Obsesi Seorang Model Yunior Seksi Ingin Menjadi Terkenal.
Aku, seorang model yunior, diperkenalkan oleh temanku pada seorang Fotografer ternama supaya aku bisa diorbitkan menjadi model terkenal. Temanku ngasi tau bahwa Om Andi, demikian dia biasanya dipanggil, doyan daun muda. Bagiku gak masalah, asal benar-benar dia bisa mendongkrak ratingku sehingga menjadi ternama. Om Andi membuat janjian untuk sesi pemotretan di vilanya di daerah Puncak. Pagi-pagi sekali, pada hari yang telah ditentukan, Om Andi menjemputku. Bersama dia ikut juga Asistennya, Joko, seorang anak muda yang cukup ganteng, kira-kira seumuran denganku. Tugas Joko adalah membantu Om Andi pada sesi pemotretan. Mempersiapkan peralatan, pencahayaan, sampai pakaian yang akan dikenakan model. Om Andi sangat profesional mengatur pemotretan, mula-mula dengan pakaian santai yang seksi, yang menonjolkan lekuk liku tubuhku yang memang bahenol. Pemotretan dilakukan di luar. Bajunya dengan potongan dada yang rendah, sehingga toketku yang besar montok seakan-akan mau meloncat keluar. Joko terlihat menelan air liurnya melihat toketku yang montok. Pasti dia ngaceng keras, karena kulihat di selangkangan jins nya menggembung. Aku hanya membayangkan berapa besar kontolnya, itu membuat aku jadi blingsatan sendiri. Setelah itu, Om Andi mengajakku melihat hasil pemotretan di laptopnya, dia memberiku arahan bagaimana berpose seindah mungkin. Kemudian sesi ke2, dia minta aku mengenakan lingeri yang juga seksi, minim dan tipis, sehingga aku seakanakan telanjang saja mengenakannya. Pentil dan jembutku yang lebat membayang di kain lingerie yang tipis. Jokopun kayanya gak bisa konsentrasi melihat tubuhku. Aku yakin ******nya sudah ngaceng sekeras-kerasnya. Om Andi mengatur gayaku dan mengambil poseku dengan macam-macam gaya tersebut. Tengkurap, telentang, ngangkang dan macem-macem pose yang seksi-seksi. Kembali Joko memberiku arahan setelah membahas hasil pemotretannya. Sekarang sekitar jam 12 siang, Om Andi minta Joko untuk membeli makan siang. Sementara itu aku minta ijin untuk istirahat dikolam renang aja. Om Andi memberiku bikini yang so pasti seksi dan minim untuk dikenakan. Tanpa malu-malu segera aku mengenakan bikini itu. Benar saja, bikininya minim sehingga hanya sedikit bagian tubuhku yang tertutupinya. Aku berbaring di dipan dibawah payung. Karena lelah akibat sesi pemotretan yang padat dan angin sepoi-sepoi, aku tertidur. Ditengah tidurku aku merasakan ada sesuatu yang meraba-raba tubuhku, tangan itu mengelus pahaku lalu merambat ke dadaku. Ketika tangan itu menyentuh selangkanganku tiba-tiba mataku terbuka, aku melihat Om Andi sedang menggerayangi tubuhku. “Nes, kamu seksi sekali, Om jadi napsu deh ngeliatnya. Om jadi pengen ****totin Ines, boleh gak Nes. Nanti om bantu kamu untuk jadi model profesional”, katanya. Karena sudah diberi tahu temanku, aku tidak terlalu kaget mendengar permintaannya yang to the point. “Ines sih mau aja om, tapi nanti Joko kalo dateng gimana”, tanyaku. Om Andi segera meremas-remas toketku begitu mendengar bahwa aku gak keberatan dien***. “Kamu kan udah sering dien*** kan Nes, nanti kalo Joko mau kita main ber 3 aja, asik kan kamunya”, katanya sambil tersenyum. Aku diam saja, Om Andi berbaring di dipan disebelahku. Segera aku dipeluknya, langsung dia menciumku dengan ganas. :aw: Tangannya tetap aktif meremas-remas toketku, malah kemudian mulai mengurai tali bra bikiniku yang ada ditengkuk dan dipunggung sehingga toketku pun bebas dari penutup. Dia semakin bernapsu meremas toketku. :aw: “Nes, toket kamu besar dan kenceng, kamu udah napsu ya Nes. Mana pentilnya gede keras begini, pasti sering diisep ya Nes”. Dia duduk di pinggir dipan dan mulai menyedot toketku, sementara aku meraih ******nya serta kukocok hingga kurasakan ****** itu makin mengeras. Aku mendesis nikmat waktu tangannya membelai selangkanganku dan menggosok-gosok nonokku dari luar. “Eenghh.. terus om.. oohh!” desahku sambil meremasi rambut Om Andi yang sedang mengisap toketku. Kepalanya lalu pelan-pelan merambat ke bawah dan berhenti di puserku. Aku mendesah makin tidak karuan ketika lidahnya bermain-main di sana ditambah lagi dengan jarinya yang bergerak keluar masuk nonokku dari samping cd bikini ku. Aku sampai meremas-remas toket dan menggigit jariku sendiri karena tidak kuat menahan rasanya yang geli-geli enak itu hingga akhirnya tubuhku mengejang dan nonokku mengeluarkan cairan hangat. Dengan merem melek aku menjambak rambut Om Andi. Segera tangannya pun mengurai pengikat CD bikiniku sehingga aku sudah telanjang bulat terbaring dihadapannya, siap untuk digarap sepuasnya. Dia segera menyeruput nonokku sampai kurasakan cairanku tidak keluar lagi, barulah Om Andi melepaskan kepalanya dari situ, nampak mulutnya basah oleh cairan cintaku. “Jembut kamu lebat ya Nes, pasti napsu kamu besar. Kamu gak puas kan kalo cuma dien*** satu ronde”, katanya. Belum beres aku mengatur nafasku yang memburu, mulutku sudah dilumatnya dengan ganas. Kurasakan aroma cairan cintaku sendiri pada mulutnya yang belepotan cairan itu. Aku agak kewalahan dengan lidahnya yang bermain di rongga mulutku. Setelah beberapa menit baru aku bisa beradapatasi, kubalas permainan lidahnya hingga lidah kami saling membelit dan mengisap. Cukup lama juga kami berpagutan, dia juga menjilati wajahku sampai wajahku basah oleh liurnya. “Ines ga tahan lagi om, Ines emut ****** Om ya” kataku. Om Andi langsung bangkit dan berdiri di sampingku, melepaskan semua yang nempel dibadannya dan menyodorkan ******nya. ******nya sudah keras sekali, besar dan panjang. Tipe ****** yang menjadi kegemaranku. Masih dalam posisi berbaring di dipan, kugenggam ******nya, kukocok dan kujilati sejenak sebelum kumasukkan ke mulut. Mulutku terisi penuh oleh ******nya, itu pun tidak menampung seluruhnya paling cuma masuk 3/4nya saja. Aku memainkan lidahku mengitari kepala ******nya, terkadang juga aku menjilati lubang kencingnya sehingga Om Andi bergetar dan mendesah-desah keenakan. Satu tangannya memegangi kepalaku dan dimaju-mundurkannya pinggulnya sehingga aku gelagapan. “Eemmpp..nngg..!” aku mendesah tertahan karena nyaris kehabisan nafas, namun tidak dipedulikannya. Kepala ****** itu berkali-kali menyentuh dinding kerongkonganku. Kemudian kurasakan ada cairan memenuhi mulutku. Aku berusaha menelan pejunya itu, tapi karena banyaknya pejunya meleleh di sekitar bibirku. Belum habis semburannya, dia menarik keluar ******nya, sehingga semburan berikut mendarat disekujur wajahku. Kuseka wajahku dengan tanganku. Sisa-sisa peju yang menempel di jariku kujilati sampai habis. Saat itu mendadak pintu pager terbuka dan Joko muncul dari sana, dia melongo melihat kami berdua yang sedang bugil. “Jok, mau ikutan gak”, tanya Om Andi sambil tersenyum. “Kita makan dulu ya”. Segera kita menyantap makanan yang dibawa Joko sampai habis. Sambil makan, kulihat jakunnya Joko turun naik melihat kepolosan tubuhku, meskipun agak gugup matanya terus tertuju ke toketku. Aku mengelus-elus ******nya dari luar celananya, membuatnya terangsang. Akhirnya Joko mulai berani memegang toketku, bahkan meremasnya. Aku sendiri membantu melepas kancing bajunya dan meraba-raba dadanya. “Nes, toketnya gede juga ya.. enaknya diapain ya”, katanya sambil terus meremasi toketku. Dalam posisi memeluk itupun aku perlahan membuka pakaiannya. Nampaklah ******nya cukup besar, walaupun tidak sebesar ****** Om Andi, tapi kelihatannya lebih panjang. Kugenggam ******nya, kurasakan ******nya bergetar dan mengeras. Pelan-pelan tubuhku mulai menurun hingga berjongkok di hadapannya, tanpa basa-basi lagi kumasukkan kontolnya ke mulut, kujilati dan kuemut-emut hingga Joko mengerang keenakan. :aw: “Enak, Jok”, tanya Om Andi yang memperhatikan Joko agak grogi menikmati emutanku. Om Andi lalu mendekati kami dan meraih tanganku untuk mengocok ******nya. Secara bergantian mulut dan tanganku melayani kedua ****** yang sudah menegang itu. Tidak puas hanya menikmati tanganku, sesaat kemudian Om Andi pindah ke belakangku, tubuhku dibuatnya bertumpu pada lutut dan kedua tanganku. Aku mulai merasakan ******nya menyeruak masuk ke dalam nonokku. Seperti biasa, mulutku menganga mengeluarkan desahan meresapi inci demi inci ******nya memasuki nonokku. Aku dien***nya dari belakang, sambil menyodok, kepalanya merayap ke balik ketiak hingga mulutnya hinggap pada toketku. Aku menggelinjang tak karuan waktu pentil kananku digigitnya dengan gemas, kocokanku pada ****** Joko makin bersemangat. Rupanya aku telah membuat Joko ketagihan, dia jadi begitu bernafsu memaju-mundurkan pinggulnya seolah sedang *******. Kepalaku pun dipeganginya dengan erat sampai kesempatan untuk menghirup udara segar pun aku tidak ada. Akhirnya aku hanya bisa pasrah saja dientot dari dua arah oleh mereka, sodokan dari salah satunya menyebabkan ****** yang lain makin menghujam ke tubuhku. ****** Om Andi menyentuh bagian terdalam dari nonokku dan ketika ****** Joko menyentuh kerongkonganku, belum lagi mereka terkadang memainkan toket atau meremasi pantatku. :aw: Aku serasa terbang melayang-layang dibuatnya hingga akhirnya tubuhku mengejang dan mataku membelakak, mau menjerit tapi teredam oleh ****** Joko. Bersamaan dengan itu pula entotan Om Andi terasa makin bertenaga. Kami pun nyampe bersamaan, aku dapat merasakan pejunya yang menyembur deras di dalamku, kemudian meleleh keluar lewat selangkanganku. Setelah nyampe, tubuhku berkeringat, mereka agaknya mengerti keadaanku dan menghentikan kegiatannya. “Nes, aku pengen ngen***in nonok kamu juga”, kata Joko. Aku cuma mengangguk, lalu dia bilang lagi, “Tapi Ines istirahat aja dulu, kayanya masih cape deh”. Aku turun ke kolam, dan duduk berselonjor di daerah dangkal untuk menyegarkan diriku. Mereka berdua juga ikut turun ke kolam, Om Andi duduk di sebelah kiriku dan Joko di kananku. Kami mengobrol sambil memulihkan tenaga, selama itu tangan jahil mereka selalu saja meremas atau mengelus dada, paha, dan bagian sensitif lainnya. :aw: “Nes, aku masukin sekarang aja ya, udah ga tahan daritadi belum rasain nonok kamu” kata Joko mengambil posisi berlutut di depanku. Dia kemudian membuka pahaku setelah kuanggukan kepala,dia mengarahkan ******nya yang panjang dan keras itu ke nonokku, tapi dia tidak langsung menusuknya tapi menggesekannya pada bibir nonokku sehingga aku berkelejotan kegelian dan meremas ****** Om Andi yang sedang menjilati leher di bawah telingaku.:kiss: “Aahh.. Jok, cepet masukin dong, udah kebelet nih!” desahku tak tertahankan. Aku meringis saat dia mulai menekan masuk ******nya. Kini nonokku telah terisi oleh ******nya yang keras dan panjang itu, yang lalu digerakkan keluar masuk nonokku. “Wah.. seret banget nonok kamu Nes”, erangnya. Setelah 15 menit dia gen tot aku dalam posisi itu, dia melepas ******nya lalu duduk berselonjor dan manaikkan tubuhku ke ******nya. Dengan refleks akupun menggenggam ****** itu sambil menurunkan tubuhku hingga ******nya amblas ke dalam nonokku. Dia memegangi kedua bongkahan pantatku, secara bersamaan kami mulai menggoyangkan tubuh kami. Desahan kami bercampur baur dengan bunyi kecipak air kolam, tubuhku tersentak-sentak tak terkendali, kepalaku kugelengkan kesana-kemari, kedua toketku yang terguncang-guncang tidak luput dari tangan dan mulut mereka. Joko memperhatikan ******nya sedang keluar masuk di nonokku. Goyangan kami terhenti sejenak ketika Om Andi tiba-tiba mendorong punggungku sehingga pantatku semakin menungging dan toketku makin tertekan ke wajah Joko. Om Andi membuka pantatku dan mengarahkan ******nya ke sana. “Aduuh.. pelan-pelan om, sakit ” rintihku waktu dia mendorong masuk ******nya. Bagian bawahku rasanya sesak sekali karena dijejali dua ****** ****** besar. Kami kembali bergoyang, sakit yang tadi kurasakan perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat. Aku menjerit sejadi-jadinya ketika om Andi menyodok pantatku dengan kasar, kuomeli dia agar lebih lembut dikit. Bukannya mendengar, Om Andi malah makin buas menggentotku. Joko melumat bibirku dan memainkan lidahnya di dalam mulutku agar aku tidak terlalu ribut. Hal itu berlangsung sekitar 20 menit lamanya sampai aku merasakan tubuhku seperti mau meledak, yang dapat kulakukan hanya menjerit panjang dan memeluk Joko erat-erat sampai kukuku mencakar punggungnya. Selama beberapa detik tubuhku menegang sampai akhirnya melemas kembali dalam dekapan Joko. Namun mereka masih saja memompaku tanpa peduli padaku yang sudah lemas ini. Erangan yang keluar dari mulutku pun terdengar makin tak bertenaga. Tiba-tiba pelukan mereka terasa makin erat sampai membuatku sulit bernafas, serangan mereka juga makin dahsyat, pentilku disedot kuat-kuat oleh Joko, dan Om Andi menjambak rambutku. Aku lalu merasakan peju hangat menyembur di dalam nonok dan pantatku, di air nampak sedikit cairan peju itu melayang-layang. Mereka berdua pun terkulai lemas diantara tubuhku dengan ****** masih tertancap. Setelah sisa-sisa kenikmatan tadi mereda, akupun mengajak mereka naik ke atas. Sambil mengelap tubuhku yang basah kuyup, aku berjalan menuju kamar mandi. Mereka mengikutiku dan ikut mandi bersama. Disana aku cuma duduk, merekalah yang menyiram, menggosok, dan menyabuniku tentunya sambil menggerayangi. nonok dan toketku paling lama mereka sabuni sampai aku menyindir : “Lho.. kok yang disabun disitu-situ aja sih, mandinya ga beres-beres dong, dingin nih” disambut gelak tawa kami. Setelah itu, giliran akulah yang memandikan mereka, saat itulah nafsu mereka bangkit lagi, akupun mengemut ****** mereka secara bergantian sehingga langsung saja napsu mereka memuncak. aku segera diseret ke ranjang. Om Andi mendapat giliran pertama, kelihatannya mereka dia main berdua aja dengan ku. Jembutku yang lebat langsung menjadi sasaran, kemudian salah satu jarinya sudah mengelus-elus nonokku. Otomatis aku mengangkangkan pahaku sehingga dia mudah mengakses nonokku lebih lanjut. Segera ******nya yang besar, panjang dan sangat keras aku genggam dan kocok-kocok. “Nes, diisep dong”, pintanya. Kepalanya kujilat-jilat sebentar kemudian kumasukkan ke mulutku. Segera kukenyot pelan-pelan, dan kepalaku mengangguk-angguk memasukkan ******nya keluar masuk mulutku, kenyotanku jalan terus. “Ah, enak Nes, baru diisep mulut atas aja udah nikmat ya, apalagi kalo yg ngisep mulut bawah”, erangnya keenakan. Tangannya terus saja mengelus-elus nonokku yang sudah basah karena napsuku sudah memuncak. “Nes, kamu udah napsu banget ya, nonok kamu udah basah begini”, katanya lagi. kontolnya makin seru kuisep-isepnyanya. Kulihat Joko sedang mengelus-elus kontolnya yang sudah ngaceng berat melihat Om Andi menggarap aku. Tibatiba dia mencabut ******nya dari mulutku dan segera menelungkup diatas badanku. ******nya diarahkan ke nonokku, ditekannya kepalanya masuk ke nonokku. terasa banget nonokku meregang kemasukan kepala ****** yang besar, dia mulai mengenjotkan ******nya pelan, keluar masuk nonokku. Tambah lama tambah cepat sehingga akhirnya seluruh ******nya yang panjang ambles di nonokku. “Enak om , ****** om bikin nonok Ines sesek, dienjot yang keras om “, rengekku keenakan. Enjotan kontolnya makin cepat dan keras, aku juga makin sering melenguh kenikmatan, apalagi kalo dia mengenjotkan ******nya masuk dengan keras, nikmat banget rasanya. Gak lama dientot aku udah merasa mau nyampe, “Om lebih cepet ngenjotnya dong, Ines udah mau nyampe”, rengekku. “Cepat banget Nes, Om belum apa-apa″ jawabnya sambil mempercepat lagi enjotan kontolnya. Akhirnya aku menjerit keenakan “Om, Ines nyampe mas , aah”, aku menggelepar kenikmatan. Dia masih terus saja mengenjotkan ******nya keluar masuk dengan cepat dan keras. Tiba-tiba dia mencabut ******nya dari nonokku. “Kok dicabut Om, kan belum ngecret”, protesku. Dia diem saja tapi menyuruh aku menungging di pinggir ranjang, rupanya dia mau gaya ******. “Om, masukkin dinonok Ines aja ya, kalo dipantat gak asik”, pintaku. Dia diam saja. Segera ******nya ambles lagi di nonokku dengan gaya baru ini. Dia berdiri sambil memegang pinggulku. Karena berdiri, enjotan ******nya keras dan cepat, lebih cepat dari yang tadi, gesekannya makin kerasa di nonokku dan masuknya rasanya lebih dalem lagi, “Om , nikmat”, erangku lagi. Jarinya terasa mengelus-elus pantatku, tibatiba salah satu jarinya disodokkan ke lubang pantatku, aku kaget sehingga mengejan. Rupanya nonokku ikut berkontraksi meremas ****** besar panjang yang sedang keluar masuk, “Aah Nes, nikmat banget, empotan nonok kamu kerasa banget”, erangnya sambil terus saja mengenjot nonokku. Sementara itu sambil mengenjot dia agak menelungkup di punggungku dan tangannya meremas-remas toketku, kemudian tangannya menjalar lagi ke itilku, sambil dientot itilku dikilik-kiliknya dengan tangannya. Nikmat banget dien***dengan cara seperti itu. “Om , nikmat banget ******* sama Om , Ines udah mau nyampe lagi. Cepetan enjotannya Om ,” erangku saking nikmatnya. Dia sepertinya juga udah mau ngecret, segera dia memegang pinggulku lagi dan mempercepat enjotan ******nya. Tak lama kemudian, “Om, Ines mau nyampe lagi, Om , cepetan dong enjotannya, aah”, akhirnya aku mengejang lagi keenakan. Gak lama kemudian dia mengen***kan ******nya dalem-dalem di nonokku dan terasa pejunya ngecret. “Aah Nes, nikmat banget”, diapun agak menelungkup diatas punggungku. Karena lemas, aku telungkup diranjang dan dia masih menindihku, ******nya tercabut dari nonokku. “Om , nikmat deh, sekali en*** aja Ines bisa nyampe 2 kali. Abis ini giliran Joko ya”, kataku. “Iya”, jawabnya sambil berbaring disebelahku. Aku memeluknya dan dia mengusap-usap rambutku. “Kamu pinter banget muasin lelaki ya Nes”, katanya lagi. Aku hanya tersenyum, “Om, Ines mau ke kamar mandi, lengket badan rasanya”, aku pun bangkit dari ranjang dan menuju ke kamar mandi. Selesai membersihkan diri, aku keluar dari kamar mandi telanjang bulat, kulihat Om Andi sudah tidak ada dikamar. Joko sudah berbaring diranjang. Aku tersenyum saja dan berbaring disebelahnya. Dia segera mencium bibirku dengan penuh napsu. :kiss: ******nya keelus-elus. Lidahku dan lidahnya saling membelit dan kecupan bibir berbunyi saking hotnya berciuman. Tangannya juga mengarah kepahaku. Aku segera saja mengangkangkan pahaku, sehingga dia bisa dengan mudah mengobok-obok nonokku. Sambil terus mencium bibirku, tangannya kemudian naik meremas-remas toketku. Pentilku diplintir-plintirnyanya, “Jok enak, Ines udah napsu lagi nih”, erangku. Tanganku masih mengocok ******nya yang sudah keras banget. Kemudian ciumannya beralih ke toketku. Pentilku yang sudah mengeras segera diemutnya dengan penuh napsu, “Jok , nikmat banget “, erangku. Diapun menindihku sambil terus menjilati pentilku. Jilatannya turun keperutku, kepahaku dan akhirnya mendarat di nonokku. “Aah Jok , enak banget, belum dien*** aja udah nikmat banget”, erangku. Aku menggeliat-menggeliat keenakan, tanganku meremas-meremas sprei ketika dia mulai menjilati nonok dan itilku. Pahaku tanpa sengaja mengepit kepalanya dan rambutnya kujambak, aku mengejang lagi, aku nyampe sebelum dien***. Dia pinter banget merangsang napsuku. Aku telentang terengah-engah, sementara dia terus menjilati nonokku yang basah berlendir itu. Dia bangun dan kembali mencium bibirku, dia menarik tanganku minta dikocok ******nya. Dia merebahkan dirinya, aku bangkit menuju selangkangannya dan mulai mengemut ******nya. “Nes, kamu pinter banget sih”, dia memuji. Cukup lama aku mengemut ******nya. Sambil mengeluar masukkan di mulutku, ******nya kuisep kuat-kuat. Dia merem melek keenakan. Kemudian aku ditelentangkan dan dia segera menindihku. Aku sudah mengangkangkan pahaku lebar-lebar. Dia menggesek-gesekkan kepala ******nya di bibir nonokku, lalu dienjotkan masuk, “Jok , enak”, erangku. Dia mulai mengenjotkan ******nya keluar masuk pelan-pelan sampai akhirnya blees, ******nya nancep semua di nonokku. “Nes, nonokmu sempit banget, padahal barusan kemasukan ****** berkali-kaliya”, katanya. “Tapi enak kan, abis ****** kamu gede dan panjang sampe nonok Ines kerasa sempit”, jawabku terengah. Dia mulai mengenjotkan ******nya keluar masuk dengan cepat, bibirku diciumnya. “Enak Jok, aah”, erangku keenakan. enjotannya makin cepat dan keras, pinggulku sampe bergetar karenanya. Terasa nonokku mulai berkedut-kedut, “Jok lebih cepet dong, enak banget, Ines udah mau nyampe”, erangku. “Cepet banget Nes, aku belum apa-apa″, jawabnya. “Abisnya ****** kamu enak banget sih gesekannya”, jawabku lagi. enjotannya makin keras, setiap ditekan masuk amblesnya dalem banget rasanya. Itu menambah nikmat buat aku “Terus Jok , enak”. Toketku diremas-remas sambil terus mengenjotkan ******nya keluar masuk. “Terus Jok , lebih cepat, aah, enak Jok, jangan berhenti, aakh…” akhirnya aku mengejang, aku nyampe, nikmat banget rasanya. Padahal dengan Om Andi, aku udah nyampe 2 kali, nyampe kali ini masih terasa nikmat banget. Aku memeluk pinggangnya dengan kakiku, sehingga rasanya makin dalem ******nya nancep. nonokku kudenyut-denyutkan meremas ******nya sehingga dia melenguh, “Enak Nes, empotan nonok kamu hebat banget, aku udah mau ngecret, terus diempot Nes”, erangnya sambil terus mengenjot nonokku. Akhirnya bentengnya jebol juga. Pejunya ngecret didalam nonokku, banyak banget kerasa nyemburnya “Nes, aakh, aku ngecret Nes, nikmatnya nonok kamu”, erangnya. Dia menelungkup diatas badanku, bibirku diciumnya. “Trima kasih ya Nes, kamu bikin aku nikmat banget”. Setelah ******nya mengecil, dicabutnya dari nonokku dan dia berbaring disebelahku. Aku lemes banget walaupun nikmat sekali. Tanpa terasa aku tertidur disebelahnya. Aku terbangun karena merasa ada jilatan di nonokku, ternyata Om Andi yang masih pengen ngen***in aku lagi. kulihat ******nya sudah ngaceng lagi. nonokku dijilatinya dengan penuh napsu. Pahaku diangkatnya keatas supaya nonokku makin terbuka. “Om , nikmat banget mas jilatannya”, erangku. Ngantukku sudah hilang karena rasa nikmat itu. Aku meremas-remas toketku sendiri untuk menambah nikmatnya jilatan di nonokku. Pentilku kuplintir-plintir juga. Kemudian itilku diisep-isepnya sambil sesekali menjilati nonokku, menyebabkan nonokku sudah banjir lagi. Aku menggelepar-gelepar ketika itilku diemutnya. Cukup lama itilku diemutnya sampai akhirnya kakiku dikangkangkan. “Om, masukin dong Om , Ines udah pengen dien***”, rengekku. Dia langsung menindih tubuhku, ******nya diarahkan ke nonokku. Begitu kepala ******nya menerobos masuk, “Yang dalem Om , masukin aja semuanya sekaligus, ayo dong Om “, rengekku karena napsuku yang sudah muncak. Dia langsung mengenjotkan ******nya dengan keras sehingga sebentar saja ******nya sudah nancap semuanya dinonokku. Kakiku segera melingkari pinggangnya sehingga ******nya terasa masuk lebih dalem lagi. “Ayo Om , dienjot dong”, rengekku lagi. Dia mulai mengenjot nonokku dengan cepat dan keras, uuh nikmat banget rasanya. enjotannya makin cepat dan keras, ini membuat aku menggeliat-geliat saking nikmatnya, “Om , enak Om , terus Om , Ines udah mau nyampe rasanya”, erangku. Dia tidak menjawab malah mempercepat lagi enjotan ******nya. Toketku diremas-remasnya, sampe akhirnya aku mengejang lagi, “Om enak, Ines nyampe Om , aah”, erangku lemes. Kakiku yang tadinya melingkari pinggangnya aku turunkan ke ranjang. Dia tidak memperdulikan keadaanku, ******nya terus saja dienjotkan keluar masuk dengan cepat, napasnya sudah mendengus-dengus. nonokku kudenyut-denyutkan meremas ******nya. Dia meringis keenakan. “Nes, terus diempot Nes, nikmat banget rasanya. Terus empotannya biar Om bisa ngecret Nes”, pintanya. Sementara itu enjotan ******nya masih terus gencar merojok nonokku. Toketku kembali diremas-remasnya, pentilnya diplintir-plintirnya. “Om , Ines kepengin ngerasain lagi disemprot peju Om “, kataku. Terus saja ******nya dienjotkan keluar masuk nonokku dengan cepat dan keras, sampai akhirnya, “Nes, aku mau ngecret Nes, aah”, erangnya dan terasa semburan pejunya mengisi bagian terdalam nonokku. Nikmat banget rasanya disemprot peju anget. Dia ambruk dan memelukku erat-erat, “Nes, nikmat banget deh ngentot ama kamu”, katanya. Setelah beristirahat sebentar, aku segera membersihkan diri dan berpakaian. Kami kembali ke Jakarta. Diperjalanan pulang aku hanya terkapar saja dikursi mobil. Lemes banget abis dientot 2 cowok berkali-kali. “Om, jangan lupa orbitin Ines ya”, kataku. “Jangan kawatir, selama om masih bisa ngerasain empotan nonok kamu, pasti kamu melejit keatas deh. Bener gak Jok”, jawabnya.