Kisah Paijo

“Dasar Paijo bocah cengeng, ayo kita hitung sampai sepuluh pasti dia nangis” bocah laki-laki bernama Anton memandu dua rekannya, satunya kribo, satunya botak. Ketiganya serempak berhitung dari angka satu sampai sepuluh. Begitu sampai di angka sepuluh, seorang bocah kurus berkacamata seketika menangis menjadi-jadi. “Huaaaa…” tangisnya meraung-raung. “Tuh bener kan hahahaha” Anton tertawa girang, diikuti dua rekan sebayanya, Tomi dan Bobi. ### Acara reuni memang kurang berfaedah, itu adalah hal yang sangat diyakini oleh Paijo. Bagaimana tidak, gara-gara menghadiri acara reuni akhirnya dia bertemu kembali dengan trio tukang bully yang selalu menyerangnya di masa kecil. Gara-gara mereka bertiga masa kecil Paijo jadi kurang bahagia. Setelah bertahun-tahun lamanya sukses menghindari mereka, sebuah acara reuni membuyarkan masa-masa damai Paijo selama ini. Matahari sudah hampir terbenam sepenuhnya ketika trio tukang bully berkunjung ke rumah Paijo. Gara-gara acara reuni itu mereka bertiga jadi tahu rumah Paijo karena membuntutinya saat pulang. Kelakuan ketiganya masih sama, bentuk fisiknya juga tak banyak berubah. Anton si pemimpin geng yang bertubuh tegap dan cukup atletis, Tomi dengan rambut kribonya yang sekarang agak pendek, dan Bobi yang biasa dipanggil Botak Biadab oleh teman-temannya. Mereka semua sebaya, bahkan satu sekolah saat SD. Kini mereka semua sama-sama sudah melewati kepala tiga dan menjalani hidup masing-masing. “Wah, besar juga rumahnya si kacamata cupu ini” gumam Anton ketika mereka bertiga sampai di rumah Paijo. “Keluarganya kaya mungkin ya” sahut Bobi. “Dah yuk masuk aja nggak pake lama” Tomi langsung membuka pagar rumah Paijo yang tidak terkunci. Paijo sudah menyadari, cepat atau lambat mereka pasti akan datang ke rumahnya. Maka dengan terpaksa dia membukakan pintu depan rumah dan mempersilahkan mereka bertiga untuk masuk. “Silakan duduk” ujar Paijo mencoba ramah, tetapi terdengar kaku. “Udah santai aja Jo, kita tidak sebarbar dulu kok, cuma mau nostalgia aja” Anton berkata tanpa memandang Paijo, dia lebih fokus melihat sekeliling rumah yang cukup mewah itu. “Duitmu banyak sekarang kayaknya, bagi-bagi dong” Bobi merangkul bahu Paijo dengan erat. “Hust, baru dateng udah minta duit, dasar tamu tak tau diuntung” Tomi duduk santai di sofa ruang tamu dengan dua kaki naik ke meja. “Ada siapa mas kok rame?” sahut suara wanita dari dalam rumah. Trio bully secara kompak menghentikan aksi liarnya demi mengecek dulu siapakah wanita itu. Tak lama berselang muncullah seorang wanita cantik yang tidak diduga oleh trio bully, awalnya mereka mengira si cupu Paijo hanya tinggal seorang diri di sana. Seketika mereka bertiga saling berpandangan seolah merencanakan sesuatu. Bobi yang posisinya paling lemah diantara mereka bertiga segera sadar diri berpamitan pergi keluar sebentar.
“Oalah ini temen-temennya mas Paijo toh, silahkan duduk mas, saya buatkan minumnya dulu” ujar wanita itu ramah, sebelum kembali masuk ke dalam rumah. “Wah wah, udah rumahnya mewah, istrinya cantik juga ternyata” Anton mendekatkan wajahnya ke arah Paijo, sementara yang didekati berusaha memalingkan wajah. “Nggak cuma cantik Ton, body-nya juga yahud banget tuh” Tomi ikut berceloteh. “Nggak nyangka ya, kunjungan iseng-iseng kita ternyata berhadiah” Anton berpaling ke arah Tomi, disambut tawa lepas dari rekannya itu. Tak lama berselang, wanita tadi keluar sembari membawa beberapa gelas minuman dingin. Dengan cekatan dia menyuguhkan minuman itu di meja, posisinya yang agak membungkuk menjadikan belahan dadanya terlihat cukup jelas dari posisi Anton dan Tomi yang duduk berdekatan di sofa ruang tamu. “Istrinya Paijo kah mbak?” tanya Anton ketika wanita itu selesai menyuguhkan minuman beserta belahan dadanya. “Iya mas” jawab wanita itu ramah. “Namanya siapa mbak?” kali ini gantian Tomi yang bertanya. “Biasanya dipanggil Maya, mas” lagi-lagi wanita bernama Maya itu menjawab dengan ramah. Anton dan Tomi pun terus menanyai wanita itu seolah sedang mewawancarainya. Mulai dari umurnya, berapa lama menikah dengan Paijo, sampai pertanyaan-pertanyaan konyol seperti kenapa kok mau menikah dengan Paijo. Wanita itu ternyata sangat ramah dan menjawab semua pertanyaan basa-basi dari duo tukang bully dengan telaten, sementara Paijo yang duduk bersebelahan dengan Maya hanya diam saja sedari tadi. Anton juga mengenalkan namanya dan dua rekannya, bahkan dia menjelaskan tentang nama panggilan Tomi Kribo dan nama Bobi yang dianggap singkatan dari Botak Biadab. Percakapan berjalan seru sampai tak terasa Bobi sudah kembali lagi. Kali ini dia datang sambil membawa kotak makanan berisi martabak dan terang bulan, serta beberapa botol minuman keras. “Nah ini jagoannya sudah datang” komentar Anton melihat kedatangan Bobi. “Kalo gitu aku kembali ke dalam ya, silahkan lanjutkan ngobrolnya” ujar Maya tanpa mengomentari apa yang dibawa oleh Bobi. “Iya, monggo mbak” sahut Anton. Sepeninggal Maya, mereka bertiga segera berebut makanan dari Bobi. Tak lupa mereka mencekoki Paijo dengan minuman keras yang sengaja dibeli oleh Bobi juga. Meski awalnya menolak, tentu saja Paijo tidak bisa melawan paksaan dari mereka bertiga dan terpaksa ikut minum sampai mabuk berat. Setelah Paijo terkapar, Anton segera berteriak memanggil Maya. Wanita itu tergopoh-gopoh keluar dan terkejut melihat Paijo yang tak sadarkan diri di lantai. “Perlu diangkat ke kamar kah ini mbak?” tanya Anton ketika Maya sudah kembali ke ruang tamu. “Iya, boleh deh mas, tolong ya” jawab Maya dengan wajah agak panik. Tomi dan Bobi bergegas membopong tubuh Paijo ke arah kamar yang ditunjukkan oleh Maya. Sementara Maya dan Anton mengikuti mereka dari belakang. Kamar utama rumah itu cukup besar seperti kamar hotel, Tomi dan Bobi segera merebahkan tubuh Paijo di atas ranjang. Sementara itu tiba-tiba Anton memeluk tubuh Maya dari belakang. “Eh, apa-apaan ini mas?” Maya meronta-ronta mencoba melepaskan diri dari rangkulan Anton. Tapi tentu saja tenaganya kalah kuat meski lelaki itu agak mabuk. “Udah, kamu diam aja nggak usah ngelawan” bentak Anton sembari melucuti pakaian Maya. Walau mencoba melawan dan menahan serangan Anton, tetap saja pada akhirnya kaos dan rok Maya berhasil terlepas dan hanya menyisakan bra serta celana dalamnya saja. “Wah, beneran montok nih bos” gumam Bobi dengan mata berbinar-binar, begitu juga dengan Tomi yang tidak berkedip memandangnya. “Giliran aku dulu ya, jangan rebutan” perintah Anton membuat Tomi dan Bobi terdiam di posisinya, sementara Anton mulai mencumbu leher dan telinga Maya. Tidak tinggal diam, tangan Anton turut bergerak meremas-remas gundukan kembar yang masih terbalut bra. Tomi dan Bobi menatap aksi bos geng mereka seolah tengah menyaksikan film porno secara live. Kedua tangan Anton bergerak lincah melucuti bra dan celana dalam Maya. Wanita itu kini telanjang bulat dalam rengkuhan Anton. Aksi Anton yang cepat dan tepat membuat wanita itu kelabakan, tidak butuh waktu lama bagi Anton untuk membuat Maya akhirnya menyerah dan mendesah keenakan akibat rangsangan Anton di berbagai titik sensitifnya. “Wah, jangan-jangan selama ini kamu jarang terpuaskan sama lelaki cupu itu ya?” sindir Anton penuh kemenangan. Maya tidak menjawab, matanya menatap nanar tubuh Anton yang cukup atletis. Lelaki itu segera membuka pakaiannya dan memamerkan tubuhnya yang laksana anggota militer. Maya sedikit terkejut ketika Anton membuka celana dalamnya dan memamerkan batangnya yang berukuran di atas rata-rata. Ukuran yang pasti membuat kedua rekannya merasa iri. Anton berdiri gagah dalam posisi Maya berjongkok di depannya dan memaksa Maya untuk memainkan batangnya. “Bos, jangan duluan bos. Kalau kamu duluan, kita gak kebagian” potong Tomi tiba-tiba. Meski tengah terbuai birahi, Anton memahami apa maksud rekan-rekannya itu. Dia berbesar hati mengalah dan membiarkan dua rekannya itu berebut jatah selanjutnya. Anton duduk di tepi ranjang, mengamati Paijo yang tertidur lelap tanpa menyadari istrinya tengah digarap oleh trio tukang bully yang dari dulu selalu mengerjainya. Maya dibaringkan di lantai, Tomi berada di sebelah atas dan memainkan payudara serta puting Maya. Sementara Bobi yang berada di bawah sedang asyik menjilati dan mengocok liang Maya dengan jarinya. Keduanya berlomba-lomba menyerang wanita itu dari dua sisi yang berlawanan, entah berapa menit yang sudah terlewati, sampai akhirnya Maya tidak kuasa menahan klimaks pertamanya. Cairan kenikmatannya membanjiri mulut Bobi dan malah disedot keluar oleh lelaki botak itu. Wajah Maya sudah berubah sayu, birahi tampaknya sudah menguasai kesadarannya seutuhnya, tanpa ragu dia meraih batang Tomi yang baru saja melorotkan celananya. Meski tak sebesar milik Anton, senjata Tomi sudah menegang sempurna dan siap untuk dimainkan. Dalam kondisi merangkak di lantai, Maya memainkan batang Tomi dengan tangan dan mulutnya, sementara Bobi masih terus menjilati liang kemaluannya, kali ini disertai remasan-remasan pada bongkahan pantat Maya yang sekal. Makin liar jilatan dan kocokan Bobi di liang Maya, makin liar pula aksi Maya mengoral batang Tomi. Mata lelaki kribo itu sudah merem melek keenakan sedari tadi, sementara Bobi masih belum puas juga memainkan bagian bawah Maya. “Buruan Bob, aku udah nggak tahan ini” sahut Tomi kemudian, tidak sabar menanti aksi Bobi yang tak kunjung usai. “Yauda pakai dulu aja deh” balas Bobi menghentikan aksinya, keduanya pun bertukar posisi. Tomi bersiap mendaratkan pusakanya ke liang Maya yang telah basah kuyup, sementara Bobi menyiapkan batangnya untuk dimainkan Maya. Pusaka Bobi paling pendek dibandingkan lainnya, namun diameternya sedikit lebih gemuk. Dalam satu malam saja Maya sudah menyaksikan tiga bentuk batang yang berbeda. Tanpa ragu Maya kembali memainkan batang di hadapannya, sementara Tomi juga tidak ragu untuk menghujamkan batangnya ke dalam liang Maya. “Gila, seret banget nih lubangnya” gumam Tomi begitu batangnya berhasil merasakan kehangatan liang Maya. “Halah, batang kecil aja sok-sokan” ledek Bobi sembari menikmati permainan tangan dan mulut Maya yang semakin binal saja. “Enak aja, punyaku lebih panjang dari punyamu ya” Tomi tak mau kalah. “Tapi kan punyaku lebih gede” balas Bobi lagi. Keduanya terlibat sedikit cekcok, sebelum akhirnya ditengahi oleh Anton. “Udah, nggak usah pada ribut, sama-sama kecil juga” kedua rekan Anton itu langsung terdiam dan kembali berfokus pada tubuh Maya. Rintihan dan lenguhan Maya memenuhi ruangan kamar itu. Tomi dan Bobi saling bergantian menyodok liang Maya dalam posisi doggy style. Cukup berpengalaman, keduanya tahu kapan harus berhenti dan bergantian sehingga tidak cepat keluar. “Jangan keluar dalam loh ya” Anton mengingatkan dengan nada mengancam, yang tentu saja dituruti oleh keduanya. Tomi yang pertama kali keluar, setelah tiga kali menyerang liang Maya, lelaki kribo itu akhirnya tidak kuasa menahan gejolak di batangnya, dengan tergesa-gesa lelaki itu mencabut batangnya dan menumpahkan cairan kentalnya di punggung Maya. Sembari mengambil nafas, Tomi merebahkan diri di lantai tak jauh dari Maya. Tak lama berselang Bobi juga menyusul, baru saja ditarik batangnya sudah langsung menyemburkan cairan dan tercecer begitu saja di lantai. Bobi pun membaringkan tubuhnya di dekat Tomi. Keduanya terengah-engah dengan wajah penuh kepuasan. Anton tersenyum melihat dua rekannya terkapar dengan wajah sumringah. Kemudian gantian dia yang mendekati tubuh Maya. Berbeda dengan dua rekannya, ketahanan Anton cukup prima. Meski sudah berulang kali berganti posisi, belum ada tanda-tanda pusakanya akan mencapai batasnya. Meski keringat mulai mengucur di tubuhnya, namun wajahnya tidak terlihat lelah. Di lain sisi, Maya sudah beberapa kali mencapai klimaksnya. Peluh keringat dan tetesan cairan kental dari para lawannya telah membasahi tubuhnya. Meski merasa keenakan tapi wajah Maya masih belum terlihat puas. Dengan bersemangat dia terus melayani Anton yang terus memompa liangnya. Entah berapa lama waktu berjalan, akhirnya Anton meraih puncaknya juga dan dengan santainya dia menumpahkan cairan klimaksnya ke dalam liang Maya. Wanita itu berbaring kelelahan di lantai, sementara Anton dan dua rekannya bergegas berkemas dan cabut dari sana. ### Paijo berangkat kerja dengan perasaan heran. Baru kali ini ada pesan masuk dari Tomi, salah satu tukang bully yang sering mengerjainya dulu. Isi pesannya pun cukup aneh, sekadar menanyakan apakah hari ini dia masuk kerja atau tidak. Setelah Paijo menjawab bahwa dia masuk kerja, tidak ada balasan lagi dari Tomi. Sesampainya di kantor, Paijo tak lagi memikirkan pesan dari Tomi itu, rutinitas pekerjaan yang lumayan padat membuat fokusnya tidak bisa dialihkan. Di lain tempat, siang itu Tomi tengah berkunjung sendirian ke rumah Paijo. Tentu saja dia tahu bahwa Paijo tidak ada di tempat, sekedar basa-basi saja untuk bertemu dengan Maya, istri Paijo yang kini menjadi rebutan Tomi dan dua rekannya. Ada perjanjian sederhana diantara mereka bertiga, jika sudah ada satu orang yang ke sana maka yang lain harus menunggu gilirannya di lain hari. “Lho, Paijo kerja kah?” tanya Tomi ketika sudah dipersilakan masuk oleh Maya. “Halah, bilang aja mau ketemu aku, mas” sindir Maya telak. “Tau aja kamu” Tomi tersenyum salah tingkah. “Bentar ya mas, aku lagi cuci piring ini tadi” ujar Maya meninggalkan Tomi di ruang tamu. Dia kembali ke dapur untuk melanjutkan kegiatannya yang belum tuntas. Tanpa sepengetahuan Maya, Tomi mengikutinya dari belakang. Ketika Maya telah menyelesaikan piring terakhirnya, tiba-tiba Tomi memeluknya dari belakang, menciumi leher dan tengkuknya, serta meraba-raba tubuhnya. “Aduh, ga sabaran banget sih, mas” sindir Maya lagi, tapi dia membiarkan saja Tomi terus meraba-raba tubuhnya. Dalam posisi sama-sama berdiri, Tomi mengangkat salah satu tangan Maya dan mengendus ketiaknya yang mulus tanpa ditumbuhi rambut. Maya merasa kegelian dan mencoba menghentikan aksi Tomi, tapi lelaki kribo itu terus mengendus ketiak Maya dengan penuh nafsu, sehingga Maya terpaksa membiarkannya. “Aromamu sangat menggoda ya” gumam Tomi sembari terus mencumbu sekujur tubuh Maya yang masih tertutup tanktop dan rok pendek. “Masa sih mas? Padahal aku belum mandi loh” balas Maya setengah bercanda. Kurang nyaman bermain di dapur, Tomi membopong tubuh Maya ke ruang tengah. Keduanya melanjutkan aksi di sofa beralaskan karpet. Tomi merebahkan tubuh Maya di sofa, agak tergesa-gesa melepaskan tanktop beserta bra putih yang dipakai wanita itu. “Ukuranmu berapa sih ini kok gede banget?” Tomi mulai meremas gundukan kembar di dada Maya yang kini terbebas dari penutupnya. “Biasa aja sih, sekitar 36C kayaknya” balas Maya agak ragu. Tapi tentu saja Tomi tidak peduli apapun jawabannya. Lelaki kribo itu terus menjamah tubuh bagian atas Maya. Sesekali mengendus dan menjilati kedua ketiak Maya bergantian, membuat wanita itu tertawa kecil menahan geli. Setelah berlama-lama memainkan payudara dan ketiak Maya, lelaki kribo itu bergerak ke bawah untuk melucuti rok dan celana dalam Maya. Tak lama terbukalah sekujur tubuh Maya, polos tanpa sehelai kain pun. Berbeda dengan Bobi yang suka memainkan bagian bawah, Tomi tidak terlalu tertarik dan kembali menyerang payudara dan ketiak Maya. Sampai-sampai Maya sendiri yang mengusap-usap bagian bawahnya. Maya yang mulai naik birahinya segera mengambil alih permainan dan mengeluarkan batang Tomi dari sangkarnya. Dalam posisi duduk di sofa, Maya memainkan batang Tomi dengan tangan dan mulutnya. Lelaki kribo itu merasa deja vu, teringat malam dimana dia merem melek keenakan saat pertama kali dipuaskan oleh permainan oral Maya. Tidak berhenti di sana, Maya berganti mendorong tubuh Tomi hingga terbaring di sofa. Dalam sekejap Maya berjongkok di atas tubuh Tomi dan mendaratkan batang lelaki itu ke dalam liangnya. Karena belum terlalu basah, Maya agak kesulitan menghujamkan batang itu ke liangnya. Setelah beberapa kali menggesekkan batang Tomi ke bibir bawahnya, akhirnya Maya bisa menjebloskan benda tumpul itu masuk ke sarangnya. Perlahan Maya mulai naik turun mengocok batang Tomi. Lelaki itu kegirangan melihat tubuh telanjang Maya meliuk di atasnya, apalagi kedua gunung kembar Maya bergoyang tak beraturan mengikuti irama gerakan tubuhnya yang tak menentu. Bunyi tumbukan antara dua kulit menghiasi ruangan itu, kedua tangan Tomi mendorong pantat Maya untuk membantunya mempercepat goyangannya. Lelaki itu mulai tidak tahan dengan goyangan Maya yang yahud. Tidak seperti sebelumnya, kali ini dia tidak bisa berhenti untuk bertukar posisi dulu dengan Bobi. Tomi harus melawan Maya seorang diri dan di luar dugaan ternyata dia kurang mampu. Beberapa detik kemudian Tomi mulai meracau tak karuan, klimaksnya sudah semakin dekat, Maya malah mempercepat goyangannya untuk membantu Tomi segera meraih puncaknya. “Ahhh, aku keluar ini, enak banget memekmu” pekik Tomi tiba-tiba. Cairan kentalnya menyembur beberapa kali dari batangnya, tapi Maya tidak berhenti dan terus mengocok batang lelaki itu. “Udah cukup May, hentikan” rajuk Tomi tak kuasa menahan serangan Maya. Begitu Maya menghentikan aksinya, cairan kental merembes keluar dari liangnya. “Segini doang” sindiran Maya menancap dalam di hati Tomi. Tanpa berkata apa-apa, lelaki kribo itu segera merapikan pakaian dan beranjak pergi dari sana, diiringi pandangan Maya yang kecewa akibat belum mencapai klimaksnya. ### Lain Tomi lain pula Bobi. Sebagai anggota geng paling penakut, Bobi melakukan pendekatan yang agak berbeda. Tidak seperti Tomi yang berbasa-basi menghubungi Paijo dulu lalu baru menemui Maya secara langsung, Bobi lebih memilih tindakan yang agak pengecut. Sore itu si botak sudah sampai di depan rumah Paijo dengan aman. Dia bisa melewati pos penjaga keamanan perumahan dengan alasan ingin menemui anggota keluarganya. Sesampainya di depan rumah, Bobi bergegas mengeluarkan alat ajaib yang telah disiapkan beberapa hari sebelumnya. Berkat bantuan alat kecil itu Bobi bisa membuka gembok pagar dan pintu depan rumah dengan mudah, nyaris tanpa suara. Bobi berjingkat masuk ke dalam rumah, meski telah memastikan bahwa Paijo masih di kantor, tetap saja dia harus berjaga-jaga agar tidak bertemu langsung dengan Maya. Syukur-syukur kalau ternyata Maya sedang beristirahat di kamarnya. Ketika mengecek sekilas di kamar utama, ternyata Bobi tidak melihat keberadaan Maya. Lelaki botak itu pun keluar dan mencari di sekeliling rumah, namun tetap saja dia tidak menemukan sosok yang dicarinya. Dalam kondisi nyaris putus asa, Bobi kembali ke kamar utama karena mendengar bunyi yang familiar. Dia segera mengikuti asal suara yang ternyata berasal dari keran kamar mandi di dalam kamar utama. Bobi beruntung karena pintu kamar mandi terbuka sebagian, dia langsung mengintip dari celah pintu dan menemukan sosok yang dicarinya di sana. Kamar mandi rumah itu ternyata cukup besar juga, dimana ada shower dan bak untuk berendam seperti di hotel berbintang. Maya tengah duduk santai di tepi bak, kedua tangannya bergerak kesana kemari mengusapkan busa sabun ke sekujur tubuhnya. Begitu busa sudah merata di setiap inci tubuhnya, Maya segera membilasnya dengan air shower. Sembari mengintip, perlahan Bobi melepas satu-persatu pakaian yang dipakainya. Bobi hendak menyergap masuk ke dalam karena mengira Maya telah selesai mandi. Tapi dia keliru, Maya tetap duduk di pinggiran bak mandi, merabai tubuhnya sendiri yang masih basah. Awalnya Maya hanya meremas kedua payudaranya bergantian, desahan perlahan muncul memenuhi ruangan, lambat laun tangan Maya terus turun ke bawah menuju area intimnya. Batang Bobi menegang keras ketika melihat Maya mulai memainkan daerah kewanitaannya dengan jemari. Desahan Maya mulai sedikit mengeras, disertai gerakan tubuhnya yang mulai tak beraturan. Entah berapa menit Bobi mengintip adegan masturbasi itu, tanpa terasa Maya sudah sampai ke puncaknya dan membiarkan cairan putih merembes keluar dari liangnya. “Eh, mas Bobi, sejak kapan di sana?” Maya terkejut melihat kedatangan Bobi di hadapannya ketika wanita itu hendak membersihkan kemaluannya. Tanpa menjawab, Bobi langsung berjongkok menyerang bagian bawah Maya. “Eh, jangan mas” tolakan Maya sekadar ucapan belaka, dia pasrah saja pahanya direntangkan oleh Bobi. Wanita itu duduk mengangkang di pinggiran bak sementara Bobi fokus menjilati bagian bawahnya yang masih belum tuntas mengeluarkan cairannya. Jilatan dan hisapan Bobi di area sensitifnya membuat birahi Maya kembali naik. Wanita itu kembali mendesah dan meracau tak karuan, sesekali tangannya mendorong kepala Bobi agar semakin terbenam di liangnya, kali lain tangannya meremasi payudaranya sendiri yang berguncang mengikuti pergerakan tubuhnya. Bobi ternyata memang sangat mahir dalam mengoral liang wanita. Belasan menit telah dia habiskan hanya untuk memainkan liang Maya dengan tangan dan lidahnya. Meski sudah dua kali Maya mencapai klimaksnya, namun Bobi masih terus menikmati liang Maya yang semakin becek. “Meski punyamu paling kecil, tapi aksimu boleh juga” gumam Maya ketika Bobi menghentikan aksinya sesaat. Lelaki botak itu mengambil nafas sejenak, berganti Maya yang menyerang pusakanya. Dalam posisi yang tertukar, Bobi duduk di pinggiran bak mandi, sedangkan Maya berjongkok di bawahnya sambil mengulum dan mengocok batang Bobi. Meski lebih pendek, tapi batang Bobi sedikit lebih gemuk dibanding milik si kribo. Sayangnya daya tahan mereka tidak jauh berbeda. Beberapa menit setelah permainan tangan dan mulut Maya, pusaka Bobi pun menyerah dan menumpahkan laharnya di mulut Maya. “Yah, sama aja ternyata kayak mas kribo” sindir Maya blak-blakan. Wajah Bobi agak memerah, kenikmatan permainan tangan dan mulut Maya memang tidak mampu dia tahan. “Jangan salah, masih bisa beraksi lagi ini” balas Bobi sembari berusaha membangkitkan lagi batangnya. Melihat Bobi agak kepayahan, Maya berinisiatif membantunya dengan menjepit batang Bobi di belahan dadanya. Himpitan gundukan empuk Maya perlahan membangunkan batang Bobi kembali. Wajah Bobi berubah sedikit jumawa, sementara Maya terus membangkitkan pusaka Bobi sampai menegang sempurna. Entah sudah terlewat berapa menit, atau bahkan sudah hampir satu jam lebih, pada akhirnya Bobi bersiap untuk menyarangkan batang gemuknya ke dalam liang hangat Maya. Sialnya, ketika Bobi hendak menghujamkan pusakanya, tiba-tiba terdengar suara pintu pagar yang dibuka. Secara serempak keduanya menghentikan permainan, Bobi bergegas memakai kembali pakaiannya dan keluar dari sana. “Sembunyi di kamar mandi belakang dulu” perintah Maya dengan suara rendah. Tanpa membuang waktu, Bobi bergegas masuk ke kamar mandi yang berada di bagian belakang rumah, dekat dengan dapur dan halaman belakang. Kamar mandi yang memang disediakan untuk tamu yang berkunjung ke sana. Setelah berganti pakaian juga, Maya membukakan pintu depan, ternyata Paijo yang ada di sana. “Loh, kok tumben udah pulang mas?” ujar Maya berbasa-basi. “Iya, sekali-sekali pulang on time lah” balas Paijo santai, seperti biasa dia langsung masuk ke dalam kamar. Ketika Paijo masuk kamar, Maya bergegas memberikan kode kepada Bobi yang tengah mengintip dari celah kamar mandi. Dalam hitungan detik lelaki itu keluar dari sana dan menuju pintu depan rumah. Untung saja tadi dia ke rumah itu dengan berjalan kaki, kalau saja dia membawa sepeda motor pasti akan membuat Paijo curiga. Meski urusannya belum tuntas, lelaki botak itu harus rela menunda dulu hasratnya daripada ketahuan Paijo. Masih ada kesempatan yang lain. ### Malam minggu yang cerah, Paijo tengah bersantai di rumahnya, menikmati tayangan dari layar kaca. Sebuah ketukan di pintu depan membuyarkan aktifitasnya, dengan enggan Paijo beranjak untuk membukakan pintu depan. “Eh, Anton. Ada apa ya?” Paijo terkejut dengan kedatangan Anton sendirian. “Istrimu mana?” tanya Anton langsung, pandangannya mengedar ke sekeliling rumah. “Di kamar, kenapa emang?” tanya Paijo lagi. “Banyak tanya lu cupu” Anton mendorong tubuh Paijo sampai terhempas di sofa ruang tamu. Bagaikan di rumah sendiri, Anton langsung masuk begitu saja ke dalam rumah untuk mencari Maya. “Mau ngapain kau? Dia lagi tidur tadi” Paijo mengejar Anton ke dalam. “Diam, daripada berisik beliin aku rokok dan kopi di warung depan sana” Anton kembali mendorong tubuh Anton, lalu melemparkan beberapa lembar uang. Paijo memungut uang tersebut dengan wajah tak berdaya, dia bergegas keluar dari rumah untuk membelikan pesanan Anton. “Jangan pakai kendaraan, jalan kaki aja” tambah Anton dari kejauhan. Ketika Paijo sudah keluar dari rumah, Anton dengan santai masuk ke dalam kamar utama, dimana Maya tengah bersantai di atas ranjang. Dia agak terkejut melihat kedatangan Anton. “Eh, mas Anton, ngapain kesini? Mas Paijo mana?” tanya Maya bertubi-tubi. “Udah jangan banyak tanya, buruan lepas bajumu” perintah Anton dengan nada mengancam. “Tapi mas, nanti kalo mas Paijo datang gimana?” Maya mulai bangkit dari tidurnya dan agak panik dengan ancaman Anton. “Nggak usah dipikirkan, cepat lepas bajumu” Anton mempertegas nada suaranya. Setelah diam sesaat, Maya dengan terpaksa melepaskan daster yang dipakainya, menyisakan bra dan celana dalam saja. “Lepas sekalian itu daleman” hardik Anton, tidak sabar melihat gerakan Maya yang lamban. “I,,iya mas” perlahan Maya melepaskan bra dan celana dalamnya juga, sampai akhirnya wanita itu telanjang bulat di atas ranjang. “Bagus, kuakui tubuhmu memang lebih indah daripada istriku. Rugi kalau hanya dipakai sama si cupu Paijo saja” Anton memandang dengan kagum sekujur tubuh Maya. “Aku belum pernah main sama mas Paijo kok mas” sahut Maya tiba-tiba, membuat Anton malah tersenyum puas penuh kemenangan. “Emang laki-laki tolol itu, punya istri begini kok disia-siakan” Anton mendekati ranjang, membelai rambut hitam Maya yang cukup panjang. “Tenang saja, aku yang akan memuaskanmu malam ini” tambah Anton. Maya hanya tersenyum penuh misteri. Sejurus kemudian keduanya sudah terlibat saling cumbu, tangan Anton meraba sekujur tubuh Maya, begitu juga sebaliknya, Maya membantu Anton melepas pakaiannya sampai sama-sama telanjang bulat. Keduanya berciuman mesra, tangan Maya menjelajahi tubuh Anton yang cukup atletis, sembari perlahan menuju batang Anton yang mulai menegang. Namun tiba-tiba Anton menahan tangan Maya, lelaki itu menghentikan aksinya dan berbisik kepada Maya. “Coba kamu masturbasi di depanku” Anton masih berdiri di dekat ranjang, sementara Maya duduk di ranjang menghadap ke arah Anton dengan posisi paha merentang ke samping. Tanpa malu Maya meremas sendiri kedua gundukan montok di dadanya bergantian, sedangkan tangan satunya turun ke bawah untuk mengusap-usap bagian kewanitaannya. Anton tersenyum puas melihat kebinalan Maya. Apalagi lambat laun wanita itu mulai mendesah akibat ulahnya sendiri. Demi mengimbangi aksi Maya, Anton pun mulai mengocok batangnya sendiri. Setelah beberapa menit saling bermain sendiri, keduanya kembali bercumbu di atas ranjang. Lidah keduanya saling berpagutan, menimbulkan bunyi kecipak basah yang cukup keras. “Aku udah nggak tahan lagi, buruan masukin mas” desis Maya penuh birahi. Anton dengan tanggap segera menyiapkan batangnya untuk menghujam liang Maya yang telah basah. Maya berbaring pasrah di atas ranjang, Anton berada di atasnya dalam posisi standar, tanpa banyak cakap Anton langsung menumbuk liang Maya dengan batang besarnya. Pelan tapi pasti Maya mulai meracau tak karuan akibat sodokan batang Anton. Derit suara pagar terdengar samar-samar, serta langkah kaki Paijo yang makin mendekat. Namun Anton tidak peduli dan terus menggempur liang Maya dengan pusakanya. Suara tumbukan antara dua insan berbeda jenis memenuhi ruangan, tak mungkin tak terdengar oleh Paijo yang telah berada di dalam rumah. “Rokoknya taruh depan dulu aja” teriak Anton ketika terdengar suara ketukan di pintu kamar. Meski tidak dikunci, tapi Paijo tidak berani untuk masuk ke dalam. Paijo merebahkan diri di sofa ruang tengah, melanjutkan menonton tayangan di layar kaca. Entah berapa lama waktu yang terlewati, Paijo sampai ketiduran di atas sofa. Televisi yang ganti menonton Paijo sekarang. Sementara di dalam kamar sepasang manusia masih terus beradu peluh. Berbagai macam posisi sudah dicoba oleh mereka, berulangkali Maya telah mencapai klimaksnya juga, sampai akhirnya Anton merasa kelelahan juga dan mengakhiri pergumulan mereka. “Baru kali ini aku bisa keluar hampir tiga kali dengan satu wanita saja” gumam Anton agak terengah-engah, dia memakai kembali pakaiannya dan meninggalkan Maya yang tengah mengambil nafas di atas ranjang. Anton keluar dari kamar dan tersenyum bengis melihat Paijo yang tengah tidur di sofa ruang tengah. Datang tak diundang, pulang tak diantar. Anton pergi begitu saja meninggalkan tempat yang baru saja memberinya kepuasan maksimal. ### Setelah sekian lama tak bertemu, trio bully akhirnya kembali berkumpul di warung kopi langganan mereka. Terakhir kali mereka berjumpa adalah saat pesta di rumah Paijo, sejak saat itu mereka saling bertukar giliran untuk mampir menjenguk Paijo, atau lebih tepatnya mengunjungi Maya, istri Paijo. “Kayaknya aku mulai ketagihan main sama Maya” Anton membuka obrolan mereka malam itu. “Kalo itu sih kita juga sama bos” sahut Tomi sembari memanggil penjaga warkop dengan lambaian tangannya. “Kita udah sepakat untuk bertanding secara fair loh ya” Bobi ikut berkerumun di sekitar Anton. “Iya sih, tapi Maya pasti bakal milih aku lah” Anton berkata pelan namun tegas dan penuh percaya diri. “Belum tentu, bos. Kemarin Maya sudah kutundukkan” sesumbar Tomi. “Tunduk apanya, Maya bilang kemarin keluarmu cepet gitu” sahut Bobi cepat. “Halah, kayak kamu enggak aja” Tomi tidak mau kalah. “Udah, nggak usah debat, paling ujung-ujungnya aku lagi yang menang” balas Anton jumawa, kali ini kedua rekannya tidak bisa berkata apa-apa. Kopi pesanan mereka sudah datang, ketiganya segera menyeruput cangkir masing-masing, sebelum melanjutkan percakapan yang lebih liar. ### Malam semakin larut, sepasang penjaga keamanan tengah fokus bermain catur tanpa menyadari ada seseorang yang mengendap-endap melewati semak belukar di seberang pos penjagaan. Sosok tersebut bergerak cukup gesit menuju salah satu rumah di perumahan itu. Seolah sudah hafal dengan struktur rumah yang dituju, sosok berpakaian gelap itu memanjat pagar samping rumah dan menggunakan suatu alat untuk membuka pintu depan rumah. Tanpa membuang waktu, sosok gelap itu mampu membuka pintu depan rumah nyaris tanpa suara. Begitu masuk ke dalam, sosok itu terhenyak melihat empunya rumah tengah tertidur pulas di atas sofa ruang tengah, dalam kondisi televisi masih menyala. Sosok itu melanjutkan masuk ke kamar paling besar di rumah itu yang kebetulan tidak dikunci. Sosok itu tersenyum puas melihat kondisi di dalam kamar yang cukup luas itu. Seorang wanita tertidur pulas hanya memakai piyama tidur saja. Sosok itu bergegas mendekati si wanita, tanpa ragu dia membuka pakaian gelap yang dipakainya, lalu mulai meraba-raba tubuh wanita itu. “Hmmm” wanita itu mengigau dalam tidurnya, membuat sosok itu sedikit panik dan mempercepat aksinya. Sosok itu bergerak cukup cekatan dalam melucuti piyama lawannya, dalam hitungan detik wanita itu telah telanjang bulat, ternyata dari awal dia tidak memakai pakaian dalam dan hanya memakai piyama saja. Begitu mangsanya sudah bugil, sosok itu langsung menyerang bagian bawah targetnya, memainkan dengan tangan dan mulutnya. “Hmm, mas Paijo, kan nggak gini perjanjiannya” gumam wanita itu dalam tidurnya. Sosok itu berhenti sesaat, namun kembali melanjutkan aksinya karena sudah kepalang basah. Tangan dan mulutnya bergerak lebih intens menyerang area terlarang dari wanita itu. “Loh, mas Bobi” desis wanita itu ketika membuka matanya. Seorang lelaki botak plontos tengah asyik memainkan kemaluannya. “Ssttt” Bobi memberikan isyarat dengan satu jari menutup mulutnya. “Jangan, mas. Di depan ada mas Paijo” balas wanita itu setelah benar-benar terbangun dari tidurnya. “Makanya kamu jangan berisik, May” balas Bobi lagi dengan merendahkan suaranya. Maya akhirnya terdiam, dia biarkan saja lelaki botak itu menjilati liangnya, dia kembali membaringkan tubuhnya di ranjang, mencoba menikmati permainan dari Bobi. Terakhir bertemu, Maya menyadari bahwa permainan oral lelaki botak itu cukup mahir juga. “Udah jangan lama-lama, buruan masukin batang kecilmu itu” sindir Maya blak-blakan, sebenarnya tadi dia sedang tidak mood untuk berhubungan intim, tapi karena sudah telanjur basah ya mandi aja sekalian. “Jangan salah, kecil-kecil gini cabe rawit” Bobi menghentikan permainan tangan dan lidahnya, kali ini dia menyiapkan batang gemuknya yang telah menegang sempurna. “Coba buktikan, jangan kayak si kribo kapan hari, belum lima menit udah lemes” tantang Maya. Bobi merasa panas gara-gara perkataan Maya, selain itu dia juga ingin membuktikan bahwa dia lebih baik daripada rekannya Tomi kribo. Tanpa membuang waktu dia segera menancapkan batang gemuknya ke dalam liang Maya, pelan tapi pasti pinggulnya bergoyang maju mundur mendorong batangnya keluar masuk ke dalam liang Maya yang mulai basah. “Santai saja, nggak usah buru-buru” ledek Maya melihat Bobi yang bersemangat menggenjot liangnya. Sayangnya tak jauh berbeda dengan si kribo, belum sampai lima menit Bobi sudah tak mampu menahan kedatangan klimaksnya. Batangnya berkedut memuntahkan cairan kentalnya ke dalam liang Maya. Wajah si botak terlihat begitu puas, berbanding terbalik dengan Maya yang cemberut karena lagi-lagi tidak terpuaskan. Tanpa mereka sadari, ada satu sosok lain yang tengah mengawasi mereka sedari tadi. Begitu Bobi terkapar lemas tak berdaya, lelaki itu segera datang menghampiri mereka. “Eh, Tomi” Bobi yang pertama menyadari kehadiran rekan kribonya itu. “Segitu doang Bob” Tomi tersenyum sinis. “Kita kan sudah sepakat untuk tidak datang bareng” protes Bobi sembari bangkit berdiri. “Masalahnya ini harusnya giliranku duluan, kau yang nyuri jatahku” Tomi membantah protes rekannya. “Tapi tetap saja aku yang duluan datang” Bobi masih belum menyerah. “Iya, tapi kau sudah selesai, urus tuh batang kecilmu, lihat saja gimana aksiku” Tomi melangkah penuh percaya diri ke arah Maya, seolah sudah ada yang dia persiapkan sebelumnya. Tanpa ragu Tomi mendekati Maya, melanjutkan aksi Bobi yang belum tuntas. Maya sendiri tidak antusias menyambut kedatangan Tomi, mengingat sejarah pertemuan keduanya tempo hari. Tapi perkiraan Maya ternyata keliru, Tomi yang dulu bukanlah yang sekarang, entah apa yang merasuki Tomi hingga lelaki itu seperti tidak ada capeknya. Semenjak menggantikan Bobi, sudah hampir satu jam Tomi memompa liang Maya dari berbagai posisi. Namun belum ada tanda-tanda lelaki itu mencapai klimaksnya, sementara Maya sudah dua kali menumpahkan cairannya. “Kenapa Bob? Heran ya?” sesumbar Tomi begitu melihat Bobi menatap heran ke arahnya, antara percaya dan tidak percaya. “Kok bisa kau?” tanya Bobi penasaran, bagaimana mungkin lelaki yang kemarin selevel dengannya dalam hal daya tahan kini sudah menyamai Anton, atau bahkan telah melebihinya. “Usaha dong” balas Tomi tak menjawab pertanyaan Bobi. Tanpa bisa berkata apa-apa lagi, Bobi pergi dari sana sambil memikirkan cara bagaimana bisa mengalahkan Tomi dan Anton. Tomi masih melanjutkan aksinya sampai dia mencapai klimaksnya. Maya terkapar di atas ranjang dengan wajah puas, dia tak menyangka telah terjadi perubahan yang sangat drastis pada Tomi. “Selanjutnya ketemu di hotel aja ya, bosen aku di rumah ini” ajak Tomi penuh percaya diri, disambut dengan anggukan kepala oleh Maya. Lelaki kribo itu meninggalkan rumah Paijo dengan raut wajah penuh kemenangan. ###

#2

### Malam itu trio bully kembali berkumpul di warung kopi langganan. Tiga cangkir kopi sudah terhidang di depan mereka, tetapi ketiganya masih terdiam tanpa saling berbincang, larut dalam pikiran masing-masing. Bobi terlihat berpikir keras, sepertinya masih belum menemukan cara untuk mengalahkan Anton dan Tomi. Anton sendiri terlihat seperti sedang mengalami dilema, wajahnya terlihat bimbang dan ragu-ragu. Tomi yang terlihat paling sumringah akhirnya membuka percakapan. “Mikir apa Bob kok serius amat? Nyari cara buat ngalahin aku ya? Hahaha” Tomi tertawa puas melihat wajah rekan botaknya. “Sialan kau, pake apaan sih?” Bobi kembali menanyakan rahasia perubahan Tomi. “Rahasia lah” ledek Tomi. Tanpa peduli perdebatan dua rekannya, Anton masih saja termenung sendiri. “Bos, kok diem aja sih dari tadi” Bobi yang akhirnya menanyai Anton. “Aku lagi dilema ini” ujarnya pelan. “Wah, dilema kenapa ini bos?” Tomi ikut nimbrung karena tertarik. “Jadi begini ceritanya” sahut Anton. “Sore itu aku ke rumah Paijo, main sama Maya seperti biasanya lah. Terus pas lagi enak-enak main tiba-tiba Paijo pulang dan ngeliat kita lagi mantap-mantap di ruang tengah”. “Wah, seru juga, terus bos” Bobi dan Tomi semakin tertarik mendengar cerita Anton. “Ya terus dia aku suruh pergi lah, mana berani dia ngelawan aku, akhirnya dia pergi keluar, istrinya kugenjot terus” lanjut Anton. “Hahaha emang dasar pengecut” komentar Tomi. “Terus lanjut bos, apanya yang bikin dilema?” Bobi tak sabar mendengar lanjutannya. “Terus ya main seperti biasa, setelah beberapa jam tiba-tiba Maya minta aku buat nikahin dia dan cerai sama istriku kalau mau terus main sama dia” nada bicara Anton mulai berubah. “Ohya? Waduh kita udah kalah ini berarti Bob” Tomi agak kecewa mendengar lanjutan cerita Anton. “Ya berarti tinggal cerai aja toh bos, kan beres” sambung Bobi blak-blakan. “Nggak segampang itu tolol. Aku selama ini pengangguran, semua uang yang kupunya dari hasil kerjanya istriku ditambah pemberian keluarganya yang kaya raya. Kalo aku cerai bisa-bisa jadi gelandangan” Anton agak emosi mendengar ucapan Bobi yang seenaknya. “Oh gitu toh, pantes dilema ya bos” nada bicara Bobi berubah merendah. “Coba dicek aja si Maya bos, siapa tau dia juga dari keluarga kaya toh” Tomi memberikan pandangan positif kepada Anton. “Menurutku tidak mungkin, pasti yang kaya si Paijo, kalau nggak gitu mana mungkin Maya mau sama dia” lanjut Anton dengan nada pesimis. “Bener juga sih, terus gimana bos?” Bobi mulai sok perhatian agar tidak dibentak lagi kayak tadi. “Belum tau juga, makanya aku bingung ini” Anton kembali menunduk. “Kalau gitu relakan aja si Maya, biar sisa aku yang saingan sama si botak ini” Tomi memotong pembicaraan mereka, sedikit mendapatkan harapan baru setelah mendengar kisah Anton. “Ya liat ntar aja deh” balas Anton tak bersemangat. Sementara di sisi lain, Tomi dan Bobi justru terlihat menggebu-gebu karena peluang mereka semakin besar seandainya Anton mundur dari persaingan. ### Tomi melangkah dengan riang gembira menuju salah satu kamar hotel bintang lima. Persenjataan sudah tersedia, medan perang sudah disiapkan, dan sasaran telah menunggu di lokasi sedari tadi. Begitu sampai di kamar yang dituju, seorang wanita membukakan pintu kamar, wanita yang sudah tidak asing lagi baginya, wanita incaran dia dan rekan-rekannya.
Maya sudah memakai lingerie yang menggoda, lingerie hitam dengan beberapa bagian terlihat berlubang seperti jaring. Maya sepertinya sudah siap beraksi, aroma tubuhnya harum seperti baru saja mandi kembang. Tanpa basa-basi Tomi bergegas masuk ke dalam dan mengunci pintunya. “Bentar ya May, aku tadi lupa belum minum” ujar Tomi sambil menenggak air minum beserta obat yang ada di sakunya. “Obat apa itu mas?” Maya penasaran. “Biasa, buat nambah stamina biar makin greget” balas Tomi. “Wah, sekalian minum yang banyak kalo gitu” goda Maya. “Tenang, nanti kalo kurang minum lagi” Tomi meletakkan gelasnya, bersiap menyerang Maya yang rebahan di ranjang. Sebelum Tomi mendekat, Maya melakukan gerakan-gerakan erotis yang makin membangkitkan libido si kribo. Wanita itu menarik tubuh Tomi mendekat, perlahan-lahan melucuti satu-persatu pakaian Tomi. Begitu kain terakhir terlepas, keluarlah pusaka Tomi yang mulai bangkit. Ukurannya tak jauh berbeda, namun Maya paham kalau daya tahannya lebih lama akibat obat yang diminum lelaki itu. Terjawab sudah rasa penasaran Maya selama ini akan perubahan Tomi. Tangan dan mulut Maya mulai berkelana ke sekujur tubuh Tomi. Lelaki kribo itu kini terbaring di atas ranjang, dimana Maya berada di atasnya dan menggerayangi tubuhnya. Segala serangan Maya berakhir di pusaka Tomi yang akhirnya terbangkitkan sempurna. Maya belum mau berhenti, tangan dan mulutnya bergerak liar memainkan pusaka Tomi. Mulai dari dikocok-kocok dengan tangan, dijilat dan dihisap ujung batangnya, sampai dikulum hingga memenuhi rongga mulut Maya. Berbagai macam teknik dilancarkan oleh Maya, wanita itu ternyata cukup ahli melakukan oral. Bahkan hanya dari serangan tangan dan mulutnya saja akhirnya memaksa Tomi mencapai klimaksnya yang pertama. “Udah minum obat kok masih cepet keluar mas?” sindir Maya dengan tatapan menggoda. “Tenang, obatku masih banyak macamnya, yang tadi bukan untuk daya tahan” elak Tomi. Maya memberikan waktu kepada Tomi untuk meminum obatnya lagi, kali ini ada beberapa jenis obat yang ditenggaknya, entah obat untuk apa saja. Daripada kelamaan menunggu Tomi, akhirnya Maya memutuskan untuk menggerayangi tubuhnya sendiri, sembari menggoda Tomi untuk kembali melawannya. Beberapa menit kemudian, batang Tomi kembali menegang, kali ini lelaki itu tidak mau pasrah begitu saja menerima serangan Maya. Kedua insan bukan muhrim itu saling menggerayangi tubuh satu sama lain, seolah saling berlomba untuk menjinakkan lawannya duluan. “Harum banget aroma tubuhmu” gumam Tomi sembari menikmati tubuh bagian atas Maya. Seperti biasa fokusnya tertuju pada ketiak Maya yang mulus dan harum, serta gundukan montok di dadanya. Maya tidak menjawab, tangannya asyik menyerang pusaka Tomi yang tidak terlindungi. Desahan keduanya tidak tertahankan lagi, memenuhi ruang kamar yang mewah itu. Kurang puas menikmati tubuh Maya, ditambah rasa gemasnya melihat lingerie jaring hitam, akhirnya Tomi menarik paksa lingerie Maya sampai robek dan tubuh Maya kini seutuhnya tak tertutupi. Permainan kembali berlanjut, pusaka Tomi sudah siap menembus liang Maya yang basah. Perlahan batang Tomi mulai bergerak maju menembus kehangatan liang Maya. Lelaki itu merem melek keenakan, rasanya tidak ada bosannya untuk menikmati jepitan liang Maya. Tanpa terasa satu jam sudah terlewati, berbagai macam posisi sudah dicoba, Maya sudah mencapai klimaksnya dua kali, dan permainan kembali tertunda setelah Tomi meraih puncaknya. Lagi-lagi Tomi meminum obat yang telah dia siapkan, sepertinya memang dia membawa cukup banyak untuk memanfaatkan momen malam itu. Di saat bersamaan, Maya beristirahat sejenak untuk mengambil nafas, sebelum bersiap meladeni perlawanan Tomi lagi. Entah berapa ronde pertarungan yang sudah berjalan, setiap selesai ronde Tomi langsung meminum obatnya, sementara Maya beristirahat sejenak, begitu terus berulang-ulang sampai tak terasa tengah malam telah terlewati. Maya mulai kelelahan, meskipun kamar dilengkapi ac yang dingin tetap saja peluh keringat membanjiri tubuh Maya. Aroma harum parfumnya kini bercampur dengan bau kecut keringatnya. Campuran aroma yang ternyata malah membuat Tomi makin terangsang. Lelaki itu kembali siap dengan pusakanya, untuk kesekian kalinya Tomi menyerang tubuh Maya yang mulai pasrah tak berdaya. Walau batangnya masih tegak berdiri, tapi kini gerakan Tomi mulai melambat, sepertinya dia mulai kelelahan juga. Setelah mencapai klimaks yang kesekian kalinya, tubuh Tomi ambruk di samping Maya. Lelaki itu sudah tidak ada tenaga lagi untuk sekadar berjalan menuju meja tempat obatnya. Maya merasa cukup lega karena dia sendiri juga sudah kecapekan. Keduanya pun segera terlelap dalam kondisi telanjang dan posisi tak beraturan. Paginya, Maya terbangun duluan, wanita itu sontak terkejut melihat kondisi Tomi. Lelaki kribo di hadapannya sudah tidak bernafas lagi, cairan aneh keluar dari mulutnya, kondisi tubuhnya juga terlihat tidak karuan. Maya bergegas mengambil pakaian dan barang-barangnya. Selesai berkemas, Maya langsung pergi meninggalkan hotel itu, untungnya bukan dia yang menyewa sehingga identitasnya tidak diketahui pihak hotel. Bahkan saat Maya keluar dari hotel, para penjaga menyapanya dengan ramah seolah tidak ada apa-apa. Padahal saat ini sedang ada korban overdosis obat yang tewas di salah satu kamar. ### “Kamu punya selingkuhan ya?” tegur seorang wanita tiba-tiba. “Selingkuhan darimana? Jangan ngaco ah” elak lelaki itu. Keduanya sedang bersantai di ruang keluarga, menikmati hari libur. “Mulai nggak jujur sekarang ya” lanjut wanita itu. “Beneran Ma, pengangguran gini mau selingkuh ma siapa” lelaki itu masih tidak mengaku. “Terus Maya itu siapa?” kalimat lanjutan wanita itu membuat suaminya kehilangan kata-kata dalam sekejap. “Bukan siapa-siapa Ma, lagian Mama tahu nama Maya dari siapa?” lelaki itu mulai terpojok. “Nggak penting aku tau dari siapa, yang penting dia itu siapa? wanita itu terus menjejali pertanyaan. “Bukan siapa-siapa” tutup lelaki itu. Keduanya sama-sama diam, suasana dingin dan kaku tercipta diantara mereka. Semenjak saat itu setiap hari selalu terjadi pertengkaran diantara mereka, dimana ujung-ujungnya selalu membahas nama itu, Maya. Anton penasaran darimana istrinya tahu nama itu. Selain dia sendiri, hanya dua rekannya yang mengetahui hubungan gelapnya. Tidak mungkin mereka berkhianat seperti itu, begitu pikiran awal Anton. Tapi pikirannya berubah semenjak kematian Tomi. Darimana Tomi mendapat banyak obat sampai overdosis, darimana istrinya tahu tentang Maya, satu-satunya orang yang tersisa untuk dicurigai hanyalah Bobi. Malam itu juga Anton mendatangi rumah Bobi. Sayangnya Anton kurang beruntung, rumah itu sepi, penghuninya keluar entah kemana, terpaksa Anton harus mencari ke tempat-tempat yang biasa didatangi oleh rekan botaknya. Tanpa membuang waktu, Anton bergegas mencari kesana kemari, bertanya ke siapapun yang dikenalnya, namun tetap saja tidak terlihat batang hidung Bobi. Di saat hampir putus asa, Anton teringat satu-satunya tempat yang belum didatanginya, tempat yang justru paling mungkin didatangi Bobi hari-hari belakangan ini. ### Malam masih belum terlalu larut, tetapi suasana perumahan elit itu sudah sepi bagai kuburan, entah memang sudah banyak penghuni yang terlelap atau justru banyak penghuni yang sedang tidak berada di rumah. Dua sosok lelaki mengendap-endap di depan salah satu rumah, keduanya melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada yang melihat mereka. “Aman kan?” ujar lelaki berkepala botak. “Aman, si tua bangka itu pasti lagi tiduran di pos” balas lelaki satunya yang mengenakan seragam satpam komplek. “Emang tadi alasan apa kau?” tanya si botak lagi. “Biasa, tinggal bilang aja keliling ngecek keamanan” balas rekannya. “Mantap, nggak salah emang aku merekrut partner” si botak tersenyum puas. Keduanya bergegas masuk ke dalam rumah setelah si botak membuka pagar dan pintu depan rumah dengan peralatan andalannya. Lagi-lagi si botak menemukan Paijo yang tengah tertidur di sofa ruang tengah, bukannya di kamar menemani istrinya. Lelaki botak itu mencolek rekannya dan menunjuk ke arah Paijo yang terlelap dalam damai. Namun rekannya itu belum paham apa yang dimaksud si botak. “Kenapa mas?” bisiknya pelan. “Lah dia punya istri cantik kok malah tidur di luar” balas si botak sembari menahan tawa. “Iya juga sih ya” rekan si botak baru paham. “Jangan-jangan itu bukan istrinya kali” tambah si botak, hampir saja kelepasan tertawa. “Kurang tau juga mas” balas rekannya singkat. “Lah, gimana sih, kan kamu satpam di sini” si botak terkejut dengan balasan rekan barunya itu. “Iya sih, tapi saya masih baru di sini, lagipula mas Paijo tipe orang yang tertutup, jarang keluar rumah” lanjutnya menjelaskan. “Yauda bodo amat deh, kita langsung ke kamar aja” si botak berjingkat hati-hati menuju ke kamar utama, diikuti oleh rekannya dari belakang. Maya tengah tertidur pulas di atas ranjang, dua lelaki tanggung itu bergegas mendekatinya, berlomba-lomba untuk menggerayangi tubuh Maya yang montok dan mulus. Si botak sudah cukup terbiasa dengan kemolekan Maya, berbeda dengan rekannya yang baru pertama kali menikmati wanita cantik. Rekan si botak terlihat begitu gemas dengan keindahan tubuh Maya, saking bersemangatnya sampai akhirnya Maya terbangun akibat serangan mereka. “Loh, mas Bobi lagi, siapa ini?” meski setengah sadar tapi Maya bisa mengenali lelaki botak itu, sementara lelaki satunya baru pertama dilihatnya. “Namaku Budi, mbak. Satpam baru di komplek ini” balas pemuda tanggung itu, wajahnya girang melihat wanita seksi di depannya telah terbangun. “Oh jadi ini caramu biar nggak cepet keluar ya mas” sindir Maya seketika membuat wajah Bobi agak memerah. “Udah jangan banyak omong, isep punyaku sini” Bobi menarik tubuh Maya agak kasar, wanita itu duduk di tepi ranjang berhadapan dengan Bobi yang berdiri dengan celana dilorotkan. Tanpa ragu Maya mulai memainkan batang Bobi yang agak gemuk, sementara Budi terpana melihat pemandangan di depannya, yang biasanya hanya dia lihat di film porno saja. “Aku juga mau, mbak” sahut Budi beberapa saat setelah Bobi meminta Maya menghentikan aksinya. Pemuda tanggung itu segerap melepaskan celananya dan memamerkan batangnya yang sedikit lebih panjang dari milik Bobi. “Bahkan sama pemuda ini aja punyamu kalah mas” sindir Maya lagi sebelum dia berganti memainkan batang Budi. Meski melawan dua orang, Maya sama sekali tidak kewalahan, dengan cekatan dia meladeni satu-persatu lawan mainnya. Ketiga insan berbeda usia dan berbeda jenis kelamin itu telah sama-sama telanjang bulat. Kali ini giliran dua lelaki yang menyerang tubuh Maya. Seperti biasa Bobi lebih memilih tubuh bagian bawah Maya, sementara Budi mendapat jatah bagian atasnya. Pemuda duapuluhan itu bersemangat meremas-remas gundukan montok di dada Maya, seperti anak kecil yang mendapatkan mainan barunya. Suara desahan Maya mulai memenuhi ruangan, birahinya terbangkitkan dari serangan atas bawah yang dilancarkan oleh dua lelaki itu. Permainan Budi di tubuh atasnya memang agak kaku, tapi sebaliknya aksi Bobi di bagian bawahnya semakin menjadi-jadi. Maya mulai merem melek keenakan, pinggulnya bergoyang naik turun seirama dengan jilatan Bobi yang makin intens. Tak lama berselang Maya mencapai klimaks pertamanya dan seperti biasa Bobi langsung menghisap cairan kemaluan Maya, memaksanya untuk terus-menerus menumpahkan cairannya. Budi sudah tidak sabar untuk menikmati kehangatan liang Maya. Pemuda itu meminta ijin kepada Bobi untuk menghujamkan batangnya, lelaki botak itu mengalah dan membiarkan pemuda itu menikmati hubungan intim pertamanya. Perlahan Budi menyodokkan batangnya ke dalam liang Maya, begitu sampai di dalam wajahnya langsung berubah. “Walah, enak banget ini mas” komentarnya kegirangan, Bobi tersenyum melihat kepolosan pemuda itu, kehadirannya cukup membantunya agar tidak dikalahkan lagi oleh Maya. Dari gerakannya yang kaku bisa disimpulkan bahwa itu memang pengalaman pertama bagi Budi, untungnya Maya berbaik hati membantunya sehingga pemuda itu bisa lebih maksimal menikmati jepitan Maya. Setelah beberapa menit menggoyangkan pusakanya, pemuda tanggung itu akhirnya mencapai klimaksnya yang pertama, cairan kentalnya tumpah ruah ke dalam liang Maya. “Bodoh, kenapa keluar di dalam?” Bobi terkejut melihat cairan kental merembes keluar dari liang Maya ketika Budi mencabut batangnya. Lelaki botak itu memukul kepala rekannya yang tidak tahu diri. “Mohon maaf, mas. Saya kelepasan tadi, nggak bisa nahan” balas Budi dengan raut bersalah, Bobi tidak tega melanjutkan kemarahannya. “Yauda gpp udah terlanjur juga” kemarahan Bobi mereda, kali ini gantian dia yang menikmati liang Maya. Budi mengamati dengan seksama bagaimana aksi Bobi dalam menggenjot tubuh Maya. Berbeda dengan posisi Budi tadi, kali ini Bobi memakai gaya doggystyle dimana Maya merangkak di atas ranjang sementara Bobi berdiri di dekat ranjang. Selain mengamati Bobi, pemuda polos itu juga tidak berkedip sedikit pun melihat gunung kembar Maya yang berguncang kesana kemari. Maya memberikan kode kepada Budi agar mendekatinya, begitu pemuda itu mendekat Maya langsung memainkan batangnya untuk membangkitkannya kembali. Maya berada tepat di bagian tengah ranjang, sementara dua lelaki itu ada di sisi-sisi ranjang, satunya menumbuk liang Maya, satunya lagi menikmati liang Maya yang atas. Begitu klimaksnya hampir sampai, Bobi segera memberikan kode kepada Budi untuk berganti posisi. Pemuda itu dengan senang hati langsung mengisi posisi Bobi dan mempraktekkan gaya doggystyle sesuai yang dilihatnya barusan, sementara Bobi mengatur nafas dan staminanya. Meski klimaksnya tergolong lebih cepat, tapi pemuda itu bisa membangkitkan kembali pusakanya berkali-kali, hal yang cukup menguntungkan bagi Bobi untuk bisa mengalahkan Maya. Ternyata dia memang tidak salah dalam memilih rekan. Kehadiran Budi mampu membuat Bobi menahan puncaknya meski telah beberapa kali bergantian melawan Maya. “Wah, boleh juga ini rekan barumu” lagi-lagi Maya menyindir Bobi, tapi lelaki itu tidak terpancing lagi karena kali ini dia telah mencium aroma kemenangan. Maya sudah beberapa kali mencapai klimaksnya sementara Bobi masih bisa menahan sampai sejauh ini. Setelah beberapa jam terlewati, Budi akhirnya ambruk ke lantai, tenaganya sudah terkuras habis, apalagi dia sudah beberapa kali mencapai klimaksnya. Bobi merasa ini sudah saatnya untuk mengakhiri permainan dan menumpahkan cairan yang sedari tadi dia tahan. Bobi kembali mengambil alih permainan dan menghujamkan batangnya ke liang Maya untuk yang kesekian kalinya malam itu. Belum juga Bobi menuntaskan hasratnya, tiba-tiba dia mendengar suara ribut-ribut di depan rumah. Tak lama berselang terdengar suara pintu dibuka dan suara dari Paijo yang keluar menyambut keramaian. “Ada apa ini?” ujar Paijo cukup keras sampai terdengar oleh Bobi di kamar. “Ada maling masuk ke rumahmu” ujar salah satu penghuni perumahan yang berada di kerumunan itu. “Oh ya?” Paijo nampak tidak percaya, dia membukakan pintu pagar untuk membiarkan mereka semua membantunya mencari seandainya memang benar ada pencuri. Segerombolan orang masuk bersamaan dengan seorang penjaga keamanan yang lumayan uzur, bahkan ada Anton diantara kerumunan orang itu. Mereka semua bergegas masuk ke rumah Paijo untuk mencari ke setiap sudut ruangan, sampai akhirnya Anton berteriak kencang karena dia yang langsung masuk menuju ke kamar utama. “Ini dia malingnya” teriak Anton begitu melihat Bobi yang masih berhubungan intim dengan Maya. Secara reflek Maya melepaskan diri dari Bobi dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Setelah Maya menjauh dari Bobi, kerumunan orang mendatangi kamar itu dan terkejut melihat Budi yang terkapar di lantai. “Wah, ternyata Budi komplotan maling itu” teriak si penjaga keamanan yang menjadi pasangan jaga Budi malam itu. Tanpa basa-basi, kerumunan orang itu segera menyeret Budi dan Bobi keluar dari rumah. Mulut Bobi hendak menjelaskan sesuatu kepada Anton, tetapi rekannya itu sudah tidak mempedulikannya lagi. “Terima kasih ya nak sudah membantu kita menangkap maling yang meresahkan penghuni beberapa hari ini” ujar penjaga keamanan kepada Anton. Lelaki itu menunduk dengan sopan untuk memberi hormat. “Sama-sama pak, sudah sewajarnya kita saling membantu. Kebetulan Paijo ini teman saya, biar saya yang menenangkan dia, silakan bapak urus saja penjahatnya” balas Anton takzim. Penjaga keamanan itu akhirnya meninggalkan Anton di depan rumah Paijo, dia mengikuti arah kerumunan orang yang membawa Budi dan Bobi. Sementara itu, Anton menghampiri Paijo, bukan untuk menenangkannya, tetapi tentu saja untuk mendatangi Maya yang masih telanjang di dalam kamar. “Sudah kubilang aku tidak mau bermain denganmu sebelum kau cerai” bentak Maya ketika Anton masuk ke dalam kamar. Entah Paijo ada dimana, tidak tampak batang hidungnya. “Besok, aku janji besok akan mengurus suratnya, sekarang mari kita lanjutkan hasratmu yang pasti belum tuntas” Anton merayu Maya, tidak butuh waktu lama bagi Maya untuk menyetujui janji Anton. Karena hanya Anton yang bisa meladeninya sampai esok pagi menjelang. ### Matahari pagi sudah terbit sejak tadi, Anton masih tidur di atas ranjang empuk, berangkulan dengan Maya dalam kondisi sama-sama telanjang. Keduanya baru bangun di saat bersamaan ketika tiba-tiba ada guyuran air di kepala mereka. Sekilas mereka melihat Paijo yang berada di dekat pintu kamar, sementara yang berada tepat di hadapan mereka sambil membawa ember kosong adalah wanita yang sangat dikenali oleh Anton, tak lain dan tak bukan adalah istri Anton sendiri. “Jadi ini yang namanya Maya” wajah wanita itu terlihat sarat emosi, sementara Anton tidak bisa berkata apa-apa. “Ini kan yang kau mau? Sudah, mulai saat ini tidak ada hubungan diantara kita” lanjut wanita itu sembari melayangkan sepucuk surat yang telah dinantikan oleh Maya, namun sebenarnya tidak diinginkan oleh Anton. Wanita itu bergegas pergi meninggalkan tempat itu, diiringi sapaan hormat dari Paijo. Sementara Anton terdiam tanpa kata, kejadian ini terasa begitu cepat baginya dan sepertinya dia masih belum siap menerimanya. “Nah begitu dong, sesuai janjimu ternyata pagi ini benar-benar dapat surat cerainya ya” Maya mencoba menghibur lelaki itu, sekilas Paijo mengedipkan Mata ke arah Maya sebelum Paijo meninggalkan tempat itu juga. Paijo kembali ke tempat kerjanya, sementara Anton kembali melanjutkan hubungan intimnya dengan Maya. Hampir tiga hari Paijo tidak pulang ke rumah. Dalam tiga hari itu Anton memuaskan diri berhubungan intim dengan Maya. Meski dia tidak tahu lagi bagaimana kelanjutan hidupnya, namun saat ini dia ingin menikmati kemewahan yang ada, siapa tahu ternyata justru Maya lah yang memiliki rumah mewah beserta kekayaan dari Paijo, hal yang sebenarnya sangat kontras dengan pemikirannya dahulu yang selalu beranggapan bahwa Paijo lah yang kaya. Berbagai macam posisi telah dicoba oleh Anton dan Maya selama tiga hari, berbagai sudut ruangan juga telah dijelajahi, mulai dari kamar utama, ruang tamu, ruang tengah, dapur, halaman belakang, kamar mandi, di dalam mobil, bahkan di halaman depan rumah juga sudah dicoba. Seolah tidak ada habisnya mereka terus mengeksplor hal-hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan hubungan intim mereka. Lambat laun Anton merasa percaya diri bahwa hidupnya akan baik-baik saja selama bersama Maya. Cinta semakin merekah di dalam hati lelaki atletis itu, masa bodoh bagaimana hidup mereka kelak, selama masih bisa bersama pasti tetap akan terasa indah. Mau hidup di rumah mewah seperti itu, atau seandainya Paijo mengusir mereka, Anton sudah berniat akan mencari kerja untuk menghidupi dia dan Maya kelak. Tepat di hari keempat, Paijo akhirnya pulang kembali. Sesampainya di rumah, dia langsung disambut pemandangan indah, sepasang laki-laki dan perempuan yang sama-sama telanjang, tengah asyik bergumul di atas sofa ruang tengah. “Oh, sudah pulang kau” ujar Anton santai, aksinya sama sekali tidak terganggu dengan kehadiran Paijo. Paijo sendiri terlihat santai saja dan masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian. “Kemana kau Jo, coba rekam aku sini daripada nganggur kau” teriak Anton ketika Paijo masuk ke dalam kamar. Beberapa menit kemudian Paijo keluar dengan pakaian kasual, kamera hape juga sudah telah dia siapkan sesuai permintaan Anton. Lelaki berkacamata itu terlihat tanpa ekspresi ketika merekam pertarungan antara Anton dan Maya. Setelah menyadari Paijo merekamnya, Anton semakin beringas dalam menghujamkan batangnya ke liang Maya. Seolah kesetanan lelaki itu bergerak sangat cepat menggenjot liang Maya, sebagai lawan yang tidak kalah tangguh, Maya tetap mengimbangi permainan Anton dan malah keenakan dibuatnya. Aksi mereka tidak berlangsung lama, tiba-tiba saja terdengar suara mobil berhenti di depan rumah, lalu beberapa langkah kaki datang mendekat, melewati pintu kamar depan yang memang tidak dikunci oleh paijo. Seorang lelaki bertubuh tegap memakai setelan jas hitam datang diapit dua orang bertubuh besar bak binaragawan. Paijo menghentikan rekamannya dan membungkuk ke arah lelaki itu, lelaki itu membalas dengan salam hormat yang sama sembari melepaskan topi koboinya. “Sesuai kesepakatan, hari ini hari terakhir ya mas Paijo” ujar lelaki itu ramah. “Benar pak, sebentar saya ambilkan” Paijo bergegas masuk ke dalam kamar lagi, kemudian kembali dengan membawa sebuah koper hitam besar. Paijo menyerahkan koper itu kepada salah satu pengawal lelaki berjas hitam. Begitu koper dibuka, di dalamnya tampak dipenuhi lembaran uang seratusribuan yang telah ditata sedemikian rupa sehingga mudah untuk dihitung. Hanya dalam hitungan detik salah satu pengawal menganggukkan kepala memberikan kode kepada lelaki itu. “Oke, jumlahnya sudah sesuai ya mas Paijo, senang berbisnis dengan Anda” lelaki berjas hitam tersenyum ramah kepada Paijo, sebelum pandangannya beralih ke Maya dan Anton yang hanya diam mematung sedari tadi. “Ayo May, tunggu apalagi” ujar lelaki itu. Maya bergegas menghampirinya tanpa merasa perlu untuk memakai kembali pakaiannya. “Eh, apa-apaan ini” Anton bangkit berdiri mengejar Maya, mencoba merebutnya kembali dari lelaki itu. Dua pengawal berbadan besar menahan lajunya, salah satunya memberikan sebuah surat kontrak yang segera dibaca oleh Anton. Surat yang menyatakan bahwa Maya adalah istri kontrak dari Paijo selama 40 hari, terhitung sejak Paijo mengikuti reuni sekolah. “Nih Ton” Paijo mendekati Anton dan memberikan tambahan bukti, Kartu Tanda Penduduk yang menyatakan bahwa Paijo masih berstatus lajang alias belum menikah. Seketika emosi di dalam diri Anton langsung meluap, meski marah terhadap Paijo yang mengakali dia dan teman-temannya, namun target utamanya saat ini adalah merebut Maya, satu-satunya hal yang bisa menemani kelanjutan hidupnya kelak. “Aku tidak peduli, justru kalau Maya bukan istri Paijo maka akan lebih mudah bagiku untuk menjadikannya istri” pekik Anton sembari menyerang lelaki berjas itu. Tentunya serangan Anton tidak menemui hasilnya, dua pengawal lelaki itu segera mencegahnya dan menghajar Anton dalam seketika. “Hey tukang bully, bagaimana rasanya gantian dibully?” lelaki berjas itu berbalik arah dan menyindir Anton, Maya bergelayut manja di lengan lelaki itu. “Diam kau koboi. Maya, kenapa kau tega meninggalkanku? Bukankah katamu kau juga cinta kepadaku dan ketagihan berhubungan denganku. Kembalilah padaku Maya” Anton berlutut dan mengiba kepada Maya, suasana jadi hening sejenak. “Aksimu boleh juga sih. Tapi maaf ya Anton, kalau dibandingkan suamiku dan dua bodyguard-nya ini ya kamu nggak ada apa-apanya sih” balas Maya tegas, dengan nada menyindir khas dirinya. Seketika lelaki berjas yang disebut suami oleh Maya terbahak, diikuti oleh dua pengawalnya. Wajah Anton memerah, rasa marahnya tadi kini bercampur dengan rasa malu dan membuat amarahnya terasa menggelegak. “Semua ini gara-gara kau bangsat” Anton berbalik menyerang Paijo, satu-satunya orang yang bisa digunakan untuk melampiaskan emosinya. Sayangnya, belum sempat Anton menyentuh tubuh Paijo, dua pengawal lelaki berjas secara bersamaan menghadang serangan Anton. Kali ini Anton dihajar sampai babak belur, lelaki itu terkapar tak berdaya dengan muka bonyok. “Hey pemuda miskin, selama tidak punya uang jangan berani-beraninya kau menyentuh salah satu klien utama kita ini ya” nada lelaki berjas itu berubah, sama sekali tidak ada keramahan dalam suaranya, hanya melihat wajahnya saja sudah membuat Anton ketakutan luar bisa, ternyata sejauh itu perbedaan level mereka berdua. “Terima kasih banyak tuan, berkat anda saya bisa membalaskan dendam” Paijo membungkuk memberi hormat kepada lelaki berjas hitam, pada saat bersamaan Paijo menginjak kepala Anton yang tak berdaya dan mata mereka berdua bertatapan, baru kali ini Anton mendapatkan tatapan mata yang begitu tajam dan penuh dengan rasa benci. “Jangan berterima kasih ke saya, mas Paijo. Sampaikan rasa terimakasihmu ke ini” lelaki berjas itu mengangkat koper penuh uang dari Paijo tadi. “Karena sesungguhnya kekuatan terbesar di dunia kita adalah uang” lanjut lelaki itu dengan senyuman ramahnya yang telah kembali, senyuman khas seorang pebisnis kepada pelanggannya. “Saya permisi dulu kalau begitu mas” lelaki berjas itu berbalik, sementara Maya mengedipkan mata kepada Paijo dan menggandeng lelaki itu keluar dari sana. Pada saat bersamaan, dua pengawal mengikuti mereka dari belakang sambil menyeret tubuh Anton keluar dari rumah itu. Setelah meletakkan tubuh Anton di bagasi, kedua pengawal masuk ke dalam mobil, mereka pun pergi meninggalkan rumah Paijo begitu saja, seolah tidak terjadi apa-apa. Paijo memandang kepergian mobil mereka dengan wajah puas, dendamnya belasan tahun yang lalu telah terbalaskan. ### “Untuk apa tubuh lelaki ini kau bawa, sayang?” ujar Maya ketika mereka telah jauh dari rumah Paijo. “Untuk didaur ulang, bisa dimanfaatkan jadi pengawal baru, atau bisa juga dijadikan pendulang uang. Siapa tau nanti dia bisa kaya dan mau balas dendam juga ke Paijo tadi” balas lelaki berjas dengan santainya. “Dasar S3 Marketing Harvard ya kamu” Maya mencubit lengan suaminya itu. TAMAT