Desy Noviyanti

 

Gubuk itu terlihat kumuh dan kotor. Dinding-dindingnya yang terbuat dari papan dan anyaman bambu sudah bolong di beberapa tempat. Semak dan rumput tinggi melebat di sekitarnya. Atapnya yang terbuat dari anyaman daun dan rumput sebagian sudah lepas dari tempatnya. Gubuk itu sendiri merupakan satu-satunya bangunan yang ada di tempat itu. Satu-satunya tempat yang dihuni manusia sepanjang radius seratus km.

Desahan-desahan nafas memburu terdengar dari balik dinding bambu. Sesekali terdengar erangan halus suara wanita ditingkahi oleh suara berat yang bisa dipastikan suara pria. Suara decitan persendian kayu yang tidak terpasang sempurna terdengar berirama mengiringi desahan dan erangan yang berasal dari dalam gubuk.

Di dalam gubuk, di atas sebuah ranjang kayu kasar yang berlapis kasur usang, terlihat sepasang manusia yang berbeda jenis kelamin sedang bergumul dalam keadaan telanjang bulat. Keringat membasahi tubuh mereka. Yang pria adalah seorang berkulit gelap, kurus dan renta, sedangkan yang digumulinya adalah seorang wanita yang sangat cantik, masih muda dan segar. Kulitnya putih mulus dengan tubuh yang indah yang jelas terlihat kalau tubuh itu adalah tubuh yang sangat terawat baik.

“ohh…,” desah manja meluncur dari bibir mungil wanita itu. Wajahnya sangat cantik, bulat telur dengan mata bening. Rambutnya yang sebahu bergoyang liar seirama dengan gerakan tubuhnya.

“Ohh.. ohh..,” pria tua yang menggumuli tubuh mulus telanjang gadis cantik itu mendengus penuh nikmat. Pria itu berwajah keriput dengan rambut jarang-jarang nyaris botak. Giginya yang nyaris habis membuat pipinya yang kurus menjadi makin cekung.

“Ohh.. Neng Desy suka kan beginian sama saya?” kata si pria di tengah usahanya menggauli wanita cantik yang berada di bawah tindihannya. Wanita yang dipanggil dengan sebutan Desy itu tersenyum samar antara ya dan tidak.

“Ohh.. iya Pak.. Ahh.. Saya suka..” wanita itu menjawab dengan nada manja, matanya menyipit merasakan gairah seksual yang mendesak-desak tubuhnya, sementara suara berdecak dari kemaluan mereka yang bersatu ketat terdengar cukup keras. Mendengar itu pria tua itupun kian bersemangat menggenjotkan penisnya ke dalam vagina si wanita membuat ranjang yang mereka pakai berdecit-decit keras.

“Ohh.. ohh.. ohh.. ” pria tua itu mengejang. “Oohh.. ohh.. saya mau ngecrot Neng Desy.. ohh.. ahh..!!”

Desy merespon desakan penis pria tua itu pada vaginanya. Genjotan dan sodokan penis pria itu membakar sensasi seksualnya, tubuhnya yang muluspun menggeliat penuh nikmat.

“Oohh.. ohh.. ahh.. aahh..!” Desy mengerang keras, kepalanya bergoyang liar, tubuhnya mendadak melengkung membuat payudaranya yang kenyal, putih dan mulus mencuat menggemaskan. Sesaat kemudian Desy merasakan semburan cairan hangat memenuhi liang vaginanya, rupanya pria itu telah berejakulasi di dalam rahimnya. Sesaat kedua tubuh itu menegang sebelum akhirnya melemas kembali.

Untuk beberapa saat lamanya pria itu tetap menindih tubuh telanjang Desy seolah sedang meresapi setiap kenikmatan yang bisa dia peroleh dari tubuh putih mulus itu. Kemudian pria itu tergolek di sebelah tubuh Desy, nafas keduanya terengah setelah mencapai kenikmatan seks yang begitu tinggi. Pria itu menoleh menatap wajah cantik Desy, Desy memalingkan wajahnya. Sebutir air mata mengembang di sudut matanya. Perlahan Desy bangkit dan duduk bersimpuh di ranjang dengan kedua tangan mendekap payudaranya yang telanjang. Pria itupun duduk, kemudian memeluk pundak Desy.

“Neng Desy memang hebat ngentotnya,” kata pria itu sambil mencium pipi mulus Desy. Desy diam saja diperlakukan begitu rupa, perasaannya campur aduk tak karuan.

“Ngomong-omong bener nggak sih namanya Neng itu Desy Noviyanti?” tanya pria tua itu sambil tetap menciumi pipi Desy. Desy hanya mengangguk pelan.

“Dan Neng bilang Neng Desy adalah penyiar TV?”

Desy kembali mengangguk, ingatannya menerawang ke kejadian beberapa hari yang lalu.

Sebagai seorang presenter, melakukan perjalanan ke luar Jakarta bukanlah hal baru bagi seorang Desy Noviyanti. Meski begitu saat tugas ke Sumatera itu dia terima ada sedikit rasa ragu di hatinya. Rasa ragu itu makin menjadi ketika, karena cuaca buruk, penerbangan mereka terhambat dan memaksa mereka meneruskan perjalanan melalui darat.

Di tengah jalan cuaca terus tidak bersahabat, hujan lebat terus menyiram bumi sejak mobil mereka bergerak. Jalan yang rusak membuat sopir harus ekstra hati-hati dalam mengemudikan mobil, beberapa kali mereka nyaris selip karena jalan berlumpur begitu licin. Desy merasa agak ngeri melihat keadaan di sekelilingnya, yang bisa dilihatnya hanyalah pohon-pohon besar yang terlihat menyeramkan. Desy tiba-tiba merasa ngeri membayangkan kemungkinan yang akan mereka alami.

Tiba-tiba mereka semua dikejutkan oleh suara keras dari arah depan.

“Awas..!” teriak salah satu kru. Sebatang pohon tumbang berderak mengerikan dan langsung melintang di tengah jalan. Sopir tidak sempat menghindar karena jaraknya yang terlalu dekat, seketika itu pula mobil terpental ke atas saat rodanya menggilas batang pohon tumbang itu. Seluruh penumpang menjerit saat mobil menjadi liar tak terkendali dan meluncur keluar dari jalan utama. Desy menjerit ketakutan saat mobil berguncang keras, kepalanya membentur sesuatu yang keras, dan seketika semuanya menjadi gelap.

Desy membuka matanya, pandangannya kabur, kepalanya terasa berputar, sekujur badannya terasa sakit, tapi saat melihat keadaannya, Desy berusaha merangkak keluar dari mobil yang sudah ringsek itu, mengabaikan rasa sakitnya, mengabaikan wajahnya yang berdarah-darah. Samar-samar dia melihat mobilnya yang sudah rusak berat. Keempat rodanya mencuat miring ke atas. Desy terguncang melihat keadaan itu. Pandangannya kembali mengabur, kemudian Desy terkulai lemah. Saat itulah,antara sadar dan tidak, Desy melihat sekilas ada bayangan yang bergerak di dekatnya, kemudian Desy merasa tubuhnya seperti diangkat oleh bayangan itu. Desy sama sekali tak mampu menahan hal itu. Dia merasakan bayangan itu membawanya pergi, setelah itu Desy kembali pingsan.

Desy membuka matanya, dia menemukan dirinya terbaring lemah di atas ranjang kayu, bau kain usang menguar di sekelilingnya. Desy mencoba untuk bangun tapi rasa sakit menderanya.

“Ohkk…!” Desy merintih menahan sakit yang makin menghebat tiap mencoba bangkit. Akhirnya Desy menyerah, dia kembali berbaring lemah di ranjang. Air matanya bercucuran menahan rasa sakit yang menderanya.

Desy melihat ke sekelilingya. Dia berada di sebuah bilik kecil berdinding bambu. Beberapa lubang menganga di dindingnya membuat berkas sinar menerobos masuk. Sebuah jendela ada di dekat ranjang tempatnya terbaring, tertutup oleh kain kumuh. Sebuah meja dan kursi kayu ada di sudut. Desy melihat ada piring dan gelas di atas meja, bau makanan hangat menguap tercium oleh hidung Desy.

Pintu bilik terbuka, sesaat sinar redup menerobos masuk, sebuah siluet manusia seperti terbingkai di sana.

“Sudah bangun ya?” terdengar suara berat, seorang pria berjalan masuk dan mendekati Desy. Desy terkejut sesaat, ada rasa takut merayapi dirinya, Desy berusaha menjauh, tapi tubuhnya terlalu lemah untuk digerakkan.

Pria itu makin mendekat. Desy bisa melihat sosoknya sekarang. Pria itu sudah tua, mungkin lebih dari 60 tahun. Kulitnya coklat gelap, badannya kurus dan agak bungkuk, rambutnya yang putih tipis nyaris botak sedangkan kumis dan janggutnya tumbuh liar tak teratur. Wajahnya keriput seperti terbungkus jaring laba-laba, kantong matanya menggelambir, bibirnya agak tebal dan kempot karena nyaris tak ada gigi tersisa di mulutnya. Pria itu memakai baju kumal dan bertambal.

“Di mana saya? Siapa kamu?” tanya Desy gugup.

“Jamat, panggil saja Jamat Neng,” kata pria itu sambil duduk di tepi ranjang, membuat Desy beringsut menjauh.

“Jangan Pak.. Jangan..” Desy berusaha mundur, tapi Pak Jamat menahannya.

“Tenang Neng Desy, jangan banyak bergerak dulu,”

Desy terkejut saat Pak Jamat menyebut namanya.

“Saya tahu dari KTP Neng Desy..” kata Pak Jamat menjawab kekagetan Desy.

“Teman-teman saya…” Desy teringat rekan-rekannya

“Meninggal Neng..” jawab Pak Jamat lirih. “Dan sungguh ajaib Neng Desy bisa selamat dari kecelakaan itu, mobil Neng Desy masuk jurang sedalam 30 meter dan terbakar beberapa saat setelah Neng Desy saya selamatkan.”

Desy seketika menangis dan menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajahnya. Tubuhnya ter guncang disela tangisnya. Dia merasa amat syok mendengar berita itu. Perasaan itu seperti menciptakan sebuah lubang kosong di perutnya. Emosinya campur aduk, tenggorokannya seperti tersumbat.

“Sudah Neng, sudah..” Pak Jamat berusaha menghibur. “Seharusnya Neng Desy bersyukur bisa selamat.”

Ucapan itu, meski terdengar klise tapi cukup ampuh untuk menenangkan emosi Desy yang teraduk tak karuan. Perlahan nafas Desy kembali teratur, meski masih terisak tapi Desy merasa sedikit lebih tenang.

“Sebaiknya Neng Desy istirahat,” kata Pak Jamat. “Tubuh Neng Desy masih sangat lemah. Saya sudah buatkan obat untuk Neng Desy.”

Pak Jamat berdiri dan berjalan menuju meja. Dia mengambil gelas yang ada di meja lalu memberikannya pada Desy. Desy melihat isinya, cairan kental berwarna kehijauan, baunya seperti bau jamu.

“Minum Neng, ini baik untuk kesehatan,” kata Pak Jamat. Desy agak ragu meminumnya, tapi setelah dipaksa beberapa kali oleh Pak Jamat,Desy akhirnya mencoba seteguk. Rasanya memang pahit, tapi khasiatnya sangat mujarab. Tubuh Desy yang semula tidak karuan perlahan menjadi hangat dan ringan, seolah rasa sakitnya tersapu habis oleh khasiat jamu itu. Pak Jamat juga memberi Desy makanan dan minum. Desy yang memang lapar segera menghabiskannya. Dari Pak Jamat Desy tahu kalau dia pingsan selama dua hari. Malam itu Desy bisa tidur dengan pulas setelah minum obat dari Pak Jamat.

Pagi harinya Desy terbangun dengan tubuh segar. Meski beberapa bagian tubuhnya masih terasa sakit tapi Desy merasa jauh lebih baik. Kepalanya sudah tidak lagi pusing, suhu badannya juga sudah kembali normal. Hanya saja, Desy merasa badannya tidak nyaman. Sekujur tubuhnya terasa lengket karena tiga hari tidak mandi. Yang paling diinginkannya saat ini adalah mandi berendam dengan air dingin. Hanya saja, ini bukan di kota dimana dia bisa mendapatkan segala kebutuhan dengan mudah. Gubuk yang ditempatinya jauh dari mana-mana. Desy bahkan tidak menemukan kamar mandi atau WC di tempat itu. Mungkinkah dia harus mandi di sungai?

“Wah.. kalau mau mandi atau ke WC ya musti ke sungai Neng,” kata Pak Jamat ketika Desy menanyakan dimana dia bisa mandi.

“Sungai?” Desy ragu-ragu. Dia belum pernah mandi di sungai sebelumnya.

“Iya. Di sana,” Pak Jamat menunjuk ke arah timur. “Nggak jauh, paling sekitar 200 meter dari sini. Airnya jernih, nggak kayak sungai-sungai di kota.”

Desy tidak menjawab ucapan Pak Jamat. Didalam pikirannya sekarang sedang sibuk berpikir apakah dia akan meneruskan niatnya untuk mandi atau tidak. Tapi godaan yang kuat ditambah tidak tahan dengan tubuhnya yang lengket akhirnya membuat Desy mdneruskan rencananya. Dia berjalan menyusuri jalan setapak yang tadi ditunjukkan Pak Jamat. Ternyata benar. Agak turun ke lembah, sebuah sungai yang cukup lebar mengalir jernih. Udara terasa menyejukkan oleh hembusan angin semilir. Sesaat Desy mdnikmati pemandangan di sekelilingnya. Balutan hijau pepohonan dibelah oleh aliran sungai yang berkilau keperakan. Perlahan dan hati-hati, Desy turun menuju sungai. Rasa dingin menyegarkan terasa nikmat ketika Desy mencelupkan kakinya. Selama beberapa menit lamanya Desy menikmati air sungai yang jernih dan menyegarkan dengan mencuci muka berulang-ulang. Rambut pendeknya ikut basah sehingga seperti dihiasi oleh untaian mutiara yang berkilau diterpa sinar matahari. Wajah Desy kelihatan makin cantik dalam keadaan basah.

Tapi masih ada ganjalan di dalam diri Desy. Haruskah dia membuka seluruh pakaiannya, yang memang sangat diinginkannya, atau harus berendam dengan pakaian lengkap. Desy melihat ke sekelilingnya, mencoba mengamati situasi. Setelah yakin tidak ada orang lain, perlahan Desy mulai melepaskan pakaiannya satu persatu sampai telanjang bulat.

Untuk sesaat Desy mengamati tubuh telanjangnya sendiri. Tubuh yang putih mulus itu memang sangat indah. Ramping tapi padat. Payudaranya mulus, berukuran sedang tapi bulat dan ketat dengan puting merah segar. Perutnya kencang dan rata membentuk pinggang yang ramping, berakhir pada pinggul dan pantat yang bulat dan padat. Kakinya yang panjang terlihat berkilau karena basah. Vagina Desy tampak masih sangat bagus, ditumbuhi rambut halus dan rapi. Jelas sekali kalau tubuh itu adalah tubuh yang terawat dengan sangat baik.

Selama hampir sejam Desy bermain air di sungai dalam keadaan bugil. Tubuhnya terasa segar. Segala kepenatannya seolah lenyap dibawa air sungai. Segala keinginannya untuk mandi setelah tidak tersentuh air selama empat hari benar-benar diluapkannya saat itu. Dan itu rupanya membuat Desy tidak waspada ada gerakan aneh yang bersembunyi di balik semak-semak di dekat tempatnya mandi.

“Ohh… oohh… Astaga..” terdengar desahan dari orang yang mengintip setiap gerakan Desy. “Mulus.. ohh… montok banget.. ahh..” sosok bayangan yang bisa dipastikan pria itu  tampak begitu menikmati pemandangan indah di hadapannya. Seorang wanita muda dan cantik bertelanjang bulat seolah menantang untuk ditiduri.

“Ohh… ohh.. aahh..” pria itu mengerang. Rupanya sambil mengintip Desy yang sedang mandi, pria itu juga melakukan onani dengan mengocok penisnya.

“Oohh.. ahh.. ahh..” pria itu mengejang. “Harus.. Malam ini harus bisa.. Dapatkan dia, harus..”

“AAGGHH.. AHH..!” pria itu mengerang saat spermanya menyembur tak terkendali. Kemudian dia kembali meneruskan mengintip tubuh telanjang Desy Noviyanti.

Puas membersihkan dirinya, Desy segera mengenakan pakaiannya lagi dan segera meninggalkan tempat itu, kembali ke gubuk Pak Jamat. wajah Desy menjadi terlihat makin cantik dan segar.

“Dari sungai ya Neng?” tegur Pak Jamat yang sedang nongkrong di depan gubuk sambil mengisap rokok yang dilintingnya sendiri. Desy mencium bau asap tembakau bercampur bau dupa ketika asap rokok itu terbang ke arahnya.

“Eh.. i.. iya Pak..” jawab Desy agak gugup, ada perasaan aneh berdesir di dadanya saat menatap Pak Jamat.

Sepanjang hari itu Desy menghabiskan waktunya dengan berjalan-jalan di hutan sekeliling gubuk, meski begitu Desy tidak berani terlalu jauh, masih banyak hewan buas, kata Pak Jamat.

Matahari beranjak turun ke barat, menghasilkan sinar jingga lembut yang membuat suasana menjadi romantis, kalau suasananya berbeda mungkin suasana ini akan sangat pas untuk bercinta. Cahaya jingga memancar dari dalam gubuk saat matahari benar-benar tenggelam. Rupanya Pak Jamat menyalakan lampu minyak di dalam gubuk. Ketika masuk ke gubuk, Desy merasa agak janggal karena gubuk sempit itu tiba-tiba berubah bersih dan rapi. Bau kain tua yang tadinya menguar sekarang berkurang drastis. Desy bahkan melihat kain yang melapisi dipan kayu sekarang sudah diganti dengan yang lebih bersih.

“Silakan Neng, kalau Neng Desy mau istirahat,” kata Pak Jamat. “Saya juga sudah buatkan obat buat Neng Desy.” Pak Jamat menyodorkan gelas di tangannya.

“Terima kasih Pak..” Desy menerima gelas itu dengan gugup. Dia merasa agak ganjil dengan perubahan Pak Jamat, apalagi saat melihat matanya. Mata itu mirip mata srigala lapar yang sedang mengincar mangsa. Meski begitu Desy berusaha menepis keganjilan itu dari pikirannya. Lalu, setelah Pak Jamat keluar dari gubuk, Desy pelan-pelan meminum obatnya, kemudian merebahkan tubuhnya.

Tatapan mata Desy menerawang memandangi atap gubuk yang bergetar tertiup angin. Angannya menerawang pada teman-temannya yang tewas. Apakah saat ini ada tim SAR yang mencarinya? Kalau ada, apakah ada kemungkinan mereka akan menemukan dirinya? Desy sendiri tidak tahu di mana dia berada atau seberapa jauh dia dari lokasi kecelakaan.

Lelah memikirkan semua itu, ditambah pengaruh obat yang diminumnya, Desy akhirnya tertidur. Dalam tidurnya Desy bermimpi, dia melihat teman-temannya berkilasan di depannya, beberapa diantaranya saling bicara dengan bahasa yang sama sekali asing bagi Desy. Lalu pelan-pelan mimpi Desy berubah. Seekor ular sebesar lengan orang dewasa menggeluti tubuhnya yang ternyata dalam keadaan bugil. Gerakan ular itu menimbulkan sensasi aneh dalam diri Desy, seolah setiap sentuhan ular itu membangkitkan hasrat seksualnya secara gaib. Desy mendesah tertahan saat ular itu merayap di sekujur tubuhnya. Tapi pelan pelan Desy merasakan belaian ular di tubuhnya jadi makin nyata. Desy benar-benar bisa merasakan sentuhan sentuhan meraba raba tubuhnya, terutama di daerah vagina, perut dan payudaranya.

Seketika Desy terbangun. Betapa terkejutnya dia saat melihat Pak Jamat sudah ada di dekatnya. Tangan Pak Jamat lah, bukan ular yang dari awal menelusuri tubuhnya. Desy mendapati bajunya sudah tersingkap lebar, menampakkan tubuhnya yang mulus. Desy mencoba berteriak tapi Pak Jamat lebih dulu membekap mulut Desy dan menerkam tubuh presenter cantik itu. Desy meronta mencoba membebaskan diri, tapi entah kenapa, Desy merasa seolah tubuhnya tidak punya daya untuk melawan.

“Jangan menolak ya Neng.. Bapak pingin sekali..” kata Pak Jamat dengan nafas yang memburu. “Saya janji nggak akan kasar sama Neng Desy asal Neng Desy nurutin saya.”

Desy mencoba mundur sambil mendorong Pak Jamat, tapi Pak Jamat terus mendesak sambil menciumi bagian tubuh Desy yang bisa dijangkaunya.

“Jangan Pak..” Desy tetap menolak, tapi anehnya setiap sentuhan Pak Jamat membuat tubuhnya bereaksi, seolah ada yang menggetarkan gairahnya tanpa Desy menyadarinya.

“Tidak apa-apa Neng, lagian tempat ini jauh dari mana-mana.”

“Jangan Pak, jangan kurang ajar..” Desy mulai menangis. Dia tidak habis mengerti bagaimana orang yang dari luar kelihatan baik ternyata tega berbuat keji seperti ini.

“Ayolah Neng Desy.. anggap saja ini sebagai balas budi karena saya sudah menyelamatkan Neng Desy.” kata Pak Jamat sambil terus mendesak Desy. “Lagipula toh saya sudah pernah lihat Neng Desy telanjang..”

“Bapak mengintip saya mandi..?” Desy terkejut mendengar hal itu.

“Ayolah Neng, jangan menolak.” Pak Jamat makin gencar mendesak Desy. “Kalau saya mau, saya bisa memperkosa Neng Desy, tapi saya tidak mau..”

Desy terdiam dalam kebimbangannya. Pak Jamat memanfaatkan kebimbangan Desy, dia meluncurkan sentuhan dan ciuman lembut pada pundak dan leher Desy.

Desy menggeliat mencoba melawan desakan Pak Jamat. Sebagai wanita kota sekaligus selebriti, Desy tidak mau orang seperti Pak Jamat menodainya. Desy tak rela kalau kehormatannya direnggut paksa. Tapi pada saat yang bersamaan Desy juga merasa ucapan Pak Jamat ada benarnya, apalagi Desy juga ternyata merasakan sensasi kenikmatan dalam setiap sentuhan Pak Jamat, meskipun Desy tidak pernah tahu itu adalah akal Pak Jamat yang menaruh ramuan perangsang dalam obat yang diminum Desy. Campuran dari itu semua membuat Desy akhirnya mulai mengendorkan perlawanannya. Maka ketika bibir Pak Jamat mulai mendesak-desak bibirnya, Desy hanya meronta pelan, pun ketika lidah Pak Jamat mulai membuka paksa mulutny, alih-alih melawan, Desy justru meresponnya dengan kepasrahan.

“Ohh.. mmh.. mmh.. ohh..” Desy mendesah tertahan saat lidah Pak Jamat mengulum lidahnya. Selama beberapa menit, bibir kedua insan yang sangat jauh berbeda itu saling melekat, seolah ada lem yang sangat kuat menyatukannya.

Desy tidak kuasa menahan setiap serangan Pak Jamat, yang meskipun kelihatannya kasar dan tidak berpendidikan, tapi sangat lihai dalam membangkitkan gairah wanita. Pelan tapi pasti Desy merasakan getaran birahinya meningkat. Desypun mulai merespon ciuman dan belaian Pak Jamat. Hal itu membuat Pak Jamat merasa mendapat peluang yang selama ini dia tunggu. Pelan-pelan serangan Pak Jamat meningkat. Sambil terus mencium dan melumat bibir Desy, tangannya juga mulai beraksi. Disusupkannya tangannya ke balik baju presenter cantik itu dan mulai meraba-raba bagian perutnya yang licin. Desy merasa sedikit kegelian saat tangan kasar itu menelusuri perutnya. Sentuhan itu meningkatkan libido Desy, apalagi saat tangan Pak Jamat menyentuh payudaranya.

“Oohh… aahh..” Desy mendesah dan menggeliat saat tangan kasar itu meremas-remas payudaranya. Sesekali Desy juga merasakan sentilan dan cubitan tangan Pak Jamat pada puting payudaranya. Pak Jamat juga memilin-milin dan menarik-narik puting payudara Desy dengan lembut sambil bibirnya sibuk menciumi leher jenjang Desy, hal itu membuat presenter cantik itu menggeliat menahan nikmat.

Rangsangan demi rangsangan yang dialami Desy membuat gadis itu akhirnya menyerah. Karena itu ketika Pak Jamat melolosi baju dan BH nya, Desy tidak melawan sedikitpun. Maka sekarang terpampanglah sepasang payudara kenyal yang putih mulus di hadapan Pak Jamat. Bentuknya bulat dan padat dengan puting yang mencuat.

“Uohh.. muluss..” Pak Jamat melotot menyaksikan keindahan payudara Desy dari dekat. Tanpa membuang waktu Pak Jamat segera merabai payudara mulus itu.

“Ohh.. lembut banget…” kata Pak Jamat saat jari tangan kasarnya merasakan mulusnya payudara putih itu. Kemudian dengan kasar, Pak Jamat meremas payudara Desy.

“Ohh.. aahh..” Desy mengerang dan menggeliat merasakan tangan kasar menjamah bagian tubuhnya yang sensitif itu membuat birahinya semakin meledak-ledak. Apalagi saat Pak Jamat dengan ganas mulai menjilati dan mengenyot payudara Desy. Terkadang Pak Jamat juga menggigit-gigit puting payudara itu dengan bibirnya dan menyentil-nyentil puting payudara Desy dengan lidahnya membuat Desy mendesah merasakan kenikmatan seks yang makin menggelora.

“Ogh.. oohh.. Pak.. ohh.. oohh..” Desy mendesah, antara mau dan tidak mau menerima perlakuan Pak Jamat. Hal itu membuat Pak Jamat kian bernafsu. Payudara Desy dicengkeramnya dengan kasar seolah ingin membetot lepas payudara mulus yang membusung indah itu. Terus-menerus mendapat rangsangan hebat seperti itu akhirnya membuat pertahanan Desy akhirnya jebol juga. Tubuhnya mengejang keras seperti batu. Wajahnya yang cantik menjadi merah padam menahan desakan orgasme.

“OHH.. AAHH.. AHH… AHHKH..!” akhirnya, karena tak tahan lagi, Desy mengerang keras, orgasmenya meledak tak tertahan seperti banjir yang menjebol bendungan. Desy merasakan vaginanya jadi becek dan ada cairan lengket yang membasahi celana dalamnya. Akhirnya tubuh Desy melemas di dalam dekapan Pak Jamat. Desy merasakan tubuhnya begitu lemas, tapi dia juga merasa sangat puas. Orgasmenya begitu hebat seolah ada cakar baja yang mencabik-cabik tubuhnya dari dalam. Kenikmatan luar biasa yang dialaminya membuat Desy seperti pasrah menerima perlakuan Pak Jamat selanjutnya.

Pak Jamat kemudian merebahkan tubuh Desy ke dipan. Dilihatnya payudara gadis cantik itu bergetar naik turun dengan lembut seirama nafasnya yang terengah. Lalu dengan sigap Pak Jamat mulai melucuti celana panjang yang dipakai Desy sekaligus dengan celana dalamnya, dan tubuh putih mulus itu sudah sempurna dalam keadaan bugil.

Selama beberapa saat Pak Jamat diam untuk menikmati kemolekan tubuh presenter cantik itu. Belum pernah sekalipun dalam hidupnya dia bisa menikmati tubuh yang seindah itu, seperti mimpi yang jadi kenyataan. Pak Jamat jtga melihat kemaluan Desy basah oleh cairan kewanitaan, menandakan kalau gadis itu sudah siap untuk disetubuhi. Maka Pak Jamat segera melepaskan pakaiannya sampai bugil. Maka kedua insan itu kini telah siap untuk menyatu secara badaniah.

Pak Jamat mulai mengatur posisi kaki Desy hingga mengangkang. Daerah vaginanya yang dihiasi rambut tipis halus terlihat membuka lebar. Lalu dengan lembut Pak Jamat mulai menindih tubuh mulus itu Payudara Desy yang menonjol ketat menekan dada Pak Jamat yang kurus. Pak Jamat menggerakkan dadanya untuk merasakan kelembutan payudara Desy yang menekan dadanya.

Untuk sesaat Desy menatap wajah pria yang menindih tubuhnya, yang akan menyetubuhinya, tapi kemudian Desy menutup matanya, membiarkan naluri seksualnxa yang membimbing jiwa dan raganya.

Pak Jamat mulai menggesekkan penisnya pada bibir vagina Desy membuat Desy menggeliat geli. Lalu perlahan Pak Jamat membimbing penisnya menerobos vagina Desy. Pelan-pelan penis hitam itu melesak masuk ke liang vagina Desy.

“Ohhkh..” Desy merintih kesakitan saat penis Pak Jamat memperawani vaginanya. Vagina Desy yang perawan terlalu sempit untuk penis Pak Jamat yang besar. Pak Jamat merasakan jepitan liang vagina Desy bagaikan cengkeraman tangan yang meremas penisnya.

“Ohh…” Pak Jamat mengerang merasakan kenikmatan yang menghantam setiap titik syaraf seksnya. Kenikmatan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya itu membuatnya kian bersemangat. Pak Jamat mendorong pantatnya menghimpit selangkangan Desy membuat penisnya masuk sepenuhnya di dalam liang vagina gadis itu. Keduanya sekarang telah benar-benar menyatu secara ragawi. Tubuh putih mulus Desy Noviyanti bersatu dengan tubuh hitam kurus Pak Jamat.

Setelah diam selama beberapa saat, Pak Jamat mulai menggerakkan pantatnya untuk memompa vagina Desy dengan penis legamnya. Desy mendesah saat vaginanya disodok oleh penis Pak Jamat. Desy merasa liang vaginanya yang masih sempit seperti robek diterjang penis Pak Jamat. Setiap gesekan penis Pak Jamat pada dinding vaginanya menimbulkan rasa pedih tapi sekaligus, karena orgasme yang tadi dialaminya, juga menimbulkan kenikmatan aneh dalam diri Desy. Syaraf-syaraf seksnya seperti digedor lagi secara berulang-ulang. Hal itu membuat tubuh Desy akhirnya memberi respon. Pak Jamat merasakan perlawanan gadis itu mengendor dan mulai rileks menerima sodokan demi sodokan penis Pak Jamat. Erangan Desypun mulai teratur seirama dengan gerak persetubuhan mereka.

Pak Jamat yang mengetahui hal itu menjadi yakin kalau gadis cantik yang sedang dia setubuhi itu sudah berhasil dia taklukkan sepenuhnya, karena itu Pak Jamat mulai meningkatkan tempo permainannya. Sodokan penisnya kian ganas menggenjot vagina Desy, lalu sambil sibuk memompa vagina Desy dengan penisnya, Pak Jamat sibuk pula menciumi dan melumati bibir Desy yang merintih-rintih sehingga rintihan Desy teredam oleh bibir tebal Pak Jamat. Kemudian Pak Jamat membimbing kaki Desy untuk melingkari pinggang kurusnya sehingga dia bisa menikmati kemulusan paha putih itu dengan tangannya.

Malam kian pekat membuat bilik sempit itu memancarkan semburat jingga cerah yang dihasilkan oleh lampu minyak di dalam bilik. Sementara di dalam bilik, sepasang anak manusia tengah bergumul tanpa busana, menyatukan raga mereka dalam persetubuhan yang penuh gairah. Desah nafas mereka membuat suasana makin erotis. Desy yang baru pertama kali ini melakukan hubungan badan seolah terbawa ke alam lain. Desy sudah sepenuhnya dikuasai oleh nafsu seksual yang menggebu hingga tanpa disadari, dia mulai mengimbangi permainan Pak Jamat. Dibiarkannya Pak Jamat memacu tubuhnya, bahkan tanpa sadar, tiap kali sodokan penis Pak Jamat berhenti, secara refleks Desy menggerakkan pinggulnya sendiri membuat genjotan penis Pak Jamat pada vaginanya tidak berhenti.

Akhirnya Desy tidak tahan lagi, sodokan demi sodokan penis Pak Jamat pada vaginanya membuat tubuhnya mengejang kuat. Kakinya menggelepar tak terkendali. Kuku jari tangan Desy membenam di punggung Pak Jamat seolah ingin menyayat kulitnya. Akhirnya Desy tak tahan lagi menahan desakan birahinya. Tubuh Desy melengkung ke atas, liang vaginanya berknntraksi dan berdenyut kencang seolah ingin menghancurkan penis Pak Jamat yang sedang menggenjotnya.

“OOOHHHKH.. AAHGH.. AHH.. AAHH…!!” Desy mengerang keras sekali sehingga jika ada yang berdiri 10 meter dari gubuk, pasti akan bisa mendengar erangan Desy. Orgasme Desy kembali meledak tak tertahankan, bahkan lebih hebat dari yang pertama.

“Ohhkh.. Ohh..” Pak Jamat melenguh sambil menyodokkan penisnya dalam-dalam di liang vagina Desy dan menekan penisnxa kuat-kuat. Sedetik kemudian, diiringi lenguhan bak banteng terluka, Pak Jamat menyemburkan spermanya. Desy merasakan cairan hangat mengisi rahimnya. Selama beberapa detik lamanya tubuh keduanya menegang sebelum akhirnya kembali melemas.

Selama beberapa saat Pak Jamat mendiamkan penisnya di dalam vagina Desy seolah ingin merasakan kenikmatan tubuh lembut seorang wanita secantik Desy selama-lamanya. Kemudian Pak Jamat ambruk menindih tubuh Desy, sebelum kemudian bergolek kelelahan di sebelah presenter cantik itu.

Perlahan, kesadaran Desy mulai pulih. Saat itulah tangisannya pecah. Desy menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia merasa hancur, kehormatan yang selama ini dijaganya sekarang direnggut paksa oleh seseorang yang sama sekali tidak dia kehendaki. Desy ingin sekali kabur, tapi mau ke mana? Dia bahkan sama sekali tak tahu di mana dia berada.

Dengan gemetar Desy mencoba turun dari ranjang, tapi tangan Pak Jamat mencekal pergelangan tangannya.

“jangan pergi Neng,” kata Pak Jamat sambil menarik Desy untuk tidur di sebelahnya. Desy yang lelah secara fisik dan mental tak kuasa menolaknya, akhirnya karena kelelahan, Desypun terlelap tidur.

Ketika pagi menjelang, Desy terbangun dan mendapati dirinya terbaring sendirian di ranjang, masih dalam keadan telanjang bulat. Semilir angin pagi yang dingin membuat tubuhnya yang telanjang menggigil. Pakaiannya terserak di sekitarnya. Dengan tergesa-gesa Desy memakai kembali pakaiannya. Perutnya yang lapar membuat Desy mendekati meja. Ada nasi jagung dan ikan bakar di atas meja. Dipandanginya makanan itu sesaat, kemudian Desy memakannya dengan lahap. Rasanya sangat aneh, tapi Desy menelannya juga.

“Oh, sedang makan ya Neng?” terdengar suara Pak Jamat yang baru masuk. seketika wajah Desy memerah mengingat kejadian semalam. Dilihatnya Pak Jamat hanya memakai celana kolor. Pak Jamat membiarkan gadis itu makan. Meski begitu Pak Jamat heran, kenapa Desy tidak melarikan diri saat ada kesempatan.

“Bajunya Neng Desy kotor kan? Sudah empat hari tidak dicuci.” kata Pak Jamat akhirnya. Desy hanya mengangguk pelan.

“Sebaiknya dicuci Neng, mumpung lagi cerah. Bisa cepat kering.”

“Tapi Pak..” kata Desy setelah diam selama beberapa detik. “Apa Pak Jamat punya baju ganti?”

“Wah.. maaf Neng, saya cuma orang hutan, tidak punya baju yang lain lagi.” jawab Pak Jamat.

“Terus gimana dong?” tiba-tiba wajah Desy memerah. “Masa’ saya harus telanjang seharian?”

“Ya nggak apa-apa Neng. Toh nggak ada orang lain di sini selain saya.” jawab Pak Jamat santai.

“Apa?” Desy tersedak mendengar ucapan itu.

“Nggak apa kan? Saya kan sudah pernah lihat Neng Desy telanjang.” Pak Jamat berujar kalem.

Desy bimbang sesaat, tapi dia rasa Pak Jamat benar. Toh dia sudah pernah melakukan hubungan seksual dengan Pak Jamat, jadi sebenarnya tak ada bedanya apakah dia berpakaian atau telanjang. Akhirnya Desy bergegas pergi ke sungai.

Sesampai di sungai, Desy segera melepas seluruh pakaiannya dan segera merendam tubuhnya yang penat. Desy merasa sangat rileks merasakan air sejuk membasahi tubuhnya. Otot-otot dan tulangnya yang semula terasa sakit menjadi segar kembali. Dibersihkannya sisa-sisa persetubuhan yang masih menempel di tubuhnya. Seperti melakukan terapi spa, tubuh Desy benar-benar terasa segar, segala rasa sakit dan penatnya seolah tersapu aliran sungai yang jernih.

“Enak mandinya Neng?” terdengar suara dari tepian. Desy menjerit dan menenggelamkan tubuhnya sampai sebatas leher dengan panik. Hanya kepalanya saja yang menyembul ke permukaan. Dia melihat ke arah suara. Pak Jamat sudah ada di tepi sungai, duduk di atas batu.

“Pak Jamat! Sejak kapan Pak Jamat ngintip saya?” Desy berteriak marah. Pak Jamat tertawa mendengarnya.

“Masa ngintip sih Neng? Neng Desy kan pasti mau kalau saya suruh telanjang.” jawab Pak Jamat enteng. Desy menunduk malu. wajahnya memerah. Tapi hati kecilnya membenarkan ucapan Pak Jamat. Entah kenapa, sejak Pak Jamat memperkosanya semalam, dirinya jadi begitu patuh pada Pak Jamat. Apakah karena pengalaman seksual yang dia alami ingin dia ulangi lagi, ataukah terjadi ‘Stockholm Syndrome’ padanya. Desy tidak tahu, yang pasti dia benar-benar sudah berada dalam kekuasaan Pak Jamat. Karena itulah saat Pak Jamat memanggilnya, Desy pasrah saja. Dengan patuh dia berdiri dan berjalan mendekat. Tubuh telanjangnya yang basah berkilauan diterpa cahaya matahari. Alangkah terkejutnya Desy saat Pak Jamat menyuruhnya melakukan oral seks.

“Nggak Pak.. Maaf, saya nggak bisa.” Desy menunduk malu. “Saya belum pernah begituan..” kata Desy terus terang.

“Jangan takut Neng, nanti saya ajari.” kata Pak Jamat sambil membuka celananya. Penisnya yang berukuran besar langsung mencuat tegang. Desy berdesir melihatnya. Penis itulah yang semalam telah membawanya pada orgasme yang luar biasa. Pak Jamat lalu meminta Desy berlutut di depannya sehingga penisnya tepat berada di depan wajah Desy.

“Pegang Neng, jangan malu-malu.” kata Pak Jamat. Tangan Desy agak gemetar saat menyentuh penis Pak Jamat. Inilah kali pertama Desy melakukan hal itu. Penis itu pas dalam genggamannya. Lalu dengan gerakan lembut, Desy mulai mengocok penis itu.

“Ohh.. yeah.. bagus Neng.. ohh.. terus..” Pak Jamat mengerang merasakan kenikmatan yang menjalari penisnya. “Ohh.. bagus Neng.. ohh..” Pak Jamat membelai rambut Desy seolah memberi semangat. Lalu Pak Jamat menyuruh Desy untuk mengulum penisnya. Mula-mula dimintanya Desy untuk menjilati penisnya. Desypun patuh, dijilatinya batang penis itu sampai licin, lalu pelan-pelan Desy mulai memasukkan penis Pak Jamat ke dalam mulutnya. Desy kemudian menghisap-hisap dan menyedot-nyedot penis itu. Meski semula jijik, tapi lama-lama Desy mulai bisa menikmati oral seks pertamanya itu. Disemangati oleh Pak Jamat, Desy berubah menjadi liar, naluri seksual telah mempengaruhi dirinya. Gerakannya dalam melakukan oral seks tidak lagi menampakkan Desy yang malu-malu melainkan seorang wanita jalang yang minta dipuaskan. Dimain-mainkannya penis Pak Jamat di dalam mulutnya. Kadang Desy menggunakan lidahnya untuk menjilati ujung penis legam itu. Kadang Desy mengeluarkan penis itu dari dalam mulutnya untuk kemudian dikulumnya lagi secara berulang-ulang membuat Pak Jamat mengejang-ngejang menahan kenikmatan yang menggedor-gedor syarafnya. Setelah beberapa menit akhirnya Pak Jamat tidak tahan lagi. Tubuhnya mengejang hebat, penisnya mengeras di dalam mulut Desy.

“Ohkkh.. ohh..!” Pak Jamat mengerang keras. “Ohhkk.. Saya mau ngecrot Neng..”

Dan sedetik kemudian sperma Pak Jamat tumpah memenuhi mulut Desy dengan deras. Sperma Pak Jamat langsung meluncur masuk ke perut Desy tanpa bisa ditahan.

“Uhkk.. ohk..” Desy terbatuk dan meludahkan sisa sperma di mulutnya. sebagian sperma yang tidak tertelan meleleh di sudut bibirnya yang mungil.

Pak Jamat terduduk di batu dengan terengah-engah. Dia merasa sangat lemas tapi juga sangat puas oleh permainan Desy. Dan sebagai ucapan terima kasih, diciumnya pipi gadis cantik itu.

Setelah Pak Jamat selesai melampiaskan hasratnya, dan Desy selesai mencuci, keduanya berjalan pulang dalam keadaan telanjang. Pak Jamat memeluk pinggang Desy sambil sesekali mencium pipi gadis itu penuh nafsu.

Selama menunggu pakaiannya kering, Desypun terpaksa beraktifitas dalam keadaan bugil. Desy merasa malu bila bertemu dengan Pak Jamat, meskipun Pak Jamat pernah menyetubuhi dirinya, tapi Desy tetap saja jengah berhadapan dengan seorang pria dalam keadaan telanjang begitu. Apalagi jika Desy memergoki Pak Jamat sedang memandangi tubuh telanjangnya yang memang indah. Tapi lama-lama Desy mulai terbiasa, lagipula tidak ada orang lain di tempat itu kecuali dirinya dan Pak Jamat. Pak Jamat sendiri tentu sangat menikmati kesempatan itu. Tak puas-puasnya Pak Jamat memandangi kemulusan tubuh bugil Desy. Kadang dengan sengaja Pak Jamat mencolek-colek bagian-bagian tubuh Desy yang sensitif. Kadang bahkan tanpa merasa bersalah Pak Jamat nekat meremasi pantat atau payudara Desy yang kenyal itu. Anehnya, meski kadang Desy berusaha menepis tangan Pak Jamat yang usil, tapi lebih sering justru dia membiarkan saja tangan Pak Jamat menggerayangi tubuhnya.

Melihat reaksi Desy, Pak Jamat jadi makin berani. Ketika Desy sedang lengah, Pak Jamat menyergapnya dari belakang dengan sebuah pelukan ketat sambil berusaha mencumbui leher dan pundak gadis itu.

“Mmh.. ohh.. jangan Pak..” Desy mendesah lirih dan meronta pelan. Tapi sesungguhnya, meski mulutnya berkata jangan, tubuhnya bereaksi lain.

“Tidak apa-apa Neng..” kata Pak Jamat sambil terus berusaha mencumbui leher Desy, sementara tangannya yang kurus menjamah sepasang payudara mulus Desy dan meremasinya dengan lembut.

“Ohh… aahh..” Desy mendesah merasakan libidonya meninggi. Entah kenapa Desy jadi mudah terangsang oleh sentuhan Pak Jamat, tubuhnya menggeliat merespon cumbuan Pak Jamat. Desy lalu membalikkan tubuhnya sehingga keduanya saling berhadapan. Pak Jamat segera mendekap tubuh mulus presenter cantik itu dan menghujani bibirnya yang mungil dengan ciuman ganas.

Sinar matahari yang lembut menerobos dedaunan, membuat suasana menjadi romantis. Sementara desah erotis dan manja meluncur dari bibir Desy yang terhanyut menikmati permainan Pak Jamat. Hal itu membuat Pak Jamat makin bernafsu. Direbahkannya tubuh telanjang Desy dengan posisi kaki mengangkang, lalu Pak Jamat membenamkan wajahnya ke selangkangan Desy yang membuka lebar. Diserangnya vagina gadis cantik itu dengan sapuan lidahnya, sementara jarinya mengaduk-aduk liang vagina Desy dengan kasar.

“Aahh.. aahh.. ohh..” Desy mengerang menahan kenikmatan yang melanda tubuhnya. Apalagi saat Pak Jamat menyentil-nyentil klitorisnya dengan ujung lidah. Tubuhnya serasa membengkak terdesak oleh gejolak seksualnya. Saking terangsangnya, Desy bahkan meremas-remas payudaranya sendiri untuk menambah kenikmatan yang dia rasakan. Sementara di bawah, Pak Jamat makin buas menggarap vagina Desy. Vagina itu dikocoknya dengan tiga jari dengan kecepatan brutal membuat Desy menggeliat-geliat merasakan orgasmenya yang kian mendekati klimaks.

“OHHKH.. AAHH.. AHH…” Desy melenguh keras. Tubuhnya menegang, kakinya menggelepar liar, dari vaginanya cairan kewanitaan mengucur deras. Orgasmenya meledak dahsyat membuat tubuhnya seperti melayang beberapa senti di udara.

Di bawah pohon, di atas rerumputan, kembali keduanya menyatukan raga mereka dalam sebuah persetubuhan yang amat erotis. Tubuh Pak Jamat yang hitam dan kurus terlihat bersemangat menggumuli tubuh mulus Desy. Sementara sambil bagian kemaluan mereka menyatu, bibir merekapun saling berpagutan dengan erat seolah tak mungkin bisa dipisahkan. Tidak seperti semalam, kali ini tubuh Desy telah menerima perlakuan Pak Jamat, sehingga bisa mengimbangi gerakan Pak Jamat. Seolah pasangan yang serasi, tiap kali Pak Jamat menghentikan genjotannya, secara refleks Desy menggoyangkan pinggulnya sendiri.

Pak Jamat yang kian berani kemudian meminta Desy untuk menungging lalu disetubuhinya presenter cantik itu dari belakang dengan posisi ‘Doggy Style’.

“Ouhh.. ohh.. ahhs.. aahhs.. ohh..” Desy menggigit bibirnya sambil mendesah tiap kali penis Pak Jamat menyodok liang vaginanya. Tubuhnya tersentak maju mundur mengikuti irama sodokan Pak Jamat. Payudaranya yang menggantung bebas bergoyang liar menggemaskan. Kadang-kadang Pak Jamat meremasi payudara itu dengan kasar untuk menambah kenikmatan.

Gaya anjing kawin itu sungguh membuat Desy kewalahan. Beberapa kali orgasme menghajar tubuhnya sampai lemas. Desy akhirnya hanya bisa pasrah dan membiarkan Pak Jamat menggenjot vaginanya. Desy sudah kehabisan tenaga. Tubuhnya bagaikan boneka kain yang tersentak-sentak setiap kali penis Pak Jamat menyodok vaginanya. Hal itu berlangsung terus sampai terdengar Pak Jamat melenguh bagai kerbau terluka, dan sesaat berikutnya cairan hangat kembali mengisi rahimnya. Sperma Pak Jamat menyembur di dalam vaginanya.

Keduanya terkapar lemas di rerumputan setelah mengalami orgasme yang begitu luar biasa. Meskipun sangar meletihkan tapi Pak Jamat merasa sangat puas, seumur hidupnya baru sekarang dia bisa berhubungan seks dengan wanita yang secantik dan semulus Desy. Pak Jamat lalu merangkul pundak Desy yang sekarang duduk di rerumputan.

“Kenapa menangis Neng?” tanya Pak Jamat saat melihat air mata membasahi pipi Desy. Desy terisak pelan.

“Bagaimana nanti kalau saya hamil Pak?” tanya Desy terbata di sela tangisnya. Pak Jamat tertawa kecil, lalu diciumnya pipi gadis itu.

“Tidak mungkin Neng Desy hamil.” kata Pak Jamat. “Soalnya saya ini mandul. Karena itulah istri saya meninggalkan saya.”

Desy memandang Pak Jamat dengan tatapan tak percaya, taph Pak Jamat menatapnya penuh arti. Desy merasa lega meski sedikit ada keraguan di hatinya.

Malam kembali turun. Kegelapan mulai menyelimuti hutan. Di angkasa malam bulan yang nyaris bulat penuh memberi penerangan yang memesona. Tebaran bintang bagaikan berlian yang berkilauan.

“Indah ya Neng?” tanya Pak Jamat yang tahu-tahu sudah memeluk pinggang Desy dari belakang sambil menciumi leher gadis itu.

“Ohh..” Desy mendesah merasakan sentuhan bibir Pak Jamat pada daerah peka rangsangan itu. “Pak.. Jangan.. ohh..” Desy meronta lemah di tengah desahan erotisnya. Tapi Pak Jamat tahu, meski bibir Desy menolak, tapi tubuhnya menikmati sentuhannya.

“Ohh.. ohh.. ahh.. Pak.. ohh..” Desy mendesah penuh nikmat, kemudian dia membalikkan badannya, menyerahkan diri sepenuhnya pada gairah seksualnya. Maka, di bawah cahaya bulan, sekali lagi tubuh dua anak manusia yang sangat bertolak belakang itu kembali menyatu. Keduanya sekarang sudah seirama, saling bantu untuk mendapatkan puncak kenikmatan bersama-sama. Desy seolah sudah merelakan diri seutuhnya pada Pak Jamat, tanpa perlawanan sama sekali, dia merelakan dirinya untuk disetubuhi oleh pria tua itu.

“Ohh.. ahh.. ahh..” Desy mendesah, menatap wajah pria yang sedang menggeluti tubuhnya itu dengan tatapan manja. Bercinta di bawah siraman cahaya bulan adalah pengalaman baru bagi Desy, dan itu menimbulkan sensasi tersendiri dalam tubuhnya.

Pak Jamat yang sudah tahu keadaan Desy, jadi bersemangat. Dia tahu gadis cantik itu sudah sepenuhnya ada dalam genggamannya. Karena itulah dia makin menggebu dalam menggenjot tubuh putih mulus itu seolah ingin mereguk kenikmatan dari tubuh presenter itu sebanyak yang dia bisa. Desy baginya adalah sebuah hadiah yang tak ternilai harganya, setelah sekian lama menyendiri, tiba-tiba ada wanita cantik yang rela menyerahkan diri untuknya.

Malam itu Pak Jamat seperti ingin tidak pernah berhenti menyetubuhi Desy. Dan Desypun tidak keberatan untuk melakukannya, karena sebenarnya Desypun merasakan kenikmatan luar biasa tiap kali dia bersetubuh dengan Pak Jamat meskipun pria yang menyetubuhinya itu sama sekali tidak sebanding dengannya.

“Ohh.. ohh.. ahh..” Desy mendesah penuh nikmat merasakan setiap gerakan penis Pak Jamat yang mengaduk-aduk liang vaginanya. Pak Jamatpun kian ganas menggumuli tubuh mulus presenter cantik itu.