-cepat menuangkan kopi ke gelas kakeknya supaya ia bisa mengikuti neneknya pergi ke sungai mencuci pakaian.

Diman akan pura-pura masuk ke semak-semak ilalang mencari jangkrik untuk piaraan burungnya di rumah, padahal sebenarnya bukan untuk itu. Dari semak-semak Diman akan mengintip neneknya mandi bertelanjang bulat kalau neneknya sudah selesai mencuci pakaian.

Wanita berumur 65 tahun ini tubuhnya masih sintal tidak seperti kebanyakan tubuh lansia yang sudah peot dan keropos. Sepasang teteknya masih gempal meskipun sudah menggantung. Putingnya besar hitam menggoda Diman untuk mengocok kon-tolnya yang tegang sambil mengintip. Bulu jembut neneknya juga lebat.

“Kapan aku berani keluar dari persembunyianku ini?” kata Diman di dalam hati tidak tahan melihat tubuh telanjang neneknya dan lagipula bersembunyi di semak-semak ilalang itu banyak nyamuk yang nakal-nakal suka menghisap darah Diman. Cuma Diman tidak merasa saja karena asyik mengocok kontol.

Tiba-tiba Diman melihat kepala biawak menyembul dari semak belukar dengan mengeluarkan lidah bercabangnya. Tentu saja Diman merasa takut karena dengan melihat kepala biawak yang hampir sama dengan kepala buaya itu, Diman bisa menilai seberapa besar biawak tersebut.

Pikirnya inilah kesempatan untuk aku keluar dari persembunyianku dengan meminjam biawak sebagai pelengkap penderita untuk membohongi neneknya.

Dimanpun menjerit dan berlari berhamburan ke tepi sungai di mana neneknya sedang asyik mandi telanjang bulat, Diman memeluk neneknya erat-erat dengan napas tersengal-sengal persis seperti orang yang lagi ketakutan.

Tetapi di dalam hatinya, Diman merasa senang bukan main karena bisa memeluk seorang wanita yang telanjang bulat. Tidurpun ia tidak mendapat mimpi yang demikian, sehingga kon-tolnya yang tegang dan hanya dibatasi selembar celana pendek itu sampai menekan ke selangkangan neneknya.

“Buu… buu… buaya, Nek…!” kata Diman tergagap sambil menunjuk ke arah semak belukar.

“Buaya…??” jawab nenek Diman penuh tanda tanya. “Mana ada buaya di sini? Biawak kali…?!”

“Nggak taulah, Nek… puanjangg… segini…” kata Diman melebarkan kedua tangannya.

“Iya… itu biawak… kakekmu suka kasih makan. Maka itu ia keluar. Ia sangka kakekmu… ayo mandi sekalian, sudah sore. Nanti malem Nenek mau ke pasar malem, kamu mau ikut nggak?”

“Mau dong… mau… mau, Nek…” jawab Diman.

“Ayo mandi… lekas, telanjang saja,”

“Tapi…”

“Apa kamu malu sama Nenek…?”

“Nggak sih Nek, ta… tapi ‘ote’ku lagi tegang, Nek…”

“Itu tandanya kamu anak yang sehat.” jawab neneknya.

Nenek Diman tidak sampai berpikir bahwa ‘ote’ Diman tegang, karena dirinya yang telanjang.

Dimanpun melepaskan kaosnya yang kotor kena lumpur dengan jantung deg-degan. Lalu juga celana pendeknya sehingga kon-tol Diman yang telanjang terhidang di depan neneknya.

Ouughh…hehh… nenek Diman menghela panas panjang melihat kon-tol Diman. Bisa begitu panjang, batinnya dalam hati. Apakah me-mekku muat? Kalau muat, hadehh… anak muda masih perjaka pula, lendirnya bisa bikin aku awet muda!

Nenek Diman mulai menyambuni tubuh telanjang Diman mulai dari punggung. Merasakan elusan halus tangan neneknya, tubuh Diman yang telanjang bertambah tegang. Apa yang mau Diman katakan pada neneknya, Diman sudah lupa semuanya.

Nenek Diman masih terus menyabuni bagian belakang tubuh Diman sampai ke paha dan kaki Diman. Setelah selesai, Nenek Diman menyuruh Diman balik dan akan disabuninya bagian depan tubuh Diman yang kekar atletis berumur 17 tahun itu.

“Kon-tolmu besar ya, Man…” kata neneknya sembari menyabuni dada Diman.

“Nggak tau, Nek… kata teman-teman sekolahku sih nggak gitu, besar punya mereka… kon-tolku malahan paling kecil,”

“Kamu sudah tau begini…?” tanya nenek Diman menggoyang-goyangkan tangannya yang digenggam.

“Apa itu, Nek?” tanya Diman pura-pura tidak tau.
Tetapi kalau air mani Diman dikumpulkan setiap hari ia masturbasi sambil mengintip neneknya mandi di semak-semak bukit sana bisa 1 mug penuh banyaknya.

“Diurut…” jawab nenek Diman. “Mau nggak Nenek urut supaya nanti tambah kuat kon-tolmu ini.” kata nenek Diman memegang kon-tol Diman sambil menelan ludah membayangkan batang itu mengisi lubang memeknya, yang sudah sekian lama tidak diisi oleh kon-tol kakek Diman.

“Sakit gak, Nek?”

“Nanti Nenek ngurutnya pelan-pelan…”

Nenek Diman menambahkan sabun mandi ke telapak tangannya, kemudian ia menggenggam batang kon-tol Diman yang tegang dengan telapak tangannya yang bersabun itu.

“Kata Nenek tadi mau ke pasar malam, apa keburu, Nek?”

Nenek Diman sudah tidak mampu menjawab Diman, tangannya semakin cepat mengocok kon-tol Diman, sementara napasnya menderu-deru.

“Sud.. sudah mau keluar, belum…?”

“Sud… sudah maa..au, Nek…!” jawab Diman juga napasnya sudah tidak teratur.

“Ayo nih hisap…” nenek Diman menyodorkan putingnya yang besar hitam ke depan mulut Diman.

Bagaimana mulut Diman tidak langsung ternganga seperti mulut ular sanca menerkam mangsanya? Diman menghisap puting susu neneknya dan tetek neneknya yang sebelah lagi diremas-remas Diman.

Merasakan sensasi nikmat yang seperti ini kedua belah pihak pun saling napsu menapsui, “Ohh… akuu..uhh… akuuh… ak…” jerit Diman tak tahan lagi.

Tangan kiri nenek Diman segera merangkul pinggul Diman mendekatkan selangkangan Diman sembari kon-tol Diman yang sudah mau meledakkan air mani itu disumbatkannya ke dalam lubang me-meknya sambil mereka berdiri berhadap-hadapan.
Mau masuk atau tidak kedua insan berbeda usia itu sudah saling memeluk, sementara Diman terus memuncratkan air maninya di selangkangan neneknya.

Chrooottt… chrroottt…. chrrooottt… chrrooottt…. chrrooottttt…..

“Ohalaa..aahh… Nekkk…. nikmat sekali, Nek…!!” desah Diman terkulai lemes dalam pelukan neneknya yang telanjang.

— ♡♡♡ —​

Demikian pula sore ini.

Selesai minum kopi dan makan pisang goreng Diman berjalan beriringan dengan neneknya pergi ke sungai sambil Diman membantu membawa keranjang pakaian neneknya.

Sebenarnya di rumah sudah ada sumur, tetapi sejak nenek Diman pertama kali tinggal di desa ini rumahnya belum ada sumur, ia harus mencuci pakaian dan buang air besar di sungai. Sekarang sudah menjadi kebiasaannya.

“Man… kamu langsung ke sungai saja, Nenek mau e-ek dulu…” kata nenek Diman pada Diman di suatu jalan yang bersimpang, tapi Diman terus saja mengikuti neneknya masuk ke jalan yang bersimpang itu.

Lalu neneknya berdiri mengangkat kain yang dipakainya berjongkok menghadap ke hutan tanpa mengusir Diman yang berdiri di belakangnya.

Sementara itu Diman segera meletakkan keranjang pakaian neneknya di atas rerumputan. Setelah itu Diman berjongkok di di belakang neneknya, lalu Diman menjulurkan tangannya ke bibir me-mek neneknya dari belakang.

Tiba-tiba neneknya sudah merasa lubang me-meknya dirogoh oleh jari Diman dari belakang. “Sssttt… oh, Maa..aan… jangan, kotor…”

Diman mana melepaskan lagi burung punai yang gemuk dan tambun yang terjerat tali perangkap yang dipasangnya?

Neneknya pun bersedia berbaring di rerumputan memberikan me-meknya disodok oleh kon-tol Diman. Tapi Diman membutuhkan waktu untuk memasukkan kon-tolnya ke lubang me-mek neneknya karena lubang me-mek neneknya sudah aus dimakan usia. Tetapi oleh karena neneknya juga ingin merasakan kon-tol cucunya yang panjang besar, neneknya membantu mendorong me-meknya ke depan.

Dengan kerja sama yang baik ini – simbiosis mutualistis – akhirnya kon-tol Diman bisa merasakan lubang me-mek neneknya sendiri dan Dimanpun mulai memompa naik-turun keluar-masuk lubang me-mek neneknya.

“Ohh… hekk..o… hek… hek… ooohh… trus Man, ngocok trus me-mek Nenek… sesttt… oohh… enak, Man…” seru neneknya.

Pantat neneknya sedikit berputar menggoyang di rerumputan membuat kon-tol Diman ngilu sekaligus nikmat. Burung tekukur di atas pohon berbunyi te…ku…kurrrr… te…ku…kurrr… te…ku…kurrrr… seperti mengejek persetubuhan antara nenek dan cucu itu.

Keduanya sudah termakan oleh napsu sehingga mereka tidak merasa malu lagi. Diman meremas-remas tetek neneknya sambil masih terus memompa lubang kesat itu. “Jadi istri Diman ya, Nek…” racau Diman dengan napas terengah-engah.

“Ya Mass…. oohhh… oohhh… oohh…” rintih neneknya merasakan kon-tol Diman terus menusuk-nusuk rahimnya.

Sudah hampir 15 tahun me-mek nenek Diman vakum tidak disentuh oleh kon-tol kakek Diman, sekarang ia harus mulai lagi dengan Diman, cucunya sendiri. Tidak disangka cucunya ini bisa memuaskannya.

“Ohhh…. Nek… Nek… Nek…. mau keluar, Nek….” jerit Diman merasa air maninya ingin keluar dari kon-tolnya yang keras dan tegang.

“Keluarkan saja seperti biasa Nenek ngocok kon-tol kamu, gak usah ragu-ragu…” jawab neneknya mencoba membelit kon-tol Diman dengan menggoyang pantatnya memutar.

“Sessttt…. ooohhh…. Nee…eekkkk….” desis Diman menusuk lubang me-mek neneknya dalam-dalam dengan kon-tolnya, lalu crooottt…. croottt…. croottt…. croottt….

Diman merasakan tembakan air maninya bagaikan roket yang ditembakkan vertikal ke atas menembus ke angkasa dan meledak di rahim neneknya.

crooottt…. croottt…. croottt…. croottt…. crootttt…

Lagi….

crooottt…. croottt…. croottt…. croottt…. croottttttttttttttttttttt…

Diman terkulai lemas di atas tubuh neneknya yang telanjang dengan napas kembang-kempis, satu-dua, senin-kemis di antara merasa bersalah dan kepuasan yang diraihnya.

Bagaimana aku menghadap Kakek nanti, tanya Diman dalam hati.

Tapi kemudian disingkirkannya jauh-jauh rasa takutnya untuk bisa meraih kenikmatan dari me-mek neneknya lagi dan lagi. Sampai kapan? Entahlah…

Sungai yang airnya jernih dan dingin itu merendam tubuh telanjang Diman dan neneknya. Lalu mereka bertempur lagi di tepi sungai.

Pulang ke rumah, setiap tengah malam pasti terdengar suara rengekan dan rintihan dari sang nenek dan cucunya di antara bunyi berisik suara jangkrik dan desauan angin malam serta suara dengkuran sang kakek.