MANIS PAHIT
Pertemuan dengan Mas Riko hingga ia menjadi suamiku sekaligus ayah dari Rengga hari ini adalah saat seseorang teman kuliah mengatakan bahwa ia hendak mengenalkan aku dengan seorang pria pekerja keras, sedangkan sebetulnya saat itu aku yang sedang bekerja di sebuah perusahaan farmasi di Jakarta Timur tengah dekat dengan seorang pria bernama Rahmat. Ia adalah pemuda sholeh yang sedang akan menempuh pendidikan magisternya di sebuah negara di Timur Tengah. Hubunganku dengan Rahmat cukup dekat karena kami tinggal satu kampung di sebuah desa di Timur Jawa. Aku diperkenalkan dengan Rahmat oleh ibuku seorang guru di sekolah Madrasah Ibtidaiyah. Rahmat merupakan salah satu murid ibu di sekolah tersebut dan ibu kenal dekat dengan orang tuanya yang merupakan seorang petani. Perkenalan kami terjalin karena ibu merasa seusiaku sudah sepantasnya menikah. Ditambah ayah dan ibu sudah ingin mengemong cucu.
Dulu Aku pernah mengenakan kerudung sejak sekolah hingga terakhir bekerja. Aku berkerudung sebagaimana ibu mengajarkan dan mengenakannya, kendati ibu dan ayah memiliki latar belakang agama yang biasa-biasa saja. Ayah adalah seorang pedagang sembako, sedangkan ibu merupakan guru bahasa Indonesia. Mereka mendidikku seperti orang tua pada umumnya. Mereka sangat baik dan membebaskanku untuk menentukan pilihan hidup, seperti menuntut ilmu di sekolah umum, kuliah di Jakarta bahkan melepas kerudung saat menikah dengan Mas Riko. Mereka berkeyakinan sebagai individu diriku memiliki kemerdekaan menentukan pilihan serta harus belajar memangku tanggung jawab, termasuk konsekuensi dari pilihan tersebut.
Komunikasiku dengan Rahmat saat itu masih sebatas saling mengenal sifat dan karakter satu sama lain melalui surat. Rahmat adalah pemuda dengan keyakinan agama yang kokoh. Ia rutin mengikuti pengajian dari kampung ke kota di sela kesibukan sebagai mahasiswa hingga sudah bekerja di sebuah toko. Aku tentu senang dekat dengan seorang pria sholeh. Banyak ilmu yang belum aku tahu terserap darinya. Apalagi aku hanyalah muslimah awam yang miskin pengetahuan agama. Kehadiran Rahmat seolah-olah ada seseorang laki-laki yang mau bertanggung jawab dan menjadi imam bagiku. Namun semua berubah drastis ketika aku mengenal Mas Riko.
“Aaahhhh…..”
“Uurrrghhh, kamu milikku sayang”
“Iyaaa, aku milikmu, masss”
“Urghhh”
“Mentok gak, mas?”, tanyaku saat bersebadan dengan Mas Riko setelah menikah.
“Oooohhh, iyaaa mentok”, lenguh Mas Riko
“Terusss Masss, lagiiih…”
“Iyaaa, sayaanggg, urggghhh, enakkk ya?”
“Iya enak Masss, aaahhhh”
Mas Riko lebih tampan dan mapan dari Rahmat. Kesan perkenalan pertama dengan Riko ialah dia merupakan pria yang cukup humoris, kaya wawasan, dan pintar bicara. Aku tersanjung-sanjung ketika Mas Riko mulai berbicara mengenai wawasan dan pengetahuannya, betapa masih sedikit ilmu yang kupunyai. Kekurangannya ialah keterbalikan sikap dan sifat yang dimiliki oleh Rahmat. Mas Riko kurang menguasai ilmu agama, kecuali sholat dan sedekah, itu pula dia cenderung jarang mengaplikasikan. Dia juga seorang yang ragu tidak bisa mengambil keputusan, kelamaan mikir. Meskipun demikian, Mas Riko memiliki keunggulan di mataku, yakni dia seorang yang memberikan keleluasaan dan kebebasan bagiku untuk menentukan sikap dan arah, berbeda dengan Rahmat yang kerap mengatur aku harus begini dan begitu.
Rahmat tidak kunjung memberi kejelasan hubungan karena dirinya masih terobsesi dengan kuliah yang akan dijajaki. Sementara Mas Riko yang gencar melakukan pendekatan melalui surat dan intensitas pertemuan sudah menagih ingin menjadi pacarku. Puncaknya dia mengatakan bahwa tak mau berlama-lama pacaran, ingin segera menikahiku. Aku pun sudah diperkenalkan dengan orang tuanya yang merupakan pensiunan pegawai negeri. Setelah kedekatan yang cukup intens dan keseriusan Mas Riko itu, beberapa kali ia nakal menyentuh dan meraba-raba tangan hingga sesekali berupaya memegang bagian dadaku. Aku awalnya risih dengan perilaku Mas Riko. Namun, karena ada keinginan serius berumah tangga, aku melunak, kendati tak sampai berhubungan badan.
Setelah aku memperkenalkan kedua orang tuaku, pernikahan pun digelar. Aku masih mengenakan kerudung sampai di mana dalam kehidupan berumah tangga, ketika aku belum mengandung Rengga, Mas Riko mengatakan bahwa aku lebih terlihat anggun dan cantik jika tidak mengenakan hijab. Aura perempuannya lebih terlihat. Itu hanya sebatas pendapat yang tidak bermaksud melunturkan imanku karena Mas Riko tiada menuntut atau meminta aku melepas kerudung. Kemudian ia juga mempersilakan jika aku ingin berhenti bekerja. Perekonomian akan ditopang oleh Mas Riko seorang dengan penghasilan yang lumayan besar. Lagipula kami saat itu sudah memiliki rumah.
Kehidupan rumah tangga kami melenggang mulus dan bahagia, kian bertambah semenjak kehadiran Rengga yang perlahan tumbuh dewasa. Ia merupakan sosok seorang suami yang sangat peduli, perhatian, dan sayang terhadap keluarganya.
“Kamu beli di mana itu Mas? Sama aja aku gak pakai baju inih, kenapa gak beli daster aja sih? Bisa dipakai santai di rumah” tanyaku ke Mas Riko, berkembangnya platform media berkembang pula kreasi seksual yang bertujuan memanaskan tempat tidur kami.
“Online shop”
“Emmmh….”
“Makin seksi kamu pakai ini”, ujar Mas Riko begitu yakin, sedangkan aku belum pernah seumur-umur mengenakan lingerie seksi. Sejatinya aku dulu dipandang wanita baik-baik. Daster tanpa lengan dengan bagian bawah hanya sampai paha itu sudah pakaian paling seksi yang kupakai.
“Aku apa model yang pakai lingerienya?”
“Ya kamulah…”
“Kamu bisa kepikiran aku pakai itu seksi dari mana idenya?”
“Ya ada aja, namanya sekarang dunia maya apa apa akses gampang”
“Ah kamu paling-paling hasil nonton film porno, iya kan?”
“Enggaklah”
“Hhhmmm gak mungkin, pasti”
“Bener”
“Bener apa?”
“Bener katamu! Hahahaha”, tertawa Mas Riko.
Dulu Aku dan Mas Riko berhubungan badan layaknya pasangan pada umumnya. Tidak aneh-aneh. Kami berhubungan ya karena sedang kepengen, sedang tinggi-tingginya hasrat birahi. Diawali goda-menggoda, cumbu-mencumbu dari suasana romantis yang kami coba bangun. Misionaris adalah gaya bercinta favorit kami berdua. Selanjutnya adalah ketika aku menunggangi Mas Riko, terkadang ia mudah takluk olehku dengan posisi tersebut. Di sisi lain, Mas Riko terkadang menonton Film Panas Indonesia atau melirik model-model seksi pada zaman kami muda dulu untuk memacu birahinya. Tidak pernah Mas Riko sedikitpun aku dapati membeli VCD Porno, kecuali setelah Rengga mulai beranjak remaja. Yang pernah dibelinya mula-mula adalah majalah-majalah dewasa. Semakin canggih zaman, semakin bertambah wawasan/pengetahuan Mas Riko untuk urusan ranjang. Yang biasa aku melayani dia mengenakan daster. Sekarang ia membelikanku lingerie.
Hampir tiap malam pula aku dicekoki film dewasa hasil unduhan Mas Riko. Awalnya ia suka yang kebarat-baratan sekarang genre Asia, terutama Jepang. Sesekali ia memperlihatkan video porno lokal durasi singkat. Ia sangat bahagia melakukan itu semua. Kalau ada seseorang memiliki hobi sampingan, seperti main bola, bulu tangkis, Mas Riko menghabiskan hari-harinya terkadang untuk browsing film dewasa atau artis seksi. Aku pusing dengan kebiasaan suamiku. Aku ingin mengalihkan dunianya dari esek-esek bahwa hidup bukan hanya untuk selangkangan saja, ada hal lain yang lebih bermanfaat.
Faktanya, ketika aku turuti apa maunya, ia malah semakin menjadi-jadi, sulit dikendalikan. Ia membelikanku vibrator, juga dildo. Aku heran apa guna barang itu semua, sedangkan aku sudah merasa puas dengan penis Mas Riko. Ah dia punya imajinasinya sendiri. Romantisme yang dahulu acap memantik, sekarang nafsu dan nafsu belaka berkobar-kobar. Asal tubruk.
“Aaaaiiihhhhh….”
“Hayukk kamu bayangin dientot sama siapa gitu sayang…”, Mas Riko memelas saat meletakkan ujung dildo di lubang memekku. Ia tarik keluar-masuk. Aku mengaduh-ngaduh menggigit bibir. Suamiku terus memaksaku berimajinasi, sedangkan dalam bayanganku hanya ada dia.
“Aaaaaahhhhh basaaahh, Maass”
“Kamu bayangin siapa sayang? Bayangin siapa?”
“Aaaaaahhh bayangin kamu”, jawabku.
“Bayangin yang lain dulu, please”
“Aaaaaahhhh aku harus bayangin siapa?”
“Terserah kamu, asalkan bukan aku”
“Aaaaahhh pelen-pelen, Maasss”, pintaku menuntun Mas Riko mengarahkan dildo tersebut. Sejujurnya aku lebih menyukai memakai vibrator karena dildo yang digunakan Mas Riko tidak seperti penis sungguhan. Ia terbuat dari karet, tidak keras, tidak bergetar, tidak hangat, serta lentur. Aku sengaja membiarkan suamiku senang. Gilirannya nanti aku akan mengambil vibrator yang lebih ‘menyetrum’.
“Urghhhhh… mau yaa kamu nanti rasain kontol pria lain, beneran?”
“Ahhhhh…enggak Mas, enggak! Aku maunya cuman punya kamuh”
“Tapi memek kamu becek dimasukkin dildo inih”
“Itu aku bayanginnya lagi main sama kamu, aaaiihhh”
“Jangan sama aku dulu, bayangin sama cowok lain dulu”
“Enggak bisa! Aahhh!”
“Pleasseee……”
“Enggakkk… aahhhhh”
Sangat berat memenuhi permintaan Mas Riko yang satu ini. Kami sudah seringkali berhubungan badan, melalui berbagai masalah dengan tawa serta sedih bersama hingga Rengga sudah beranjak dewasa. Cinta kita tanpa pengkhianatan, kemudian dia menuntut aku membayangkan disetubuhi oleh pria lain. Dalihnya agar kami berdua bertambah sayang. Atas nama sayang Mas Riko, menginginkan aku disetubuhi oleh pria lain. Aku tidak sanggup mengabulkan keinginannya. Aku perempuan yang terlahir lurus. Aku pernah marah, ngambek, hilang mood selagi berhubungan intim, namun tiada gunanya bagi Mas Riko. Berangsur-angsur Ia tidak mau mengerti bahwa aku tidak bisa mengiyakan apa yang dia inginkan. Malahan ia terus saja menuntut, tidak berusaha memahami jalan pikirku. Dia masa bodoh. Justru sering mengalami rentetan penolakan inilah ia menyimpang, berbelok ke seorang teman wanita yang kami sudah menganggapnya sebagai kakak. Awalnya adalah teman curhat, lalu berubah menjadi teman diskusi seks. Dia adalah Yanti.
Yanti yang seakan-akan telah mendesak batinku, memicu aku harus segera mengamini yang Mas Riko inginkan. Bagaimanapun seorang istri pasti cemburu jika suaminya mengagumi perempuan lain. Terlebih, menurut Mas Riko, Yanti dengan suaminya berbahagia karena Yanti memenuhi fantasi seks suaminya. Mas Riko merasa iri. Dia tidak bisa mendapatkan hal yang serupa. Di sisi lain, malah Mas Riko kadang melampiaskan yang ada dibenaknya ke pasangan Yanti dan suami. Sebuah foto dan video hasil fantasi Mas Riko adalah keberuntungan yang diperoleh, seperti Yanti hanya mengenakan BH dan Celana dalam di depan tetangganya atau sekedar mengenakan handuk saat menjamu tamu pria di rumah mereka. Semua itu tidak bisa kulakukan, namun Mas Riko tak berhenti membujukku, terus dan terus…..
Sampai aku berkenalan, dilirik oleh seorang pria paruh baya bernama Pak Yanto……….. Dunia berputar balik………………
Mas Riko mendapatkan sosok pria yang dia ingin menyetubuhiku…………
Fantasinya tiada berkesudahan, aku lelah, digoda, dibujuk, aku menyerah, aku pasrah………………………
BERSAMBUNG…