Duel Pedang di Banana Spa
Cerita ini terjadi di pertengahan tahun 2017, bermula ketika saya ditugaskan mengikuti seminar di Bali. Setelah menghabiskan 3 hari kegiatan, akhirnya saya bisa menyelinap keluar dari rombongan. Mau melepas stres, batin saya, mumpung jauh dari istri.
Setelah googling sini googling sana, jatuhlah pilihan pada Banana Spa, sebuah spa plus-plus di bilangan Seminyak.
Dengan diantar seorang driver ojol, sampailah saya di TKP yang terletak di Jalan Drupadi, jalan sempit yang dipenuhi dengann kafe kecil dan hotel. Merapat di kiri Jalan, Banana Spa berupa bangunan di yang tak seberapa luas tapi memiliki style alami dengan taman-taman kecil yang asri, kontras dengan jalan Seminyak yang padat. Ada kolam renang kecil di sebelah kiri, dan kafe yang menjual bermacam-macam jus. Saya disambut oleh GRO, seorang wanita berwajah bali.
Saya bilang mau pijat dan saya ditawari bermacam-macam. Ada 5 macam Paket, saya lupa yang lainnya, tapi saya memilih paket Banana Royal. SOP-nya body to body massage diakhiri dengan FJ, tips sudah termasuk di dalam DC yang seharga 5 embar uang merah.
Dan saya dipersilahkan memilih dari 5 orang terapis. Dua orang berbadan kecil, berwajah cantik-feminim, dan agak kebanci-bancian, yang mana bukan selera saya. Satu orang berbadan besar dan berbulu seperti beruang kutub dan muka seperti preman yang juga bukan selera saya. Pilihan saya jatuh pada terapis kelima yang berbadan atletis, berwajah tampan, bernama (sebut saja) Dani.
Masuk ke dalam bilik permanen yang memutar lagu-lagu gamelan bambu, saya dipersilahkan membuka pakaian. Sayapun melepas pakaian hingga telanjang bulat dan rebahan di atas meja pijat. Dani bertanya saya ingin menggunakan krim biasa apa krim aroma pisang, saya bilang terserah.
Dan ritual memijatpun dimulai. Pijatannya awalnya nyaris tak berasa, tapi lama-lama enak juga, terutama ketika tangan Dani mulai bergerak memijat bagian paha dalam. Beberapa kali tangan Dani seperti sengaja menyenggol-nyenggol pangkal paha saya. Dan ketika memijat bagian pantat, lubang anal saya tidak luput dari belaian-belaian mengundang, rasanya luar biasa.
Tapi hingga pijatan bergerak ke arah punggung, pijatan body 2 body yang seharusnya menjadi SOP tidak saya rasakan. Gelisah, saya pun menoleh dan melihat Dani masih memakai pakaian lengkap.
Saya pun mencoba khusnuzon, dan berpikir mungkin SOP body to body akan dilakukan setelah ritual pijat. Tapi sampai saya diperintahkan berbalik badan, Dani sama sekali belum melepas pakaiannya.
Bagian depan tubuh saya mulai dipijat. Sampai akhirnya pijatan Dani mulai merambah pada bagian-bagian erogen saya. Pangkal paha saya diurut sehingga penis saya mulai mengeras, dan selangkangan saya kembali mendapat pijatan sensual. Perut bawah saya dipijat, sehingga tangan Dani menyenggol-nyenggol penis saya yang ereksi maksimal, tapi saya melihat tidak ada satupun itikad baik untuk melakukan SOP body to body massage seperti yang dijanjikan.
Akhirnya batang penis saya dipijat, (dipijat, bukan dikocok), enak sekali karena tangan Dani yang licin memijat seluruh otot-otot penis saya yang mengeras dari ujung hingga pangkal, sambil satu jarinya yang lain memain-mainkan lubang anal saya, dan ketika saya sudah benar-benar merasa terangsang Dani pun berkata.
“Pak, ini mau dilanjutkan atau sudah sampai di sini? Karena pijatnya sudah selesai?”
“Kalau dilanjutkan kena charge nggak?” tanya saya
“Kena…”
“Loh, tadi di depan kata GRO-nya Banana Royal sudah include all in,” protes saya.
“Bapak ambil paket Banana Royal? tadi waktu saya tanya bapak bilang ambil paket Cream Banana….”
“Lah, saya pikir anda bertanya ‘pakai krim apa?’… makanya saya jawab ‘Banana Cream…’”
Lalu Mas Dani pun cross check pada GRO di resepsionis, dan masuk lagi untuk meminta maaf.
“Kalau Banana Royal sudah all in, Pak…,” kata Dani lalu membuka pakaiannya hingga telanjang bulat.
Lalu ritual Body to Body Massage yang tertunda pun dimulai. Dani melumuri tubuhnya yang atletis dengan krim pisang dan naik ke atas tubuh saya. Otot-otot tubuhnya mulai menggesek tubuh saya, dan penis kami saling bergesekan. Dani mulai menciumi leher saya, dan tidak menolak ketika saya ajak French Kiss. Lumatan bibir Dani mulai turun dan menjilati puting saya, sambil tangannya aktif mengocok penis saya. Saya pun mendesah-deesah sambil memeluk pemuda berusia awal 20-an itu.
Dani lalu duduk di atas perut saya, dan mengocok penis saya sambil menggerakkan badannya seolah sedang menggenjot saya, dan ketika merasa saya sudah hampir muncrat, Dani memasangkan kondom pada saya dan mengarahkan penis saya pada lubang tubuhnya.
Permasalahannya, saya bottom.
Saya pun bilang, “nggak usah dimasukin…. dimasukin ke punya saya saja…..”
“Oh, mau dikeluarin sama-sama…?” si Dani merespon cengok.
“Iya…” jawab saya lemah.
Nah, di sinilah kebiadaban terjadi…
Ternyata Dani juga bottom.
Penisnya nggak bisa ngaceng.
Doi bilang dia biasanya dimasukin, bukannya masukin lubang orang.
Dia sibuk mengocok penisnya, lama, ditinggal bikin Indomie bisa gan. Dan setelah dirasa cukup keras, Dani pun berlutut di antara paha saya, tapi karena positif anak itu bottom dia agak kesulitan mempenetrasi lubang tubuhf saya, sehingga dia meminta saya menungging.
Saya pun menurut.
Kali ini penetrasi bisa dilakukan, tapi mungkin karena emang nggak biasa lesbian, nggak seberapa lapa penis si Dani lemes lagi. Dia pun minta maaf.
Karena udah kesel, saya jadi ilfil, dan minta udahan aja.
Lagi-lagi Dani minta maaf. Dan menawari saya untuk berendam bersama di bath tub.
Tapi waktu sampai pada kamar mandi yang terlihat grande, ternyata airnya mati.
karena kesel, saya langsung membayar dan pulang.