Malu bertanya sesat di…
*Ping* “Kak, gua lagi balik indonesia nih, lo gak kangen sama gua?” Oh waw, bagaikan segelas air kelapa muda di siang hari, chat dari mantanku dulu membuat hari menjadi segar. “Oh hey, sampe kapan lo di Indonesia?” Jawabku seperlunya, padahal sih ada excitednya sedikit. Well, sedikit aja, karena akupun tidak sedang di tanah air karena perjalanan dinas. Sebut saja saat ini aku sedang di amerika bagian selatan… “DIH GENGSI LU KAK..nggak jawab gua nanya? Fak lah kata gua teh ” Damn it, dia tahu banget. Wajar sih sebenernya, kami pacaran emang nggak lama dulu, cuma setelah itu we literally becoming FWB, tanpa orang lain tahu. Circle kami tahunya cuma, kami udahan baik baik dan jadi temenan baik. Haha. “Sialan kok tau aja sih lo. Gua lagi ga di indo soalnya, jadi ya kangen pun ga bisa ngapa2in kan?” “Ooh yah too bad sih kak, you are missing this” balasnya membuat penasaran. “Apaan sih lu kirim?” “Sabar ih masih loading” Mulustrasi untuk visualisasi tokoh dalam cerita “HOLYSHIT” “Gila ya lu, badan masih bagus banget ga kenal umur!” “Bangsat. Ya kan gua olahraga Kak, sama jaga makan. Emangnya lo olahraga cuma cardio sex doang ” “Di Indo jam berapa sih kok lo udah santai banget foto begitu?” “Udah mau jam 12 malem ganteng…lo lagi dimana sih Kak?” “Oh, gua lagi di site xxx” karena dia tahu aku kerja dimana, langsung nyambung dengan dibilang lokasi site-nya. “Ooh, ih siang-siang malah liatin foto gua, bukannya kerja lo. Awas dikira pedophile lho!” “Dah ah Kak gua mau mandi terus tidur, TTYL. Bye” — Gawat emang mantan yang satu ini. Dulu kalo kita pergi bareng, sering dikira anak sama bapak, karena gua reltive tinggi (180+) dan dia dibawah rata-rata tinggi perempuan asia dengan tingginya cuma 150, itupun bonus satu centi. But, karena perbedaan tingginya itulah sex kita jadi sangat menyenangkan. My dick feels big in her tiny hand, hahaha. — Sebut saja namanya Alina, awalnya pacaran kita nggak ada menjurus ke arah sexual live sama sekali. Kalo gua ga salah ingat, gua ini pacar kedua dia. Maklum, dia masih awal-aaal kuliah dan dia sekolahnya dulu di sekolah berdasarkan agama yang astaga sangat strict. — “Na, aku mau nanya tapi kamu jangan marah ya?” “Ih apa nih, kamu mau minta aneh-aneh deh pasti. Ga! Wee” “Eh orang mau nanya biasa kok, ga mau minta..” “Yaudah sok apaan? Sini tapi ih sambil bantuin masak” logat sundanya keluar, meskipun dia nggak ada turunan sunda sama sekali. Ini karena dia dulu SD sampe SMA di Bandung ikut Cicinya. “Kamu dulu pacaran sama si Anu udah ngapain aja?” Tanyaku sambil memeluk dia dari belakang, membantu ngiris sayuran. Sekalian, mengamankan biar ga diacungin pisau karena nanya begitu. “Ih tuh kan hhhrrrgghhg” geramnya sambil coba berontak, lalu menyerah dan melirik geram. Karena perbedaan tinggi, dia harus melirik sambil sedikit menengok atas ke arahku. Alih-alih membuatku takut, malah bikin gemes. Kukecup pipinya. “Gemes ih kalo marah. Jawab doong” “Ga maauu” pisau sudah dia letakkan tampaknya dia benar-benar kesal. Aku balikkan badannya menghadap ke arahku dengan cepat, lalu segera aku angkat dan aku gendong. Mau tidak mau dia segera mengalungkan tangannya di leherku. Kini muka kami berhadap-hadapan. “Kalo aku jawab, kamu marah nggak?” “Lho kan aku emang pengen tahu, Na..” “Hmm, aku pernah minjemin mulut aku aja sih paling parah..” jawabnya sambil tersipu. Tanpa memberiku waktu merespon, Alina segera melumat bibirku melancarkan serangan french kiss. Aku melanjutkan dengan mencium lehernya sambil tanganku, yang masih menopang badan Alina sambil kugendong, mulai meremas pantatnya. Tangannya mengacak-acak rambutku, terlihat bulu kuduknya berdiri karena kombinasi serangan ciuman di leher dan remasan pantat yang kadang sengaja aku dekatkan ke bibir vaginanya. Rupanya Alina hanya mengenakan celana pendek agak ketat dan sportsbra dibalut tank top, dia tidak memakai celana dalam! Melihat kesempatan ini, aku bergerak ke arah kamar tidurnya, tapi dia mendorong mencoba melepaskan diri dari gendongan. “No, babe. Mas, no. Kita ada kerjaan janjian mau masakin anak-anak. Hold your horse ya.” Dia lalu mengecup bibirku sambil berusaha turun. “….eh oke?, I guess?” jujur aku bingung saat itu dibuatnya. “Jangan bingung gitu dong, mas. Nanti aku pinjemin mulutku deh” TBC — Jumpa lagi dengan cerita berdasarkan pengalaman yang dibumbui disana-sini untuk menyamarkan tokoh dan peran. Selamat membaca.