Mendung Menggantung di Ambang Cinta
OPENING 28 Feb 2021, pukul 19.30 malam disebuah persimpangan di kota besar ini. Sosok itu duduk termenung di pinggir jalan, dia menatap trotoar yang sudah direnovasi dan nyaman untuk pejalan kaki. Dia seolah tidak memperhatikan siapapun yang lewat dan sesekali menatapnya dengan tatapan yang ingin tahu, dia tetap tenang dan duduk di kursi kecil portable yang sengaja di bawa. Seikat kembang dipegang ditangannya, dia sejenak menundukan kepalanya, sepertinya sedang mendoakan seseorang, mulutnya komat-kamit sesaat, lalu menengadahkan wajahnya ke langit yang cerah di malam ini. Suasana bersahabat dari langit, namun hati pria itu sepertinya tidak secerah langit diatas sana. Long coat hitam dan topi baseball senada membuat wajahnya agak tersembunyi, meski kulit putihnya terlihat dari jari-jarinya yang membawa bunga di tangannya. Dia hanya duduk termenung, diam, dan menatap sekelilingnya dengan tatapan yang datar, meski pikirannya banyak berkecamuk hal-hal lain yang hanya dia yang tahu, dan dia hanya membisu, tidak memperdulikan sekelilingnya orang yang lalu lalang, ada yang berjualan kopi dan minuman dengan sepedanya, dia tetap diam dan hening. Dia lalu berdiri, meletakan bunga itu di sudut pagar bangunan tua yang tidak terawat dan terbengkalai di belakang tempat dia duduk tadi. Sambil berdiri dalam heningnya, dia mambuka kacamata yang menutupi matanya, pria itu menghela nafasnya, dia menahan haru dalam hatinya, dan kembali mulutnya seperti berbicara dengan pelan. “selamat ulang tahun kakakku…..” Airmatanya turun dipipinya Suara isaknya terdengar pelan sekali “dimanapun Kakak berada, aku selalu akan tunggu Kakak disini…..” Dia kembali hanya mematung sejenak, ingatannya saat berdiri disini bagai dibawa ke lontaran masa bertahun tahun silam, seperti sebuah angin yang mengarak awan beriringan, awan yang tadinya putih bersih lalu berubah menjadi kelabu dan kemudian menghitam, seperti mengisyaratkan akan ada hujan dan badai yang akan datang. Demikian juga dengan isi kepalanya dipenuhi potret dan ingatan kejadian lama yang dia sangat ingin lupakan, tapi selalu jadi semacam sebuah kejadian dimana itu selalu datang menghampirinya saat dia ingat seseorang yang dia selalu kenang dan paling disayanginya selama dia hidup, sosok yang kini entah dimana rimbanya. “May Lord always keep you in His Arms, Ka…..” Mata dan tatapan nanar ke bunga yang dia taruh di pinggir pagar di trotoar itu. Pagar yang masih belum berubah dan tersimpan keasliannya, meski lantai trotoarnya sudah berubah, namun pagar yang dia sedang sentuh ini masih pagar yang sama seperti dulu, pagar yang jadi saksi sebuah perpisahan tragis yang selalu bergantian muncul di kepalanya. “pamit pulang yah Ka……” Ucapnya lagi ke bayangan yang dia anggap itu ada. Bayangan yang dia rasa mewakili sosok yang dia rindukan selama ini, sosok yang dia tahu bahwa hanya itulah yang dia kenal dan dia sadari sebagai kakak, orangtua, dan segalanya untuk dirinya, meski kini sosok itu entah berada dimana. BMW sedan Opulance lalu tidak lama mendekat ke trotoar tempat sosok itu berdiri, seseorang dari kursi depan keluar, supir itu mengambil kursi portable lipat yang diduduki tadi, membuka bagasi belakang lalu menyimpannya disana. Pria yang tadi berdiri itu lalu masuk ke kursi belakang mobil. Tidak lama datang penjual nasi goreng yang letak lapaknya tidak jauh dari mobil itu parkir, setengah berlari menyodorkan nasi goreng yang dibungkus di kantong plastik kecil. Sopirnya yang duduk didepan lalu menyodorkan amplop ke penjual nasi goreng tersebut. Dan setengah membungkuk, penjual nasi goreng itu memberi hormat berkali kali ke sosok yang dibelakang jok tersebut “makasih banyak Boss…..sukses dan berkah selalu….” “mari Pak Dung…..” “makasih Boss…. hati-hati dijalan…”