Istri Sahabatnya Dientot Kontol Hitam Besar Preman
Cerita Cuckold Istri Sahabatnya Dientot Kontol Hitam Besar Preman. Vina merasa kecemasannya kian lama kian memuncak.Suaminya menelepon beberapa jam yag lalu dengan nada takut dan seperti dikejar sesuatu.Ramon nama suaminya.Usianya baru 35 tahun,Usia Vina sendiri baru menginjak 27 tahun,namun sebagai pasangan muda mereka belum memiliki anak.
Hingga tidak heran sampai saat ini Vina masih terlihat cantik dengan kulit putih mulus dan pinggang yang ramping,tidak kalah dengan gadis remaja zaman sekarang.. Selain itu karena memang pasangan ini terlahir dari keluarga yang mapan ekonominya maka untuk kecantikan dan kebugaran tubuhnya mereka selalu terjaga.
Ramon adalah seorang pengusaha muda di kota itu.Kehidupannya terlihat amat mapan ekonominya.Hingga saat ini Ramon dan Vina selalu berusaha untuk melakukan segala upaya agar mereka dikaruniai anak,namun belum ada tanda kearah itu.Hingga membuat Ramon terjebak kepada kehidupan malam dan dunia obat-obatan.
Sedang Vina, memang melihat kebiasaan baru suaminya itu dan selalu berusaha melarangnya.Namun Ramon tetap asyik dengan kebiasaan barunya itu, Apalagi pengaruh dari teman temannya amat kental menyelubunginya.Vina tetap asyik dengan kesibukannya dalam bidang usaha yang di wariskan org tuanya.
Suatu hari tanpa ia bayangkan sebelumnya, polisi yang mencium gelagat tidak baik itu, melakukan penggrebekan kesarang tempat kumpul-kumpul Ramon.Dalam penggeledahan itu,beberapa teman Ramon tertangkap. Ramon berhasil kabur dan menghilangkan jejak. Polisipun mengadakan pencarian terhadap Ramon sampai kerumahnya.
Saat itu Vina yang tidak mengetahui masalahnya jadi syok.Ia amat terkejut dan kuatir akan keselamatan suaminya.Hingga beberapa minggu kemudian mereka kehilangan jejak Ramon yang melarikan diri.Beberapa minggu kemudian, Vina ditelepon Ramon dari tempat persembunyiannya.
Ramon berpesan pada Vina agar tenang dan meminta untuk bertemu.Keadaan dirinya saat itu amat tidak mungkin untuk pulang karena masih dicari pihak yang berwajib.
Dengan kegugupan luar biasa, Vina langsung menyambar gagang telepon ketika berbunyi.
“Ha..halo..” suara Vina terdengar gemetar.Suara dari ujung terdengar bising seperti di tengah keramaian.
“Halo Vin..” suara Ramon terdengar noisy dan sangat kecil.“Haloo..”
“Halo Mas..” Vina menjawab gemetar.
“Vin..sementara kamu pergi aja dulu dari situ,” kata Ramon terburu-buru.Vina menyimak dengan konsentrasi penuh karena Ramon mengucapkannya dengan cepat.Vina dianjurkan untuk menghubungi teman Ramon yang bernama Bang Salim yang merupakan seorang preman yang sering mangkal di dekat rumah orangtanya.
Bang Salim ini adalah laki-laki yang berusia 49 tahun dan merupakan org yang amat di tuakan di lingkungan tempat tinggal org tua Ramon.Sosoknya sebagai preman amat kental dan amat disegani di daerahnya.Selain wajahnya yang terlihat sangar dan berkulit legam,ia amat sayang pada Ramon yang sudah ia anggap adiknya itu.
Bang Salim sudah sering keluar masuk penjara, berbagai kasus telah ia jalani dan selama ia di penjara dulu, orang tua Ramon amat berjasa pada keluarganya dengan memberikan mereka bantuan baik moril maupun materiil, hingga membuat Bang Salim merasa berhutang budi pada Ramon.
Selama Ramon melarikan diripun peran dari Bang Salim amat banyak.Sesuai anjuran suaminya Vinapun menemui Bang Salim. Dan disepakati untuk mengunjungi Ramon pada hari yang telah di rencanakan.Sengaja Vina dianjurkan Bang Salim untuk tidak menyetir mobilnya.Sebab mobil itu akan mudah dikenali pihak yang berwajib.Mereka berduapun lalu menaiki mobil angkutan umum yang memakan waktu 6 jam perjalanan dari kota tempat mereka tinggal.
Selama perjalanan Vina dan Bang Salim terlibat pembicaraan yang panjang mulai dari masalah pelarian Ramon hingga merembes kemasalah rumahtangga Vina.Sebagai laki-laki yang normal memang Bang Salim amat mengagumi kecantikan Vina,baik tutur kata maupun pandangannya.Vina terlihat amat dewasa dan tegar meski masalah besar sedang melandanya.
Bang Salim pun merasakan kejengahan jika terlalu lama duduk berdampingan dengan istri dari Ramon yang telah ia anggap adik angkat itu.Apalagi wangi tubuh yang dipancarkan dari parfum Vina amat memnggodanya.Ditambah dengan sikap Vina yang cepat akrab dengan dirinya saat itu.Vinapun yang selama perjalanan amat letih hingga tidak sadar tertidur di bahu bidang Bang Salim.
Sebagai laki-laki dewasa yang masih berpikiran sehat Bang Salimpun membiarkan Vina tertidur beberapa saat di bahunya.Sesekali tanpa sadar tangannyapun memegang jemari Vina yang lembut itu.Hingga kendaraan yang mereka tumpangi sampai ke kota tujuan itu barulah Vina terbangun.
Sesampainya mereka turun di terminal kota itu.Menurut Bang Salim untuk ketempat persembunyian Ramon mereka harus menaiki angkutan desa dan lalu naik ojek lagi, sebab tidak ada angkutan ke desa yang sampai ke dusun itu.Vinapun menyerahkan semuanya pada Bang Salim untuk mencari ojek.
Beberapa saat kemudian ojeknya di dapatkan dengan ongkos yang telah disepakati.Perjalanan menuju ke tempat persembunyian itu memakan waktu kira-kira dua jam perjalanan karena jalannya masih terjal dan penuh batu batuan. Memang tidak lama kemudian merekapun sampai di tempat Ramon yang merupakan sebuah rumah kayu yang terlihat masih kuat dan terletak amat jauh dari jalanan.
Rumah itu jauh dari rumah penduduk lainnya,dan merupakan rumah peninggalan org tua Bang Salim.Rupanya Ramon disembunyikan Bang Salim di kampung halamannya.Mmg untuk beberapa lama Ramon aman di desa itu, karena amat terpencil dan masarakatnya amat memuliakan tamu apalagi keluarga Bang Salim.
Yang namanya suami istri, merekapun lalu menumpahkan kerinduan masing-masing malam itu dengan berhubungan badan di salah satu kamar di rumah itu.Bang Salim memakluminya karena mmg beberapa minggu ini ramon sempat berpuasa hubungan seks.Bang Salim pun hanya dapat mendengar dengusan dan erangan erotis pasangan itu dari kamar sebelahnya.
Biarlah mereka menumpahkan kerinduannya, bisik hatinya.Sebagai laki-laki normal Bang Salimpun mempunyai niat iseng dengan mengintip mereka.Dan alangkah takjubnya ia melihat pergumulan dua anak manusia berlainan jenis itu hingga beberapa babak.Lalu iapun pergi tidur dengan memendam perasaan yang terpendam.
Pagi harinya mereka bangun dan terlihat kedua pasangan itu muncul dengan wajah yang penuh ceria dan rambut yang basah.Dengan senyum kecil Bang Salim sempat menggoda Ramon.Ramon dan Vinapun tersenyum malu.Ia yakin Bang Salim mendengar pertarungannya malam tadi. Vina menginap di tempat Ramon selama dua hari dan selama itu ia manfaatkan untuk berbagi kerinduan.
Mereka tahu mereka akan jarang bertemu, atau mungkin apa yang akan terjadi setelahnya.Dengan berat hati Ramon melepas vina pulang dan Vina pun akan datang dua minggu kemudian atau kalau bisa Bang Salim saja yang membawa keperluan Ramon selama pelariannya.
Sebab jika Vina terlalu sering pergi akan membuatnya di curigai pihak berwajib.Sore itu mereka pulang dengan menaiki ojek ke terminal kota itu. Terminal itu kecil saja. Tak Heran Salim segera mencurigai sebuah jip yang sering dikenalinya parkir dirumah Ramon.
“Dik…kamu lihat mobil itu? tampaknya teman Ramon ada yang mencari sampai kesini, wah bahaya ini’
“Oh iya itu mobil teman Mas Ramon, kok mereka bisa disini ya?” Vina kuatir
“Kamu sembunyi disini, saya coba urus,” ujar Bang Salim tenang.
“Hati-hati Bang!” Vina yang awalnya sangat curiga terhadap preman ini sekarang sudah tumbuh kepercayaannya karena terbukti dialah yang berjasa menyembunyikan suaminya dan mengantarnya kesana. Vina menyadari besarnya pengorbanan dan risiko yang diemban preman jelek ini.
Menit demi menit berlalu, Vina tidak sabar dan cemas menunggu di pelataran toko.Hampir sejam mendadak Salim terhuyung-huyung muncul dari belakang.Vina kaget melihat preman ini babak belur.
“Vin, sudah aman, mereka menanyakan keberadaan suamimu, rupanya ada yang bocorkan kamu pergi sama saya, dan mereka berhasil mencari tahu kampung saya, tapi mereka berhasil saya tipu,” Salim hampir pingsan setelah digebuki kawanan pengedar obat bius.
“Abang harus istirahat dulu, dimana ya? Bagaimana kalau di losmen itu ?” Vina melihat losmen sederhana diseberang jalan. Salim setengah tak sadar dipapah Vina.Vina memesan kamar. Petugas losmen percaya saja, diberi alasan suaminya jatuh dari bis, sedangkan kampungnya masih jauh digunung.
Bahkan segera mengantarkan handuk dan air panas untuk membasuh luka.Salim langsung tertidur setengah pingsan saat dibaringkan ditempat tidur.Dengan telaten Vina melepas sepatu, kaus kaki dan kemeja dan membersihkan luka dan kotoran ditubuh atas si preman.
Vina berdesir ketika menyeka luka berdarah dan menjumpai banyak bekas luka disana.Selayaknya wanita normal dirinya sangat tersanjung mendapati seorang laki-laki berjuang mati-matian demi dirinya, dengan luka yang demikian parah.
Saat malam menjelang, Vina memesan makan malam dikamar dan mandi.Vina makan sendirian dikamar sambil kebingungan apa yang harus dilakukan. Hari telah malam, Bang Salim masih pingsan.Akhirnya Vina membaringkan diri di samping Salim dan tertidur.Menjelang tengah malam Vina dibangunkan Salim.
“Vin bangun,” Bang Salim mengguncang tubuh Vina.Vina menggeliat bangun dengan enggan.
“Wah sudah jam dua belas, lama juga saya tidur ya?” ujarnya lirih sambil mengucek matanya.Salim risih mendapati dirinya tidur disamping wanita cantik. Dia menjunjung tinggi kode etik sesama preman yang tidak makan barang kawan apalagi istri kawannya sendiri.
“Saya mau pindah ke kamar lain ya Vin?” kata Bang Salim dengan gelisah.Vina tidak tahu apa yang membuat Bang Salim gelisah seperti itu.Karenanya dia cuek saja.
“Nggak ada Bang, sudah penuh, losmen ini cuma punya sedikit kamar,” ujar Vina.
“Bagaimana ini, nggak enak kan kita sekamar!” Bang Salim agak terganggu dengan ucapan Vina yang blak-blakan itu.
“Habis gimana, terpaksa.”
“Ya sudah saya cari tempat diluar, bahaya bener kita sekamar,” kata Bang Salim akhirnya
Menyadari si preman masih belum pulih dan hutang budi Vina dengan tegas menolak
“Jangan, Bang Salim disini saja, memang bahaya apa, kita kan bisa jaga diri,” kata Vina, dengan suara agak manja.
Anu Dik… saya yang nggak bisa jaga diri, soalnya Vina terlalu cantik, apalagi dari kemarin lusa Vina dengan Ramon, dua hari saya disuguhi adegan hebat.Ramon memang sungguh beruntung punya istri yang sangat cantik, setia dan hebat ditempat tidur.”
Malu sekaligus senang, melebar cuping hidung Vina dipuji pahlawannya
“Memang Bang Salim lihat?” ujarnya tanpa basa-basi.
“Lha iya lah, dinding kamar kan dari bambu, tempat tidur saya disebelah dinding. Kamu berbisik apa saja saya dengar, wong nggak ada setengah meter.Masih ingat bener desahan suara kamu, Ramon memang gelo sengaja pamer kehebatannya di ranjang, sompret juga tuh anak, panas dingin saya dibuatnya, “ Bang Salim meruntuk seolah ini adalah kesalahannya.
“Jadi gimana Bang?”
“Pokoknya saya nggak tahan, Dik Vina yang cantik dan lembut ternyata bisa demikian hebat menggelora. Untuk mengawani adik saja, dari tadi pagi sudah tersiksa panas dingin, apalagi harus sekamar.Keamanan masih bisa saya jamin, kehormatan tidak dijamin.”
Vina terdiam memikirkan nasib, suami buron, terdampar ditengah malam di losmen kecil, pahlawannya terkapar membela dirinya, preman jelek tapi sopan dan setia kawan yang tak sadar disuguhi adegan mesra dengan suaminya.Vina memutuskan balas budi Bang Salim.
“ Terus terang saja, kami berhutang budi sama Abang, saya tidak tahu bagaimana harus membalasnya. Kalau abang tersiksa oleh perbuatan kami, saya tidak rela.” Vina berkata jujur mengungkapkan isi hatinya.Bang Salim segera menyadari tujuan pembicaraan ini
“Jangan Dik, lebih baik saya segera keluar, kasihan Ramon, kamu tinggal satu-satunya miliknya,”
Salim beranjak bangun duduk di tepi ranjang dan mencari kemejanya.
“Jangan Bang,” Vina mencegah kepergian Salim dengan memeluknya dari belakang. Punggung telanjang Salim segera dikaruniai hangatnya kekenyalan sepasang payudara Vina, yang kontan menyulut kegairahan. Api tersiram bensin.Bang Salim tanpa kuasa menahan dirinya segera berbalik dan memeluk tubuh indah itu.
“Pokoknya Abang nggak boleh pergi,” ujar Vina sambil mempererat dekapannya.
“Tapi nanti gimana risikonya?” kata Bang Salim yang nafasnya mulai tidak teratur.
“Nggak ada risiko… ngg…pokoknya nggak boleh pergi,” Vina memerah mukanya, malu, tak sanggup mencetuskan apa yang ada diotaknya.Akhirnya, tidak berkata apa-apa lagi, Vina segera memeluk tubuh Salim dengan erat dan menggesek-gesekkan tubuhnya pada tubuh pria kasar itu.
Salim membalas dengan bernafsu dan langsung memeluk tubuh sintal Vina dalam dekapan erat. Mulutnya yang sedikit tonggos segera menyosor leher putih dan lembut, menghadiahinya dengan kecupan-kecupan lembut menyusuri kejenjangan leher wanita cantik itu.
“Mmmm… ohh..” Vina menikmati kecupan demi kecupan itu, perasaannya mengawang-awang, benaknya terbuai sensasi sekamar dengan lelaki asing yang terluka parah membela dirinya.
“Ooh…pahlawanku …” Vina berujar lirih sambil menggeliat.
Sesekali kecupan mendarat dibelakang telinga yang menyemburatkan wangi khas wanita yang telaten merawat diri. Tubuh Vina tergetar saat menerima kecupan dicuping telinganya.Menemukan daerah sensitif yang ternyata sangat keras memancarkan wangi khas parfum mahal, Salim melumat telinga Vina.
Lidah kasarnya sesekali menjelajah menjilati bagian dalam telinga membuat tubuh Vina mulai menggelinjang.Kedua tangannya bertahan mendekap leher sang preman.Salim yang sangat mengagumi kecantikan istri kawannya ini, sekarang mendapatkan pelampiasan.Usianya yang setengah baya membuat gayanya bersetubuh sabar dan telaten.
Walaupun teknik kamasutra tidak banyak dikuasainya, maklum saja pada masa mudanya dikampung belum ada DVD atau VCD, faktor usia yang sabar dan lembut mempunyai nilai tambah sendiri.
Kecupannya ditelinga Vina demikian telaten, bak lidah kucing ingin membersihkan kulit lembut itu dari segala kotoran.
Vina tak tahan area sensitifnya dilumat habis-habisan, area sensitif yang lain mulai cemburu untuk diperhatikan. Tetapi si preman tidak juga ke sana.Vina masih malu untuk memberikan komando.Dengan gemas didekapnya tubuh telanjang preman semakin erat, menyatakan gairahnya yang sudah memanas.
“Bang…geli..” ujar Vina manja.Gelinjangan tubuh Vina mulai tak terkendali, suatu hal yang sangat menyenangkan Salim. Kegemasannya selama dua hari mengintip tubuh menawan ini dalam bergejolak penuh birahi, terobati sudah. Puas dirinya sendiri sekarang yang menggiring wanita cantik ini bergetar-getar dalam lumatannya.
Vina mencoba memberikan sinyal dengan meloloskan kaitan branya. Tetapi kembali Vina semakin gemas, si preman tetap pilih kasih hanya telinga dan lehernya.Birahi Vina mulai melambung, lumatan ditelinga dan lehernya dari sang pahlawan menghantarkannya dengan cepat ke tahap lebih tinggi.
Berkali-kali bulu kuduknya merinding saat kasarnya lidah mengampelas belakang telinga, kejenjangan leher sampai kepangkal leher. Tubuh Vina menghendaki perlakuan lebih intens. Tidak sabar menunggu perkembangan lebih lanjut, Vina tak sadar meloloskan baju yang dikenakannya, yang kontan saja menyembulkan sepasang bukit payudara indah dengan puting yang sudah galak menantang, marah sedari tadi diabaikan.
“Ahhhhh….” Vina mengerang nikmat saat lelaki itu dengan sigap, patuh menyambut tantangan sepasang payudara yang indah, menghajarnya dengan kenyotan kuat dan dalam.Tubuh atas Vina yang telanjang tersentak kebelakang menerima dahsyatnya sedotan mulut tonggos sang preman, untung saja segera ditahan tangan kiri Salim.Kedua lengan Vina mencoba bertahan dengan menggayuti leher Salim menahan deraan nikmat.
“Bang…ahhh….Bangg…” berkali-kali tubuh si cantik menggelinjang bergairah menerima badai kenikmatan permainan bibir Salim pada payudaranya.Semakin bersemangat Salim menghajar sepasang payudara indah itu bergantian, saat menyadari Vina yang cantik secara tak sadar ternyata sangat menikmati keganasan kenyotannya.
Dilahapnya sedalam-dalamnya sepasang bukiy payudara mulus itu, hingga terasa puting yang keras menyentuh bagian dalam bibirnya, dihisapnya sekuat tenaga, wajahnya diputar searah jarum jam perlahan sambil menekan keras kemulusan dada telanjang yang sedari tadi sudah basah oleh liurnya.
“Uuhhhh…” Vina menggeram menahan nikmat, tak sadar kedua tangannya bagai menjambak kepala yang kurang ajar menjarah daerah rahasianya.Kedua tangannya bahkan seolah menyemangati mulut tonggos itu, dengan berupaya membenamkan sedalam-dalamnya wajah itu kedalam gundukan payudaranya.
Tak tahan tubuh atasnya yang telanjang menahan dahsyatnya serangan Salim, tubuh itu tak sadar menggelinjang seolah hendak melarikan diri.Kedua Tangan Salim dengan sigap mencengkeram punggung telanjang Vina, menahannya bergerak.Wajahnya berpaling kesasaran yang lain, payudara Vina yang sebelah kiri, yang dengan cepat dilahapnya dengan ganas, dihadiahinya agar adil dengan kenyotan panjang dan kuat, kembali wajahnya memutar dan menekan kuat, menghujamkan mulutnya yang tonggos di payudara yang indah itu.
“Bang…ohhhh…“ Vina tak berdaya, pikirannya sudah terbang mengarungi gelombang birahi yang kian memuncak.Tubuhnya mulai mengejang liar, seiring mulut Salim menggasak sabar dengan dahsyat kedua payudara itu bergantian.Lelaki itu sangat menikmati saat-saat tubuh telanjang nan indah itu terkejang-kejang akibat payudaranya dikenyot kuat.
“Bang…ohhh…Bangg..” Vina melenguh semakin memelas menahan siksa nikmat menjelang puncak pendakiannya, preman itu tak kunjung menuntaskan dahaganya.Sedemikian telaten, mulut kasar itu mempermainkan tubuhya sekian lama.
Walaupun akal sehatnya sudah menghilang dari tadi, naluri wanita baik-baik dalam dirinya masih malu untuk berinisiatif lebih jauh.Tubuhnya mulai kejang-kejang tak berdaya mengharapkan sesuatu yang tak kunjung tiba.
“Bang…nngg….ohhh…” Vina menjerit kecil, menuntut lebih.Tapi Salim cuek saja, pura-pura tidak tahu, bahkan mulai sesekali menggaruk payudara yang kenyal itu dengan giginya.Rupanya Salim mengambil sikap tidak berinisiatif sama sekali saat akan menyetubuhi istri temannya ini.Dirinya bertahan sekuat tenaga menanti undangan formal si wanita cantik untuk bertindak setiap tahapan.Dirinya berprinsip dirinya sepenuh hati taat melayani perintah Vina.
“Bang ….hhh…ayo Bang…hhh …” akhirnya karena sudah sangat tidak tahan Vina tergesa-gesa meloloskan rok panjangnya, dan langsung menanggalkan celana dalamnya. Terpampanglah tubuh telanjang yang sangat menggiurkan dihadapan Salim. Wajah cantik memelas yang mengucurkan peluh, leher dan dada yang berkilat basah akibat air liur, sisa-sisa penjarahan.
Dihiasi bercak-bercak merah menandakan kebuasan kenyotan Salim, perut rata langsing, pangkal paha yang luar biasa mulus dihiasi rambut tipis yang tercukur rapi di pangkalnya, sangat mengundang.Dengan sigap sang preman berdiri mematuhi instruksi sang wanita cantik.
Dengan cepat diloloskannya celana sekaligus celana dalamnya, kontan mengimbangi ketelanjangan menggiurkan tubuh lembut si wanita cantik, dengan ketelanjangan tubuh kasarnya, yang dihiasi parut-parut luka disana sini.
Sungguh kontras tubuh putih mulus dengan tubuh coklat kasar penuh luka.Wajah sayu wanita cantik mengundang dengan penuh harap. Salim menaiki tempat tidur dan berlutut dihadapan tubuh yang segera telentang itu.
“Ayo Bang…” Vina memerintah kelu, tangannya menggapai dada si lelaki.Kedua tangan Salim memegang lutut dan mengangkangkan kedua paha Vina, dan bersiap memasukinya. Tangan lembut Vina dengan tak sabar meraih kejantanannya, untuk diarahkan ke satu titik.Kepala meriamnya segera menikmati panasnya mulut liang kemaluan si wanita, bersiap-siap.
“HHh…” Seolah tersengat Vina merasakan sesuatu yang keras menyentuh bagian tubuhnya yang paling peka. Dahaga birahinya menyontakkan perintah
“Ayo Bang….ayo…”
Tanpa sungkan Bang Salim mulai mendorong penisnya masuk ke liang vagina Vina kuat-kuat.
“Egghhh….hhhhhh…” Bang Salim mengejang saat penisnya masuk sebagian, Vina tersengal, seolah paru-parunya terganjal sesuatu. Kedua tangannya mencengkeram keras pinggul Salim, menahan sensasi nikmat, dan berupaya kewanitaannya membiasakan diri terhadap ganjalan yang agak berbeda dari biasanya, milik suaminya.Salim kembali menekan penisnya lebih kuat.
“Eghhhh…hhh…hhh…” kembali Bang Salim mengerang, penisnya amblas hampir seluruhnya.Vina terengah, namun dahaganya terpuaskan. Tubuh telanjangnya segera menggelepar liar. Pinggulnya mulai berputar dengan cepat, mengejar jeda kenikmatan yang tadi terputus.
Vina dengan buas menjepitkan sepasang kakinya ke pinggul Salim, mencoba mencari tautan agar pinggulnya bisa lebih leluasa berputar. Vina segera dengan sekuat tenaga menggasak kejantanan terperangkap di benteng kehormatannya, dengan goyangan dahsyat menggairahkan, berputar dan melonjak, berputar dan melonjak memeras kejantanan itu.
“Shhhh….shhh…shhh…“ Vina mendesis, mengeluh sekaligus mencari nafas, berlari sekuat tenaga memacu diri, mendaki puncak kenikmatan. Agak kaget Salim menjumpai dan merasakan kebuasan wanita alim ini. Tapi intipannya sedari dua hari yang lalu sudah memberikannya informasi awal, bahwa wanita cantik dan alim ini bisa sangat liar di atas ranjang.
Sekarang dengan puas dirinya merasakan sendiri tubuh telanjang itu melonjak-lonjak dibawah kangkangannya. Salim dengan cepat mengimbangi gerakan berputar dan melonjak sang wanita dengan hujaman perlahan kejantanannya.
“Bangg…hhhh…hhh..hhh…hhh..” Vina dalam hitungan beberapa menit kontan meledak dipuncak pendakiannya. Pinggulnya bergetar-getar liar, kedua tangan kukunya mencengkeram dalam di pinggang si lelaki. Punggungnya melengkung menopang kepalanya yang mendongak dengan mulut terbuka lebar.
Sepasang kaki jenjangnya kejang menjepit keras pinggul Salim, sekuat tenaga meresapi nikmatnya badai dipuncak kenikmatan. Seluruh tubuhnya kaku, mengejang, panjang.Salim menopang badannya pada sepasang lengan bertumpu di kedua sisi Vina, dalam posisi push-up, dengan kedua kaki lurus merapat.
Hanya pinggul dan perutnya saja yang rapat dibagian bawah tubuh wanita, dibelit kencang sepasang kaki mulus, menyatu dalam detik-detik puncak keintiman. Matanya berbinar-binar dengan bebas melahap pemandangan spektakuler ini, seorang wanita cantik dengan wajah kuyu terpejam terengah-engah, kejang, dibawah
tindihannya.
Dengan kelihaiannya, lambat tapi sangat bertenaga Salim mulai menyodok liang kewanitaan Vina. Tujuannya jelas mendorong si wanita kembali mengarungi puncak kenikmatan. Seolah letusan gunung berapi, si Preman setengah umur berupaya membangkitkan letusan-letusan berikutnya. Batang kejantanannya yang sedemikian keras dijelujurkannya sangat perlahan tapi kuat menekan sisi atas liang kewanitaan.
“Ohhhh………” Vina mendesah parau, kembali meledakkan keluhan panjangnya, sesuatu yang sedemikian keras menghajar klitorisnya, dengan tekanan yang sangat kuat. Udara yang terpompa keluar dari mulutnya seolah berasal dari rongga perutnya bahkan dari rahimnya, menyuarakan nikmat birahi. Kejantanan itu kembali menyodok, pelan sekali, dan kembali menyodok, tetapi dengan tekanan yang semakin berkurang, dan diarahkan ke sisi lain liang kewanitaan Vina, bergantian.
Salim berhasil menggiring si wanita cantik mengarungi gelombang puncak kenikmatannya. Kembali Vina tersengal-sengal menggapai kembali puncak birahinya.
Mata tajam Salim mencermati, paras ayu yang bersimbah keringat, memejamkan mata menyerapi puncak kenikmatan.
“Shhh…shhh…shhh…” Vina mengeluh setiap kali menerima genjotan pada liang vaginanya kejantannya yang telaten perlahan menekan sisi bawah, sisi samping kewanitaan secara sistematis. Ketika dirasakannya kejangnya si wanita cantik mulai berkurang.
Kembali Salim melancarkan serangannya, ditariknya sampai hampir lepas kejantanannya, disodoknya kembali liang vagina Vina dengan sangat perlahan, tapi sangat kuat, menekan sisi atas kewanitaan Vina. Sedemikian kuat bahkan sampai dibantu bobot tubuhnya. Efeknya kembali merasuki sang wanita. Pengaruh klitoris digilas kuat batang keras kembali menimbulkan gelombang puncak nikmat.
“Uughhhhhh…” Vina yang seperti tersengat listrik kembali terkejang-kejang. Sodokan sangat perlahan tetapi sangat kuat mengamblaskan batang itu sedalam-dalamnya, ditarik sangat cepat, kembali dihujamkan sangat perlahan dan lebih kuat. Beberapa kali.
“Bangggg….. Ohhhh……” Vina menjeritkan panjang gemas birahinya, saat kembali puncak nikmat menghempas dirinya. Salim menyambut panggilan Vina, dipindahkan bobot tubuhnya dalam dekapan sang wanita sambil tidak lupa terus menghujamkan batang kerasnya secara sistematis.
“Bang….mpphhhh… ohhh… ohhh…” bibir mungil Vina dengan buas melumat mulut tonggos si Preman yang kini ada dalam jangkauannya. Dirangkulnya leher dalam dekapan kuat. Gemas dan dirasuki puncak birahi, disalurkan Vina dengan pelukan kuat, sangat mesra dan lumatan ganas dan panjang.
Salim dengan susah payah mengimbangi buasnya lumatan bibir mungil Vina, dirinya kurang ahli untuk urusan kiss-kissan seperti ini. Tetapi hujaman kejantanannya tidak berkurang sedikitpun kelihaiannya, yang juga dengan susah payah disambut Vina, berupa geliatan dan gelinjangan pinggul yang tak
terkendali.
“Mmppphhh…shhhh ….mmppphh.. ohhh……” sesekali Vina tak mampu mempertahankan lumatan bibirnya akibat hentakan kenikmatan disodok sedemikian keras, memaksanya harus menarik nafas. Tapi segera kembali bibir si lelaki menjadi sasaran pelampiasan kegemasannya.
Sekian lama, Entah puas melampiaskan gemasnya atau kehabisan nafas, Vina menghentikan lumatannya, tapi ternyata masih menjumpai dirinya mengarungi gelombang nikmat, mulai tak tahan.Vina menghujamkan giginya di pundak Salim, sambil mendekap kepala itu sekuat tenaga. Merasakan lunglai mulai merasuki sekujur tubuhnya.
“Bang….ohhhh…..Bang….” Vina merasakan kembali batang keras itu menghajar sisi atas liang kewanitaannya sangat keras, menggerus klitorisnya. Dirinya sudah tak tahan didera nikmat seperti ini terus menerus. Hujaman di benteng kehormatannya tidak juga berkurang sedikitpun, mendorong kembali dirinya yang sudah kepayahan kembali menyambut puncak birahi.
“Ohhh…. Bang…. ohhhh….” suaranya mulai kelu menyiratkan keinginannya untuk
keluar dari derita nikmat yang tak berkesudahan ini, seiring kewanitaannya dihujam terus menerus dengan lihainya. Jepitan kakinya sudah mulai lemah, hingga akhirnya lepas, terkangkang disisi paha silelaki. Tubuhnya sudah lunglai lemas.
Salim dengan intuisinya memperkirakan bahwa wanita cantik ini sudah melewati
batas ketahanan fisiknya, padahal pendakian dirinya masih panjang.Mencermati perilaku Vina dari tadi, Salim memperkirakan bahwa wanita ini mungkin bisa menyukai perlakuan lebih kasar.
Akhirnya Salim mengubah gaya tempurnya yang dari tadi sabar dan gentel, beralih ke kasar bahkan buas.Salim dengan cepat menegakkan tubuhnya, bersimpuh, berlutut tanpa melepaskan kejantanannnya. Kaki yang mengangkang dikedua sisi tubuhnya segera dilipat dilututnya dan dirapatkan kedada si wanita, dikuncinya posisi kaki itu dengan kedua tangannya, yang kontan mengekspose liang kewanitaannya menjadi sangat terbuka untuk serangan lebih lanjut.
Tanpa basa basi, dengan kuat Salim menggasak liang itu, menyodokinya dengan batang kerasnya. Kali ini dengan kecepatan tinggi. “Ughhhh…ughhh…..ugghhh…” si wanita cantik yang kini telentang tapi dengan kaki meringkuk rapat didada, hanya mampu tersedak-sedak setiap kali dihajar batang keras si lelaki.
Tangannya mecoba menggapai pinggul si lelaki yang menggenjotnya, agak kurang sampai, akhirnya hanya mampu pasrah meremasi seprei yang dari tadi sudah berantakan. Dirinya semakin tak tahan, tubuhnya sudah demikian lemas tak terkira, badai kenikmatan itu tak juga kunjung reda. Tetapi dia masih belum…juga…
“Ohhhh Hhhhh….hhhhhegghh…hhhh…” sodokan batang keras itu tak kunjung mereda
“Bangg….hegghhh…” Vina mulai menjerit, yang dijawab Salim dengan mesra tapi dengan hujaman buas.
“Ya…sayang…” Salim menjawab sambil terus menggenjot vagina Vina.
“Ohhh…heghhhh…sudah Bang…. heghhh…” Vina menjerit kecil dan mengeluh menerima sodokan demi sodokan pada vaginanya. Vina menyadari pahlawannya belum juga sampai kepuncak, tapi dirinya sudah tidak tahan lagi.
“Bang… heggg…sudah… Bang…heggggh…sudah….” Vina mendesah lirih kepayahan. Salim mematuhi keinginan si wanita, dengan rasa puas karena berhasil menaklukannnya tanpa balas. Maka ketika dia tahu Vina sudah mencapai puncak, dipercepatnya hentakan penisnya di dalam Vagina Vina, sampai akhirnya Vagina itu berdenyut keras seperti cengkeraman tang baja meremas penisnya.
Bang Salim melenguh keras seperti banteng terluka, dia mendesakkan penisnya sedalam mungkin ke liang vagina Vina dengan sentakan kasar. Vina seperti tersengat listrik dan menggeliat kecil. Seketika itu pula sperma Bang Salim meyembur deras menyiram rahim wanita itu, rahim yang seharusnya bukan haknya.
Bang Salim mengejang keras saat spermanya menyembur deras, kemudian dia terkulai lemas menindih tubuh Vina yang juga lemas setela mencapai puncak kenikmatan yang sangat hebat. Untuk sesaat Bang Salim mendiamkan saja penisnya di dalam cengkeraman liang vagina Vina seperti meresapkan kenikmatan terkahir yang bisa dia reguk.
Kemudian dia terkulai di samping tubuh Vina. Bang Salim kemudian memeluk tubuh yang putih mulus itu.
“Ohhhhh Abang…..” Vina mendesah lega, siksa nikmat terhenti sudah. Kelegaannya ditumpahkan dengan gemasnya dalam dekapan panjang. Keduanya kemudian berciuman lama.