Lembaran Hidup Si Kancil
POV Bondan
Semalaman android keluaran chinaku hampir tak berhenti berbunyi karena banyaknya notifikasi masuk yang isinya sudah dapat aku tebak, namun tak satupun dari pesan itu yg aku balas. “Selamat ulang tahun, blaaa blaaa blaaa…..” Kurang lebih seperti itulah bunyi dari berbagai pesan masuk di smartphone ku.
Namun tiba-tiba hp ku berdering petanda ada telpon masuk, sejenak kubaca nama yg muncul pada layar. DEWI…
“assalamu’alaikum”, sapaku
“Wa’alaikum salam. Lo dimana pak, kok kagak ada di rumah ?” Jawab Dewi.
“Lagi keluar bu, ngapa dah ?” Tanyaku.
“Si peak, ini anak-anak pada mau ngasih lo surprise ama ngucapin ulang tahun ke elo. Lo keluar ama siapa sih ?” Jawab Dewi yang mulai jengkel.
“Lah kan gue gak ngarti kalo lo pada mau ke rumah, sama temen.” Jawabku membela diri.
“Aaaiiiiiisssssshhhh. Lo gak punya bakat boong, apalagi ke gue.” Jawab Dewi yang paham betul dengan tabiatku.
“Heheh, gue lagi pengen sendiri wi.”
Jawabku yang tidak bisa lagi berbohong.
“Lo sekarang juga send location ke gue, gue temenin. Kagak usah bantah dan satu lagi, kagak pake lama” jawab Dewi menunjukkan sisi protektifnya.
“Udah malem, gak usah. Lo balik aje ude.” Namun dewi cuma menjawab “Oooohh” dengan intonasi layaknya orang sedang marah.
“Iye dah iye gue send loc, bawel lo ah. Yaude sampein ke anak-anak gue lagi gak pengen diganggu dulu, dan bilang makasih juga. Assalamu’alaikum” sambungku.
“Iye beres bosskuh, wa’alaikum salam.”
Akhirnya setelah dewi menelpon, aku pun men-share lokasiku kepadanya.
Sebenarnya aku faham betul bahwa kondisi seperti ini pasti bakalan terjadi, sehingga aku memutuskan untuk tidak berada di kedua rumahku. Aku memilih mengasingkan diri ke sebuah hotel di kawasan kaliurang.
“Aku yang lemah tanpamu
Aku yang rentan karena
Cinta yang tlah hilang darimu, yang mampu menyanjungku
Selama mata terbuka
Sampai jantung tak berdetak
Selama itu pun aku mampu untuk mengenangmu”
Kuputar lagu untuk menemaniku dalam dunia lamunku sekarang sembari menunggu kedatangan temanku, Dewi. Namun setelah menunggu lebih satu jam, dewi pun belum ada kabar sampai aku tertidur.
POV Dewi
“Bondan ada di rumah mbak ?” Tanyaku pada Adni.
“Mas bondan keluar mbak. Tadi udah coba aku tahan biar ga keluar dulu, tapi bilangnya mau keluar bentar cuma kok bawa mobil sama pakaian rapi.” Ujar Adni kepadaku.
“Yaaahhhhhh……” Teman-temanku dan Bondan yg ada disitu sedikit kecewa.
“Coba lo telpon deh wi, tanyain doi lagi dimana” timpal Anton
“Yaude gue telpon nih, sekalian mau ke kamar mandi bentar yakk.”
Haaaaiiissshhh, ini orang kebiasaan tiap ulang tahun pasti kabur-kaburan. Bathinku setelah menelpon Bondan.
“Temen-temen, maaf ya Bondan nya lagi ada urusan pekerjaan, jadi dia ga ada dirumah. Tapi tenang besok kita makan-makan di tempat nongkrong biasa, sebagai tanda maaf katanya.” Ucapku pada temen-temen yang ada disitu.
“Yaaahhh” sekali lagi mereka kecewa.
“Dasar workaholic banget temen kita satu itu” sambung Rina.
Berbeda dengan Anton dan Adni si penjaga rumah yg sudah dianggap keluarga oleh Bondan. Mereka sedari tadi diam dan tiba-tiba menatapku seolah-olah dia paham betul kalau aku sedang berbohong.
Ya, aku memang sedang berbohong tentang kegiatan Bondan, bahkan alasannya pun ku buat-buat supaya Bondan tidak terlihat buruk di mata mereka.
Setelah ngobrol dan berbasa-basi sebentar dengan mereka, aku pun pamit undur diri kepada si Adni yang diikuti juga oleh semua teman-temanku yang ada disitu.
Setelah berada di atas motor, sejenak ku lihat arloji di tangan yg menunjukkan waktu 02.20. Tak lupa aku keluarkan hp dan ku buka pesan dari Bondan. Dengan segera aku pun meluncur ke tempat keberadaan Bondan. Sesampainya aku di kamar yg ditunjukkan oleh room boy, ku ketuk pintu kamarnya berkali-kali namun sekalipun tak ada jawaban dari dalam kamar. Aku memutuskan untuk langsung masuk yang memang kamar tersebut tidak dikunci olehnya sesuai pesan di WA tadi.
Ku lihat ia sedang asik dengan tidurnya, aku pun tak sampai hati ingin membangunkannya.
Lalu akupun duduk di samping ia tidur. Ku perhatikan wajahnya yg begitu manis dan manly hingga tanpa aku sadari tanganku bergerak mengusap wajah dan keningnya. Seolah-olah aku ingin memberikannya sebuah suntikan kedamaian dan support terhadap kejadian pilu yg telah ia alami beberapa tahun lalu. Dan sekali lagi tanpa sadar aku mengecup kening pemuda yg sangat berjasa kepadaku, pemuda yg mengorbankan fisik dan nama baiknya hanya untukku. Andai sajaaa…..
“Eeh wi, udah dari tadi ?” Tiba-tiba Bondan bangun.
“Damn, apa yg gue lakuin barusan. Dan kenapa lo bangun pas gue nyium jidat lo sih.” Bathinku.
“Wiii, halooooooooo….” Sembari mengoyangkan tangan seolah-olah menyadarkanku.
“Haaaahhh. Eehh anu….eemmm…itu apaa….aku baru nyampe kok”. Betapa gugupnya aku saat ini.
“Lo kenape sih. Am em am em, ona anu ona anu” selidik Bondan.
“Kagak, gue gak kenapa-kenapa kok” Jawabku mencoba mengatasi kondisiku.
“Lo kebiasaan ye. Tiap malem ultah selalu kabur begini” sambungku yang mencoba mengalihkan arah pembicaraan.
“You know lah wi, kenapa gue lebih seneng begini tiap kali gue ultah” jawab Bondan lirih.
“Lo masih keinget ama kejadian itu ?
Mau sampe kapan lo begini ndan ?
Mana bondan yg gue kenal dulu ?”
“Huuuffffttt” Bondan menjawab sambil mengangkat kedua pundaknya yg mengisyaratkan dia tidak bisa menjawab pertanyaanku.
“Bondan bondan, move on dong. Cewek segoblok fitri masih lo fikirin ?
Lo liat diri lo sekarang, mulai doyan ngerokok lagi, minum-minum lagi.
Mau ampe kapan gue nunggu lo buka hati buat guuuu…..”
Njiirrrr, tanpa sadar mulutku menjadi responsif terhadap hatiku. Kulihat dia kaget dan mengernyitkan dahinya.
“maksud gue ampe kapan lo buka hati buat cewek lain ?” Aku mencoba berkilah dari perkataanku sebelumnya.
“Lo gak akan sanggup ngadepin gue wi. Yg ada lo bakal makan hati mulu” Jawaban bondan yg sama sekali tidak aku duga.
“Aku siap dan aku sanggup. Selama kamu ada disamping aku terus, aku janji bakal bisa nyuri tempat di hati kamu” jawabku mantap tanpa berfikir lagi.
“Udah lah wi, lo mau makan atau minum apa gitu ?” Jawab Bondan.
“Gue gak haus dan gue gak laper” jawabku sedikit ketus.
Akupun beranjak lalu menuju balkon yg ada di bagian belakang kamar. Tanpa terasa bulir-bulir air mataku jatuh, karena begitu sesaknya hati ini mendengar jawaban bondan barusan. Biarpun begitu aku tidak bisa marah kepadanya, aku paham betul kenapa dia bisa sampai seperti ini. Kenapa dia memilih tidak memiliki hubungan serius dengan wanita manapun 3 tahun belakangan, kalau pun ada beberapa wanita dekat dengan dia itu hanya sebatas seks saja, tidak lebih.
Tiba-tiba bondan datang memelukku dari belakang. Dan satu tangannya mengusap air mataku.
“Aku nyaman, bahagia, pas dideket kamu. Tapi aku takut wi”
Senangnya hatiku mendengar ucapannya. Aku-kamu, bahagia, nyaman. Aaaaaaaaa. Aku pun membalikkan badan dan berniat ingin meyakinkan dia.
Tiba-tiba.
Cuuuppppppp.
Sesaat aku dibuatnya mematung, namun itu tak berlangsung lama. Aku pun membalas lumatannya pada bibirku.
Cuuppp…eehhhh..mmmmhhh… Hampir 5 menit kami berbicara lewat ciuman kami.
Kuraih tangannya dan ku arahkan ke payudaraku dan aku berinisiatif menciumnya kembali. Namun bondan mengelak dan melepaskan tangannya.
“Jangan wi, aku takut kelewatan. Karena aku tau kamu menjaga betul kehormatanmu sebagai wanita” ucapnya.
Lagi-lagi air mataku tak dapat kubendung, akupun memeluknya sangat erat dan menangis bahagia di pundaknya seraya berbisik ke telinganya “kasih aku kesempatan cil”.
“Kamu kok tau nama panggilanku dulu?” Ucapnya kaget.
“Ada deh, aku cinta kamu cil. Aku janji kamu juga akan mencintaiku”.
“Semoga” jawab bondan datar.
“Eeh kok itu kamu berdiri sih, isssh mesum. Tadi katanya gak mau, sekarang adeknya bangun, hehehe” sembari ku elus-gundukan yg ada di selakangannya.
“Laki-laki ga normal kalo lagi deket bidadari begini gak bediri adeknya”
“Gombal. Yaudah sana tuntasin di kamar mandi dulu kancil mesum”
To be continue