pertaruhan mahal

“Heh, enak aja loe. Bayern München mah udah nggak ada apa-apanya lagi. Dua minggu lalu udah keok ama Arsenal, ntar malem pasti digasak abis sekali lagi!” Yenny berkata dengan nada tinggi. “Ngomong sembarangan aja loe. Dua minggu lalu cuma kebetulan aja Bayern kalah. Arsenal tuh yang kali ini bakalan dibantai!!” Linda tidak mau kalah gertak dengan temannya itu. Yenny dan Linda adalah dua orang mahasiswi sebuah universitas swasta yang memang gemar dengan pertandingan sepakbola, terutama Liga sepakbola di benua Amerika Latin dan Eropa. Kali ini yang dijadikan obyek diskusi adalah babak penyisihan Champion League 2015 di Eropa. Sebagaimana biasanya perempuan-perempuan yang menyukai sepakbola, faktor ketampanan pemain sering ikut menjadi faktor utama mengapa mereka menyukai pertandingan sepakbola. Linda penggemar FC Bayern München karena terpesona oleh penampilan Lewandowski dan Thomas Muller, sedangkan Yenny terpesona oleh ketampanan Giroud. Perdebatan kedua mahasiswi cantik itu semakin seru sampai terlontar sebuah taruhan. “Gini aja, lo berani taruhan nggak ama gue?” tantang Yenny. “Lo pikir gue takut. Berani taruhan berapa lo?” Linda tidak mau kalah gertak. “Udah basi taruhan duit melulu. Gini aja, yang kalah harus siap dikerjain sama siapa aja yang disuruh sama yang menang. Nggak boleh nolak. Gimana? Masih berani nggak lo taruhan?” Yenny menawarkan taruhan model baru. Linda terdiam. Dia yakin favoritnya Bayern München akan menang. Namun dia tidak menyangka taruhannya akan begini. Biar pun Linda bukan perawan, namun tetap saja taruhan ini tidak diduganya sama sekali. Namun karena jiwa mudanya tak mau kalah, ia pun akhirnya balik menantang. “Kita bikin cara baru supaya lebih seru. Jumlah lelaki yang akan membantai sesuai dengan selisih gol tim pemenang dibandingkan tim yang kalah. Siap nggaklo di gangbang orang sekampung kalo Arsenal kalah dibantai ama Bayern?” Yenny yang geram segera mengiyakan, “Siapa takut, oke gue setuju! Sekarang salaman, deal!” “Deal. Kita lihat aja ‘ntar malem,” sahut Linda. . *** Waktu pertandingan antara Arsenal dan Bayern München pun tiba. Kebetulan Linda dan Yenny esok harinya baru ada kuliah di tengah hari, sehingga mereka sanggup begadang. Mereka asyik menonton di kamar tidur mewah di rumah masing-masing yang dilengkapi TV flat-screen, namun saling memberikan ‘perang-psikologis’ yang terus mereka kirimkan lewat BBM. Selama sepuluh menit pertama Linda dan Yenny saling ber-BBM dengan sebanding, namun hanya dalam dua puluh menit selanjutnya terjadilah hal yang sama sekali tak diduga oleh Yenny : Bayern München berturut-turut menjebol gawang Arsenal sehingga telah unggul 2 : 0. Keadaan semakin terpuruk bagi Yenny karena menjelang berakhirnya babak pertama, kembali gawang Arsenal kebobolan, sehingga memasuki waktu istirahat,Bayern München telah unggul telak 3 : 0. Babak kedua yang masih menjadi harapan tipis bagi Yenny ternyata semakin menambah ‘bencana’. Tidak dapat dipungkiri rasa takut sepenuhnya menerpa Yenny ketika pertandingan semakin mendekati menit-menit terakhir, di menit ke 85 keadaan sudah 5 : 1 untuk kemenangan Bayern München . Saat itu Linda mengirim SMS kepada Yenny, “Hehehe… memek lo udah gatel belom? Tenang aja, besok gue cariin empat lelaki yang barangnya gede semua buat garukin memek loe, hahaha.” Beberapa detik setelah wasit membunyikan peluit penutup pertandingan, Yenny menerima WhatsApp berisikan gambar empat kemaluan yang disunat, berwarna hitam berurat-urat, mengacung dengan gagahnya! “Wuuiihhhh… sambil digenjot loe diwajibkan nyepong nih. Pernah four-some nggak lo, Yen? Hahaha.” Yenny benar-benar takut. Dia mematikan HP nya. Dia sangat ngeri membaca SMS dari Linda. Tidak terbayangkan dia akan digangbang oleh empat lelaki. Selama ini memang dia pernah ML, namun ML yang one-on-one biasa saja, tidak pernah aneh-aneh. Dia menyesali ide taruhan gila ini, padahal justru dia sendiri yang menyarankan. Dia tak menyangka Arsenal akan bermain sejelek ini. 5-1…. untuk keunggulan Bayern München. Yenny benar-benar tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini. Empat orang lelaki asing… dia pun belum tahu siapa keempat lelaki itu. Yenny sampai tidak bisa tidur memikirkan hal tersebut. Dia takut hari esoknya. Dia takut datang ke sekolah dan bertemu Linda. But, the show must go on …. Esok harinya, Yenny berjalan dengan gontai menuju kampus. Mukanya terlihat kusut karena dia sama sekali tidak bisa tidur setelah pertandingan Arsenal – Bayern München selesai. Ditambah dia sesekali menangis, sehingga membuat penampilannya pagi ini tidak seceriah seperti biasanya, betapa pun ia berusaha menyembunyikannya dengan make-up cukup tebal. Dan suara yang paling tidak ingin didengarnya pada saat itu pun memanggil,“Oi, Yenny. Seru banget ya kemarin, Arsenal emang parah banget maennya! Hahaha,” Linda datang menghampiri Yenny. “Iye, udah. Nggak usah diomongin lagi lah pertandingan malam kemaren. Gue sih sportif. Gue siap terima semua akibatnya,” Yenny menjawab dengan lemas. “Oh iya yah, hampir lupa, kita ada taruhan ya. Mmmhh… jadi berapa orang yang harus ngerjain lo sekaligus? Hihihi,” Linda menggoda Yenny “Udah ah, nggak usah pura-pura lupa deh. Iya, empat orang, Lin, empat orang!!” Yenny benar-benar sudah lemas duluan membayangkannya. “Hehehe, oke deh. Proses gangbang-nya seminggu lagi ya. Gue kudu nyiapin bener-bener acara spesial ini. Sekalian gue juga kudu kasih kesempatan memek lobuat latihan. Siapa tau lo mau latihan pake timun apa terong dulu gitu, hahahha.” “Sialan lo, puas banget ya godain gue. Dimana ntar tempatnya?” Yenny berusaha mengalihkan. “Tempatnya biar enak dan gratis, biar di rumah gue aja. Pokoknya lo tau beres. Lo tinggal datang doang. Eh, nanti sopir gue jemput deh. Pokoknya lo tau beres aja.” “Lha, kalo di rumah lo, gimana ortu lo ama pembantu-pembantu lo? Malu ah gue,” “Iya lah, lo kaya kagak tau ortu gue aja. Kan sama seperti ortu lo. Kerjaannya ngurusin bisnisnya di luar negeri melulu. Anaknya mah kagak diperhatiin. Tapi gapapa sih, asal transferan duitnya lancar, hehe. Kalo pembantu gue mah santai lahhh, bisa gue atur.” “Ya udah, terserah lo dah.” *** Selama seminggu Yenny sering benar bertanya pada temannya itu setiap kali papasan, menanyakan siapakah empat lelaki pilihan Linda. Namun yang diperoleh hanya jawaban sangat mengesalkan. “Mau tau aja, atau apa lo udah ngebet banget? Haha… udah, tunggu aja hari H-nya. Nggak sabar banget sih memek lo ini,“ Linda menjawab sambil membelai memek Yenny dari luar rok abu-abunya. “Ah, apaan sih lo. Ya udah kalo nggak mau ngasih tau, enggak usah.” Yenny menjawab dengan sewot. Sementara Linda hanya tersenyum penuh misteri. Nampaknya dia sudah mempersiapkan semuanya secara matang. Akhirnya hari yang dinantikan Linda sekaligus paling ingin dihindari Yenny tiba.Hari itu adalah hari Jum’at. Esoknya hari Sabtu, tak ada kuliah. Linda sengaja mengadakan di hari ini karena dia merasa malam ini akan panjang, kebetulan orang tuanya juga tak ada, semua pembantunya juga diberikan libur dua hari. Rumah mewah itu kini benar-benar menjadi miliknya! Ketika pulang sekolah, Linda memberikan bungkusan kecil kepada Yenny. Setelah di-cek oleh Yenny ternyata itu adalah T-shirt warna-warni mirip seragam tim Arsenal yang dibuat khusus untuk suporter perempuan karena memiliki lubang kepala yang lebih lebar sehingga jika digunakan akan membuat bahu kanan yang memakainya menjadi terlihat. Selain itu juga celana pendek pemain sepakbola Arsenal dengan karet melar di pinggangnya sehingga cukup dengan ditarik maka akan langsung melorot jatuh ke bawah. Sesuai perjanjian mereka maka sekitar jam lima sore mobil Honda Jazz milik Linda datang menjemput Yenny di rumahnya dengan dikendarai oleh sopirnya Linda bernama pak Dahlan. Yenny mengatakan kepada orang tuanya bahwa ia akan menginap selama semalam di rumah Linda untuk belajar bersama. Memang hal itu sudah beberapa kali dilakukan Linda dan Yenny secara bergantian, sehingga orang tua masing-masing pun tak pernah curiga. Pak Dahlan menghentikan mobilnya di depan garasi rumah Linda, lalu ia mengatakan bahwa masih ada tugas lain harus ia jalankan. Dipersilahkannya Yenny untuk masuk ke rumah yang mewah itu, sedangkan Pak Dahlan kembali masuk kemobil dan langsung menghilang di sudut jalan. Yenny dengan langkah agak ragu mendekati rumah temannya yang sebetulnya sudah sering sekali ia masuki, namun kali ini dengan perasaan lain dan jantung berdegub berdebar menanti surprise. Ternyata pintu kayu berwarna coklat tua terbuat dari kayu mahoni sangat mahal itu sama sekali tak dikunci, sehingga setelah Yenny beberapa kali mengetuk dan tak memperoleh jawaban, langsung ia memasuki ruang tamu. Disitu pun Linda sama sekali tidak tampak batang hidungnya sehingga Yenny beberapa kali memanggil namanya, namun tetap saja temannya itu tidak kunjung muncul. “Lin, lo ada dimana sih? Lalo gini gue udahan aja deh, mau pulang lagi. Ntar gue panggil taxi aja,” demikian ujar Yenny yang mulai mempunyai harapan bahwa temannya hanya gertak sambal saat menggodanya, bahwa akan disediakan empat lelaki asing untuk membantainya akibat kalah dalam pertaruhan. Namun pada saat Yenny merogoh ke dalam tas kecilnya untuk mengambil ponsel, masuklah Linda dari pintu depan disertai dengan dua lelaki yang bertubuh kekar dan hitam legam. Beberapa detik kemudian muncul pula dari arah dalam rumah dua lelaki lain yang tak kalah tegap berotot sambil menyeringai. Tanpa sadar Yenny merinding melihat keempat lelaki yang terlihat buas beringas itu. “Hehehe, lo udah nggak sabar ya? Ini kenalin dulu beberapa orang kepercayaan di pabrik bokap gua, dua dari badan keamanan, seorang dari pengawas gudang, dan satu lagi mandor kebun karet bokap di Cibinong; pak Abdul, pak Omar, pak Murad, dan pak Harun. Semuanya penggemar sepakbola dan sama seperti lo, mereka kalah taruhan karena menduga bahwa Arsenal bakalan menang, nggak tahunya Arsenal maen jelek banget. Mereka masih uring-uringan pengen nyari imbalannya… jadi gue pikir apa salahnya kalo dikasih cewek amoy penggemar bola yang juga kalah taruhan, hehehe.” “Sialan benget lo, tega-teganya nyerahin gue ke tangan empat buruh yang buas begini,” wajah Yenny semakin pucat sambil tanpa sadar melangkah mundur, namun langsung dikelilingi oleh keempat lelaki. Semuanya memiliki wajah yang menyeramkan, pak Murad dan pak Abdul sebagai anggota keamanan terlihat keduanya bergigi tonggos dan mata jelalatan seperti ingin menelan tubuh Yenny bulat-bulat. Pak Omar si pengawas gudang terlihat agak kurus namun kedua lengan atas dan bawahnya penuh bekas luka dan juga tatoo golok, ular serta perempuan telanjang. Pak Harun si mandor kebun paling hitam karena selalu bekerja di udara terbuka, agak pendek tambun, wajahnya penuh kumis berewokan. “Ayolah, pak, masa cuma diliatin aja? Temen saya yang satu ini dulu jago senam di sekolah, jadi nggak bakal puas kalo cuma ngadepin lelaki loyo. Siapa mau mulai nyicipin duluan, saya jamin pasti nggak nyesel,” Linda memberi semangat kepada keempat lelaki pilihannya, “kan saya udah bilang semuanya gratis.” “Aaaah… geli, pak, jangan kasar dong!!” Yenny menggeliat berusaha menunduk ketika lengannya ditarik ke belakang dan dipegangi oleh Omar. Sementara Murad dan Abdul yang berdiri di sebelah kiri kanan mulai meraba dan meremas-remasbuah dada Yenny, sedangkan Harun yang agak jongkok meraba mengelus betis serta paha putih mulus Yenny sehingga semakin kegelian dan berusaha menendang ke sana-sini. “Hehehe, binal juga ya si neng geulis. Senang sepak bola rupanya, jadi siip banget nih betis, cuppp.. cuppp.. syeet licin banget, naik dikit lagi ah, cupp…sssshhh… cupp… wuuiih, nih paha legit amat!!” Harun semakin berani dan tangannya naik ke lutut serta masuk ke bawah rok Yenny mengusap memijit pahanya. “Beneran nih, Non, nggak ada orang lain bakalan datang masuk ke rumah? Kita nggak usah bayar kan?” Omar yang memegangi Yenny dari belakang masih bertanya sekali lagi kepada Linda. “Eeeh… udah dibilangin berkali-kali masih aja kurang percaya! Kalo gitu ya udah, bang Omar bubaran sana, pulang aja, nggak usah ikutan pesta!” Linda menjawab agak sewot karena satu pegawainya masih ragu. “Iya, lo budeg kali ya! Daripada nanya melulu, mendingan kita cepetan lepas baju, bugilin nih amoy dan mulai ngewe. Udah dikasih makanan enak masih nawar segala, lo pegangin ya si neng, jangan ampe lepas!” demikian Murad menghardik temannya. Mendengar usul Murad ini, Abdul dan Harun langsung melepaskan sebentar mangsa mereka dan mencopoti semua baju serta celana masing-masing, disusul oleh Murad sendiri. Setelah itu mereka bertiga bergantian merejang Yenny yang meronta terengah-engah, dan hanya dalam waktu sangat singkat mereka berempat telah mengepung mangsa mereka di tengah-tengah. Tapi kali ini keempat pejantan itu telah telanjang sedangkan Yenny berdiri ditengah mereka dengan baju yang mulai acak-acakan pula, sementara kedua matanya membelalak tak mempercayai menatap empat penis berukuran super yang telah mengacung mengangguk-angguk siap membantai memeknya. Bagaikan terhipnotis, Yenny membiarkan tubuhnya digiring ke sofa besar dan direbahkan disitu. Karena tak ada gunanya melawan maka Yenny membiarkan mereka melepaskan seluruh busananya. “Ck, ck, ck, duh gusti… bagus amat nih badan! Rasanya sayang mau ngegunyeng, takut rusak tuh kulit. Mau mulai jadi bingung, neng aja yang pilih ya mau ngelayanin siapa dulu,” celoteh Harun ketika melihat tubuh Yenny telah telentang di sofa, dimana kedua tangan Yenny berusaha menutupi kedua buah dada dan selangkangannya, sementara matanya mulai gelisah ketakutan dan berlinang-linang. “Hehehe, gini aja… saya usulin nih, bapak semua duduk di pinggiran sofa, Yenny berlutut menyepong rudal bapak-bapak bergantian. Sesudah itu Yenny sendiri yang memutuskan mau mulai apa siapa, saya sih cuma ngeliatin jadi penonton. Gimana?” demikian Linda mulai dengan fantasi seks-nya. “Akuuur, akuuuur… iya, itu usul bagus. Ayo, neng, kapan lagi ngalamin lomba alat kelamin gini?!” Abdul langsung memberikan persetujuan, diikuti gelak tawa dan anggukan kepala yang lainnya. Yenny bukanlah gadis terlalu alim, dengan pacarnya pun sudah beberapa kali iamelakukan oral, tapi belum pernah dengan lelaki lain, apalagi saat ini sekaligus akan mengoral empat lelaki bergantian. Ia langsung menggeleng-gelengkan kepala, namun hal itu tentu saja tak dipedulikan oleh keempat lelaki yang telah terbangun syahwat mereka melihat perempuan muda bertubuh putih mulus telanjang bulat. Yenny berusaha membalikkan tubuhnya untuk telungkup, namun hal itu sama sekali bukan tindakan yang cerdik karena keempat lelaki kasar itu langsung menerkam dan masing-masing memegang kaki tangan si cantik. Tak memperdulikan rontaan si mahasiswi ini, bahkan Abdul sambil merejang pergelangan kaki kiri Yenny sekaligus iseng-iseng meremas-remas bulatan pinggul mangsanya, kemudian jari tengahnya dijulurkannya ke tengah bongkahan padat itu dan secara nakal menusuk dubur Yenny. “Aaaauw! Sialan kalian semua! Jangan di situ, sakit tahu!” Yenny melupakan situasi tubuhnya yang tak menguntungkan dan menggeliat-geliat, menyebabkan jari nakal Abdul keluar. Namun dengan begitu Yenny dengan mudah diseret turun dari sofa, dan kini dipaksa berlutut dengan tangan ditelikung ke belakang punggung. “Hehehe… jadinya ketahuan ya si neng nggak suka maen belakang, ntar abang ajarin supaya pinter. Bo’olnya masih perawan nggak, neng?” tanya Abdul yang rupanya paling sadis dari semuanya, ia kini berada di belakang Yenny yang dipaksa berlutut. Karena Yenny tetap berusaha menolak, maka Abdul sengaja menekuk dan agak memelintir lengan Yenny sehingga ia memekik kesakitan dan patuh berlutut dihadapan ketiga lelaki yang duduk di pinggiran sofa dengan penis masing-masingmengacung keras. “Makanya jangan ngelawan, neng. Kan udah janji akibat kalah taruhan bola harus ngelayani kita semua. Pokoknya kita semua nggak bakalan nyakitin neng asal nurut ama kita, betul nggak?” tanya Abdul sambil menoleh kepada semua konconya yang tentu saja mengangguk tak sabar minta di-service. Karena melihat Yenny masih segan menuruti kemauan mereka maka Abdul menambahkan ancaman, “Kalo neng ngelawan maka nanti disuruh ngelayanin bukan cuma kita berempat, tapi tambah lagi tuh kuli-kuli bangunan di seberang, pasti neng akan dientot lebih dari sepuluh orang, mau?” Yenny hanya dapat menundukkan kepala dengan putus asa, lalu menggeser lututnya sehingga ia tepat berada di depan selangkangan Murad yang duduk paling kiri. Perlahan-lahan dia mulai memegang dan merangkum kejantanan Murad dengan jari-jari tangannya yang lentik dan mengocoknya turun naik. “Ooohh… iya! Gitu pinteeeer.. teruuus! Aaaaah.. ayo, mulai dijilat biar bersih bekas pejuh yang lama.. sebentar lagi keluar yang baru! Oooooohhh.. siiiiipp! Uuuuuuh.. ngimpi apa gue dilayanin bidadari?!” Murad menengadah ke atas sambil mulutnya ngoceh karena keenakan dikocok tangan halus si mahasiswi. Yenny berusaha menekan rasa muaknya karena penis Murad rupanya tak begitu bersih meskipun ia disunat, terlihat dari bagian tonjolan kepalanya bagaikan jamur raksasa, namun pinggir dan bawahnya tampak agak bebercak putih, entah masih sisa dari masturbasinya terakhir kali membayangkan Yenny. Karena merasa kurang puas hanya dikocok, maka Murad memegang kepala Yenny dan ditariknya ke bawah sehingga mulut Yenny mendekat dan menyentuh kepala rudalnya. Yenny berusaha menahan nafasnya karena mencium bau kurang sedap, namun disadarinya bahwa situasinya sedemikian rupa tak menguntungkan. Oleh karena itu sambil menahan nafas, ia pun membuka mulutnya. “Arrggh.. hhueeeck.. hhuueecck! Uuurrrgh.. hueeecck!” berkali-kali Yenny hampir muntah menahan rasa mual karena kepala penis Murad langsung menyentuh langit-langit mulutnya, bahkan didorong masuk ke arah kerongkongan, dan ketika Yenny berusaha bernafas tercium aroma pesing sangat menjijikkan. Air mata berlinang di pelupuk mata Yenny namun tentu saja hal itu tak akan menimbulkan rasa belas kasihan para lelaki kasar yang entah berapa lama mendambakan ingin merasakan bagaimana rasa perlayanan seorang gadis muda keturunan yang kini berlutut di hadapan mereka bagaikan budak seks. “Ayo, gantian ah sekarang.. jangan eluh aja! Kita kan semuanya ngarepin serpis yang sama! Ayo, non, sekarang pindah ngulum punya abang! Sosis mahal asli nggak ada duanya di kampong!!” tegur Omar yang tanpa segan-segan langsung memberi tanda kepada Yenny agar menggeser posisi ke tengah belahan pahanya,yang mana dalam sehari-hari tentu tak akan dipedulikan oleh Yenny. Namun saat ini ia tak mempunyai kekuatan untuk melawan, sehingga ia melepaskan penis Murad dari mulutnya dan kemudian mengarahkan perhatiannya kepada kemaluan lelaki berikutnya ini. “Nih.. pegang, non! Coba dikocok biar mantap! Keras nggak, non? Siiip kan sosis abang?! Bayangin ntar nih sosis masuk memek si non, gimana rasanya? Ayo.mulai serpisnya supaya makin gede lagi, hehehe.” Omar membual membanggakan tombak dagingnya yang memang sangat keras dirasakan tangan Yenny. “Ayo, mulai dijilat, non! Pinggirannya gituuu.. iyaaaaah! Sekarang kitikin tuh lobang di tengah! Duuuh, nggak tahan lama nih gue! Ooooh.. eyaaaang, ngimpi apa dijilatin ama amoy, ooooohh!!” Omar menggeleng-gelengkan kepala seolah tak percaya pada rasa nikmat yang sedang ia nikmati. Tanpa sengaja Omar mendorong pinggulnya sehingga kepala tongkolnya menjarah bagian belakang mulut Yenny yang sangat mungil. “Aaeeerrghh.. uueeeerrrgggkk.. uuueeegghk..” kembali Yenny megap-megap berusaha mencari nafas karena mulutnya dipenuhi kemaluan yang jauh lebih besar daripada milik pacarnya. Sekaligus sambil menjarah mulut yang mungil, kedua tangan Omar mengelus dan meremas-remas bukit kembar di dada Yenny. Ia sentil-sentil kedua puting merah kecoklatan yang ada di sana sehingga semakin menonjol dan mulai ikut mengeras. Setelah beberapa menit Omar dan Murad agaknya telah puas disepong oleh Yenny, keduanya bangun dari posisi duduk, mereka memberikan aba-aba agar Abdul dan Harun duduk saling dempet di sofa sehingga Yenny dengan lebih mudah dapat mengocok dan menyepong keduanya bergantian. Murad dan Omar kini kembali ikut berlutut di kiri-kanan Yenny, bergantian mereka menciumi kuduk, leher serta telinga si gadis ABG itu. Selain itu tangan-tangan mereka tak tinggal diam menjelajahi, mengusap-usap serta meremas buah dada Yenny dari kiri ke kanan, sekaligus menjamahi perut, pusar, selangkangan dan celahan di bongkahan pantat yang bulat padat menggemaskan itu. Mengalami penyerangan dari pelbagai arah itu Yenny merasakan sangat kewalahan, usahanya untuk konsentrasi menyepong terganggu menyebabkan Abdul dan Harun sering menekan kepala Yenny hingga ia tersedak-sedak. Ke-empat lelaki beruntung itu sangat menikmati tubuh gadis keturunan yang langsing semampai tapi cukup padat, terutama di bagian dada dan pinggulnya. Mereka menikmati kehalusan kulit kuning langsat, meliuk-liuknya pinggang yang ramping, bergoyangnya bongkahan pantat yang bulat sekal sempurna sangat menggemaskan untuk diusap dan digewel tangan mereka yang kasar. Nafsu mereka semakin terbakar menyaksikan wajah yang sedemikian cantik oriental, mata agak sipit agak basah berlinang air mata tampak semakin kuyu pasrah, hidung bangir mancung sempurna dihiasi dua lubang kecil kembang kempis mencari nafas karena mulut yang mungil dijejali tak habisnya oleh penis hitam legam berurat-urat, pemandangan yang selama ini hanya dapat di-impikan kini terjadi. Terkadang Yenny terbuai pula oleh pentungan-pentungan daging di dalam genggaman jari-jarinya, sehingga tak hanya dikulum dan disepongnya kepala berbentuk topi baja itu, namun lidahnya dengan nakal menari-nari dan mencelup kedalam celah lubang kencing di tengah kepala penis mereka, menyebabkan mereka semakin bergairah. “Sekarang gantian giliran si non jadi sasaran permainan mulut, gigi dan lidah kita!” Harun mengambil kembali inisiatif berikutnya untuk memberikan ‘hukuman’atas kalahnya taruhan sepakbola Yenny dengan Linda , “bapak mau ngicipin gimana rasanya air madu asli amoy yang pasti maknyus, kalian bantu pegangin si non biar nggak berontak , hehehe.” Abdul menyeringai lebar dan merebahkan lagi tubuh Yenny yang telah basah mandi keringat di sofa. Kedua pergelangan tangan Yenny dicekal erat dengan satu tangan serta ditekannya ke sofa sehingga kedua ketiak Yenny yang licin dicukur hampir setiap hari itu terpampang. Tangan kiri Abdul yang bebas kembali menggerayangi buah dada Yenny yang montok itu, diremas dan diusap-usap serta dipilin dicubit-cubitnya puting yang telah sedemikian peka sehingga Yenny menggeliat-geliat mendesah kegelian. Omar dan Murad kini mengambil posisi di kiri kanan pinggul Yenny, kedua pergelangan kaki Yenny dicekal dan dibentangkan ke samping selebar-lebarnya dengan lutut agak ditekuk, sementara Harun telah berada di tengah-tengahselangkangan Yenny. Dikuasai dan direjang kaki tangannya oleh ketiga lelaki sekuat mereka maka Yenny tak mampu berbuat apapun apalagi melawan. Kini keadaannya bagaikan seorang gadis tawanan dan persembahan dewa Odin bangsa Viking yang ganas di Eropa zaman pertengahan. Betapa pun Yenny berusaha merapatkan kedua kakinya namun Murad dan Omar terlalu kuat dan menguakkan kembali paha mulusnya, sehingga selangkangannya terbuka lebar dihadapan Harun. “Tckk, tckk, tsckk… ini pemandangan cuma ada di firdaus, nggak nyangka bisa dinikmati disini. Aje gile tuh bukit apem terbalik, gundul licin amat, Neng. Dicabutin apa dicukur tiap hari, ya?” tanya Harun sambil matanya melotot melihat belahan liang senggama Yenny yang begitu sempurna sangat merangsang. Meskipun bukan termasuk gadis alim yang masih perawan namun Yenny belum pernah mengalami hal seperti ini, tubuhnya betul-betul dijadikan pameran untuk delapan mata lelaki asing. Kedua pipi Yenny langsung merona merah hingga ketelinganya, karena disadarinya bahwa mata pak Harun ditujukan ke arah bukit Venus-nya. Omar dan Murad merasakan perlawanan sia-sia Yenny mengatupkan kedua pahanya, mereka cukup merejang pergelangan kaki Yenny yang langsing dengan satu tangan, sedangkan tangan mereka satunya naik turun mengusap meraba-raba betis dan bagian dalam paha Yenny. Kini kedua kaki mungil Yenny dimasukkan ke dalam mulut mereka yang lebar, lidah mereka menyelinap menjilat-jilat diantara celah jari kaki, menyebabkan rasa geli luar biasa. Sementara itu Abdul tak mau kalah, sambil tetap merejang kedua pergelangan tangan Yenny, diciuminya secara amat rakus mulut Yenny sehingga desahan dan jeritan-jeritan kecil kegeliannya teredam tak dapat keluar. Mendadak terdengar suara Linda yang tanpa diperhatikan oleh kelima orang dibawah itu telah naik ke atas dan berdiri di pinggiran loteng, tangannya memegang sebuah bantal guling besar yang langsung dilemparkannya ke arah sofa, dimana teman sekolahnya Yenny sedang dijarah oleh 4 lelaki pilihannya. Bantal itumenggelinding di dekat sofa dimana di atasnya tubuh Yenny sedang direjang beramai-ramai. “Nih, ada tambahan guling keras, mungkin bisa dipake supaya lebih sip kalian maenan berempat gitu,” Linda nyengir melihat temannya sudah kewalahan dan mandi keringat, padahal ini barulah ronde permulaan. “Hmmmmh… bakal dipake dimana ya?” gumam pak Harun ketika melihat bantal guling keras itu jatuh dekat kaki sofa, “Iyaah, bapak tahu, buat ngeganjel pantat si neng, jadi lebih mantab dientot!!” Pak Harun meraih bantal guling yang ternyata memang agak keras itu, kemudian diberikannya tanda kepada kedua konconya yang sedang asyik merejang pergelangan kaki Yenny untuk menarik kedua paha dan pinggul Yenny lebih ke atas sedikit lagi. Dengan demikian mudah sekali Harun meletakkan bantal guling itu di bawah pinggul Yenny sehingga celah kewanitaannya kini semakin menonjol ke atas. “Ummmppffh.. ennnnggghhf.. aaaaaammmffhhhh.. oooooohhhh..” Yenny meronta sekuatnya berusaha melepaskan diri dan menghentak-hentakkan kakinya, tapi tentu saja tak akan mampu melepaskan diri dari cengkraman Murad dan Omar. Teriakan dan jeritan-jeritannya bagaikan histeris karena merasa geli dikulum jari-jari kakinya teredam begitu saja karena dibungkam oleh ciuman ganas Abdul, lidahnya pun didesak ke dalam rongga mulutnya oleh lidah Abdul yang berbau rokok kretek, sehingga rasanya sukar untuk bernafas. Ketika Yenny telah megap-megap dan terdengar desahannya mulai berganti dengan isakan, maka Abdul lagi-lagi mengubah siasatnya : kembali dijilati dan ditiup-tiupnya kedua liang telinga Yenny sehingga isakannya berubah menjadi lengkingan kegelian, apalagi kedua putingnya diremas-remas pula oleh Omar dan Harun. “Ooooh… udah, bang! S-saya nyeraah.. geliiiiii.. lepasin! Gelii.. aaiiiihhh..oooohh.. lepasin! Udaaahh!!” Yenny blingsatan bagaikan cacing kepanasan. Padahal pada saat ini Harun baru mulai mendekatkan wajahnya ke tengah belahan paha korbannya, mengendus dan menciumi selangkangan Yenny bagai seekor anjing sedang mencari tulang untuk dijadikan permainan. “Duuh.. ini aroma memek nggak ada tandingannya! Selangkangan cewek selebs campur ama keringat amoy asli, ntar lagi tambahin madu memek pilihan kelas satu. Bapak nggak tahan nih, cuppp.. cuuppp.. slurrrp.. aahh..” Harun mulai menciumi bukit lembut kewanitaan yang terhias rambut tipis halusterawat rapih. Lidah yang nakal menari-nari di pinggiran bibir kemaluan Yenny, kemudian menyelusup menjilat tepi dinding licin berwarna merah muda, berputar-putar disitu, merangsang kelenjar yang tersembunyi. “Hehehe.. gimana rasanya, Neng, enak ya dientot empat lelaki sekaligus? Ayo,Run, cepetan nyiapin tuh lobang, kita juga ikut pengen ngejos nih!!” demikian Abdul cengengesan menyaksikan ulah Harun, sekaligus menikmati wajah Yenny yang meringis menahan rasa geli namun mulai bergairah. “Iya gitu, maju terus, pak! Temen saya ini paling sportif, staminanya luar biasa, masa kalah ama dia,” Linda dari loteng ikut menyaksikan dan memberikan komentar tapi merasa konak juga melihat Yenny menggeliat-geliat tak berdaya dengan tubuh basah kuyup dan mata kuyu namun jelas terangsang. Pak Harun kini semakin meningkatkan kegiatannya di vagina sang korban, lidahnya menjilat dan ikut menyapu permukaan daging kecil tersembunyi diantara bibir kemaluan. Bibirnya yang tebal mengatup bibir vagina Yenny, sedangkan kumis jenggotnya menggelitik menusuk-nusuk klitoris bagaikan sapu ijuk. “Aaaaauuuh.. oooooh.. udah, geli pak! Aaaaaaaah.. ssssshhhh.. ooouuuuhh..” Yenny menjerit-jerit hiteris dan meronta menggeliat sekuat tenaga menahan rasa geli tak terkira sehingga ketiga lelaki yang memegangnya dari tiga arah kini harus mengerahkan tenaga mereka untuk tetap merejangnya. “Hehehe, binal juga nih amoy. Ayo kita kuras habis tenaganya, cepetan jebolin tuh memek!” Omar rupanya mulai tak tahan menunggu giliran, dan Harun sadar harus menyelesaikan gilirannya. Dengan penuh semangat kini lidahnya masuk ke dalam celah vagina Yenny yang telah berubah rasanya dari asam licin menjadi agak sepat berlendir. Dicari-carinya liang kencing Yenny di sebelah dalam, dikitik dan disapu-sapunya sebentar kemudian dua barisan giginya menjepit kelentit sang mahasiswi yang kalah taruhan bola itu, digigit-gigit sebentar itil yang semakin membengkak itu, kemudian disapu lagi dengan kumisnya. Semua rangsangan semacam itu tak mungkin ditahan oleh wanita alim bagaimana pun, apalagi oleh Yenny yang memang sebelumnya telah mengalami ML dengan pacarnya. Namun apa yang dialaminya saat itu sangat luar biasa : tak diduganya bahwa ke-empat lelaki pembantai yang menjadi algojo-nya itu pandai merangsang. Dikiranya semua akan cepat berakhir dengan perkosaan brutal beramai-ramai, namun apa yang dialaminya terlalu hebat, Yenny tak sanggup lagi menahan gejolak orgasme pertamanya. “Aaaaaaaah.. oooooohhh.. paak, iyah! S-saya pipis.. aaaaaah.. aiiiiiih..oooohh.. terus! Iya!!” desahan dan lengkingan suara Yenny memenuhi ruangan. Pak Harun merasakan lidahnya terjepit otot vagina Yenny yang kontraksi, sehingga segera dilepaskannya pegangan di pinggul Yenny, lalu ia mengarahkan penisnya yang telah keras bagai batang kayu dan diselipkannya di dalam liang senggama Yenny, didorongnya dengan sekali hentak dan mulailah ia maju mundur memompa tubuh korbannya. “Enak tenan nih memek, duuh sempitnya! Bisa lecet nih keris pusaka. Tapi biarin ah, asal non puas! Bapak mesti kerja keras. Tahan dikit ya, Non, mau ngejos jedug-jedug ampe tandes ke dalem,” Harun bagai kesurupan kini memompa dan dalam waktu sekitar lima menit kemudian disiramnya liang surgawi Yenny dengan sperma hangatnya, inipun dirasakan oleh Yenny yang masih tersengal-sengal pulih dari orgasmenya yang pertama. Harun mengundurkan diri dan tempatnya segera digantikan oleh Murad. Pak Harun dengan sengaja tak menghabiskan semua tenaganya terhadapYenny karena mempunyai rencana lain : ia telah bersepakat dengan teman sekampungnya Dahlan – sopir keluarga Linda untuk menikmati putri majikannya itu. Ketika ia mengoral Yenny, matanya sering melirik ke atas tepi loteng dan memperhatikan wajah Linda yang semakin lama juga berubah ikut terpengaruh adegan hangat. Harun yakin bahwa Linda putri majikannya semakin lama makin terangsang, kedua bibirnya sering pula agak terbuka, sering dibasahi dengan lidahnya, bibir bawahnya sering pula digigit-gigit sendiri. Selain itu tangan kiri Linda yang tadinya berada di pegangan loteng kemudian ‘menghilang’, dan Harun yakin bahwa putri majikannya itu sedang masturbasi dan memasukkan jarinya ke dalam celana dalam. Namun baik Harun maupun Dahlan tidak tahu pasti apakah Linda, putri majikannya itu, seperti Yenny telah pernah ML dengan salah satu teman kuliahnya, ataukah masih perawan asli? Sementara itu pak Dahlan dengan diam-diam telah kembali, telah memparkir mobil majikannya di garasi, lalu bersembunyi di samping dapur. Dari situ ia mendengarkan pelbagai bunyi-bunyi khas dari ruang tamu, terutama suara-suaraYenny yang menjerit-jerit histeris melengking ketika dipaksa orgasme pertama. Pak Dahlan berjalan mindik-mindik bagaikan maling dan bersembunyi di belakang pintu dapur. Sementara itu Murad telah mulai menjarah Yenny, dan rupanya Yenny telah melupakan segalanya, kini sama sekali tak perlu direjang kedua kakinya karena justru kedua kaki langsing itu memeluk pinggang Murad sedemikian erat seolah ingin dihunjam semakin cepat, semakin dalam. “Hehehe.. kenapa, neng, udah konak banget ya? Geli gatel memeknya ya, pengen di genjot lebih keras ya? Nih abang kasih tembakan-tembakan yang yahud kayak lagi ngejebol gawang,” Murad makin buas dan ganas menghunjamkan penisnya. Malahan kini ia membalikkan diri menjadi telentang sehingga Yenny berada di atas, dan dengan memegang pinggang Yenny yang langsing mulailah Murad menaik-turunkan korbannya, sehingga Yenny merasakan rahimnya ngilu disodok-sodok dari bawah. “Oooouhh.. aaaah.. aaaiiiih.. iyah, ngilu enak! Oooohh.. terus! Oooooummppfffh.. uuueeehhhk..” Yenny yang merem melek menikmati hunjaman lembing daging Murad dari bawah itu mendadak kembali disumpal mulutnya oleh Omar yang tanpa disadari Yenny telah berdiri di hadapannya. Yenny berusaha mengatur nafasnya agar tak tersedak karena ukuran penis Omar memang agak pendek, namun justru dia paling besar lingkarannya sehingga rahang Yenny dipaksa membuka semaksimal mungkin. Selain itu dari semuanya yang telah disepong maka kepala jamur Omar ini rupanya paling jarang pula dibersihkan sehingga terlihat lapisan smegma putih berbau tidak enak di bawah pinggiran topi bajanya. “Ayo.. jilat, neng! Jilatin yang tandes! Ooooohhh.. nih mulut paling cocok buat ngebersiin barang lelaki. Oooooohh.. nikmatnya! Neng mau ikut abang ke kampung ya, bisa ngejilatin abang tiap malem,” Omar merem melek sambil berkhayal bidadari ini dapat disuntingnya menjadi istrinya yang ketiga. Ucapan Omar itu menyebabkan Yenny sangat malu dan sedetik menyadari bahwa dirinya sebagai anak orang kaya dan bertingkat atas di masyarakat sedang mengalami penjarahan habis-habisan. Ingin rasanya ia menampar Omar namun apa daya tubuhnya telah menggelora dipenuhi oleh hormon wanita muda yang ingin dipuaskan. Karena itu dibiarkannya semua celoteh Omar, karena lama kelamaan pun bau tak menyenangkan di mulutnya kini sudah menjadi kabur tercampur ludahnya sendiri. Melalui kembang kempis kedua lubang hidung mungilnya yang amat menggairahkan, Yenny mengadaptasi pernapasannya sehingga kini ia hanya sekali-sekali saja tersedak jika Omar dengan sadis menekan penisnya. Yenny mulai melupakan segalanya kembali dan terbiasa dengan situasi kedua lubang tubuhnya sedang disumpal oleh kemaluan dua pejantan, dan gelora kenikmatan dirasakannya mulai muncul kembali ke ujung-ujung syarafnya : rahimnya yang disodok oleh Murad dan langit-langit mulutnya yang ditekan-tekan oleh Omar. Bahkan Yenny telah mulai memijit dan meremas kedua biji pelir Omar yang menggantung menyentuh-nyentuh dagunya, seolah-olah ia ingin memerah lahar panas agar keluar menyembur ke dalam kerongkongannya. Pada saat itu Yenny merasakan ada jari-jari tangan lain selain Murad yang memegang pinggangnya, jari-jari yang mengusap-usap mesra bulatan pinggulnya, meraba-raba dan meremas-remas bongkahan pantat kebanggaannya yang memang sangat padat sekal. Bongkahan mana sangat menarik dilihat dari belakang jika Yenny berjalan, karena bergoyang sangat gemulai, ke kiri ke kanan berputar bagai selebs ahli ‘ngebor’ yang mengundang setiap tangan lelaki untuk menyentuh dan menggewelnya. “Permisi ya, Neng, abang udah nggak sabar nunggu giliran. Kan masih ada lobang nganggur nih?” tiba-tiba Yenny mendengar suara Abdul, “Jangan takut ya, abang masukinnya pelan-pelan deh! Udah pernah dijebol belom silitnya, Neng?” Dan Yenny merasakan Abdul beberapa kali meludahi liang duburnya, yang tentu saja langsung mengkerut ketakutan, dan otot-otot lingkaran pelindungnya langsung menciut. “Urrrgghhh.. ennnnggghhh.. j-jangan! Hrrrgggghhhh.. enggak mau! J-jangan.. s-sakit..” Yenny berusaha mengulurkan kedua tangan dan kukunya mencari tangan Abdul untuk dicakar-cakar, menyadari bahwa miliknya yang selama ini masih berhasil dipertahankannya akan segera hilang. Selama kencan dan ML dengan pacar teman sekolahnya sampai saat ini,Yenny memang beberapa kali dibujuk untuk mencoba anal-seks, namun selalu ditolaknya karena hanya dengan satu jari tengah pacarnya saja yang kecil masuk ke duburnya telah dirasakan tak nyaman dan cukup menyakitkan, namun kini… kini… “Aaarrrgghhh.. aaauuuuuww.. adduuh! Tolooonng.. eerggnngggghhh.. umhhhh..jjjjnnnggnaammmppn..” Yenny menggelepar meronta dan mengejang bagaikan orang sekarat ketika merasakan awal penetrasi yang sangat menyakitkan. Duburnya ibarat dicolok kayu panas menyala ketika Abdul menekan dan meretas, membelah paksa otot-otot lingkar pelindung anusnya yang masih perawan. Meskipun Murad mencekal dari bawah dan menarik kedua bongkahan pantatnya semaksimal mungkin untuk memberi kesempatan pada Abdul temannya untuk mengakses, namun tetap tidak menolong. Berbeda dengan mangsanya yang sedang menderita tak dapat dilukiskan kata-kata, maka Abdul sangat bangga dan makin ganas meneruskan proses perenggutan keperawanan anus mahasiswi yang kalah taruhan ini. “Uuuuuhhhh.. sempitnya! Busyyeeeet.. neng geulis susah amat diperawanin! Uuuuuh.. abang tarik dikit dan sekarang abang masukin lagi! Peret banget nih bo’ol, tapi udah kepalang basah.. hehehe, akhirnya jebol juga nih silit! Duuuuh.. nikmatnya dipijit-pijit ama pantat amoy!!” Abdul kini menangkap kedua nadi tangan Yenny yang menggapai-gapai ke belakang di saat berusaha mencakar. Semuanya sia-sia saja, bahkan kedua nadi tangan Yenny yang langsing itu dengan mudah dapat dicekal dan direjang oleh satu tangan Abdul yang kuat sehingga tak mampu mencakar lagi. Kedua rudal daging perkasa kini mulai menemukan ritme saling bersambutan : di saat Abdul menancapkan kejantanannya sedalam mungkin di dalam dubur Yenny, Murad ‘mengundurkan’ diri dan penisnya hanya dijepit kepala topi bajanya di otot-otot pintu gerbang memek Yenny. Sejenak kemudian ganti Abdul yang mengundurkan batang arabnya sehingga hanya kepala jamurnya dicekal otot-otot anus, sedangkan Murad dengan ganas menghantamkan kemaluannya ke rahim Yenny sehingga menjerit-jerit meraung kesakitan – namun suara Yenny yang memilukan tak keluar karena teredam oleh penis Omar dimulutnya. Terjadilah kini apa yang ditakutkan oleh Yenny ketika saling menukar mengirim BBM dengan Linda di saat pertandingan bola Arsenal lawan Bayern München masih berlangsung : mengalami di-sandwich oleh empat lelaki pilihan Linda. Apa yang sedang berlangsung lebih parah daripada yang diperkirakan oleh Yenny, namun yang masih akan terjadi selanjutnya juga di luar dugaan Linda sendiri… Melihat semua adegan di ruang tamu itu ada rasa campur aduk pada Linda, ada rasa puas karena telah memang taruhan, ada rasa kasihan juga melihat betapa menderitanya Yenny dikerjain pegawai perusahaan, ada pula rasa ingin tahu bahkan iri karena selangkangannya sendiri basah kuyup tanpa ada yang melayani, apalagi ketika Linda secara tak sadar mengusap-usap kelentitnya sendiri.

#2

Perlahan-lahan Linda turun dari loteng, sambil menuruni tangga didengarnya dengusan nafas ketiga pejantan pegawai ayahnya yang baru saja menjarah teman kuliahnya Yenny akibat kalah taruhan bola Europe Champion League. Lebih dari satu jam Linda mengawasi dari loteng bagaimana temannya itu dikerjai habis-habisan, dimulai dengan direjang dan di-oral oleh pak Harun sehingga orgasme pertama.Setelah itu ketiga pejantan lainnya : yaitu Abdul, Murat dan Omar menggarap tubuh Yenny dengan segala macam cara : baik halus maupun kasar sehingga akhirnya Yenny di ‘sandwich’ sambil dipaksa nyepong kontol. Linda heran bahwa pak Harun setelah meng-oral Yenny dan memaksanya orgasme, lalu ‘mundur’ dan hanya duduk di kursi menyaksikan adegan pergulatan hangat, hanya sesekali saja ia menggosok-gosok dan mengusap penisnya yang setengah tegang. Tak disadari oleh Linda bahwa sopirnya Dahlan yang tadi menjemput dan membawa Yenny ke rumah, kini telah kembali dan diam-diammemasuki rumah dari pintu garasi dan bersembunyi di belakang pintu dapur. Mana diduga pula oleh Linda bahwa sopir ayahnya itu telah sepakat dengan pak Harun untuk mencicipi tubuh putri majikannya. Telah lama juga Dahlan mengincar tubuh sang majikan namun belum memperoleh kesempatan sebaik hari ini. Betapa terangsangnya Dahlan saat mengantar – menjemput putri majikannya kuliah, ke sport studio, maupun belanja ke mall atau plaza. Dari kaca dalam mobil ia sempat disuguhi pemandangan betis dan paha Linda yang duduk di belakang dan lengah melipatkan kaki sambil bermain-main dengan HP-nya. Sebelumnya Dahlan telah mendengar dari Harun teman sekampungnya bahwa mereka diundang Linda untuk “pesta” menikmati tubuh Yenny yang kalah taruhan bola dengan Linda. Dahlan mendengar pula dari dua pembantu rumah bahwa dihari itu mereka diberikan kebebasan libur serta sedikit uang untuk belanja sesuka mereka. Kedua orang tua Linda juga sedang keluar negeri karena urusan dagang dan sebagaimana biasa dilanjutkan acara shopping selama beberapa hari. Karena itu amanlah bagi para pegawai yang diundang pesta seks dan juga Dahlan untuk menikmati hidangan lezat yang selama ini hanya dapat disaksikan mata, namun tak pernah masuk ke dalam cengkraman. Tanpa curiga Linda menuruni tangga loteng berbentuk setengah spiral dan terbuat dari kayu mewah berwarna coklat mahogany itu. Ia berniat untuk memberikan peserta pesta-seks minuman juice jeruk dari lemari es di dapur, mungkin mereka akan segar kembali dan melanjutkan pergulatan babak berikut – Linda sendiri telah terangsang dan belum menyadari sebentar lagi akan terlibatdalam pertarungan itu! Di saat Linda melangkah diatara anak tangga menuju pintu dapur, dilihatnya Harun berdiri dari tempat duduknya, melangkah mendekatinya dan tanpa ada rasa malu sedikit pun bahkan sambil cengengesan kurang ajar menatapnya, sedangkan penis yang berayun-ayun diantara pahanya mulai mengacung ke atas. Linda melengoskan kepala karena merasa agak jengah juga, walaupun jantungnya mulai berdebar-debar karena kini ia menyadari bahwa di dalam rumah itu selain Yenny, dirinya sendiri sebetulnya juga berada dalam kepungan beberapa kuli, para pejantan yang mungkin masih haus seks setelah menikmati tubuh mulusYenny. “Duduk aja disana, pak, temenin yang lain ama Yenny. Mereka mungkin masih mau mulai lagi,” ujar Linda sambil bergegas menuju dapur diikuti oleh Harun yang menjulurkan lidahnya membasahi bibir melihat betapa sekal padat paha Linda yang mulus disertai goyangan pantat bahenol yang hanya tertutup oleh celana hot pants mini. “Hehehe, bapak cuma mau bantuin bawain minuman, biar pada seger lagi tuh. Lagian, neng juga boleh ikut maen ama kita-kita, hehehe.” Langkah Harun semakin mendekat, membuat Linda jadi makin gelisah. Dengan langkah semakin lebar Linda menuju lemari es besar di sudut ruang dapur yang agak tersembunyi di balik pintu. Namun sebelum Linda sempat membuka pintunya, dari balik lemari es muncullah sopir ayahnya, Dahlan! Betapa terkejutnya Linda karena selain tak diduganya sang supir bersembunyi disitu, juga Dahlan ternyata sudah membuka pakaiannya, hanya memakai celana kolor – dan mata Linda menangkap adanya benjolan besar di balik celana kolor itu! “Mau apa nih, pak Dahlan? Ayo keluar, nanti saya laporkan sama ayah biar langsung dipecat!” ancam Linda sambil mendelik berusaha garang terhadap bawahannya itu. Namun Dahlan bukan menjadi ciut mundur, bahkan sebaliknya,semakin mendekati Linda yang akibatnya kini mulai mundur ke belakang. “Tenang aja, neng. Nggak ada orang lain kan di rumah? Juragan ama nyonya semuanya pergi ke luar negeri, dan neng udah atur sendiri semua pembantu diberikan libur hari ini. Jadi siip lah, neng bikin lebih rame pesta ama temen nengitu. Beres lah, neng, nggak ada yang bakalan tahu. Bapak udah lama pengen ngelonin si neng. Sini bapak ajarin ngewe yang bener, hehehe,” celoteh Dahlan. Pada saat itu Linda merasakan tubuhnya disergap dari belakang, tangan Harun sebelah kiri melingkar di pinggangnya yang langsing, sedangkan tangan kanannya menangkap dan mencakup buah dada kanannya sambil mulai meremas-remas, membuat Linda meronta-ronta berusaha melepaskan diri. “Nggka mau! Sialan kalian! Saya undang buat ngelayanin temen saya Yenny, bukan buat kurang ajar ama saya! Lepasiiiin, sialaaaann semuanya! Pergi sekarang! Pergiiii, aauuufhh mpppffh…” Makian Linda terhenti karena Harun melepaskan tangan kanan dari bukit daging kenyalnya, dan kini ia membekap Linda. Sementara Dahlan dengan sigap mencekal kedua pergelangan kaki langsing Linda yang berusaha menendang-nendang. Dengan demikian kedua pejantan itu mengangkat tubuh Linda yang meronta-ronta dan menggiringnya ke arah ruangan dimana Yenny dan ketiga pemerkosanya masih rebah bergeletakan setelah melakukan sport birahi beberapa menit lalu. Pergulatan Linda yang sia-sia disertai dengan jeritannya yang teredam kini membangunkan keempat orang di ruang tamu itu. Murat, Abdul dan Omar menyeringai lebar melihat ada lagi satu hidangan yang mungkin akan dapat mereka nikmati, sementara Yenny tercengang puas melihat situasi baru ini. “Waaah, neng Linda akhirnya mau juga diajak pesta ngewek. Ayo minggir dikit semua, kasih lowongan buat neng Linda. Dia mau rebahan ama kita, hehehe,” rupanya Abdul yang berdarah Arab semangat sekali membayangkan dapat menggarap amoy kedua di hari yang sama, sambil menyediakan tempatnya. “Hmmpppffh, egggnnngg, hhhmmpffh,” suara Linda langsung teredam ketika diletakkan di permadani yang mahal tebal itu dan langsung diciumi dengan rakusnya oleh Abdul, sementara kakinya yang tetap berusaha menendang kesegela arah kini dicekal dan direntangkan ke samping oleh Harun dan Dahlan. “Wuuiiih, mulusnya nih kaki. Langsing mulus, kaki belalang, pantesan hobbynya sepak bola. Ntar abang ajarin maenin bolanya abang ya, pasti siiip dah,” lanjut Murat dengan senyum mesum sambil mulai berusaha meloloskan celana hot pants Linda, sekaligus mengusap-usap perut dan pusarnya nan datar putih. “Nih, bola daging asli kelas satu juga nggak kalah, pake kerucut ngacung gini lagi, bikin abang pengen nyusu aja,” Omar tak mau kalah berkomentar sambil jari-jari tangannya mempreteli satu persatu kancing blouse Linda. Ternyata Linda takmemakai BH sehingga kedua gundukan dagingnya muncul keluar, yang tanpa ampun langsung diremas-remas bergantian sambil mulut Omar mencaplokputingnya yang montok. Linda berusaha berontak sekuat tenaga namun tidak akan dapat melawan kekuatan tiga lelaki yang kehausan seks. Apalagi kini Harun dan Dahlan ikut membantu dan setelah memberi aba-aba kepada ketiga lelaki itu, mereka menukar posisi masing-masing. Dahlan mengambil alih inisiatif, setelah melihat Linda berhasil dilepaskan semua busananya sehingga bugil bagaikan Hawa di taman Firdaus, maka tubuh seksy Linda segera ditindihnya, kemudian mulutnya dengan amat ganas menciumi bibir mungil anak majikannya itu. Kedua tangan Linda yang berusaha mencakar mukanya segera dicekal dan direjang di atas kepala dengan tangan kiri. Linda berusaha menggeleng-gelengkan kepala ke kiri dan ke kanan namuntetap tak berdaya ketika tangan kanan Dahlan mencekal dagunya sedemikian keras sehingga Linda meringis merasa sakit. Di saat itu lidah Dahlan menerobos masuk ke tengah bibir yang agak membuka itu, ludah yang berbau rokok bercampur dengan liur anak majikannya. Lidah didesak dan dilumatnya penuh keahlian sehingga perlahan-lahan menyerah dan mulai menggeliat di dalam mulut menyambut lidah kasar yang menjarahnya. Tubuh Linda menggeliat meronta-rontasemakin lemah disertai hentakan kakinya. Dahlan merasakan bahwa perlawanan Linda semakin berkurang dan nafasnya semakin memburu, perlahan-lahan cekalannya di pergelangan tangan di atas kepala Linda dilepaskan. Ciuman-ciuman Dahlan yang amat ganas namun terkadang juga mesra mulai beralih ke samping leher, dicupanginya serta sekali-sekali dijilatnya liang telinga Linda serta ditiup-tiupnya sehingga terasa sangat amat geli. Tangan Dahlan kini telah beralih dan meremas memijit kedua buah dada Linda, naik turun di bukit putih bak pualam itu. Jari tengah, telunjuk dan jempolnya menjepit puting merah coklat, mengusap dan memilin-milinnya mesra. Linda menggeleng-gelengkan kepala seolah tak percaya atas apa yang sedang dia alami, terutama ketika dirasakannya mulut Dahlan kini bergantian mencakup puting yang telah peka mencuat ke atas. Pilinan dan gigitan serta gesekan janggut Dahlan mengakibatkan rasa aneh, membangkitkan perlahan-lahan birahi yang sejak tadi terpendam ketika menyaksikan temannya dikerubuti oleh para pejantan bawahan ayahnya. Kini sopir ayahnya yang selama ini dipercayai sebagai pelindung ternyata berubah menjadi pejantan buas yang tega menggarap tubuhnya. Namun apa daya, hormon birahi sebagai wanita dewasa kini telah membanjir, membuatnya ikut merespons terhadap penjarahan Dahlan. Apalagi dirasakannya kini ciuman Dahlan semakin turun, jilatan lidahnya turun ke pusar, bermain-mainsebentar lalu turun. Linda masih berusaha dengan lemah mendorong tubuh Dahlan yang menindihnya, namun kini Harun ikut beraksi : kedua pergelangan tangan Linda yang langsing kembali dicekal di atas kepala dengan satu tangan. Kedua ketiak Linda yang selalu dicukur licin tampak jelas dan kini menjadi sasaran ciuman serta jilatan Harun, sementara tangan Harun yang masih bebas menjalari dan meremas-remasbukit daging yang semakin kemarahan akibat remasan Dahlan yang kini dilanjutkan oleh Harun. Linda semakin menggeliat-geliat gelisah dan tubuhnya mulai basah olehkeringat, apalagi ketika Dahlan mulai menciumi lipatan pahanya, menciumi mengendus harum kewanitaannya yang berada di situ. Lidah kasar dan hangat menjalar bagaikan ular, mendekati bukit agak rimbun yang terawat rapi, mencari-cari celah surgawi yang selama ini hanya sesekali saja di’manja’ oleh temannya yang tentu saja tidak sepengalaman kedua lelaki yang menggelutinya saat ini. Linda kini hanya mampu mengeluh, mendengus-dengus manja, terselang-seling dengan pekikan sakit ngilu namun juga nikmat. Sementara itu ternyata ketiga lelaki kasar lainnya kembali mengerjai mangsa mereka semula, yaitu Yenny. Terlihat gadis itu kembali telentang dan tubuhnya yang telah mandi keringat digarap dari tiga arah. Omar yang juga rebah menyamping memaksanya menoleh untuk menyepong, sementara Murat tak henti-hentimencaploki buah dada Yenny yang menggemaskan dan menyedot-nyedot putingnya seolah bayi raksasa sedang kehausan ingin menyusu. Abdul tak kalah aktif dengan menjilati celah kewanitaan Yenny yang masih basah oleh air maninya tercampur dengan sperma rekannya yang telah membanjiri di situ. Terutama klitoris yang berusaha bersembunyi di antara lipatan bibir kemaluan diendus-endus dan dijilati serta digigiti tak henti-henti, menyebabkan tubuh Yenny menggelinjang dan menghentak karena kegelian. “Busyeeet nih tetek, diremes dari semua arah tetap aja sekel padat. Ngegemesin amat. Kalo abang jadi suami neng, pasti nyusu terus-terusan biar sehat dan awet muda. Betul nggak, neng?” tanya Murat. “Oooooh iyaaaa.. jilaaat, kuluuum, iseeeep, neng.. ooooh enaaak. Nih barang pusaka kerasa makin ngulur panjang aja.. pinteeeer amat, neng.. iya, sekalian pijit-pijit tuh dua bola kecil di bawahnya, tapi jangan terlalu keras ya.. iyaaaaa, ooooooh..” Omar mendengus keenakan disepong sambil mengusap-ngusapkepala Yenny yang dipaksanya mundur maju, sehingga terkadang Yenny kelabakan dan tersedak-sedak. Agaknya ketiga lelaki itu masih belum puas dan menginginkan lebih banyak ‘petualangan’ dengan gadis muda yang telah kewalahan itu. Terutama mereka menginginkan bagaimana rasanya mengerjain cewek kelas mahal bukan hanya diruang tamu, namun juga dipelbagai ruangan yang hanya dapat diimpikan tapi tentu saja tak terjangkau oleh mereka. Mereka menghentikan kegiatan penggarapan itudan menggiring mangsa mereka masuk ke dalam kamar mandi yang serba mewah dan berbau semerbak. “Waaah, kapan lagi kita bisa ngerasain maenin amoy di dalam air nih? Ayo rame-rame kita ngerendem yuk,” demikian Abdul mulai memutar kran air hangat untuk mengisi bath-tub besar yang terbuat dari batu marmer import Italia. Sementara menantikan air mengisi bath-tub,mereka berdiri mengelilingi Yenny. Tangan mereka tak henti-henti dan tak puas-puasnya menggerayangi tubuh mangsa mereka. Jari-jaritangan yang kasar dengan sangat brutal menggelitik celah kenikmatan Yenny, menggesek menjepit kelentit yang amat peka. Sementara jari-jari lain berusaha menerobos anus Yenny yang masih terasa perih nyeri setelah disodomi beberapa saat lalu. Gelinjang dan rontaan Yenny hanya dijawab dengan gelak tawa serta perlakuan yang semakin nakal kurang ajar, sementara Omar tak henti-hentinya menciumi bibir Yenny. Perlahan-lahan bath-tub yang begitu besar ituterisi oleh air hangat sehingga hampir mencapai batas atas. Mulailah mereka satu per satu masuk, diawali oleh Abdul, lalu Murat sambil menarik Yenny agar ikutanmasuk. Namun ketika Omar juga mau masuk, ternyata bath-tub itu tak cukup menampung empat orang, sehingga akhirnya dengan menggerutu panjang pendek Omar pun ngeloyor pergi meninggalkan kamar mandi dan kembali ikut mengerubuti Linda bersama Dahlan dan Harun. Kini mereka bertiga berendam di air hangat disertai dengan semprotan gelembung-gelembung air dari pelbagai arah. Abdul duduk dengan memangku dan merangkul Yenny dari belakang, mulutnya tak henti-henti menjelajahi kuduk dan leher Yenny. Diciuminya kuduk Yenny, kemudian lidahnya menjalar bagai ular kecil berusaha memasuki liang telinga, menyebabkan Yenny menggeliat menggelengkan kepala ke kiri dan ke kanan menahan rasa geli, apalagi hembusan nafas Abdul ikut menggelitik. Satu tangan kiri Abdul melingkari pinggang Yenny, sedangkan tangan kanannya mengusap dan meremas-remas buah dada dari arah belakang, sesekali mencubit puting yang mencuat sehingga Yenny kesakitan. Murat yang duduk di hadapan Yenny tak kalah aktif : kaki kanannya menyelinap masuk di tengah selangkangan, jari-jari kakinya mengutik-utik dan mengusap bukit kemaluan Yenny, sesekali juga dengan jempol kakinya ia menggaruk kelentit Yenny. Tentu saja Yenny berusaha berontak sekuat tenaga, namun tangan Murat menangkap kedua pergelangan kakinya dan menguakkannya ke samping. Sekaligus dimasukkannya juga jari-jari kaki Yenny yang mungil ke dalam mulutnya, dikemut serta dijilatnya celah peka di antara jari itu, menyebabkan Yenny semakin binal dalam menggelinjang. Tanpa sadar tangan kanan Yenny meraih ke belakang, mencekal, lalu mengocok-ngocok penis Abdul yang menempel di punggungnya. Beberapa menit lamanya mereka bertiga menikmati permainan itu, sebelum Abdul meraih sebotol sabun cair di tepi bath-tub. Ia mulai menyabuni tubuh langsing sekal milik Yenny sambil tak henti-hentinya meremas kedua bukit daging kegemarannya, sementara Yenny yang telah melupakan harga dirinya kini juga menyabuni dan mengocok batang kemaluan Abdul sehingga semakin licin. Napas ketiga insan itu terdengar semakin cepat memburu, diselang-seling desah kenikmatan, apalagi di saat jari-jarikasar Abdul memijit menjepit puting yang telah mengeras, dan kebetulan saat itu jempol kaki Murat menyelonong menyentuh-yentuh kelentit Yenny. “Auuuw! Jangan keras-keras dong, bang.. auuuuw geli.. udaaah ah.. eennggh, oooooh, abang nakaal..” Yenny mendesah dan menggeliat di bath-tub sehingga air-nya berkecipakan dan keluar membasahi lantai. Tapi ketiganya tak perduli, kini mereka berdiri dan keluar dari bath-tub. Tubuh Yenny digendong oleh Murat, diikuti oleh Abdul dan mereka mencari-cari ruangan dimana kiranya mereka lebih leluasa untuk melanjutkan pertarungan. Akhirnya mereka menemukan sebuah kamar tidur, ternyata itu adalah kamar pembantu yang memang saat ini sedang kosong. Mereka sudah terbakar oleh birahi, Yenny pun tak memperdulikan kamar apa dan siapa, hawa nafsunya telah dibangunkan oleh para pejantan. Dari awal mula kalah taruhan dan diperkosa habis-habisan, kini Yenny telah berubah menjadi binal dan ingin dipuaskan lebih lanjut. Tentu saja kedua lelaki kasar itu tidak menyia-nyiakan kesempatan, mereka segera menaruh tubuh Yenny yang demikian putih langsat di atas kasur. Bagaikan serigala-serigala kelaparan mereka kembali menggeluti Yenny, bergantian mereka menciumi, mengenyot dan memilin-milin puting merah muda sehingga Yenny jadi kelojotan bagaikan ayan. Bergantian mereka meminta menyuruh Yenny menyepong menghisap kemaluan yang agaknya tak terkendali menegang mengacung-acung. Betapa mahirnya Yennydalam mengocok, mengulum kepala jamur mereka, sementara jari-jari lentik Yennymeremas-remas biji pelir yang bergantungan, sehingga sesekali mereka pun menggelinjang karena merasa geli dan ngilu. Tanpa rasa jijik Yenny kembali meminum pejuh mereka, dan bahkan mereka dipaksa untuk tetap ereksi! “Duuuh, si neng pinter amat. Uuuuh, abang mau diapain, neng? Busyeeet,lubang kencing abang lagi dijilat-jilat.. aaampuuun Ya Gusti, gelinyaaa.. bisa nyemprot lagi nih, ooooh, aaah,” demikian Murat merintih ketika merasakan betapa ujung lidah Yenny yang lancip berusaha sejauh mungkin memasuki lubang kencingnya, yang tentu saja masih sangat peka karena telah dua kali ejakulasi. Tapi Yenny sudah tidak perduli, teknik yang sama dilakukannya bergantian terhadap Abdul. Bahkan sesekali jari tengahnya pun menyelonong masuk ke anus Abdul! “Duuuuh, binalnya nih amoy. Bukannya menciut ketakutan, malahan dia yang makin ganas. Perlu dikerjain lagi biar tuntas, kali,” demikian Abdul misuh-misuhkarena merasakan anusnya nyeri dimasuki oleh jari tengah Yenny dengan kuku cukup panjang dan tajam. Yenny hanya tertawa genit cekikikan, menyebabkan kedua pejantan semakin penasaran serta gemas. Kembali mereka menerkam Yenny dan digeluti bersama-sama di ranjang pembantu itu, dan tubuh mereka pun kembali penuh oleh keringat. *** Sementara itu, satu jam lalu, di kamar Linda yang sangat mewah … “Oooooh.. udahan dulu dong, pak. Saya capek nih,” Linda berusaha melepaskan diri dari genggaman ketiga lelaki yang mengerubutinya bagaikan serigala lapar. Padahal pada saat itu mereka baru saja mulai bergumul beberapa menit, namun Linda agaknya masih risih sekali dengan perlakuan Dahlan, supirnya. Selama ini dianggapnya Dahlan sebagai pengganti ayahnya yang memang sangat jarang ada di rumah. Ayahnya memang selalu membelikan apa saya yang iainginkan, namun perhatian serta kasih sayang sebagai ayah sangat didambakan dan itu yang justru tak ada. Diberi kepercayaan, malah kini Dahlan yang memimpin ketiga lelaki untukmenggumulinya. Sungguh keterlaluan. Dahlan sedang menindih Linda dengan tubuhnya yang cukup berat dan besar. Walaupun dia telah memasuki usia limapuluh, namun Dahlan masih terlihat gagah dan kekar, cukup berotot meski agak tambun. Telah lama Dahlan memperhatikan pertumbuhan Linda menjadi gadis dewasa, tubuh gadis kecil berubah menjadi badan yang langsing namun montok, disertai lekak lekuk yang membuat tiap lelaki pasti menelan ludah berulang-ulang. Dahlan sangat menyukai wanita dengan rambut sepanjang bahu atau lebih. Dan ini dipenuhi oleh Linda yang berambut lebat, hitam agak bergelombang melebihi sedikit bahunya. Mulutnya yang mungil dan selalu berbibir basah kini semakin basah oleh ciuman-ciuman. Lumatan mulut Dahlan kembali menutup suara Linda, hanya kecipak agak terpaksakan di saat lidah Dahlan menerobos masuk di antara barisan gigi sedemikian rata dan putih. Biasanya Linda selalu menjauhkan diri dari bau rokok kretek supirnya, namun kini bau yang tak disukainya itu memasuki mulutnya. Bahkan ludah Dahlan pun bagaikan berkumpul dan ikut masuk bercampur dengan ludahnya sendiri. Tanpa mempedulikan gelengan kepala Linda, kini Dahlan semakin bersemangat menjulurkan lidahnya menyapu langit-langit Linda, sehingga ia semakin kegelian dan sekaligus mual. “Asyik banget nih gunung, putih bulet, nggak kendor. Sekel mantab diremas-remas, pentilnya gede lagi. Pasti nafsunya si neng juga gede ya?” Hampir bersamaan Harun dan Omar dari kini kanan bagaikan berlomba-lomba meremas dan memilin puting susu kegemaran mereka. Bergantian mereka menundukkan kepala dan menghisap menyedot puting itu, bahkan ditarik-tarik dengan gigi bagaikan ingin coba menyedot susu. Semuanya menyebabkan Linda menggelepar dan menggeliat-geliat karena geli dan ngilu. “Hmmmpffh, ssshhh, egggnnggh, sssssh, geliiii… auuuuw, mmmhhhppfh..” kembali mulut Linda disergap dan bibirnya dikulum dengan rakus oleh Dahlan, sementara Omar dan Harun memijit dan mengusap-usap ketiak Linda yang sedemikian licin karena rajin dicukur. Mulut mereka pun menjalar dan menciumi ketiak itu, menjilat-jilat dan mencupangi, sedangkan tangan-tangan mereka menggerayangi tubuh mulus Linda : mulai dari pinggang sampai ke pangkal paha. Dahlan sementara itu mulai merosot turun, kini ia yang mencaplok kedua bukit mungil serta giginya menjepit menggesek-gesek puting yang semakin mengeras mencuat ke atas. Ciuman Dahlan semakin turun, tubuhnya menyelosor sehingga mulutnya mencapai pusar dan perut datar Linda. Mendengus ia menciumi dan menjilati kulit putih mulus di situ, kemudian makin turun, bergeser mendekati bukit Venus yang dihiasi bulu kegadisan halus sangat rapih tercukur berbentuk segitiga,muncul di bagian atas dari celana dalam string Linda yang kini telah berceceran dilantai. “Udahan dong, pak, jangan diterusin. Saya enggak bakal lapor ke orang tua saya. Tolong, pak, saya nggak mau begini,” rengek Linda ketika melihat Dahlan semakin merosot ke bawah dan mulut berbibir tebal dengan kumis pendek itumendekati bukit kemaluannya. Linda berusaha bangun, namun dari kiri kanan, Omar dan Harun menekannya kembali ke ranjang. Mereka memegangi pergelangan tangan Linda dan direntangkan ke samping sehingga Linda hanya dapat menggeliat-geliat tak berdaya. “Sini bapak ajarin. Pegang nih barang bapak yang udah pengen dimanja ama jari-jari si neng. Iya, gitu.. mulai turun naikin, kocok-kocok gitu biar makin ngaceng. Ntar bisa keluar pejuhnya, neng bisa nyicipin,” Omar mencekal dan menuntun tangan Linda untuk menggenggam kejantanannya. Hal sama juga dilakukan oleh Harun disertai seringa mesum yang melebar, sementara Linda menggeleng-gelengkan kepala ke kiri dan ke kanan seolah tak percaya akan apa yang sedang ia alami. Memang betul ia pernah ML dengan pacarnya, namun hanya satu lawan satu. Selain itu sang pacar juga masih anak ingusan, tak memiliki pengalaman – berbeda dengan sekarang, dimana ia tengah dijarah oleh tiga lelaki kasar berusia di atas tiga puluhan dan semuanya telah beristri. “Mungil amat memeknya, neng, masih rapet lagi. Bapak pake dulu ya biar mantap dan nggak kaget kalo ntar dimasukin pentungan pusaka. Sini bapak licinin dulu, hhmmh.. wanginya,” ujar Dahlan mengagumi celah surgawi anak majikannya yang kini berada langsung di depan mata. Selama ini Dahlan hanya sempat mengintip celana dalam Linda jika gadis itutanpa sadar duduk di mobil dengan agak mengangkang. Kini celah yang diimpikannya tersaji menantang di hadapan mata, dan Linda tak sanggup menutup selangkangannya karena Dahlan telah sempurna berada di antara belahan paha yang demikian halus mulus nan indah. “Aaaah, sluurrp, sssh, cupp.. enak ya, neng, diciumin ama bapak? Hhhhmmmh..bapak cari ya, mana tuh itilnya? Udah lama bapak pengen ngejilat. Eeeeh..ngumpeeet ya, ciluuk-baaa,” Dahlan telah melupakan segalanya dan mengoceh memuji keindahan memek anak majikannya itu, sambil mulai menciumi dan menelusuri tepi bibir kemaluan Linda yang hanya sedikit merekah berwarna merah muda. “Iiih, eggnnnggh, ooooh, paaaak.. jangaaaan, lepasiiiin, udaaah, geliiii, toloong,paak.. udaaah,” Linda berusaha menggeliat, menggeser-geserkan pantatnya karena kumis pendek Dahlan menggelitik bukit kemaluannya. Apalagi di saat Dahlan mulai menjulurkan lidahnya, menyeruak diantara bibir liang surgawi, menyapu-nyapu disitu, menjulur ke dalam, ke samping, ke atas, mencari tonjolan kecil yang merupakan pusat kenikmatan. Tak lama daging kecil itu pun dijepit olehbibir Dahlan. “Auuuuww, ooooh, paaaak.. jangaaan digigit dong! Aaaaah, jangan nakal sadis begituu.. aaauw, udaah, pak.. mau pipiiiis, paaak.. lepasiiiin, aaaaah..” Linda meronta-ronta menahan gelombang kenikmatan tiada tara. Perutnya terasa kaku mulas, kandung kemihnya bagaikan berdenyut-denyut ingin melepaskan air seni, namun yang menetes keluar malah cairan kewanitaan yang membasahi dinding vaginanya. Proses alamiah yang menyiapkan kemaluan wanita menerima kejantanan lelaki betapa pun besarnya, dan proses ini kini sedang dipacu oleh Dahlan yang dengan sengaja mengggesekkan kumis ijuknya ke kelentit Linda. Kedua lelaki lainnya mengerahkan tenaga mereka menekan Linda ke kasur karena kebinalan tubuh gadis muda ini ketika badai orgasme semakin mendekat, dan akhirnya bagian bawah tubuh Linda melenting ke atas dan menghentak-hentak bagaikan orang kesurupan. Ribuan bintang kecil meledak di hadapan mata Linda saat orgasmenya yang dipaksakan oleh Dahlan melanda di tubuh. “Oooooooh, paaaaak.. saya keluaaaaar.. aaaaaaaaah!” suara Linda melengking memenuhi ruangan, dan disaat itu lendir madunya membanjiri lidah Dahlan yang dengan rakus menyedot menghisap dari celah yang basah kuyup itu. Dahlan sangat puas melihat hasil dari rangsangannya dan dilanjutkannya jilatan serta gigitannya di kelentit mungil Linda. Lidahnya yang terselip diantara dinding vagina itu merasakan jepitan dan denyutan yang bagaikan meremas mengurut-ngurut, dengan demikian Dahlan tahu bahwa gadis putri majikannya itu telah siap untuk disetubuhi. Dahlan bangun dari posisinya, dilihatnya wajah cantik Linda basah oleh keringat dengan mata amat sayu seolah mengharapkan tindakan selanjutnya. Senyum menghiasi wajah Dahlan, dipegangnya kedua betis Linda dan diletakkan di atas bahunya. Dengan demikian maka bukit kemaluan Linda semakin meninggi dan agak terkuak sedikit, itulah sasaran dari rudalnya yang telah menegang. Diarahkannya kepala jamur yang mengkilat karena masih tersisa ludah Linda yang tadi menyepongnya, perlahan-lahan Dahlan memajukan penisnya ke tengah celah nan hangat lembab. “Oooooh, iyaaaaaa, pelaaaaan-pelaaaan, paaaaak.. aaauuuuuuw aaaaaah, iyaaaaaahh,” Linda ingin memeluk tubuh pemerkosanya, namun kedua nadinya kini diletakkan Dahlan di samping kepala, kemudian dengan ritme yang terlatih, Dahlan mulai memaju-mundurkan pinggulnya. Gerakannya ternyata membuat Linda menengadahkan kepala ke atas, mulutnya setengah terbuka karena Linda merasakan memeknya sedang dibuka oleh benda yang sungguh terlalu besar. Panas dan berdenyut-denyut topi baja Dahlan menyeruak menggali ke dalam vaginanya, nyeri-ngilu namun ada juga rasa nyaman serta kegelian yang menerpa bagian intimnya. Nafas Linda mendesah mendengus lemah ketika penis Dahlan membuka jalan, mencari batas kemampuannya dalammenusuk dan menghantam permukaan rahim. Linda mulai dapat mengadaptasi kedalaman vaginanya dengan batang daging yang tanpa kasihan sedang menghantam mulut rahimnya itu, namun tiba-tibakepalanya dipegang oleh tangan kuat yang memaksa mulutnya untuk terbukakembali. Linda membuka mata dan melihat Omar yang menyodorkan penis dan menyuruhnya agar menyepong kembali. Gelengan dan lengosan kepala Linda kearah lain ternyata tak banyak berguna karena di sisi satunya justru penis Harun jugatelah menunggu dan mengharapkan perlakuan yang sama. “Hehehe, neng geulis.. ayo kulum dan sepongin lagi nih barang pusaka bapak, kan tadi belom afdol maennya. Ayo ke kiri kanan gantian isep sosis supaya keluar saos kentelnya,” celoteh Omar yang dengan kasar mendorong masuk penisnyahingga membuat Linda tersedak. “Ayo dong, neng, kan udah dilepasin tangannya. Kocok-kocok nih ketimun, entar keluar getah buat minuman supaya kulit neng tetap licin, hehehe.. iyaaaah gituuu,pinteeeer,” ceracau Harun ketika jari tangan lentik Linda mencakup batang kemaluannya. Linda mulai membiasakan diri melayani kedua kejantanan di kiri kanan wajahnya. Bagaikan anak kecil yang tengah menjilat es krim, ia bergantianmenyepong kedua kuli bawahan orang tuanya. Sementara itu Dahlan semakin seru dan brutal menghunjamkan senjata hingga terasa ke ulu hati Linda. Kurang lebih lima belas menit Dahlan mengerjai Linda sebelum ia merebahkan diri dan meminta Linda menungganginya dari atas dalam posisi woman on top.Namun sebelum Linda menancapkan diri di penisnya yang tegak bagaikan tugu Monas, ia memerintahkan agar gadis itu mengulum dan menjilati batang penisnyabarang sejenak agar jadi licin mengkilap sehingga memudahkan pemasukan selanjutnya. Linda hanya dapat menurut saja kemauan Dahlan, selain itu ketika penis Dahlan keluar dari memeknya, tanpa ia sadari vaginanya seolah kehilanganbenda pengganjal yang membuatnya gatal kegelian. “Sini, kita bantuin neng supaya mantep dan gampang duduk di topangan daging, hehehe,” demikian Omar memberikan komentar, dan bersama dengan Harun ia mengangkat tubuh Linda yang keringatan, lalu perlahan-lahan diturunkan diatas acungan penis Dahlan. Karena belum terbiasa, maka Dahlan memberikan petunjuk kepada Linda agar membantu diri sendiri dengan sedikit menarik bibir kemaluannya, sehingga celah surgawinya lebih mudah dibelah oleh rudal yang telah tak sabar menunggu. Benar saja : dengan cara itu maka Linda langsung mudah ditikam dari arah bawah. “Ooooooh iyaaa, teruus.. enaaak tenaaan.. kesampean juga mimpi bapak, si neng duduk di pangkuan.. ayo, sekarang goyangin pantatnya ya, maju mundur puter-puter kaya lagi ngebor di panggung,” demikian Dahlan yang sangat menikmati ML dengan cara ini. Linda mula-mula meringis kesakitan karena disodok dari bawah yang tak pernah ia rasakansebelumnya. Namun setelah beberapa goyangan, ia mulai merasakan nikmatnya. Sambil terus mengayun, kedua tangannya kembali dipakai untuk mengocok penis Omar dan Harun yang berada di sebelah kiri dan kanan. Sesekali Linda juga mengulum penis mereka bergantian, sehingga keduanya merem melek keenakan dan ruangan itu pun penuh oleh bunyi kecipakan, disertai dengus kejantanan dan desahan serta rintihan Linda yang kini semakin terkuras tenaganya. Linda memohon agar pertarungan yang tak seimbang ini dihentikan untuk sementara, namun ketiga lelaki itu hanya tertawa. “Bagi-bagi dong.. loe udah dari tadi, sekarang giliran kita,” demikian protes Omar dan Harun yang sejak tadi hanya kebagian tangan dan mulut Linda. Akhirnya Dahlan mengalah karena pesta seks ini juga dapat terlaksana karena ia sekongkol dengan Harun. Diberikannya tanda kepada Harun yang tak menunggu aba-aba dua kali segera menggantikan tempat Dahlan. Ia merebahkan diri dan meminta agar Linda kembali duduk menunggangi, sementara Omar masih asyik disepong karena ia sangat suka melihat wajah Linda yang kewalahan menampung penisnya yang besar di dalam mulut. “Errrghh, ueeeeeggk, uwweeeegggrh, ooooh.. udaah dong, punya bapak kegedean.. engga muat, ueewwggk..” demikian Linda berkali-kali tersedak dan hampir muntah, namun tidak menimbulkan rasa kasihan. Bahkan sebaliknya, Omar justru menggenggam rambut mangsanya dan menekan kepala Linda ke arah selangkangannya. Akibatnya Linda merasakan sukar sekali untuk bernafas, langit-langitnya tertekan oleh kepala jamur, batang penis memenuhi mulutnya, berdenyut-denyut semakin sering dan akhirnya… “Aaaaaaah, ooooooooh, uuuiiiih, nikmaaaatnya.. si neng lagi ngisep abis pejuh gue, ini sari obat manjur ngelawan semua penyakit, neng. Minuuuum semuanya, ooooh.. ngimpi apa gue semalem?!” Omar menyemburkan spermanya ke dalam rongga mulut Linda yang tak mampu berkutik sehingga mau tidak mau, dengan menahan rasa mual sebisa-bisanya, ia teguk air mani itu dan ditelannya pelan-pelan hingga habis. Setelah dua tiga menit, barulah lahar hangat itu berakhir dan penis Omar mengecil sehingga dapat keluar dari mulutnya. Dari sudut mulut Linda terlihat meleleh beberapa tetes air kejantanan, turun membasahi dagunya. Sementara itu dari bawah, Linda yang sudah sangat letih tetap disodok-sodok vaginanya oleh Harun. Hampir sepuluh menit Dahlan memperhatikan kegiatan Harun menjebol memek Linda dari bawah, dan melihat wajah anak majikannya yang telah kusut setelah mengoral Omar, namun tetap terlihat ayu manis menggairahkan, maka Dahlan memutuskan untuk aktif kembali. Keinginannya kali ini adalah ingin menggenjot Linda dari belakang. Siapa tahu, lubang depan sudah keburu dijebol sang pacar,tapi lubang belakang masih tetap perawan? Kalau tidak dijebol sekarang, kapan lagi dapat kesempatan? demikian pertimbangan Dahlan. Linda dilihatnya masih dalam posisi woman on top, tubuhnya yang langsing semampai montok dirangkul mesra oleh Harun yang rupanya sangat bagus staminanya menggenjot dari bawah. Perlahan-lahan Dahlan mendekati pasangan itu dari arah belakang punggung Linda. Aah, betapa mulusnya punggung itu, lekuk likunya yang sangat menggairahkan kini terlihat mengkilat oleh keringat. Turun kebawah, nampak bongkahan yang demikian bulat bahenol, dan di tengahnya terlihat kembang kempis sebuah lubang sangat kecil yang dilindungi oleh otot lingkar,menyebabkannya jadi berkerut-kerut mengikuti ritme kemaluan Harun yang menghunjam keluar masuk dari bawah. Dahlan menahan nafas dan meludahi beberapa kali kepala penisnya yang telah menegang maksimal sehingga terlihat mengerikan : coklat hitam dengan ujung kepalanya bagaikan topi baja dihiasi pembuluh darah melingkar-lingkar di seluruh batang. Kini semakin mendekati anus Linda. Linda yang telah kewalahan dan hampir terkuras habis tenaganya merasakan dua tangan merekahkan bongkahan pantatnya, kemudian ada benda keras menyentuh tengah lingkaran anusnya. Secara insting seorang wanita dewasa, Lindalangsung menyadari apa yang akan dialami, karena itu mati-matian ia berusaha berontak dan bangun dari posisi tak menguntungkan itu, namun tubuhnya dipeluk kuat oleh Harun. “Ssshhhh, tenaaang.. neng nikmati aja, pasti ntar jadi ketagihan.. Mar, ayo bantuin dong, neng Linda masih ketakutan nih.. pegangin tangannya, iyaa begitu..” demikian Harun memberikan aba-aba kepada Omar yang langsung mendekati dari arah kiri. Ia mencekal kedua nadi Linda dan ditelikung ke atas punggung dengan satu tangan, sedangkan tangan lainnya meremas-remas tetek kanan Linda. Sementara itu Harun memeluk Linda sekuatnya dari bawah, dan mulutnya mencaplok puting kiri Linda yang menggantung ke bawah. Linda yang tak berdayakini hanya bisa menggelepar pasrah. “Uuuuuh, kecil amat nih lobang.. aje gileee, ngelawan aja enggak mau di-jos..licin lagi, meleset terus jadinya.. tapi bapak udah latihan, sekarang coba lagi ah..tahaaaaan dikiiiit ya, neng..” Dahlan menekan, meleset, kembali menekan, kali ini tepat di tengah-tengahbunga hitam yang mulai meretas, dan akhirnya … slupp, bleeezzz.. Dahlan menarik nafas panjang karena kepala penisnya berhasil menjebol dan menembus pertahanan Linda dan kini kepalanya dijepit oleh otot lingkar anus gadis cantik itu. “Auuuuuuw, jangaaaan, paak.. kasihani saya.. auuuuuw, aduuuuh, pak..ampuuun , sakiiiiit, toloooong.. hiks, hiks, keluarin, paak.. saya engga tahan, hiks hiks.. bapak jahat, oooooh, auuuuw, sakiiit,” Linda hanya sanggup melolong menjerit bagaikan hewan ternak yang tengah dijagal, kakinya menghentak-hentakmenggelepar. “Rileeks, neng.. udah dibilangin jangan ngelawan, jadi sakiit tuh.. tenaang, neng, rileks.. ntar jadi enak, nikmati aja.. bapak lagi kerja keras nih, mau ngejos lebih dalam lagi.. uuuuh, sempiiiitnya..” Dahlan mengerahkan semua kemampuannyadalam bertahan agar tak langsung orgasme dan ejakulasi dini. Dahlan merasakan penisnya semakin membesar, mengeras, berdenyut-denyutseolah ingin bersaing dengan otot dinding dubur Linda yang memijit-mijit bagaikan masih berusaha melawan sodomi pertama kali itu ketika senti demi senti pentunganDahlan menyeruak masuk hingga maksimal. Bulu-bulu kemaluan Dahlan yang keriting terlihat menempel di kulit bongkahan pantat Linda yang halus mulus. Linda tak berdaya apa-apa lagi di dalam cengkraman ketiga lelaki kasar itu, tubuhnya terlihat amat mungil di sandwich atas bawah, kuning langsat bagaikan keju diantara dua lempengan roti coklat Jerman yang keras. Hanya getaran-getaran lemah tubuh semampainya dan isakan tangis yangmenyertai perenggutan keperawanannya yang terakhir. Linda tak menduga sama sekali bahwa kemenangan pertaruhan bola dengan Yenny mengakibatkan peristiwa gangbang seperti saat ini. Diperkirakannya bahwa hanya Yenny yang akan membayar semacam live-show dengan kuli-kuli pilihannya. Tak diduganya bahwa bagi kuli-kuli kasar dan juga supir ayahnya yang telah ia percayai bertahun-tahunakan tega menggarapnya pula habis-habisan. Linda melupakan bahwa prinsip binatang buas alias predator akan menyantap daging apa saja yang tersaji dihadapan hidung mereka, dan itulah yang kini sedang dia alami. “Hmmmmhh, mulai ngerasa enak kan, neng? Iyaaa, gitu, nungging tinggian lagi..masuknya biar dalem… tuh, pak Harun juga udah mulai biasa.. bener nggak, Run?” tegur Dahlan sambil tetap menggenjot Linda, dan hanya dijawab dengan senyuman mesum di wajah Harun yang bopengan. Linda kini hanya menurut saja apa yang masih akan terjadi, semua tenaganya habis diperas oleh ketiga kuli dan supirnya. Perutnya terasa mulas karena bergantian disodok-sodok dan dijebol depan belakang, semua lubang di bagian selangkangan dan pantatnya terasa panas, terasa perih, ngilu, namun ada juga geli-geli dan perlahan-lahan rasa nikmat yang ‘mengganggu’, ingin agar pergulatan seks ini tak akan pernah berakhir. Penderitaan Linda sekali lagi dilengkapi oleh Omar yang rupanya telah konak dan ngaceng kembali. Melihat wajah manis Linda dengan rambut awut-awutan dan mulut megap-megap setengah terbuka, menyebabkannya ingin membanjiri lagi kerongkongan yang halus bagai beledu itu. Tanpa banyak komentar, Omar mendekati Linda yang telah setengah pingsan di sandwich. Ia menjepit hidung yang bangir mancung sehingga Linda menjerit, disaat mana mulutnya dijejali oleh kemaluan yang tadi telah menjarahnya habis-habisan. Sempurnalah ketiga lubangdi tubuh Linda diisi oleh pejantan. Sekitar lima menit Linda dikerjain mereka bertiga tanpa rasa kasihan, dan akhirnya dalam waktu hampir bersamaan disertai geraman dan dengusan bagai banteng terluka, mereka menyemburkan lahar panas masing-masing ke dalam liang tubuh Linda. Tiada perlawanan lagi dari Linda, vagina, mulut dan anusnya dibanjiri oleh sperma kuli dan supirnya, ini sebagai akibat dari ‘kemenangannya’ bertaruh pertandingan sepakbola dengan Yenny. Akhirnya tak dapat lagi disebut siapa pemenang dan siapa yang kalah : keduanya sama-sama kalah, yang menang adalah para kuli dan supirnya yang beruntung. Setelah beristirahat sekitar satu jam, ternyata kelima pria kasar itu masih sanggup melanjutkan pertarungan babak berikutnya. Semuanya melakukan tukar menukar pasangan, dan kedua gadis ABG itu memperoleh pelajaran gratis yang tak mungkin mereka peroleh dari pacar masing-masing. Lima lelaki dewasa dengan nafsu menggebu dan berpengalaman menguras tenaga Yenny dan Linda sampai esok paginya. Tak ada satu pun bagian di badan Linda dan Yenny yang tidak terjamah, tak ada yang bebas dari gigitan dan cupangan, dan yang terutama adalah : semua lubang dan celah di tubuh mereka disirami oleh cairan kejantanan yang seolah-olah tak pernah habis. Setelah kejadian itu, maka baik Linda maupun Yenny sering diajak untuk ML dengan Dahlan dan kelima kuli pejantan itu. TAMAT