: Mbah Gemblung
ung Bromo terdapat satu perkampungan penduduk yang masih sangat asri, dan penduduknya pun masih menganut faham kedjawen yang begitu kental. Ditengah kehidupan kampung tersebut banyak sekali aturan aturan yang bila dilihat dengan kacamata ilmu pengetahuan merupakan aturan aturan yang mustahil yang seharusnya sudah tidak perlu untuk diyakini. Hanya beberapa gelintir orang saja yang sudah mulai dengan tatacara kehidupan modern, dan sebagian besar lagi masih totok dengan adat istiadat kampung. Tersebutlah seorang tokoh spiritual yang sangat disegani oleh seluruh warga diperkampungan itu, Mbah Gemblung yang memiliki arti Mbah Gila. Tapi tidak demikian dengan warga diperkampungan itu menilai, dengan kesaktiannya Mbah Gemblung selalu dijadikan barometer keberhasilan dari setiap hajat ataupun cita cita segenap warga kampung tersebut. Konon katanya beberapa kepiawaian Mbah Gemblung yang sudah sangat kesohor adalah bisa menggandakan uang, mengobati orang yang kerasukan, ingin punya keturunan, penglaris, pelet dan lain lain. Satu lagi kepiawaian Mbah Gemblung adalah bisa menggampangkan jodoh khususnya bagi gadis gadis perawan ataupun janda. Kepiawaian yang satu inilah yang kerap kali Mbah Gemblung sosialisasikan terhadap para gadis ataupun janda di kampung itu. Dengan usianya yang sudah lima puluhan Mbah Gemblung masih nampak segar dan gagah diusianya yang sudah setengah abad itu, dan konon katanya lagi dikarenakan kebiasaannya melalap daun daun muda dan rumput rumputan hijau tetangga. Dengan tampangnya yang sangar ditambah sorot matanya yang tajam, serta kulit tubuhnya yang hitam legam kian menambah jogrogan Mbah Gemblung semakin disegani oleh penduduk kampung. Mbah Gemblung tinggal disebuah rumah berdinding kayu dan terpencil sendiri tanpa rumah rumah lain di sekelilingnya, dengan kamarnya yang telah didisain sedemikian rupa dengan wewangian dupa dan keris keris yang menurut keyakinannya sangat bertuah itu, tergantung rapi di dinding kamarnya yang juga hanya diberi penerangan lampu teplok, kian menambah keangkeran praktek perdukunan yang sudah puluhan tahun digelutinya. Ada saja tamu yang berdatangan kerumah Mbah Gemblung setiap harinya, bahkan tidak sedikit pula yang sengaja datang dari Jakarta ataupun kota kota besar lainnya, hal ini karena kemasyuran nama besar Mbah Gemblung dikalangan masyarakat kampung tersebut hingga kekota kota besar di pulau jawa. Seperti pagi itu tampak didepan rumah Mbah Gemblung terparkir sebuah sedan mewah Jaguar berplat nomor polisi leter-B, milik seorang tamunya wanita cantik nan seksi dari Jakarta, yang sehari sebelumnya sudah menginap di kota Malang. Pagi itu Mbah Gemblung merasa seperti yang habis menang lotre saja, dengan datangnya tamu seorang wanita yang sangat cantik dan seksi itu kerumahnya. Dengan bentuk tubuhnya yang sintal, kulitnya yang putih mulus, dan buah dadanya yang montok teronggok didadanya serta bentuk pantatnya yang demplon nan bohay membuat Mbah Gemblung sesekali menelan air liurnya. “…cleguk…glegk…” Didalam kamarnya Mbah Gemblung mulai memberikan wejangan spiritualnya kepada tamu wanitanya tersebut, yang mengenalkan dirinya bernama Sri Kusyanti yang tinggal di Bilangan Tebet Jakarta Selatan. Disamping piawai dibidang pengobatan dan lainnya, Mbah Gemblung juga piawai memperdayai setiap wanita yang datang untuk meminta pertolongannya. Dan dihadapan tamunya kali inipun Mbah Gemblung sudah mulai menampakkan taring birahinya. Lalu dengan keramahannya Mbah Gemblung mulai menanyakan maksud ataupun keinginan dari tamunya tersebut, “…Jeng Sri ini ada keperluan apa jauh jauh datang kerumah Mbah…?…monggo dijelaskan…!” kata Mbah Gemblung dengan sorot matanya yang seakan menelanjangi tubuh Jeng Sri tamunya itu. Dengan suaranya yang lembut Jeng Sri menjawab dengan malu malu, “…anu Mbah…saya kepengen segera memiliki keturunan…!” Dengan mengelusi jenggotnya dan sambil manggut manggut dijawabnya, “…ooohh…itu sih bisa Mbah bantu…asalkan Jeng Sri mau menuruti semua yang nanti Mbah syaratkan…!” Lalu dijawab lagi oleh Jeng Sri, “…iya Mbah saya akan menuruti semua persyaratan yang Mbah minta…!” Dan dijelaskan oleh Mbah Gemblung rincian ritual apa saja yang harus dijalankan, “…karena proses ritualnya yang tidak sebentar, maka Jeng Sri harus bersedia bermalam dirumah Mbah, lalu nanti Jeng Sri akan saya mandikan dengan air kembang setaman, lalu setelah Jeng Sri mandi Mbah mulai dengan ritual penerapan ilmu Mbah ketubuh Jeng Sri…gimana apa Jeng Sri bersedia menuruti persyaratan tadi…?” jelas Mbah Gemblung dengan dengan matanya kearah belahan buah dada Jeng Sri yang terlihat menggiurkan dengan baju tanktopnya yang berleher rendah yang dilapisi dengan Blazernya. “…ii..iya…Mbah…saya bersedia…!” jawab Jeng Sri dengan terbata. Setelah penjelasannya tadi kemudian Mbah Gemblung meminta tamunya tersebut, untuk menyuruh sopirnya yang sedari tadi menunggu diluar untuk kembali ke penginapannya di kota Malang, dan kembali lagi besok siang. Hal ini hanya merupakan salah satu trik dari Mbah Gemblung, agar lebih leluasa memperdayai Jeng Sri tamu wanitanya itu. Sepeninggal Mang Yogi sopirnya, Sri Kusyanti masuk kembali kedalam kamar Mbah Gemblung, dengan berdiri di samping pintu kamar ia pun menunggu Mbah Gemblung yang sedang mempersiapkan peralatan dukunnya, untuk ritual pengobatannya kepada tamunya. Setelah selesai kemudian Mbah Gemblung menghampiri tamunya dengan sorot matanya yang menyisir seluruh tubuh sempurna Sri Kusyanti, “…hhhmm…ayune…kowe nduk…susumu jan montok tenan…lan…bokongmu iki yo…apik…!” kata Mbah Gemblung dalam hatinya. Mbah Gemblung meminta Sri Kusyanti untuk segera mandi air kembang setaman, dengan menanggalkan seluruh pakaiannya, dan menggantinya dengan balutan kain kemben batik, yang merupakan salah satu syarat yang diminta oleh Mbah Gemblung untuk prosesi ritualnya kepada jeng Sri. Dengan sedikit malu Jeng Sri menuruti semua yang diperintahkan oleh Mbah Gemblung, dengan menunggu diluar kamar, Mbah Gemblung mengintip Jeng Sri yang sedang membuka seluruh pakaiannya, untuk menggantinya dengan berkemben kain jarik batik. Mbah Gemblung dengan hati berdebar dan dengan sorot matanya yang tidak berkedip, demi melihat tubuh pasiennya kali ini yang begitu sempurnanya, dengan kulitnya yang putih nan mulus, buah dadanya yang berukuran 36B menggelayut menantang, dan dengan bongkahan pantatnya yang demplon bin bohay itu semakin membangkitan gairah birahinya. Jeng Sri telah selesai bersalin pakaiannya dan kini ia sudah dengan hanya balutan kain kemben batik ditubuhnya, kain kembennya terbelit mengikuti lekukan lekukan ditubuhnya dan semakin membuat terangsang Mbah Gemblung yang sedari tadi mengintipnya dari luar kamar. Mbah Gemblung menuntun Jeng Sri kekamar mandi untuk ritual penyucian katanya meyakinkan, dan Jeng Sri menuruti semua arahan dan penjelasan yang diberikan oleh Mbah Gemblung. Dengan duduk di bale bambu yang ada dikamar mandi khusus tempat ritual penyucian itu, Mbah Gemblung mulai menyirami tubuh Jeng Sri yang masih berkemben itu dengan air kembang setaman. Mulai dari kepala Jeng Sri Mbah Gemblung menyirami dengan gayung batok kelapa sambil mulutnya komat kamit seraya merapalkan mantera manteranya, Jeng Sri hanya diam mengikuti rangkaian ritual penyucian yang lakukan oleh Mbah Gemblung. Kain kemben Jeng Sri yang sudah basah semakin melekat erat mengikuti seluruh lekukkan ditubuhnya, dan hal ini semakin membuat Mbah Gemblung semakin terangsang oleh keseksian tubuh pasiennya ini. Setelah menyirami tubuh Jeng Sri kini Mbah Gemblung mulai memegangi kepala Jeng Sri dari depannya, dengan terus berkomat kamit tangan Mbah Gemblung terus turun keleher jenjangnya, terus turun lagi kepundak Jeng Sri, seraya berkata. “…Mbah minta ijin untuk menerapkan ilmu kesaktian Mbah ketubuh Jeng Sri, dan Mbah meminta maaf karena harus menerapkannya dengan cara menekan dan memijit keseluruh tubuh Jeng Sri…!” demikian Mbah Gemblung meyakinkan Jeng Sri agar ilmu kesaktiannya dapat menyerap ke tubuhnya. Jeng Sri yang awam dan tidak mengerti ilmu perdukunan, hanya bisa mengikuti dan merelakan tubuhnya disentuh oleh Mbah Gemblung. Lalu dengan pelan menjawab, “…saya akan menuruti semua proses ritual yang Mbah lakukan terhadap diri saya…” dan kemudian dengan senyumnya Mbah Gemblung berkata lagi, “…bagus…bagus…nduk…dengan begitu Mbah akan lebih mudah menerapkan ilmu Mbah ketubuhmu…dan Mbah tambahkan lagi, penerapan yang Mbah lakukan tidak hanya dengan tangan Mbah tapi juga dengan mulut Mbah agar penerapan ilmu Mbah lebih sempurna terserap ketubuh Jeng Sri…! Sri Kusyanti hanya mengangguk mendengarkan semua penjelasan Mbah Gemblung tadi, dan setelah memberi penjelasan kepada pasiennya Mbah Gemblung mulai kembali dengan ritual penerapan ilmunya dengan memijat seluruh tubuh Jeng Sri mulai dari pundaknya kemudian turun kedadanya, Jeng Sri sedikit menggeliat ketika tangan Mbah Gemblung mulai mengusapi dan memijit mijit buah dadanya yang montok. Mbah Gemblung lalu jongkok didepan Jeng Sri yang dan mendekatkan wajahnya kebuah dada Jeng Sri, dengan tangannya kini mulai membuka ikatan kain kemben di dada Jeng sri. Jeng Sri hanya memejamkan matanya ketika mulut Mbah Gemblung komat kamit merapalkan mantera persis di belahan buah dada montok Jeng Sri, lalu lidah Mbah Gemblung mulai menjilati permukaan kulit buah dada Jeng Sri. Jeng Sri mulai merasakan adanay keganjilan didalam proses ritual yang dilakukan oleh Mbah Gemblung, dan bertanya kepada Mbah Gemblung, “…mbah kok buah dada saya diperlakukan begini…?” Tanya Jeng Sri dengan heran. Lalu dijawab oleh Mbah Gemblung, “…hal ini Mbah Lakukan, agar kelak nanti Jeng Sri memiliki keturunan, air susumu akan lancar dan berlimpah ketika nanti menyusui anakmu…begitu…kamu faham…?!” Dengan mengganguk Jeng Sri menerima penjelasan Mbah Gemblung, walaupun didalam hatinya sulit untuk menerima perlakuan Mbah Gemblung atas buah dadanya yang selama ini hanya suaminyalah yang memperlakukan demikian. Dan Sri Kusyanti kini hanya pasrah dengan perlakuan Mbah Gemblung terhadap tubuhnya yang kini mulai merebahkan tubuh seksinya terlentang diatas dipan bambu. Mbah Gemblung yang kini duduk ditepi ranjang mulai dengan tangannya menggerayangi seluruh lekukan tubuh seksi pasiennya, dan dengan mulutnya yang tidak berhenti komat kamit. Lalu Mbah Gemblung mulai lagi membacakan mantera manteranya dengan mulutnya yang menempel dan menyusuri tubuh Jeng Sri mulai dari leher hingga ke kulit pahanya. Jeng Sri yang hanya diam kini mulai tergelitik menahan geli ketika kumis Mbah Gemblung menyapu permukaan kulit pahanya dan hal ini diketahui oleh Mbah Gemblung, yang mulai menyeringai dan menahan air liurnya yang mulai deras mengalir dirongga mulutnya “…cleguk…gleg…ssrruuuppff…” Tangan Mbah Gemblung mulai meraba keselangkangan Jeng Sri dan kemudian dengan mulutnya yang berkomat kamit di depan vagina Jeng Sri dengan sesekali meniup keliang vaginanya. Jeng Sri mulai mendesah dan merintih kecil ketika lidah Mbah Gemblung menjilat dan menyapu belahan vaginanya, dengan kedua tangannya kini memegang dan meremasi buah pantat Jeng Sri, Mbah Gemblung terus menjilati liang vagina Jeng Sri. “…ssshhhsss…” Jeng Sri mendesis. Jari tengah Mbah Gemblung mulai masuk kedalam vagina Jeng Sri dan menekan semakin dalam dengan mengorek dinding vaginanya yang basah, tubuh Jeng Sri menggelinjang dan menggeliat diatas dipan diperlakukan seperti itu oleh Mbah Gemblung…”…aaahhh…ssshhhss..ooohhh…!” Jeng Sri mengerang dan mendesah. Mbah Gemblung kemudian menghentikan aktifitasnya lalu berkata, “…jeng …gimana kamu mau punya keturunan, la wong pintu rahimmu tertutup dan terlalu kecil begitu…mana mungkin untuk bisa di buahi oleh sperma suamimu…!” kata Mbah Gemblung. Dengan raut muka yang penuh keheranan lalu Jeng Sri bertanya, “…lalu harus gimana Mbah…? Lalu dengan santai dijawab oleh Mbah Gemblung, “…kalau untuk membuka dan memperbesar pintu rahim Jeng Sri dengan jari Mbah, tidak akan sampai karena jari Mbah yang kurang panjang…ada satu satunya cara yaitu dengan kemaluan Mbah yang sudah tentu lebih panjang dari jarinya Mbah…dan itu terserah kapada Jeng Sri mau dilanjutkan atau tidak Mba tidak bisa memaksa…!” Dengan raut muka yang terlihat putus asa lalu Jeng Sri berkata lagi, “…saya takut Mbah…dan saya khawatir malah akan terhamili oleh benihnya Mbah…” lalu dengan meyakinkan Mbah Gemblung kembali menjelaskan, “…Jeng Sri ndak usah kuatir akan hal itu, karena dengan kesaktian Mbah akan mematikan sel sel hidup di cairannya Mbah, jadi tidak akan bisa menghamili Jeng Sri…gimana Jeng…?!” Akhirnya dengan berat hati jeng Sri menerima tawaran Mbah Gemblung untuk membuka dan memperbesar pintu rahimnya dengan menggunakan kemaluan Mbah Gemblung, “…yah sudah kalau memang demikian saya manut apa kata Mbah…” lalu dengan manggut manggut Mbah Gemblung menambahkan dengan katanya, “…poko’e sing penting ge’ ndang waras…iya toh Jeng…wes manuto karo si-Mbah…?!” kemudian Mbah Gemblung meminta Jeng Sri untuk mengganti kain kemben yang sudah basah sehabis penyucian tadi, dengan kain kemben yang baru dikamar. Lalu dimulailah ritual pembukaan dan ritual pembesaran pintu rahim Jeng Sri, dengan kembali berkomat kamit mulai tangan Mbah Gemblung merabai seluruh lekukkan tubuh seksi Jeng Sri. Jeng Sri yang sudah terlentang diatas ranjang kecil mulai mendesah dan merintih ketika lidah Mbah Gemblung mulai menjilat dan menyusuri leher jenjangnya yang mulus, dan dengan kedua tangannya Mbah Gemblung meremasi buah dada montok Jeng Sri. Ketika jilatan Mbah Gemblung turun ke buah dadanya dan mulai mengenyoti putting susunya Jeng Sri semakin terangsang libidonya, dengan kini tanganya mulai meremasi kain sprei. Mbah Gemblung dengan pengalamannya sudah cukup tau daerah daerah sensitif ditubuh seorang wanita, dapat dengan mudah membangkitkan gejolak birahi ditubuh Jeng Sri, dan kini dengan melucuti seluruh pakaian Mbah Gemblung mulai mengarahkan batang kontolnya yang super panjang dan dan sangat besar itu keliang vagina Jeng Sri. Mula mula digesek gesekkan palkon Mbah Gemblung membelah dan menggerus bibir vagina Jeng Sri yang sudah basah, lalu dengan perlahan Mbah Gemblung menekan kontolnya masuk keliang vaginanya…”…aaahh…Mbaahhh…sakiiitt…ooohhh…” jerit Jeng Sri mengiringi tembusnya vagina Jeng Sri oleh batang kontol Mbah Gemblung. Lalu Mbah Gemblung mulai memaju mundurkan batang kontolnya dengan perlahan lahan diliang vagina Jeng Sri yang terasa sempit oleh dimasuki kontol Mbah Gemblung yang panjang dan besar itu, dan semakin lama genjotan kontol Mbah Gemblung semakin kencang dan kasar, hingga tubuh Jeng Sri makin terlonjak dan terhentak hentak dengan kerasnya. “…huah…hah…ssshhh…ehg…huah…!” suara Mbah Gemblung mengiringi genjotan kontolnya diliang vagina Jeng Sri. Jeng Sri yang semula berat hati untuk disenggamai oleh Mbah Gemblung, kini mulai ikut menikmati tikaman tikaman maut batang kontol Mbah Gemblung, dengan tangannya yang kini mulai meremasi kepala Mbah Gemblung yang tengah merangsek buah dadanya dengan rakus. Hilanglah harga diri dan kehormatan Jeng Sri setelah dirinya sekarang berhasil di tunggangi Mbah Gemblung yang dukun cabul itu, “…oooohhhh…ssshhh…Mbaaaahhh….aaahhh…ssshhh…” desahan Jeng Sri semakin memicu kebringasan nafsu birahi Mbah Gemblung. Kemudian setelah setengah jam Mbah Gemblung menggumuli sekaligus merengkuh kenikmatan tubuh Jeng Sri, diapun mengakhiri pelampiasan birahinya dengan satu sentakkan dan erangan panjang mengiringi semburan air maninya di rahim Jeng Sri, “…aaarrggghhh…Jeeeng…Sriiii….crot…crot…crot…!” Dan tubuh Mbah Gemblung ambruk diatas tubuh seksi Jeng Sri dengan bermandi peluh, mulai Jeng Sri dengan penyesalannya yang sudah terlambat dan menitikkan air mata dikedua ujung matanya. Mbah Gemblung tau akan hal ini lalu dengan santainya Mbah Gemblung memberi penjelasan kepada Jeng Sri, “…ora opo opo Jeng…ora usah kuatir yo…sing penting ge’ndang waras, iso nduwe keturunan…!” Saat itu tidak terasa sudah menjelang maghrib, dan atas saran Mbah Gemblung Jeng Sri kembali dimandikan dengan air kembang setaman. Seperti halnya proses penyucian tadi siang kali ini pun Jeng Sri kembali diperlakukan Mbah Gemblung secara cabul, dan dengan berbagai alasan dan dalihnya untuk kembali menikmati tubuh seksi tamunya dari Jakarta itu. Kali ini dengan posisi berdiri di belakang Jeng Sri Mbah Gemblung tengah menghujani tengkuk dan leher janjang Jeng Sri dengan jilatan jilatan peenuh nafsu, seraya tangannya yang tidak bosan bosannya meremas remas buah dada Jeng Sri. Dan mulailah Mbah Gemblung meminta pasiennya itu untuk sedikit membungkukkan tubuhnya dan membuka kedua kakinya, lalu dengan perlahan Mbah Gemblung mengarahkan batang kontolnya keliang kenikmatan Jeng Sri, dan dengan sekali tekanan kuat masuklah seluruh batang kontol Mbah Gemblung diliang vagina Jeng Sri. “…aarrrggghh…ssshhh…tahan yo nduk…?!” racaunya ditelinga Jeng Sri. Jeng Sri hanya pasrah diperlakukan seperti itu oleh Mbah Gemblung, pikirnya nasi sudah menjadi bubur, maka yang dilakukan kini hanya pasrah menerima rabaan, remasan, dan sodokkan sodokkan dari Mbah Gemblung. Mbah Gemblung yang merasa sudah menundukkan korbannya, semakin seenaknya memperlakukan tubuh seksi Jeng Sri dengan berbagai macam cara dan metode penggarapan atas tubuh seksi pasiennya itu hingga sampai klimaksnya. “…aaarrrggghh…ssshhh….crot…crot…crot…!” Dan menjelang tengah malam dengan alasan untuk menyempurnakan ilmu yang diterapkan ditubuhnya, kamudian Mbah Gemblung meminta Jeng Sri untuk mengulum dan menyepong kontol Mbah Gemblung, serta menelan habis cairan spermanya. Dengan menahan rasa jijik Jeng Sri menelan semua sperma Mbah Gemblung yang menyembur didalam mulutnya, “…aaarrrggghh…bagus…bagus…nduk…telan semuanya…!” kata Mbah Gemblung sambil memegang kepala dan meremasi rambut Jeng Sri. Hingga pagi menjelang Mbah Gemblung tidak bosan bosannya terus menggarap kemolekkan tubuh Jeng Sri, yang sudah kepayahan menahan gempuran gempuran dari Rudal Palkon Mbah Gemblung. Seperti yang sudah dipesankan kemarin Mang Yogi pun datang pada siang harinya, dan kedatangannya belum diketahui oleh Jeng Sri karena sedan Jaguarnya yang nyaris tidak mengeluarkan suara, setelah memarkirkan mobilnya Mang Yogi kemudian duduk di dipan bambu yang ada di teras rumah Mbah Gemblung. Dan ketika sedang asyik dengan rokok kreteknya Mang Yogi lamat lamat mendengar suara majikannya yang masih didalam kamar Mbah Gemblung, lalu iseng iseng diapun mencari cari celah didinding papan rumah Mbah Gemblung. Dan betapa kagetnya Mang Yogi setelah menemukan lubang kecil didinding kayu rumah Mbah Gemblung, dia dapat melihat jelas kedalam kamar menyaksikan majikannya yang sedang disebadani oleh Mbah Gemblung. Dengan sesekali menelan ludah Mang Yogi terus menyaksikan tubuh majikannya yang seksi bin mulus itu sedang dikerjai oleh Mbah Gemblung, dengan tanpa terasa Mang Yogi pun mulai hanyut terbawa suasana didalam kamar dan penisnya pun kini mulai menegang. Hingga akhir persetubuhan majikannya denga Mbah Gemblung, Mang Yogi masih mengelusi batang kontolnya, dan baru kali ini dia melihat bentuk tubuh seksi majikannya, dengan hanya terbalut kain kemben yang sudah awut awutan sehabis digumuli diatas ranjang oleh Mbah Gemblung. Setengah jam kemudian Jeng Sri pun keluar dari rumah Mbah Gemblung, dan pamit untuk kembali ke Jakarta. “…kulo pamit yo Mbah…?!’ kata Jeng Sri diteras rmah Mbah Gemblung. “…iyo nduk sing ati ati ning dalan…inget pesene simbah yo…?!” dengan senyumannya Mbah Gemblung menyambut tangan Jeng Sri bersalaman. Dalam perjalanan kembali kepenginapannya di kota malang Jeng Sri hanya melamun dikursi belakang mobilnya, sementara Mang Yogi yang mengemudikan mobil tengah asyik dengan hayalan dan fantasi sexnya bersama majikannya. Sesekali Mang Yogi melirik majikannya yang sudah tertidur melalui kaca spion didepannya, dan terkadang sengaja membungkuk untuk mengintip paha mulus majikannya yang memakai rok ketat diatas lutut yang baru kali ini nekat dilakukannya setelah tadi sempat menyaksikan tubuh mulus nan seksi majikannya di gauli oleh Mbah Gemblung. Dan hayalan Mang Yogi terus berlanjut hingga sampai kepenginapan, dan ketika didepan kamar majikannya Mang Yogi pun memaksa ikut masuk kedalam, dan hal ini membuat marah Jeng Sri. “…Mang Yogi apa yang kamu lakukan…berani beraninya masuk ke kamar saya…!” hardik Jeng Sri dengan matanya melotot kearah Mang Yogi. Lalu dengan santai dijawab oleh Mang Yogi, “…sudahlah Nyonya..*** perlu pake marah marah kale…!? “…apa maksud kamu kacung sialan !!!…beraninya kamu kurang ajar kepada saya…?!” bentak Jeng Sri kepada Sopirnya. “…saya tau kok tadi nyonya ngapain sama Mbah dukun Gemblung itu…ngewe kan Nyah…hehehe…saya jadi kepengen nyicipin punya Nyonya…!” jawab Mang Yogi dengan tenang. Bagai mendengar halilintar disiang bolong teling Jeng Sri, demi mendengar ucapan sopirnya itu, lalu kegelisahan mulai melanda hati Jeng Sri, serba salah dan bingung…lalu katanya dengan mulai terisak. “…plis…Mang jangan paksa saya…saya mohon Mang, nanti saya kasih uang berapapun yang Mang Yogi minta…!” katanya dengan memelas. Lalu dijawab oleh Mang Yogi seraya menghampiri majikannya itu, “…yang saya butuhkan sekarang adalah memeknya Nyonya…kalo Nyonya mau aman…layani saya…!” Sri Kusyanti tidak bisa menolak keinginan sopirnya itu, dan tidak ada jalan lain selain melayani keinginannya, keutuhan rumah tangganya yang menjadi taruhannya, kalo sampai sopirnya itu membuka aibnya dihadapan Mas Woko suaminya. Dan mungkin ia tidak akan lagi bisa menikmati semua fasilitas yang serba mewah dari suaminya yang eksekutif muda itu bila sampai ia diceraikan, demi mempertimbangkan hal itu akhirnya dengan berat hati ia pun bersedia melayani Mang Yogi sopirnya atas pertimbangan hal tadi. Sri Kusyanti hanya bisa diam dan menitikkan air matanya saja, ketika Mang Yogi sopirnya itu tiba tiba sudah memeluknya dari belakang, dengan penisnya yang sudah diluar celananya digesek gesekkan kepantatnya yang masih memakai rok ketat berbahan halus. Dengan perasaan hatinya yang hancur setelah sehari semalam menjadi budak nafsu Mbah Gemblung sidukun cabul itu, kini kembali harus menjadikan tubuh seksinya sebagai sarana pemuas hajat syahwat sopir pribadinya. Sri Kusyanti tidak bisa menolak ketika Mang Yogi kini tengah menjilati leher jenjangnya dengan tangan Mang Yogi yang juga aktif membuka satu persatu kancing bajunya, Mang Yogi pun dengan tergesa gesa mulai membuka pakaiannya hingga yang tersisa sempaknya yang sudah pada bolong disana sini. Mang Yogi dengan penuh nafsu terus menggesekkan kontolnya di panntat majikannya itu, dan dengan mulut dan lidahnya menyusuri kulit mulus punggung majikannya. “…aaahhh…kulit Nyonya mulus banget…ngga kaya kulit istri saya yang kasar dan panuan…ooohhh…sshhh…!” racau Mang Yogi ditelinga majikannya. Setelah sekian lama Mang Yogi menjadi sopir pribadinya tidak pernah terlintas sebelumnya untuk dapat mencicipi tubuh Sri Kusyanti majikannya itu, dan sore itu dimana seharusnya dia sudah menyopiri majikannya untuk pulang ke Jakarta, kini ia pun tengah menyopiri nafsu sexnya diatas tubuh majikannya. Sungguh penderitaan Sri Kusyanti begitu berat dirasakannya, setelah tertipu oleh seorang dukun cabul kini ia pun harus menerima kenyataan sopir pribadinya yang sudah sekian lama ia percayai, kini dengan bebasnya memperlakukan tubuh seksinya dengan kasar tak ubahnya seperti pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga. Dalam batin Sri Kusyanti menyesali nasibnya yang tidak beruntung, dan ditengah gempuran Mang Yogi yang kini sudah merebahkan tubuhnya diatas ranjang, Sri Kusyanti Berbisik dalam hatinya, “…Mas Woko…maafkan aku Mas…” Dengan sudah menelanjangi tubuh majikannya, kini Mang Yogi sudah menindih tubuh majikannya itu dan dengan rakusnya melumat bibir sensual majikannya dengan tangannya yang terus meremasi buah dadanya yang begitu montok dan sangat menggiurkan itu. Lidah Mang Yogi kini menjilati seluruh permukaan kulit halus nan mulus buah dada Sri Kusyanti, dan terus turun jilatannya sampai keperut dan turun lagi kepaha dan selangkangan majikannya, lalu dengan lidahnya mulai merambah rimbunnya belantara kenikmatan majikannya dengan sangat nafsu. “…ssllrrruuppff…ssshhh…memek Nyonya enak banget…kayak rawon setan…!” racau Mang Yogi seenak dengkulnya. Sri Kusyanti hanya diam dan menitikkan air matanya, dikurang ajari oleh sopir pribadinya itu, dan tangisannya kian terdengar ketika denga kasar memeknya sudah dijejali batang kontol sopirnya itu, dan menggenjotnya dengan seenaknya kasar dan brutal, layaknya seperti orang yang sedang diperkosa. Mang Yogi terus dengan sodokkan dan tikamannya diliang memek majikannya dengan tangannya yang terus mengemudi di buah dada majikannya, dan dengan lolongan panjang disudahinya dengan memuncratkan spermanya dirahim Sri Kusyanti majikannya yang dia tau dengan keberangkatannya ke lereng Bromo untuk bisa segera memiliki keturunan. “…aaahhh…jangan didalam Maaanng…ooohhh…!” jeritan Sri melarang sopirnya itu untuk memasukkan benih dirahimnya. “…ooohhhssshhh…crot…crot…crot…enakan dilam Nyah, siapa tau nanti Nyonya bisa hamil sama benih dari saya…hehehe…!” kata Mang Yogi dengan seenaknya. Betapa kian hancur hati Sri Kusyanti menerima kenyataan pahit harus menerima masuknya benih dari sopirnya didalam rahimnya, dan sebelumnya pun sudah dimasuki benih dukun cabul sialan itu. Tangisan Sri Kusyanti kian terdengar dan menyisakan keperihan yang berkepanjangan di relung hatinya, ia serasa tak kuasa lagi menahan nestapa yang semakin mengoyak kisi kisi dalam hatinya. Dan ditengah malam itu disaat sedang terlelap tidur Sri Kusyanti bangun ketika dirasakan tubuhnya ada yang menindihnya, Mang Yogi rupanya ingin menghabiskan malam itu diranjang bersama majikannya yang super cantik dan seksi itu. Sri Kusyanti tidak kuasa menolak nafsu birahi sopirnya itu, ia hanya diam dan pasrah ketika kembali ditelanjangi dan selanjutnya digumuli dengan penuh nafsu oleh Mang Yogi. Dan untuk kedua kalinya Mang Yogi sopirnya itu menitipkan benih dirahimnya, yang bisa saja membuahkan kehamilan setelah sebelumnya telah menyimpan pula benih dari Mbah Gemblung dukun cabul itu. Pagi itu Sri Kusyanti berangkat ke Jakarta dengan Mang Yogi sopirnya, yang kini mengemudi dengan hatinya yang sangat puas setelah merengkuh kehangatan tubuh seksi majikannya semalaman. Sri Kusyanti hanya diam dan mulai tidur selama perjalananya menuju rumahnya di Jakarta, dan tanpa disadarinya kesalahan telah terjadi lagi pada dirinya, disaat dalam tidurnya rok panjangnya tersingkap hingga menampakkan kulit pahanya yang mulus. Mang Yogi yang menyaksikan majikannya tidur dengan paha mulusnya yang terbuka, kembali dirasuki hawa nafsu binatangnya yang sudah tidak lagi memandang norma norma kesopanan terhadap majikannya yang sudah sekian lama menghidupi keluarganya. Dia pun akhirnya membelokkan mobilnya masuk dipinggiran hutan Alas Roban yang sudah terkenal dengan kerawanannya, setelah menghentikan mobilnya lalu ia pun membuka pintu belakang dan kemudian dengan secara paksa menyerang majikannya yang masih tertidur itu. “…Mang cukup Mang saya ngga mauuu…aaahh…jangan Mang…!” jeritan Sri Kusyanti kepada sopirnya, yang sudah seperti kesetanan terus mengujani dengan ciuman ciumannya di wajah dan bibirnya. Mang Yogi mulai membuka paksa baju atasan majikannya, dan kini hanya menyisakan BH dan rok panjangnya, Sri Kusyanti sungguh tidak kuasa melakukan perlawanan dan tenaganya habis. “…sekali lagi ya Nyah…abis Nyonya sih tidurnya ngongkong, jadi ngaceng lagi deh kontol saya…hehehe…!” kata Mang Yogi seenak udelnya. Lalu dengan leluasa Mang Yogi mulai menurunkan tali BH di pundak majikannya, dan terus mengenyoti putting susunya dengan rakus, dan tangannya turun kearah selangkangan majikannya lalu dengan kasar menurunkan CDnya hingga sobek dan putus karetnya. Kemudian Mang Yogi membuka kedua paha majikannya itu dengan dengkulnya, lalu dengan tangannya menuntun batang kontolnya keliang vagina majikannya dan dengan sekali dorongan masuklah seluruh kontolnya ditelan kegelapan goa diselangkangan majikannya itu. “…aahh…oohh…ssshh…enaknya memek Nyonyah…ssshh…!” racau Mang Yogi mulai terdengar disela genjotan batang kontolnya, Sri Kusyanti kembali dengan isak tangisnya yang tidak menyangka akan diperkosa oleh sopirnya itu. Dan Mang Yogi sudah mulai ingin menuntaskan hajatnya dengan mempercepat genjotannya dan akhirnya sampailah ia di penghujung sodokkannya dengan kembali menyirami rahim majikannya dengan air maninya. “…aaahhh…crot…crot…crot…!” dan dengan santainya ia berucap dengan asal ngejeplak, “…makasih ya Nyah…udah ngerepotin lagi nih…!” Sri Kusyanti segera membersihkan sisa sisa cairan Mang Yogi di vagina dan selangkangannya dengan tissue, dia tidak mau sampai ketahuan suaminya baru di senggamai sopirnya. Mang Yogi jongkok di belakang mobil dan menikmati rokok kreteknya, sambil tersenyum puas setelah merangsek tubuh majikannya yang seksi itu. Tanpa disadari oleh Mang Yogi maupun Sri Kusyanti, dirimbunnya pepohonan di pinggir hutan itu lima pasang mata tengah memperhatikannya sedari tadi. Rupanya mereka adalah kawanan rampok yang biasa menghadang dan merampok mobil mobil yang lewat dihutan itu, dan mereka sudah cukup lama memperhatikan sejak kedatangan mobil mewah yang sengaja diparkir oleh Mang Yogi dipinggiran hutan itu. Dengan satu komando dari gembongnya mereka lalu menyergap Mang Yogi dari belakang dan langsung menempelkan goloknya dileher Mang Yogi, dan yang lain langsung mengerumuni mobil yang masih ada Sri Kusyanti, di dalamnya tengah merapihkan pakaiannya sehabis di setubuhi sopirnya. Betapa kaget dan ngerinya Sri Kusyanti dengan kedatangan segerombolan perampok yang bertampang sangar dan menyeramkan itu, dengan golok di ditangannya masing masing. “…harta atau nyawa…!!!…kalo mau pada selamet turuti perintah kami…!” kata gembongnya yang bertubuh paling besar dengan kumisnya yang mbaplang. “…tolooong…!” jerit Sri Kusyanti ketakutan. “…diam…!!!…atau saya matiin semua…!!!” perampok itu membentak Sri Kusyanti yang gemetaran saking takutnya. Mang Yogi yang sudah disergap lebih dulu oleh perampok perampok itu, diikat disebuah pohon dan di sumpal mulutnya dengan kaos kakinya yang tadi dibuka paksa oleh salah seorang dari perampok itu. Mang Yogi hanya bisa menyaksikan tanpa bisa berbuat apa apa, ketika kelima perampok itu mengerumini mobilnya dan dengan kasar menarik keluar Sri Kusyanti dari dalam mobilnya. Lalu dengan satu isarat gembong rampok itu menyuruh menggeledah isi mobil dan mengambil barang barang berharga milik Sri Kusyanti, dan gembong rampok itu dengan mudah menaklukkan Sri Kusyanti dan menghimpit tubuhnya ke bagasi mobil. “…wah…wah…wah…wah…ayune kowe nduk…langsung ngaceng kontolku…!” katanya didepan wajah Sri Kusyanti yang semakin gemetar ketakutan. Lalu disambut tertawa oleh perampok perampok lainnya yang baru saja mengobrak abrik dan mengambil semua barang berharga yang ada didalam mobil, “…ha…ha…ha…ha…kita jadikan teman tidur kita malam ini Kang…!” kata salah seorang perampok itu, yang langsung disambut dengan terbahak bahak oleh teman temannya yang lain, “…ha…ha…ha…asyiiiik…bisa ngrasain memek Jakarta kita nih…!” kata perampok yang lain. “…bener…Kang malam ini kita pesta memek orang Jakarta…!” kata perampok satunya lagi. Sri Kusyanti langsung bergidik mendengar ocehan para perampok itu, dan tangisannya mulai terdengar memilukan. “…jangan pak jangan perkosa saya…saya mohon pak…ambil saja yang bapak bapak mau…tapi jangan perkosa saya pak…tolong pak…saya mohon pak…!” rintihan memelas Sri Kusyanti, yang disambut tawa mereka secara bersamaan. “…huahahahaha…huahahahaha…!!!” Dengan disaksikan keempat anak buahnya, sigembong perampok itu mulai memperkosa Sri Kusyanti dengan kasar, dengan dihimpit dibagasi mobil sedan mewahnya, satu persatu pakaian Sri Kusyanti direnggut dan sobek sobek dengan kasar, dan Sri Kusyanti tidak bisa berbuat apa apa dan ketika dengan rakusnya gembong perampok itu mulai melumat bibirnya yang bergincu warna pink, dan terus turun menjilati lehernya yang putih dan mulus itu. Sungguh kontras terlihat dengan tubuh Sri Kusyanti yang berkulit putih dan mulus, sedang di geluti oleh gembong perampok yang berkulit hitam dan berbadan besar itu. Dengan dekali sentakkan direnggutnya BH Triump Sri Kusyanti, lalu dengan rakusnya menjilati dan mengenyoti buah dada Sri Kusyanti yang sudah terbuka. Dan tangan gembong perampok itu turun kearah selangkangan Sri Kusyanti, dan kembali dengan kasar menarik robek CDnya, lalu dengan jari tangannya yang kasar mulai mengorek dan mengobel isi daleman vagina Sri Kusyanti. Lalu dengan kasarnya membalikkan tubuh Sri Kusyanti menghadap kearah bagasi mobilnya, lalu gembong perampok itu berjongkok dan menyingkap rok panjangnya yang bermotif batik itu, lalu dengan rakusnya menjilati bongkahan pantat Sri Kusyanti yang sangat mulus itu, lalu dengan kasar pula membuka kedua kaki Sri Kusyanti dan lidahnya mulai menjilat jilat menggapai vaginanya dari arah belakang. “…uena’e rek…! Tempik mu legit tenan Mba’…!” kata gembong perampok itu, disambut gelak tawa keempat kawannya. “…huahahahaha…sikat terus Kang…!” Kemudian dengan berdiri dibelakang tubuh Sri Kusyanti, gembong perampok itu mengarahkan batang kontolnya yang besar dan hitam keliang vagina Sri Kusyanti, lalu dengan kasar dan tidak berperasaan menusukkan batang kontolnya dengan sekuat kuatnya, diiringi jeritan dan lolongan Sri Kusyanti. “…aaaaaa….sakiiiitt….tolooooong….aaaaaahhhh…!!!” Dengan penuh nafsunya gembong perampok itu mengenjot vagina Sri Kusyanti dengan kasar, dan dengan lidahnya menjilati tengkuk dan leher Sri Kusyanti. Tubuh Sri Kusyanti terbawa oleh hentakkan hentakkan kontol gembong perampok itu, dan sepuluh menit kemudian dihujamkannya dengan kuat kontolnya keliang vagina Sri Kusyanti, dan disemprotnya rahim Sri Kusyanti dengan cairan maninya yang sebagian meleleh di dikaki Sri Kusyanti. Melihat gembong perampoknya sudah selesai dengan tubuh Sri Kusyanti, kemudian dengan secara keroyokkan dan menarik tubuh Sri Kusyanti keatas rerumputan, dan dengan saling berebutan untuk mendapat giliran pertama mencicipi liang vagina Sri Kusyanti, dan setelah salah seorang berhasil membenamkan kontolnya yang lainpun berebuta mulut Sri Kusyanti, untuk bisa merasakan sepongan mulutnya. Sri Kusyanti tidak berdaya diantri kelima kawanan perampok itu, dengan satu orang menggarap vaginanya yang satu lagi memaksanya menyepong bontolnya, hingga Sri Kusyanti muntah muntah, dan yang dua lagi saling berbagi buah dadanya, dan mengenyoti putting susunya secara kasar, hingga dirasakan perih pada putting susunya. Mang Yogi yang terikat di salah satu pohon, hanya bisa menyaksikan semua kejadian yang dialami majikannya, tanpa bisa menolong. Ada penyesalan dihatinya, seandainya saja ia tidak memarkirkan mobilnya dihutan ini, mungkin tidak akan setragis ini kejadian yang menimpa Nyonya majikannya itu. Tanpa terasa Mang Yogi pun menangisi keegoisannya tadi, dengan memaksa majikannya untuk melayani nafsunya di hutan ini. Sri Kusyanti yang harus melayani kelima perampok itu secara bergantian, akhirnya pingsan dengan menyisakan satu pemerkosanya yang masih memompa liang vaginanya dengan kasar dan sadis. Penderitaan Sri Kusyanti belum berakhir sampai disitu, setelah kelima perampok itu kebagian jatahnya mencicipi vagina Sri Kusyanti, mereka lalu membopong tubuh seksi Sri Kusyanti, yang pingsan itu masuk kedalam hutan, yang sudah mulai gelap. Sampailah mereka di sebuah gubuk ditengah hutan itu, lalu menyuruh Sri Kusyanti yang sudah sadar dari pingsannya, untuk mandi dikali sebelah gubuk itu. Sri Kusyanti yang saat dibawa masuk kedalam hutan itu dalam keadaan bugil, setelah tadi diperkosa secara beramai ramai oleh para perampok itu, dan si gembong perampok itu lalu memberinya sehelai kain batik, yang masih baru, dan masih disegel dengan kemasannya, hasil rampokkannya terhadap juragan batik asal jogja beberapa hari yang lalu. Sri Kusyanti dengan badannya yang lemas kemudian dipaksa oleh gembong perampok itu untuk segera mandi, dengan terus diawasinya dipinggiran kali dangkal itu. Dengan menahan dinginnya air sungai itu Sri Kusyanti menuruti perintah gembong perampok itu untuk mandi, kulit Sri Kusyanti yang putih dan sangat mulus itu terlihat berkilat di bawah cahaya bulan, dan mata gembong perampok yang dari tadi mengawasinya terus menatap seluruh lekukkan tubuh seksi tawanannya itu. Melihat Sri Kusyanti sudah selesai dengan mandinya, lalu ia menghampiri Sri Kusyanti yang terlihat kesulitan berjalan dipinggiran kali, lalu dengan tangannya gembong perampok itu mengangkat dan membopong tubuh Sri Kusyanti. Begitu sampai di depan gubuk dia berkata kepada keempat anak buahnya dengan masih membopong tubuh Sri Kusyanti, “…malam ini kita lewati dengan menikmati tubuh mulus dan seksi perempuan Jakarta ini…!” lalu disambut tawa dan tepukkan keempat anak buahnya. “…hahahaha…siap…Kang…!!!” jawab seorang perampok lainnya. Setelah berkata demikian lalu sigembong perampok itu membopong tubuh Sri Kusyanti kedalam kamar digubuk itu, setelah membaringkan tubuh Sri Kusyanti di bale bambu, lalu dengan kasarnya mulai menindih dan menggumuli tubuh Sri Kusyanti, mulai dari melumat bibir terus lidahnya menjilati leher jenjang Sri Kusyanti, dan dengan tangannya meremasi buah dada montok Sri Kusyanti dengan gemasnya. Gembong perampok itu mulai menurunkan belitan kain kemben didada Sri Kusyanti, dan kemudian dengan rakusnya mengenyoti putting susunya, ciumannya kemali turun sampai ketengah selangkangan Sri Kusyanti, dan dengan menyingkap kain kemben dipaha Sri Kusyanti ia pun muali menjilati paha mulusnya, hingga kebelahan vagina Sri Kusyanti yang sudah bersih dari sisa sisa sperma anak buahnya. Dengan rakusnya lalu dijilatinya liang vagina Sri Kusyanti, dan dengan tangannya terus merema remas buah dadanya, setelah beberapa saat kemidian gembong perampok itu mengarahkan batang kontolnya keliang vagina Sri Kusyanti, dan dengan mudah menghujamkan meriamnya secarabertubi tubi kiang vagina Sri Kusyanti. Genjotan genjotan kasar terus dilakukannya menghentak dan mengguncang tubuh Sri Kusyanti, hingga sampai menyemburkan lahar panas kerahim Sri Kusyanti. “…aaahhh…ssshhh…tempikmu enak tenan…Nduk…!” katanya setelah selesai dengan hajat biologisnya. Demikianlah malam itu tubuh mulus dan seksi Sri Kusyanti dijadikan sarana pemuasan nafsu binatang kelima perampok itu, dan Sri Kusyanti yang tidak memiliki daya apa apa hanya menangis dan menerima semua perlakuan binatang dari kelima perampok itu. Dan malam itu, kelima perampok itu tidak memperkosa Sri Kusyanti secara keroyokkan, malam itu mereka masuk satu persatu kedalam kamar, dan melepaskan hajat mereka diatas tubuh Sri Kusyanti hingga pagi. Siang harinya setelah kelima perampok itu kembali menggilir tubuh montok Sri Kusyanti didalam kamar, mereka mengantarkan Sri Kusyanti kembali kemobilnya, dan melepaskan ikatan Mang Yogi, dan menyuruh mereka pergi meneruskan perjalanannya menuju Jakarta. Sungguh tragis memang kejadian kejadian yang menimpa Sri Kusyanti, hingga saat ini Sri Kusyanti harus menjalani perawatan dirumah sakit, karena rusaknya vagina Sri Kusyanti dan harus dilakukan operasi dan pemulihan yang cukup lama. Suami Sri Kusyanti begitu terpukul dengan kejadian yang menimpa istri tercintanya itu, dan dengan setia selalu menemani istrinya yang terbaring dirumah sakit. Tidak seperti pada malam malam sebelumnya, Mas Woko tidak bisa menemani istrinya dirumah sakit karena harus mengurus bisnisnya diluarkota, dan ia meminta Mang Yogi untuk menggantikannya menemani istrinya dirumah sakit. Dan malam itu Mang Yogi pun menemani Sri Kusyanti yang sudah dua minggu dirawat di ruangan VIP rumah sakit itu, dan dikamar VIP itu Mang Yogi dengan menonton televisi sesekali melihat dan memeriksa keadaan majikannya itu. Dan pada saat sekitar jam tiga pagi Sri Kusyanti membangunkan Mang Yogi, yang tertidur dikursi didepan tivi. “…Mang bangun Mang…saya mau kekamar mandi…!” katanya kepada sopirnya, yang segera bangun dan menuntun majikannya kekamar mandi. Setelah selesai pun dengan sigap Mang Yogi kembali menuntun tangan majikannya itu ke tempat tidur, dan tanpa sengaja tangannya bersentuhan dengan buah dada majikannya yang tidak memakai BH, dan hal itu membuat Mang Yogi terangsang dan kembali menghayalkan kehangatan tubuh seksi majikannya itu sewaktu di kamar penginapan di Malang dan terakhir di jok mobil dipinggir hutan itu. Pikirannya menerawang kesemua rangkaian kejadian yang menimpa Nyonya majikannya itu, dan hayalan itu semakin membangkitkan gairah sexnya, hingga perlahan ia pun menghampiri ranjang majikannya. Dengan hati hati Mang Yogi kemudian menyingkap baju tidur majikannya, hingga terpampanglah pahanya yang putih mulus, dan dengan perlahan Mang Yogi mulai menciumi dan menjilati paha mulus majikannya yang masih tertidur pulas. Tindakkan Mang Yogi semakin berani saja manakala majikannya masih tetap pulas dalam tidurnya, dengan perlakuannya itu Mang Yogi kemudian beranjak keatas dan mulai membuka satu persatu kancing baju tidur majikannya itu. Sri Kusyanti yang memang tidak memakai BH itu, dapat segera terlihat buah dada montoknya oleh Mang Yogi. Dengan perlahan Mang Yogi mulai menjilat dan mengemuti putting susu majikannya, Sri Kusyanti menggeliat dan terbangun karena merasakan kenyotan diputing susunya, ia pun kaget mengetahui apa yang tengah dilakukan Mang Yogi sopirnya itu. Mang Yogi yang juga kaget melihat majikannya terbangun, lalu dengan reflek membekap mulut majikannya dengan tangannya, dan berbisik didepan wajah majikannya itu. “…sssttt…maafkan saya Nyonya…saya tidak kuasa menahan keinginan saya untuk merasakan kembali kehangatan tubuh Nyonya…” kemudian Sri Kusyanti yang mulutnya masih dibekap tangan sopirnya, hanya bisa menggeleng menolak keinginan sopirnya itu. Dengan perlahan Mang Yogi melepaskan bekapan tangannya dimulut majikannya itu, dan dengan pelan meminta majikannya untuk melayani keinginannya ngesek. “…ayolah Nyonya…plis…layanin saya…masa saya harus memperkosa Nyonya lagi…?!” katanya sambil meremasi buah dada Sri Kusyanti. “…Mang…kamu ngga kasihan sama saya, dengan semua kejadian yang menimpa saya…tega kamu Mang…?!” kata Sri Kusyanti dengan berlinang air mata. “…maafkan saya Nyah…saya sudah jatuh cinta sama Nyonya…dan saya ngga bisa melupakan kehangatan tubuh Nyonya yang pernah saya rasakan waktu itu…!” kata kata Mang Yogi serasa mengiris hati Sri Kusyanti. Kemudian dengan mulai naik keatas ranjang Mang Yogi mulai melumat bibir majikannya itu, sambil tanganya terus meremas remas buah dadanya yang montok, dan Sri Kusyanti hanya bisa menangis menerima kenyataan, sopirnya telah dengan tega memaksanya untuk melayani nafsu birahinya, yang saat ini ia masih dalam masa pemulihan akibat perkosaan dihutan itu. Mang Yogi kini sudah menghabisi sisa kancing yang masih menutup dibaju tidur majikannya, dan mulai merangsek ketengah selangkangan majkannya dengan menjilati belahan memeknya dari luar CDnya. Perlakuan Mang Yogi tidak kasar seperti yang pernah ia lakukan waktu itu, kali ini ia memperlakukan majikannya dengan penuh kelembutan, dan itu membuat Sri Kusyanti mulai terpejam menikmati sentuhan dan jilatan jilatan sopirnya itu. Trik yang dilakukan Mang Yogi membuahkan hasil, dengan perlakuan lembutnya telah dapat membangkitkan rangsangan yang mulai menjalari tubuh majikannya itu. “…sssshhh…ooohhh…sssshh…aaahh…!” Sri Kusyanti mulai mendesah dan tidak dapat menyembunyikan rangsangan ditubuhnya. Mang Yogi mulai menurunkan CD majikannya secara perlahan, dan pelan pelan mulai membuka kedua kakinya, lalu dengan tangannya menuntun batang kontolnya yang sudah kaku seperti kayu itu, ke mulut vagina majikannya. Dengan dorongan pelan Mang Yogi berhasil menyarangkan burungnya kedalam sangkar kenikmatan majikannya, dan ia pun mulai menggenjot vagina majikannya dengan perlahan, dan dengan mulutnya yang masih menggelayuti buah dada majikannya, semakin membuat majikannya terhanyut oleh geolan dan goyangan sopirnya itu. “…ssshhh…aaaahhh…Maaang…ooohhh…ssshhh…!” desahan Sri Kusyanti membelah heningnya pagi dikamar rumah sakit itu, Mang Yogi masih terus aktif membom bardir daerah pertahanan majikannya dengan rentetan serangannya diliang vaginanya. Akhirnya dengan mempercepat hujaman batang kontolnya Mang Yogi si sopir sialan itu menumpahkan, spermanya dikedalaman rahim majikannya. “…oooohhh…Nyonyaku sayang…crot…crot…crot…!” racaunya ketika klimaks itu datang. Sri Kusyanti hanya melamun dan sesekali masih menangisi nasibnya yang harus menghadapi cobaan yang begitu berat, setelah semua rangkaian kejadian yang menimpanya, selalu terbayang dipelupuk matanya. Dan pagi itu terjadi lagi pendarahan di vagina Sri Kusyanti, dan membuat heran seorang dokter yang menangani pengobatan dirinya. Dokter itu mendapati sisa cairan sperma di dalam rahim Sri Kusyanti, dan setelah beberapa hari kemudian Dr. Kentus mendatangi kamar VIP tempat Sri Kusyanti pasiennya menginap. Pada kesempatan itu sehabis memeriksa keadaan Sri Kusyanti, Dr. Kentus dengan pelan menanyakan kepada pasiennya itu, “…eehhmm…Nyonya Sri…kemarin sewaktu anda mengalami pendarahan lagi…saya menemukan sisa sperma yang tertinggal dirahim anda…dan saya tahu pada hari itu suami anda sedang tidak menunggui anda, jadi sperma siapakah itu…?” Tanya Dr. Kentus dengan nada vonisnya. Sri Kusyanti bagai tersekat tenggorokkannya demi mendengar ungkapan Dr. Kentus, lalu dengan suara serak Sri Kusyanti mancoba menjelaskan. “…eengh…aa…aanu..Dok…eenngghh…” Sri Kusyanti tidak kuasa meneruskan kata katanya. Dr. Kentus memahami hal itu, dan tahu ada yang disembunyikan oleh pasiennya itu, kemudian dengan tangannya Dr. Kentus mulai memegang tangan Sri Kusyanti seraya mengatakan. “…anda tidak usah khawatir…saya tahu anda telah menyerahkan miss “V” anda kepada seseorang…malam itu…!” jelas Dr. Kentus seraya mendekatkan wajahnya ketelinga pasiennya itu, dan berbisik. “…rahasia anda akan aman…asal…?!” Dr. Kentus tidak melanjutkan bisikkannya, tapi diteruskannya dengan menjilat daun telinga dan terus turun dan mulai menjilati leher jenjang Sri Kusyanti, dan dengan tangannya yang mulai hinggap di buah dadanya meremas dan meremas lagi…. “…ah…lagi lagi…” gumam Sri Kusyanti di dalam hatinya…