Kontras
Chapter 1
“Semoga Tak Terjadi Hal – hal yang diinginkan “
Rumah ini adalah saksi bisu kehidupan harmonisku dengan suami ku tercinta, rumah ini juga menjadi tempat yang penuh dengan kenangan indah akan suamiku, rumah ini juga menjadi bagian dari kesepian hidup yang aku alami. Aku, seorang ustadzah di lingkungan tempatku tinggal, merasakan kesepian yang mendalam yang aku alami setelah kepergian suami ku. Dia bukan selingkuh, tetapi dia pergi menghadap ilahi, di rumah ini pula aku yang tabu akan hal – hal seksual, akhirnya menjadi ketagihan akan apa yang telah almaruhum suamiku lakukan kepada diriku. Dulu, saat kami menikah, suamiku adalah seorang pria yang sangat mencintai diriku, dan juga sifat suamiku yang memiliki libido yang tinggi membuat diriku mengenal dan menjamah sesuatu yang di luar nalar diriku akan hal hal yang bersifat seksual. Namun, setelah suamiku meninggal, aku merasakan tubuhku menginginkan hal – hal yang telah almaruhm suamiku lakukan kepada diriku. Namun, bgaimana cara dan solusi agar hal itu dapat memuaskan hasrat dan dahagaku akan dipuaskan oleh seorang pria. Karena kondisiku sebagai seorang ustadzah dan penceramah agama yang harus menjunjung norma dan mempertahankan sikap ku yang sopan dan anggun. Di sisi lain hatiku berontak dan ingin menemukan sesosok pria yang dapat memberikan kepuasan tak terhingga.
Hingga suatu pagi yang sejuk, saat aku menjemur pakaian di luar rumahku, aku melihat seorang pengemis yang datang menghampiriku, ku lihat wajah pria itu dan kutaksir dia sudah berumur 60 tahun. Wajah yang keriput dan kusam, pakaian yang lusuh dan badan yang kurus seolah memberitahukan orang lain bahwa dirinya adalah korban dunia yang tak adil.
“ permisi non, boleh kakek bertanya?” ucap si kakek
“ iya kek, boleh, ada apa ?” timpalku.
“ sudikah non memberikan sedikit makanan kepada kakek, jika tidak ada kakek minta air putih saja segelas, soalnya kakek dari kemaren belum makan?” lirih si kakek
Bergetar hatiku yang mendengar permintaan si kakek, tak terasa air mata menggenang di kelopak mataku.
“ tunggu kek, masuk ke sini, biar saya ambilkan makanan untuk kakek.” Ucapku dengan gemetar
Bergegas ku usap air mataku, lantas aku buru – buru melangkahkan kakiku mencari makanan dan minuman untuk si kakek. “ Duduk di kursi ini kek, jangan di teras,” pinta ku.
“ oh, tidak apa – apa non, disini saja, takut nanti kursinya kotor “ ucapnya sambil mengelap teras tempat dia duduk
“ jangan begitu kek, malu saya, nanti di sangka orang saya tega ngebiarin orang duduk di teras”
“baiklah kalau itu pinta non “
Kulihat dia membawa sebuah kantong kecil yang dia jinjing, namun aku tak mau menanyakan apa yang dia bawa. Dalam hati aku merasa iba akan kondisi si kakek, namun aku juga khawatir akan kondisiku yang sedang sendirian di rumah, tapi aku lebih memerdulikan sisi kemanusiaanku ketimbang rasa takutku.
“ ayo kek, dimakan makanannya, tapi seadanya ya kek, soalnya saya belum sempat masak kalau pagi – pagi seperti ini.” Imbuhku. Kuhidangkan makanan dan minuman yang ada dirumahku seadanya.
“ maaf non, saya merepotkan, kalau boleh saya minta makanan nya di bawa saja, saya malu makan disini di depan non.”
“kenapa mesti malu kek, toh saya sama kakek sama – sama manusia, ayo kek, makan yang banyak.”
“iya non, sebelumnya terima kasih banyak karena telah menolong kakek. Kakek doakan, apa yang non cita – citakan bisa terwujud” jawab kakek itu sembari mengangkat kedua tangannya.
“amiin,” jawabku. Mudah mudahan hasrat ini terpuaskan, gumamku dalam hati.
Si kakek yang tampak malu – malu mengambil nasi dan lauk pauk yang ada di meja teras rumah membuat aku memberanikan diri mengambilkan nasi dan lauk pauknya, dan akhirnya dia makan dengan begitu rakus. Aku yang melihat dia makan begitu rakus merasa tak sopan memandang iba kepada si kakek, buru buru aku pamit izin menjemur pakaian.
“ kakek, saya pamit kebelakang, kakek makan saja di sini, kalau sudah makan jangan dulu pergi, nanti saya mau kasih bingkisan.”
“ ndak usah repot repot non, ini saja sudah lebih dari cukup”
“ Pokoknya nanti kakek jangan dulu pulang, kalau sudah makan panggil saya di belakang “ desakku.
“ maaf non, nama non siapa ?” Tanya si kakek sembari makan.
“ nama saya OKI SETIANI DEWI kek, panggil saja oki atau dewi.” Jawab ku
“ oh, iya terima kasih non oki atas kebaikan non oki “
“ sama-sama kek, mari saya pamit ke belakang dulu “
“ iya silahkan non oki “ Kutinggalkan pengemis itu di depan rumah, lalu aku bergegas kebelakang rumah lewat samping rumahku untuk menjemur pakaian.
Hari ini mumpung cuaca bagus aku berencana untuk istirahat dirumah setelah mencuci pakaianku, kugantungkan baju gamis, dalaman, serta BH di atas tali jemuran. Aku mendadak tersenyum sendiri saat melihat pakaian gamis dan dalamanku, suamiku sangat buas menikmati diriku saat aku memakai pakaian itu, gamis dari bahan katun berwarna krem dengan bahan yang tipis ditambah perpaduan celana dalam dan bh warna hitam berendra, namun di bagian putting dan bagian tengah celana dalamku telah di bolongi oleh suamiku, katanya lebih menggoda saat aku memakai bh tetapi puting terlihat ataupun saat aku memakai celana dalam tetapi lubang miss v ku terekspose jelas, hanya satu ku gantungkan hari ini, sisanya masih belum kucuci di kamar mandi.
Apalagi ditambah baju gamis tipis yang membuat bh dan celana dalamku tercetak jelas saat menggunakan busana gamis itu, tak ayal suamiku selalu ganas dalam bercinta sewaktu aku mengenakan pakaian itu. Namun, yang lebih membuatku tersenyum hingga tertawa sendiri adalah saat aku menjemur hijab dan kerudungku. Aku terbayang akan suamiku yang senang sekali ketika aku mngenakan hijab dan kerudung saat bercinta tanpa busana lain. Katanya aku adalah ummahat binal. Bahkan suamiku sering menyebut diriku dengan bahasa yang tak pantas dan vulgar, namun itu hanya untuk membuat dirinya terpuaskan, walaupun awalnya aku marah dan kesal, lambat laun aku menerima julukan itu. “ akhwat doyan kontol “ aku tersenyum simpul saat mengingat julukan itu, dalam hubungan dengan suamiku memang aku terbilang perempuan yang mempunyai gairah dan libido yang tinggi, setiap hari, bahkan setiap kali aku dan suamiku ada kesempatan, aku selalu meminta dipuaskan oleh suamiku. Maka tak ayal lagi aku dijuluki oleh suamiku sendiri “akhwat doyan kontol”.
“ non oki, “
“ eh, kontol kontol kontol, “
Aku terkaget akan panggilan si kakek yang membuyarkan lamunanku, namun rasa malu langsung menyelinap ke dalam hatiku,
“ eh maaf kek, saya gak sengaja, habisnya kakek ngagetin saya “ ucapku dengan penuh rasa malu
“ eh, ndak apa apa kok non, perempuan yang saya temui juga banyak yang suka latah ngomong begitu,”
Iya maaf kek, kakek mau pergi ? “ tanyaku
“ iya non, kakek mau pergi, terima kasih atas makanan dan minumannya, “
“ ini ada uang seadanya tolong diterima.” Ku ambil uang dari saku gamisku 3 lembar seratus ribuan
“ aduh non, maaf ini saya kakek gak bisa terima, ini terlalu besar,” jawab si kakek
“ sudah kek, buat kakek bekal di jalan, sama buat kakek beli makanan, saya ikhlas “
“ te..terima kasih non, kalau begitu kakek terima uang ini”
Namun, aku masih rasa ada yang kurang untuk membantu si kakek ini, aku lihat pakaian yang dia gunakan sangat kumuh dan sudah tak pantas di gunakan. Namun, dirumahku tak ada pakaian untuk si kakek, semua pakaian milik almarhum suamiku, namun aku berinisiatif menyuruh si kakek untuk tunggu di teras dan aku bergegas masuk ke rumah mencari pakaian yang pantas untuk kuberikan kepada si kakek. Ku bongkar semua pakaian mendiang suamiku, ku pilah pilah mana yang pantas untuk kuberikan pada si kakek. Ku taksir ukuran pakaian si kakek sama dengan ukuran punya mendiang suamiku. Satu buah baju kemeja warna biru lengan panjang, dan sebuah celana hitam panjang telah ku pilih, namun, aku ragu apakah aku harus juga memberikan celana dalam untuk si kakek. Ku coba cari dan akhirnya kutemukan sebuah celdam laki laki yang masih baru dan belum pernah digunakan oleh almarhum suamiku. Tak lupa sebuah kaos oblong ku letakan bersama pakaian itu.
“ Ini kek, baju almarhum suami saya, untuk kakek, masih baru kok untuk dalemannya belum di pakai “ ujarku sambil memberikan pakaian itu kepada si kakek.
“ aduh, non oki jangan, saya malu ngerepotin non oki dan suaminya” tolak si kakek.
“ ga ngerepotin kek, justru saya senang bisa membantu orang yang sedang kesusahan. Gak baik loh nolak pemberian orang lain. Lagian pasti almarhum suami saya senang bajunya dipakai orang lain. Kan jadi pahala kek. “
“ Maaf, non saya lancang, non oki suaminya sudah meninggal ?” Tanya nya
Ada sedikit rasa sedih melanda hatiku. Aku hanya mengangguk tanda mengiyakan
“ baik non saya terima, sekali lagi terima kasih sudah jadi penyelamat hidup saya “ imbuh si kakek
“ ah kakek, ini mah belum seberapa sama orang – orang yang jihad kek, anggap aja ini sedekah saya, oh iya kek, kalo bisa di cobain di kamar mandi saya saja pakaian ini, takutnya gak muat, kalau gak muat nanti saya tukar, mumpung kakek masih disini. “
“ nanti saja non, kakek malu masuk ke rumah besar kayak begini, nanti bikin kotor lantai saja”
“ aih, kakek apaan sih, sudah ayo ikut saya ke kamar mandi, nanti cobain pakaiannya di kamar mandi ya kek “
“ ba..baik non “
Ku antar si kakek ini masuk ke rumahku menuju kamar mandi, entah kenapa aku yang selalu melarang pria masuk ke rumahku saat suamiku tak ada di rumah dengan begitu gampang mengajak masuk pria asing ke dalam rumahku, tapi sudahlah, toh walaupun aku sendirian di rumah si kakek tak ada niat buruk, malahan dari tadi dia ingin cepat – cepat pergi. Setelah kupersilahkan masuk ke kamar mandi, aku tunggu di depan pintu kamar mandi, aku kepikiran apa si kakek melihat celana dalamku yang ku jemur di luar atau tidak ? atau apa si kakek melihat bh dan celana dalamku yang masih ku tumpuk di ember yang ada di dalam kamar mandi ? fikiran itu membuat jantungku memompa adrenalin sedikit lebih kencang. Rasa takut, penasaran dan juga gairah seolah menjadi satu yang saling bercampur aduk.
“ Non Oki, Non oki,” panggil si kakek
“ eh, iya kek, maaf saya melamun, kakek sudah selesai “
“ iya non, boleh saya keluar, iya boleh kek “
Setelah pintu kamar mandi terbuka ku lihat si kakek telah mengenakan pakaian dan celana hitam yang telah aku berikan, dan juga di telah menuci mukanya yang terlihat sudah bersih dari sebelumnya.
“ gimana kek, muat ga di badan kakek “
“ alhamdulilah muat, tapi saya kembalikan ini, soalnya tidak muat di kakek”
Celana dalam yang baru dibeli olehku diserahkan kembali kepadaku
“ aduh kek, maaf tunggu ya saya coba cari yang lebih besar, bergegas aku ke lantai atas masuk ke dalam kamarku mencari celana dalam yang berukuran lebih besar. Kulihat celdam yang baru ini berukuran XL, berarti aku harus mencari ukuran XXL, namun tak ada celdam pria yang baru yang berukuran XXL karena suamiku memiliki ukuran celdam XL, ku putar otak, kuingat – ingat, dimana pernah ku lihat celana dalam yang berukuran XXL di kamarku. Ku ingat, beberapa bulan yang lalu, aku pernah membeli beberapa celana dalam berukuran XXL untuk suamiku di toko online, namun karena ukuran yang terlalu besar, suamiku tidak mau memakainya. Aku pun menyimpannya di lemari pakaianku. Tanpa pikir panjang, aku langsung berlari menuju lemari pakaianku di lantai atas rumahku, dan benar saja, di sana masih tersimpan beberapa celana dalam berukuran XXL yang belum pernah digunakan. Aku segera mengambil salah satu celana dalam tersebut dan berlari turun kembali ke lantai bawah untuk memberikannya kepada si kakek.
“Kek, maaf menunggu ya. Ini saya punya celana dalam yang lebih besar, saya yakin ini akan muat di badan kek,” ucapku sambil memberikan celana dalam berukuran XXL itu kepada si kakek.
“Terima kasih banyak, non. Kakek benar-benar terharu dengan kebaikan non,” jawab si kakek sambil menerimanya dengan senyum.
“Sama-sama, kek. Semoga celana dalam ini bisa membantu kek,” jawabku sambil tersenyum.
Setelah itu, si kakek masuk kembali kedalam kamar mandi dan segera mengenakan celana dalam yang baru tersebut dan memastikan bahwa ukurannya pas. Aku pun merasa lega setelah melihatnya keluar kamar mandi, dan hatiku menjadi hangat karena bisa membantu seseorang yang sedang kesusahan.
“Terima kasih banyak, non. Kakek akan terus berdoa untuk kebaikan non,” ucap si kakek sambil mengucapkan terima kasih.
“Sama-sama, kek. Semoga kek selalu dalam lindungan Allah,” jawabku sambil tersenyum.
Setelah itu, si kakek pun pamit untuk pergi. Aku pun mengantarinya ke pintu dan memberinya beberapa uang untuk bekal di perjalanan. Namun, sebelum pergi aku menanyakan apakah ukuran celana dalamnya muat atau tidak, namun jawaban sikakek membuatku tertegun.
“kek, tadi, dikamar mandi celana dalamnya muat ga ? “ tanyaku.
“ alhamdulilah muat non, cuman…..”
“cuman kenapa kek “ aku yang penasaran segera sedikit mendekati si kakek,
“ ah gapapa non, cuman aneh saja.” Ucap si kakek
Aku yang menjadi heran lanjut bertanya
“aneh apanya kek.”
“ ini celana dalam yang kakek pakai kok di bagian kemaluannya bolong ya, ini kakek heran soalnya kata non oki ini baru. Jadi kakek berfikir mungkin ini lagi trend celana dalam seperti itu.”
Sontak mataku melirik kearah bawah, terlihat tonjolan kemaluan si kakek yang terlihat panjang dan besar.
“ aduh kek, maaf, saya ….saya…itu … ulah almarhum suami saya,, bbee..gitu..”
Tercekat suaraku, bukan hanya celana dalamku saja yang almarhum suamiku bolongi. Aku baru ingat celana dalamnya juga dia bolongi. Namun yang lebih membuatku terkejut adalah bentuk ukuran si kakek yang tercetak jelas lonjong sampai lutut. Aku tertegun mengetahui bahwa ukuran kemaluan si kakek adalah ukuran kemaluan rata – rata orang Indonesia.
“ Maaf non oki, kakek gak bermaksud lancang” ujarnya.
Aku hanya terdiam.
“ Kakek namanya siapa?” ujarku mengalihkan pembicaraan
“nama kakek burhanudin panggil saja burhan, anak kakek pulang kampong, kakek ditinggal sendiri disini”
“loh dimana dia tinggal “ Tanya ku
“kakek dulu tinggal di Negara timur tengah, cuman anak kakek menikah dengan orang Indonesia, jadi kakek menyusul kesini, disini ternyata dia dan istrinya entah dimana tinggalnya, selama 5 tahun kakek mencari gak ketemu ketemu, bahkan kakek sampai lancar bicara bahasa Indonesia.” Ujarnya.
“kakek tingga dimana, tidur dimana ?” tanyaku semakin penasaran.
“ kadang di masjid, kalau di usir kadang di kolong jembatan. Dimana saja kakek tidur, yang penting tidak merugikan non.”
“ Kakek, tunggu di sini dulu ya, jangan kemana-mana, saya mau ke dalam rumah dulu. “ ucapku
“tapi,non…kakek gak enak”
“ sudah kakek diam dulu disini duduk saja di kursi depan rumah” ucapku
Bergegas aku ke dalam rumah, tak terasa air mataku mengalir. Rasa iba di hatiku bergejolak, aku langsung punya niatan mempekerjakan si kakek di rumahku, namun, aku tau hal ini akan menjadi sebuah godaan terberat diriku yang seorang janda yang haus akan belaian, apalagi pikiranku entah mengapa selalu terbayang akan bagian terlarang si kakek. Terbesit dalam sisi liarku saat dipuaskan oleh orang timur tengah. Rasa sedih, iba, ingin menolong, hasrat yang menggelora, keinginan untuk dijamah, bingung akan statusku sebagai ustadzah dan segala macam perasaan melanda hati dan tubuhku. Bagaimana aku bersikap. Bagaimana nasibku kedepannya.
“ KAKEK BURHAN, SEMOGA KEDEPANNYA TIDAK TERJADI HAL – HAL YANG DIINGINKAN “ ucapku dalam hati.