Kisah Bagus

Hari sudah semakin Sore dan Bagus masih terus memasukan pakaian pakaiannya kedalam tas ranselnya. Bocah bertubuh tinggi besar ini besok akan pergi kerumah saudaranya dikota. Diusianya yang sudah menginjak 18 tahun ini Dia harus membantu Ibunya untuk mencari nafkah agar Adik adiknya bisa terus bersekolah. Sebenarnya Bocah berkulit putih ini masih ingin meneruskan sekolahnya kejenjang yang lebih tinggi lagi.

“Gus masih belum beres ya siap siapnya?” tanya seorang Wanita dengan penuh kelembutan.

“Iya nih Buk kurang sedikit lagi” jawab Bagus tanpa menoleh kepada sumber suara tersebut yang ternyata adalah Narsih Ibu dari Bagus.

“Maaf ya Gus Ibuk sudah gak mampu membiayai Kamu untuk kuliah” Narsih kini mulai masuk kekamar Bagus dan mengambil duduk tepat disamping Bagus.

“Halah gak apa apa kok Buk, Bagus ikhlas kok ngelakuin ini” Bagus terus memasukan baju bajunya yang tinggal beberapa potong lagi kedalam ranselnya.

“Andai Bapakmu masih ada Gus mungkin Kamu pergi kerumah Paman dikota untuk kuliah! Enggak kayak sekarang Kamu kerumah Paman malah buat nyari kerja disana” tampak sedikit air mata Narsih mulai keluar dari kelopak matanya.

“Sudahlah Buk mungkin ini sudah jadi nasibnya Bagus, Ibuk gak usah nyesel toh ini semua bukan kesalahan Ibuk” Bagus mengusap air mata Ibunya dan langsung memeluknya.

Narsih hanya terdiam tangisannya kini malah pecah dipelukan Bagus. Sebenarnya berat hati Narsih melihat anak sulungnya ini besok harus pergi kekota untuk bekerja, tapi apadaya faktor ekonomilah yang mengharuskan ini semua harus terjadi. Akibat kebakaran dua tahun silam yang merenggut nyawa dari* Suaminya itu, Narsih harus membanting tulang menjadi tukang pijit dikampungnya untuk mencukupi kebutuhan anak anaknya. Kala kejadian itu Bagus masih duduk dibangku kelas 2 SMA sedangkan adik adiknya Rina dan Jaka masing masing masih bersekolah tingkat SD. Disekolah Bagus sudah kebal atas ejekan dari teman temannya atas pekerjaan Ibunya. Maklum tukang pijit selalu dikaitkan dengan hal hal yang negativ. Atas dasar itulah Bagus menggurungkan niatnya untuk berkuliah lalu bertekat selepas lulus sekolah untuk bekerja kekota dan menyuruh Ibunya agar berhenti jadi tukang pijit.

Narsih masih terus menangis dipelukan Bagus anak sulungnya itu. Kini Bagus mendekap erat tubuh Ibunya. Darahnya seketika berdesir saat Dirinya mendekap Ibu kandungnya itu. Tanggan Bagus seketika bergerak sendiri membalai lembut kepala Narsih. Sejenak dilepaskan pelukannya tersebut, mata Bagus menatap* Narsih dengan tajam. Dia terus menatap Narsih dari ujung kaki sampai ujung kepala. Entah setan mana yang saat itu merasuki pikiran Bagus sehingga dengan perlahan Dia mendekatkan bibirnya ke bibir Ibunya. Mendapat perlakuan seperti itu Narsih terdiam sesaat membiarkan perlakuan anaknya, mungkin didalam pikirannya hanya salam perpisahan dari Anaknya. Bagus mulai mengecup bibir Narsih, dikecupnya bibir Ibu kandungnya itu dengan lembut. Narsih mulai berontak saat Bagus mulai liar mencumbu bibirnya itu tapi apa daya cengkraman tangan Bagus pada pundaknya lebih kuat sehingga membuat Narsih tak bisa berontak. Kesadaran Narsih mulai hilang secara perlahan, nafsu telah menguasai pikirannya saat ini. Bagus terus melumat bibir Ibu kandungnya itu. Kedua insan ini sudah diselimuti oleh nafsu sehingga mereka lupa akan kodratnya sebagai Ibu dan Anak.

Bagus terus melumat bibir Ibunya, sedangkan Narsih sendiri sekarang justru membalas lumatan dari anak kandungnya tersebut. Narsih kini diselimuti nafsu yang selama ini terpendam Dia sudah tidak mampu lagi menyembunyikan hasratnya lagi. Narsih rindu akan belaian laki laki maklum suaminya sudah meninggal dua tahun lalu dan membuat Narsih menjanda selama ini. Diusia 42 tahun Narsih masih butuh sentuhan sentuhan dari laki laki seperti yang sedang diberikan Anak kandungnya ini.

Kini tangan kanan Bagus mulai bergerak menelusuri bagian depan dari tubuh Ibunya dan tangan kirinya masih terus mencengkram pundak dari Ibu kandungnya tersebut. Tanggan kanan Bagus terus menyusuri bagian depan tubuh Ibunya sampai ditemukan apa yang sedang Dia cari. Pelan tapi pasti akhirnya Bagus menemukan gundukan payudara Ibunya yang Ia cari. Dielus elus dengan mesrah bagian payudarah milik Ibunya dari luar pakaian yang dipakai Ibunya. Bagus terus mengelus dan kini Dia sedikit memberanikan diri untuk meremas dengan lembut payudara Ibunya yang masih terbungkus bh dan baju yang Ibunya kenakan.

Tanpa Narsih sadari tangan bagus yang tadinya mengusap mengelus dan meremas payudaranya kini mulai melepaskan kancing bajunya satu persatu sehingga baju yang Ia kenakan kini lolos dari tubuhnya. Kini tubuh bagian atas Narsih hanya terbungkus bra berwarna hitam yang sedang Ia pakai.

Bra hitam yang Narsih kenakan kontras sekali dengan kulit tubuhnya yang warna putih itu membuat Bagus makin bernafsu melihatnya. Hawa dingin malam itu kini seolah tidak terasa lagi. Keringat mulai bercucuran dari tubuh kedua insan yang sedang dimabuk kepayang itu. Bagus melepas pagutannya dan menatap tajam tubuh Ibunya. Keringat yang membalut kulit putih Narsih membuat kulitnya mengkilat dipaduh dengan bra warna hitam yang dikenakannya sontak membuat Bagus semakin bernafsu melihatnya. Kedua tangan bagus kini mulai menjamah kedua payudara Narsih yang masih terbungkus bra. Payudara yang cukup besar dan kenyal itu terus diremas remas oleh Bagus, dari remasan yang semula haliu dan lembut kini menjadi remasan yang sangat liar.

“Eeehhhhhhhh” Narsih hanya bisa meleguh panjang mendapat perlakuan yang sebenarnya kurang ajar dari anaknya.

“Bagus sayang sama Ibuk, Bagus nafsu banget sama Ibuk, Ibuk cantik banget” tangan bagus terus aktif dengan liar mejamah payudara Narsih.

Mendengar kata kata Ibuk membuat Narsih menjadi sadar. Ditampislah kedua tanggan Anak kandungnya yang sedang meremas liar payudaranya. Narsih lalu bangkit dari tempat duduknya dan mengambil bajunya lalu beranjak keluar dari kamar Anaknya tersebut. Tapi belum sempat Narsih keluar dari kamarnya dengan sigap Bagus segera menahannya.

“Nak ini enggak boleh terjadi Nak” air mata kembali menetes dari kedua mata Narsih.

“Tapi kenapa Buk? Kenapa? Bukannya Ibuk tadi juga menikmati?” Bagus terus memeluk erat tubuh Ibunya dari belakang.

“Karena Aku ini Ibumu Nak, Ibu kandungmu” suara Narti sedikit terbatah menjawab pertanyaan Anaknya. Kini Dia sedang menghadapi pertarungan batin antara nafsu dan dosa.

“Sudahlah Buk, Bagus tahu kalau Ibuk juga butuh, kalau Ibuk juga menikamatinya tadi”
Mendengar ucapan itu membuat Narsih menjadi naik pitam. Dilepaskanlah dengan paksa pelukan dari Anaknya tersebut setelah itu Narsih membalikan badannya kearah Bagus dan langsung menampar pipi Anak kandungnya tersebut. Kemarahan sudah memadam kobaran nafsu yang sedari tadi menyelimuti Narsih dan membutakan mata batinnya. Setelah menampar Anaknya cukup keras Narsih beranjak dari kamar anaknya tersebut dengan bergelinang air mata.

Kejadian ini sontak membuat luka yang cukup dalam pada hati Bagus maupun Narsih. Narsih sangat merasa bersalah atas kejadian ini.

“Kenapa Aku membiarkan Anak kandungku mengecup bibirku? Mengapa DAku hanya diam saat anak kandungku menjamah tubuhku? Kenapa Aku hanya diam saat Dia mulai melepas kancing kancing bajuku? Kenapa kenapa dan kenapa ini semua harus terjadi menimpahku?” pertanyaan pertanyaan yang menghantui dipikiran Narsih malam ini membuat Narsih tidak bisa tidur semalaman.

Pagi harinya waktu yang dinanti nanti oleh Bagus pun tiba. Bagus sendiri semalaman juga tidak bisa tidur, matanya seperti enggan untuk dipejamkan. Dirinya juga merasah bersalah atas perlakuan terhadap Ibu kandungnya semalam, tidak seharusnya Bagus berbuat seperti itu apalagi terhadap Ibu kandungnya sendiri. Tapi apa mau dikata semuanya sudah tidak bisa terulang lagi, kini Bagus harus terus melangkah kedepan menjalani kehidupannya yang baru, kehidupan yang kata orang orang sangat keras, kehidupan dikota.

Setelah selesai mandi Bagus langsung mengenakan pakaian yang sudah disiapkannya tadi malam. Setelah selesai bersiap siap bagus lalu mencaklong ranselnya meninggalkan kamarnya.

Bagus berhenti sejenak sebelum benar benar meninggalkan kamarnya “kamarku sayang Aku bakal kangen banget sama kamu, banyak kenangan kenangan indah yang sudah kulewati bersamamu selama dua tahun ini. Terimakasih untuk semua tunggu aku pulang iya kamarku sayang”

Bagus yang masih asik melakukan perpisahan dengan kamarnya harus dikagetkan dengan suara Adiknya yang mengasih tau bahwa Ibunya telah menunggunya untuk sarapan sebelum Dia berangkat kekota. Suasana sarapan berjalan kaku antara Narsih dan Bagus tidak seperti biasanya. Selesai sarapan Bagus lalu berpamitan pada Ibuk dan Adik adiknya. Air mata kesedihan jatuh pada kelopak mata Adik adiknya. Narsih sendiri juga sedih ketika melihat Bagus mulai beranjak pergi diantar oleh temannya ke Terminal. Akhirnya bayangan Bagus sedikit demi Sedikit menghilang. Narsih dan kedua anaknya lalu masuk kedalam rumah.

BERSAMBUNG