KUMPULAN ONE-SHOT PEMERKOSAAN DI SEKOLAH ELIT
1 2 3 4 5Next
Halo suhu suhu sekalian, di sini ane mau berbagi hasil karya ane nih.
Sebelumnya, ane tipe orang yang suka banget dengan pemerkosaan (walau belum pernah merkosa sama sekali), jadi ane coba tuangkan imajinasi ane terhadap teman-teman ane di sekolah yang menurut ane pantes banget buat diperkosa. *Note: Semua nama dan tempat disamarkan demi kepentingan dan keselamatan semua orang. OK, gak pake lama, yuk, cek index dibawah ini:
Belakangan ini ada berita bahwa sekumpulan maniak seksual berkeliaran di salah satu sekolah elite di ibu kota. Mereka merupakan kelompok stalker yang handal. Mampu mengintai mangsa (target) nya dengan lihai tanpa terlihat. Ketika saatnya tiba, ia akan beraksi dan memperkosa si korban tanpa ampun. Terkadang mereka bergerak sendiri, atau bahkan berkelompok, memburu mangsanya bagaikan rusa yang diburu oleh kawanan singa. Target? Siswi populer di sekolah mereka. Atau para siswi yang mereka anggap pantas untuk ‘dihukum’, bisa jadi yang memang menjengkelkan, atau yang pernah punya masalah dengan anggota sekte ini. Tidak ada yang tahu siapa mereka. Mereka mengenakan topeng ski berwarna hitam, dengan voice changer yang mereka pasang di mulutnya membuat kelompok sulit sekali untuk dikenali identitas per orangnya. =========== Clak! Clak! Clak! Mataku terpejam dan terbuka bergantian, menatap sayu foto seorang gadis dengan pakaian olahraga yang berkeringat. Tanganku semakin cepat mengurut batang kejantanan. Membayangkan bagaimana mulut kecil itu mengecupi batang kejantanan membuatku gila. Aku ingin lebih. Lebih dari sekedar fantasi liar setiap malam saat melihat fotonya. Bentuk tubuh menawan yang membangkitkan birahi. Buah dada besar terlihat sesak di balik kaos olahraga ketat. Pasti rasanya sangat empuk saat tersentuh kulit. Aku menjilat bibir bawahku yang kering. Sialan! Tubuhku memanas berkat membayangkan menusuknya saat ini juga. Merobek celana ketat olahraga, membuka lebar kedua kaki jenjangnya, dan menusukkan penisku ke dalam sana! “Ahhh…” Aku meremas penisku dengan kencang seiring dengan membayangkan penisku dijepit oleh vaginanya. Entah sehangat dan sesempit apa di dalam sana. Semakin ku bayangkan, semakin cepat tempo kocokkan ku lakukan. Agaknya tanganku mulai basah oleh cairan precum. Aku pun meraih satu lembar fotonya yang sedang makan di kantin. Lalu menggesekkan foto itu pada precum di sekitar kepala penis. “Ouh… yeahh…” Napasku memburu. Rasanya tak sabar untuk benar-benar merojok tubuhnya dengan penisku. Menggagahinya sampai dia tak bisa lagi berjalan. Aku yakin dia pasti akan menyukainya, siapa yang tak suka digagahi dengan kasar? Aku bertaruh bahwa dia juga menyukai bentuk perhatianku selama ini. “Sial! Aku keluar…!” Semuanya ku keluarkan, kali ini lebih banyak dari biasanya. Foto gadis itu sudah basah ternodai semen kental nan hangat. Penisku berkedut beberapa kali sembari mengeluarkan sisa-sisa cairan ejakulasi. Perutku melilit dan geli, sedangkan kepalaku terasa ringan seperti sedang berada di tengah-tengah angkasa. Ruang hampa udara. Yang mana membuatku lunglai. Di tengah-tengah sensasi lemas dan nikmat, samar-samar ku lihat pola lingkaran merah pada kalender lusuh di dinding. Ah… barangkali karena ini. Momentum paling berharga yang telah ku siapkan sejak lama akan benar-benar terealisasikan sebentar lagi. =============== Tik-Tok-Tik-Tok Pergantian waktu yang memuakkan. Berada di sini seperti terkekang selamanya. Sudah berlalu tiga jam sejak bel pulang berbunyi, bukankah seharusnya dia sudah pulang? Sialnya tidak. Dia tak pulang secepat itu hari ini. Dan berarti aku pun tak bisa pulang. Aku tak ingin pulang. Di bawah pohon di luar kawasan sekolah – tempat strategis bagiku untuk melihatnya. Raut wajah ceria, senyum menawan, juga tubuh yang… “Jancuk, Della seksi banget pake baju itu.” Aku bergumam sambil mengusap area selangkangan yang menggembung. Beberapa blok dari sini terdapat toilet umum, tetapi aku masih bisa menahannya. Aku tak ingin memuntahkan ini begitu saja. Yang kuinginkan cuma Della seorang. Yup, si gadis yang tengah kupandangi selama tiga jam penuh secara diam-diam. Bertubuh seksi nan aduhai, astaga… gimana bisa seorang anak berusia 17 tahun memiliki tubuh seindah itu? Cekrek! “Lagi-lagi Della sangat seksi.” Kupandangi hasil potret barusan dengan bangga. Berbeda dari saat pertama, kali ini foto Della jauh lebih baik meski diambil tanpa pengulangan. Kemampuanku menjadi lebih terasah berkat hobiku mengambil foto Della. Deretan foto gadis itu terpampang memenuhi layar kamera mirrorless. Ku jilati bibir sendiri kala menemukan satu foto Della dengan baju ketat khas Paskibraka. Seragam putih itu mencetak jelas pahatan tubuh indahnya. Buah dada yang sintal, bongkahan pantat montok, seakan minta diremas. Kemudian jemariku menggeser layar, menampakkan foto Della yang berkeringat. Baju olahraga tampak kekecilan di tubuhnya. Tapi bukan hanya itu yang membuatku meneguk ludah kasar, yaitu pose Della tengah melakukan gerakan ‘peregangan kucing’. Entahlah bagaimana itu disebut, yang pasti saat ini kejantananku sudah membengkak minta dilepaskan. “Della….” Mataku tak bisa lepas dari payudara yang bergerak naik turun sewaktu Della berjalan di tempat. “Tunggu aku yah sayang…” Aku tahu ini adalah waktu yang tepat. Ketika matahari mulai tenggelam, lembayung membentang luas, dan bulan merangkak naik ke singgasana. Awal dari kegelapan, awal dari dunia malam. Hari ini Della akan pulang telat karena berlatih Paskibra. Ekstrakurikuler itu hendak melakukan perlombaan minggu depan, membuat semua anggotanya bekerja keras meskipun memakan waktu yang tak sebentar. Bagaimana aku bisa tahu? Tentu saja karena selama ini aku selalu memperhatikannya. Memberikan perhatian sepenuhnya. Sesekali ku sempatkan diri untuk beralasan pergi ke toilet, hanya untuk melihat Della yang sedang belajar di kelas. Di kantin, di halaman sekolah, saat acara-acara besar sekolah, dan juga ketika Della berada di toilet. Tak pernah sekalipun ku lewatkan hari tanpa memperhatikannya. Sayangnya aku tak bisa turut masuk ke dalam toilet wanita, orang-orang yang tak mengerti perasaanku pasti akan menyalahkanku. Maka dari itu, aku telah memasang kamera pengawas mini pada setiap bilik toilet. Semua ku lakukan karena Della. Mataku memicing kala melihat barisan anggota Paskibra sudah membubarkan diri. “Oke, ini saatnya.” Ku buka tas, meraih sesuatu di dalamnya yang telah ku persiapkan sejak lama. Sambil menunggu momen yang pas. Seperti saat ini. “Della sayang… aku datang~” Topeng hitam telah terpasang, berikut dengan voice changer. Aku terkekeh. Entah kenapa perutku terasa geli membayangkan wajah Della yang terkejut melihat kehadiranku. Ini akan menjadi kejutan paling spektakuler dalam hidupnya. ============== Setiap langkahku penuh presisi. Tak boleh terlalu mencolok sekarang ini. Jika tidak, maka kemungkinan terburuknya adalah aku tak bisa bertemu dengan Della lagi. Tentu saja aku tak ingin itu terjadi. Biasanya Della akan naik kendaraan umum menuju rumahnya, dan biasanya aku selalu duduk di barisan paling belakang sambil mengawasinya diam-diam. Meskipun rumah kami berlawanan arah, tapi tak masalah. Itu adalah bentuk rasa sayangku padanya. Biasanya memang begitu, tapi ini sudah terlalu petang bagi Della mendapatkan kendaraan umum. ‘Inilah saatnya…’ “Della…” Gadis itu menoleh. Senyumku semakin melebar dari balik topeng ketika mendapati raut terkejut luar biasa di wajahnya. Dan, aku tahu apa yang akan Della lakukan setelah ini. Maka aku segera membungkamnya dengan kain – yang lebih dulu telah ku basahi dengan obat tidur – sampai dia tak sadarkan diri dan terlelap damai di pelukanku. “Tidur nyenyak Tuan putriku.” Aku berbisik pelan, sebelum membawanya menuju suatu tempat. Tempat di mana tak ada yang akan mengganggu kami. Jalanan gelap terhampar di depan. Gang kecil menuntunku pada tujuan yang pasti. Genangan air pasca hujan kemarin masih tertinggal, tak terurus, membuat siapa pun enggan memilih jalan ini untuk dilewati. Tetapi tidak untukku. Ini sangat pas. Della pasti akan menyukai suasana yang tenang, dia sudah terlalu lama terjebak dalam hingar-bingar keramaian. Juga sorak-sorai orang-orang mengelu-elukan namanya. Ya, jujur aku tak menyukai itu. Tak menyukai saat Della tersenyum pada orang lain, menyapa mereka, melakukan kontak fisik. Tapi bukan berarti Della melakukan itu karena suka, kan? Bisa saja itu hanya kepura-puraan belaka. Berlagak ramah agar tak ada orang yang membencinya. Oh… Della sayang… aku akan menyelamatkanmu dari semua penderitaan ini. Derit pintu mengikis heningnya malam ketika ku buka, sangat mengganggu. Hal yang sama juga terjadi saat ku tutup. Sebaiknya nanti ku sempatkan untuk mengoleskan pelumas agar tak lagi berderit. Dan, agar Della pun tak terganggu saat kami sedang bersama. Gudang tua yang tak jauh dari sekolah menarik perhatianku kala itu. Terasing, tak terurus, bukan sesuatu yang dapat membuat orang memilih untuk mampir. Berbeda denganku yang langsung jatuh cinta saat pertama melihatnya. Gudang ini sama denganku, bukan berarti buruk, hanya saja ada sedikit kekurangan. Dengan keberadaan Della di sini, ku pastikan akan melengkapi gudang ini dan juga diriku. Kubaringkan Della di atas ranjang, tua tapi tak usang, aku baru saja membersihkannya dua hari yang lalu. Bentuk dedikasiku pada hari berharga ini. Della masih terlelap dengan tenang. Alis mata tebal lurus, hidung mancung kecil, dan bibir merah muda pulm. Tanpa sadar aku menjilat bibirku sendiri. Entah kenapa memandanginya seperti ini membuatku merasa…. lapar? Lalu mendadak ada perasaan aneh yang bergelayut. Bibir itu, meski indah, tapi tak pernah sekalipun menyebutkan namaku. Mata itu, meski sedang tertutup tapi masih indah, tak pernah memandangku. Keberadaanku terasingkan dari pandangan Della. Bahkan jika kita berada di satu tempat yang sama, dalam jarak yang dekat, tak pernah sekalipun Della memandang ke arahku. ‘Lo jangan mau diem aja! Buktikan kalo cewek-cewek kayak mereka tuh nggak punya kuasa apa-apa. Buktikan lo seorang pria sejati yang bisa menundukkan mereka! Kita ini ada untuk memberi mereka pelajaran, supaya nggak semena-mena menggunakan kecantikan dan kepopuleran mereka!’ Benar… Della harus mendapat pelajaran yang pantas. Segera kulucuti seluruh pakaian Della. Dari mulai membuka satu persatu kancing seragam, dan ternyata Della hanya mengenakan bra hitam tanpa kaos dalam apa pun. Sehingga dapat kulihat payudara sintal mengintip dari baliknya. ‘Glup!’
Ini tak bisa lagi ku tahan. Tanganku seolah bergerak sendiri meremas payudara Della. “Susu Della lembut banget…” Remas-remas-remas. Aku tak bisa berhenti, ini terlalu lembut. Dan entah sejak kapan bra hitam itu telah tersingkap sepenuhnya. Lidahku terjulur membelai payudara sintal perlahan, menyesap aroma vanila khas yang merangsang birahi. Ini hangat dan lembut, seperti kue mochi baru matang. ‘Hap!’ Aku melahap tonjolan merah muda di tengah payudara. Mengisapnya seperti seorang bayi yang kehausan selagi terus meremas. Sialan! Ini baru permulaan dan aku sudah sangat tegang. Ini tak bisa lagi ku tahan. Maka dengan terburu-buru, aku menarik rok pendek selutut beserta celana dalam Della. Terpampang jelas vagina tembam dengan bulu-bulu halus menggemaskan setelah kurentangkan kedua kaki Della lebar-lebar. Sekali lagi, aku meneguk ludah susah payah. Di bawah sana penisku semakin tegang dan membuat celana terasa sesak. Wajahku tertunduk, sangat dekat dengan vagina itu dan mulai menciuminya. Rasa ini sangat asing, tapi secara mengejutkan aku menyukainya. Lidahku mulai membelai belahan vagina yang tertutup rapat. Di sini jauh lebih hangat dan basah. Lidahku bergerak membelai tonjolan sebesar kacang kemudian turun ke bawah, di mana terdapat lubang kecil. Astaga, pasti sangat sempit di dalam sini. Pikiran itu membuatku tak sabar. Dengan cepat kulepaskan celana dan mengeluarkan sesuatu yang sedari tadi memberontak untuk keluar. Aku mengurut batang penis beberapa saat, merasakan urat-urat telah keluar dari sana. Adrenalin berpacu melewat sulur-sulur hijau kebiruan. “Ouhh… geli banget…” gumamku saat menggesekkan kepala penis di belahan vagina Della. Dia masih terpejam, tapi aku berani bertaruh jika rasa nikmat juga dirasakannya. Aku semakin intens menggesek, kali ini dengan sedikit penekanan pada klitoris. Benda kecil itu menegang. Betapa luar biasa sensorik tubuh manusia, meski dalam keadaan tak sadar tubuh Della tetap merespon segala sentuhanku. BLEEZZHH “Hahh… sempit banget punya Della.” Aku melenguh nikmat. Vagina Della menjepit kepala penisku yang baru masuk. Di dalam sini sangat sempit dan hangat. Sensasi luar biasa yang lebih dari ekspektasinya. Baru bagian kepala saja sudah terasa enaknya, bagaimana jika kumasukkan seluruh batang? Dan aku melakukannya. “Akh!” Terkejut tentu saja. Aku segera berhenti saat Della tiba-tiba terbangun. Gadis itu menatapku nyalang, beribu ekspresi tergambar di wajahnya hingga sulit bagiku untuk menentukan mana yang benar. “Anjing! Ngapain lo?!” bentak Della. Sebelum dia sempat melarikan diri, aku langsung menindih dan mencengkeram kedua tangannya. Bagian beruntungnya adalah aku masih memakai topeng. “Lepasin gue bajingan!” Della berusaha memberontak, tetapi tenagaku lebih besar darinya. “Siapa lu? Mau lu apa hah? Kalo lu mau uang, gue bisa kasih! Tapi lepasin gue dulu bangsat!” “Masih garang seperti biasa yah, cantik…” Aku mengendus lehernya, memberi kecupan dari balik topeng. “Kamu yang galak begini bikin aku makin sange loh.” Aku tersenyum lebar melihat keterkejutan di balik matanya. Rencanaku berhasil. Della pasti tak mengira akan mendapatkan ucapan seperti itu. Satu hal yang berbanding terbalik dari kecantikan Della adalah sifatnya yang jutek dan cenderung mengabaikan orang lain. Lalu bagaimana aku tahu? Bukankah sudah pasti karena aku adalah penggemar nomor satunya. Aku lah yang paling paham tentang Della. Seperti sifat juteknya hanya berlaku kepada orang-orang berwajah di bawah standar, sementara bagi yang tampan akan diperlakukan sangat baik. “Sialan! Lepasin gue!” Cengkeramanku semakin kencang seiring pemberontakan Della. “Gue nggak bakal nyakitin Lo, Della. Lo tinggal nurut dan ikutin permainan aja setelah itu semua bakal baik-baik aja.” “Siapa lo? Kenapa lo tahu nama gue?” Della memandangku kalut. Dari bibir yang bergetar, tampaknya dia sangat ketakutan. “Gue siapa?” Aku berbisik tepat ditelinganya. “Gue orang yang selalu perhatiin lo, dan gue udah nunggu ini sejak lama Del. Tenang aja, gue bakal bikin lo keenakan.” Della semakin memberontak. “Udah gila ya lo? Lepasin gue!” Aku terkekeh. “Gila? Bener sih, gue udah tergila-gila sama lo. Jadi…” Aku mengeluarkan tali tambang dari saku belakang. Kemudian ku ikat kedua tangan Della kencang, mengikatnya pada kepala ranjang agar meminimalisir pergerakannya. “Mendingan lo nggak banyak memberontak. Semakin lo berontak, semakin tangan lo bakal sakit.” “Pleasee… lepasin gue…” Della menatapku sendu. Setitik bulir menggenang di pelupuk matanya. “Gue bakal kasih apa pun yang lo mau, tapi tolong lepasin gue…” Mendadak aku merasa berbeda. Seperti seseorang baru saja menyulut sumbu rangsangan di dalam tubuhku. Setelah mendengar tangisan Della, aku justru meledak. Kugesekkan kepala penis di belahan vagina, memberi pelumas sebelum masuk. “Karena lo udah bikin gue seneng, gue bakal kasih hadiah buat lo. Gue bakal gerakin pelan-pelan, okay?” Kedua kaki Della terbentang lebar, serta merta menampakkan vagina merah basah. Dengan perlahan, penisku masuk ke dalam liang hangat itu, rasanya luar biasa bukan main. Lebih enak daripada yang tadi karena sekarang lubang itu menjepit kejantananku dengan kencang. Atau barangkali karena sekarang Della telah sadar, sehingga berpengaruh pada sensor saraf. Pinggulku mulai bergerak perlahan. “Emhh… kamu sempit banget sih sayang..” “Lepas! Lepasin gue bangsat!” PLAAK! “Jaga omonganmu Del.” Aku menggeram marah. Satu tamparan tadi tak sepadan dengan sakit hati yang kurasakan. “Gue udah berbaik hati dengan gerak pelan-pelan biar lo nggak sakit, tapi ini balasan lo?” “Cuih!” Della meludah tepat di wajahku yang tertutup topeng. “Lo tuh yang sakit jiwa! Sekarang lepasin gue sebelum gue lapor polisi!” Hahaha… gadis ini benar-benar menyulut emosiku. Ku cengkeram pipinya dan mendekat. “Silakan aja lapor, tapi sebelum itu gue bakal bikin lo inget kejadian ini sampe nggak bisa lupa selamanya. Bahkan ketika lo makan, lo tidur, lo sekolah, lo nggak bakal ilangin ingatan ini.” Tepat setelahnya pinggulku menghentak kencang. Penisku menyodok Della sampai titik terdalam, membuatnya refleks membusungkan dada. Berkali-kali dia berteriak kesakitan, tetapi apa peduliku? Aku menyodoknya tanpa henti, tidak – penisku tidak bisa berhenti. Vagina Della seolah mengisap penisku agar tak keluar dari sana. Dan setiap kali kepala penisku mencium titik terdalam, Della menggelinjang hebat. Menyebabkan getaran yang menggelitik seluruh kejantanan. “Tolong… siapa pun tolong gue….” Della terdengar putus asa. Yang entah kenapa membuatku tambah menggila. Terutama saat melihatnya benar-benar menangis. Darahku memanas, merangsangku untuk mempercepat tempo rojokan. Payudara sintalnya bergoyang seiring dengan tusukanku. Aku pun menangkup dua payudaranya, meremas gemas, sesekali menarik-narik putingnya sampai tegang. “Memek lu enak banget sih Dell… Memek lu jepit kontol gue kekencengan… gue nggak bisa gerak Dell… Aahhh…” Samar kurasakan sesuatu mengalir membasahi batang penis. “Dell, lu muncrat duluan?” Della tak merespon. Tetapi dari pandangannya yang berpaling dariku, dapat kuasumsikan bahwa dia benar-benar telah orgasme. “Genjotan gue enak kan Dell? Sampe lu ngecrot duluan.” “Anjing! Lepasin gue!” umpat Della di sela-sela isak tangis mendera. “Nggak usah malu Dell, akuin aja kalau goyangan gue enak banget sampe lu ngecrot.” Kemudian ku angkat kaki Della sampai menempel ke dadanya. Memperlihatkan lubang basah yang berkedut-kedut. Aku sudah sampai di ubun-ubun untuk menahan diri. “Dell… gue nggak bisa tahan lagi, gue pengen ngentot lu kenceng banget sampe lu nggak bisa jalan lagi, terus gue bakal crot di dalem..” “Tunggu! Jangan – Aaakkhhh!!” Della berusaha menahanku, tetapi karena kedua tangannya terikat, dia tak bisa melakukan apa-apa selain berteriak kencang saat penisku melesak masuk sampai pangkal. “Ahhh… yeahh…” Pinggulku kembali bergerak. Aku terengah, menggeram nikmat, sesekali mengeluarkan kejantanan sampai hanya ujung kemudian menusukkan dalam sekali sentak. Setelah itu penisku merojok cepat, seperti piston kendaraan bermotor. Impian lama ini akhirnya benar-benar terjadi. Aku meraup payudara Della, menjilat dan mengisap layaknya bayi. Sedangkan penisku terus menghujam titik terdalam Della. Kurasakan penisku membesar dan berkedut-kedut di ujung. “Dell… kontol gue ngaceng banget di dalem sini.. Gue pengen crot Dell..” “Jangan! Jangan crot di dalem!” “Ahhh… ahhh…” Crot! Crot! Terlambat, vagina Della terlalu enak bagiku untuk berhenti. Aku mengejang beberapa kali setelah menyemburkan peju di liang hangat Della. Teramat banyak hingga sebagian meluber keluar. Menodai ranjang. Bercampur dengan cairan merah. “Wow Dell… lo masih perawan?” Aku menatap takjub. “Gue nggak nyangka.” Della menangis terisak-isak. “Kenapa Lo keluarin di dalem.. gue.. gue nggak mau hamil…” “Memek lo enak banget, lo tau nggak? Kontol gue nggak bisa berenti ngentot lo.” Kecupan demi kecupan lembut kulayangkan di seluruh wajah Della. Meskipun Della berkali-kali menghindar. Tapi aku tak menyerah begitu saja dan beralih menciumi leher dan dadanya. Lidahku bermain di sana, membelai permukaan kulit sehalus kapas. Aroma vanila khas menguar dari payudara Della, membuatku tak tahan untuk memberikan tanda kemerahan di sana. “Setiap kali lo ngaca, lo bakal lihat cupangan ini dan bakal inget sama gue Dell.” “Gue… gue minta maaf kalo pernah bikin lo marah, please.. lepasin gue…” Aku pun tersenyum lembut sembari mengelus pipi Della. “Tenang Dell… gue nggak bakal sakitin lo lagi kok..” “Jadi… Lo bakal lepasin gue?” tanya Della penuh harap. “Lepasin? Mana mungkin gue lepasin setelah susah payah dapetin Lo.” Dengan satu gerakan aku membalikkan tubuh Della, lalu mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi. Kuremas pantat berisi itu dan… PLAAKK! “Akh!” “Ingat baik-baik Dell… selamanya lo nggak bakal bisa lepas dari gue.” Kembali aku masuk, merojok tubuh bagian dalam Della tanpa terlewati satu inci pun. Lubang Della yang basah oleh sperma terasa begitu licin. Ini memudahkanku untuk menyodok lebih cepat. Aku layaknya seorang cowboy sedangkan Della menjadi kuda yang kutunggangi. Beberapa kali tamparan menerpa pantat Della, permukaan kulit menjadi merah dan panas, sepanas persetubuhan ini. “Sssshhh…. Della…” Aku menunduk, memandangi mahakarya yang paling indah di bawah. Della sedang menungging pasrah, terisak, lemah. Pemandangan indah ini memancing libidoku semakin naik. Maka aku benar-benar menaiki Della. Kedua kakiku menyangga, seperti orang sedang melakukan jongkok, posisi ini memudahkanku untuk menyodok Della. Tak pernah memeleset dan mengenai Gspot Della. “Jangan keluarin lagi… gue nggak mau hamil…” isak gadis itu. “Ahh.. Dell.. pengen ngentotin lo sampe hamil…” Aku berceloteh. Membayangkan sel sperma mengalir masuk melalu rongga rahim, berenang bebas menuju sel telur di ovarium telah memperbesar ukuran penisku di dalam sana. Sepertinya puncak hampir datang. “Lo gila?! Jangan keluarin di dalem! Cabut! Cabut sekarang juga!” “Ouhh… nggak mau. Memek lu anget dan becek banget..” Kuremas kedua payudaranya bersamaan. “Gue yakin lo bakal suka.” “Gue nggak suk – ahh…” “Keluarin suara lo Dell, nggak perlu malu…” bisikku. “Di sini cuma ada kita, gua nggak bakal ketawa kalo lo desah.” Tetapi Della menggigit bibirnya rapat-rapat. “Gue nggak bakal keluar di dalem kalo lo desah keenakan.” Aku masih mencoba membujuknya. “… Ahh…. ahhh… ouuhh…” “Anak pintar…emmhh…” Aku menggeram tertahan. Desahan Della luar biasa seksi. Ini terlalu gila, aku tak bisa menahannya lagi. Kejantananku berkedut-kedut, puncakku hampir datang. Aku lantas membenamkan penisku sangat dalam, menabrak pintu rahim sebelum kemudian – Crot! Crot! Crot! “Ahhh! Della! Gue keluarrhh!” – Menyemburkan sangat banyak sperma. Mengisi rongga rahim dan mungkin sekarang sedang meluncur cepat ke sel telur. “Lo.. lo bilang nggak bakal keluar di dalem…” Aku tertawa geli. “Makasih udah percaya gue Dell, tapi seharusnya lo nggak sebodoh itu…” Kemudian ku kecup pipinya. “Ini yang bakal lo dapet kalo berani mengabaikan gue.” ~ Hari demi hari berlalu, tetapi Della tak bisa melupakan kejadian itu. Dia berubah, sangat. Tak ada lagi Della yang ceria. Tak ada Della yang aktif dalam kegiatan. Peristiwa itu meninggalkan luka teramat dalam baginya. Luka yang tak bisa hilang dalam waktu dekat. Atau barangkali selamanya. Della menjadi lebih pendiam, bahkan dia tak masuk sekolah sampai beberapa minggu kemudian. Dia mengurung diri di kamar setelah dilepaskan begitu saja kala itu. Tak membiarkan siapa pun mendekat atau hanya sekedar mengobrol dengannya. Della hanya menangis setiap hari sembari menyakiti diri sendiri. Entah sudah berapa banyak percobaan bunuh diri dia lakukan, tetapi semuanya berhasil digagalkan oleh keluarganya. Della bagaikan mayat hidup. ~ Aku menghirup udara sore hari yang sejuk dalam-dalam. “Hahh….. hari yang cerah.” Sudut bibirku tertarik ke atas, membentuk lengkungan, senyum kelegaan setelah impian berhasil tercapai. Aku memang tak satu sekolah dengan Della, tetapi dari yang kudengar gadis itu tak masuk tepat setelah ku perkosa. Betapa senangnya hatiku sekarang. Della pasti akan mengingat semua sentuhan yang kuberikan. Meskipun dia tak mengenali wajahku, tak masalah, asalkan perlakuanku tetap terpatri dalam ingatannya. Ku ketuk pintu usang di depan mata. Sebuah tempat terpencil yang jauh dari keramaian, sudut kota selalu menjadi sisi misterius. Ketukan tadi memiliki tempo tertentu, sebuah sandi yang hanya kami gunakan sesama anggota. Aku telah memakai topeng saat pintu terbuka. “Oy bro!” Dia mengangkat telapak tangannya. “Yo!” Kami melakukan tos singkat sebelum aku benar-benar masuk. “Gue berhasil lakuin misi gue!” “Good job. Sekarang giliran gue yang bakal serang target.” Aku mengerutkan alis, cukup penasaran dengan target yang dimaksudkan. “Siapa target lu?” Dia menoleh. Dan dari balik topeng ski hitam, aku merasakan seringai licik di wajahnya. “Si ketua OSIS.”