Ritual Pembersihan Rumah..

Bagi Didik Wahyudi, pengusaha berusia 40 tahun, unsur klenik merupakan hal yang dapat diandalkan menuju kesuksesan hidup. Untuk mengelola bisnis properti yang dimilikinya, sudah 2 tahun ini Didik menggunakan jasa paranormal. Memang sebelum itu Didik pernah bangkrut dan mulai bangkit setelah pakai jasa paranormal. Siang itu Didik membawa mbah Parjo, paranormal setianya yang merupakan kenalanya berusia 50 tahunan ,memang usia mbah parjo belum terlalu tua tapi lebih senang dipanggil mbah, untuk membersihkan rumahnya dari kemungkinan gangguan pesaing bisnisnya. Sudah dua tahun ini ritual bersih rumah dilakukan Mbah Parjo tiap empat bulan sekali di rumah Didik. Prosesinya antara lain memercik air bunga ke tiap sudut ruangan di dalam rumah Didik. Biasanya dilakukan sejak siang hari hingga menjelang malam. Setiap ritual didik selalu setia menemani mbah parjo. Tapi hari itu mendadak pak didik harus menyelesaikan urusan pembebasan tanah dijakarta, maka ia pamit ke mbah parjo. “Maaf mbah mungkin kali ini saya tidak bisa mengikuti ritual ini sampai selesai, karena saya harus keluar kota untuk kepentingan bisnis. Tapi istri saya akan tetap di sini membantu mbah sampai ritual selesai,” kata Didik di tengah jalannya prosesi ritual. “Oh begitu. Ya ndak apa pak Didik, ditinggal saja biar saya selesaikan tugas saya. Lagi pula pembersihan di ruang tamu dan kamar kerja pak Didik sudah selesai, nanti biar di ruangan lainnya saya teruskan sendiri. Ndak usah suruh nyonya membantu, biar saya kerjakan sendiri,” kata mbah Parjo. “ tadi aku sudah telpon istriku aku suruh datang kesini, dia mau mbah demi usaha kita” kata P didik “ mbah tidak enak mosok sama istri pak didik berdua dirumah ini, aku bisa sendiri kok ” kata mbah parjo. “Eh.. jangan mbah, biar istri saya membantu ya, biar lebih mantap, mumpung masih dijalan yang perlu dipersipakan lagi” kata Didik “ ya ok, tapi ibu punya kemben dan jarik tidak, karena prosesi ini harus bernuangsa jawa” terang mbah parjo Terdengar suara motor datang P didik tahu itu motor istrinya, Ia kemudian memanggil Tatik, istrinya supaya langsung masuk. Tatik berusia 35 tahun, berwajah ayu, kulit putih, dan tubuhnya sintal dengan tetek yang montok ukuran 38. Selama melakukan ritual di rumah Didik, mbah Parjo memang belum perah melihat Tatik dan dua anak Didik. Setiap ritual dilakukan rumah memang harus dalam keadaan kosong penghuni, kecuali satu orang anggota keluarga yang mendampingi mbah Parjo. Biasanya Didik menitipkan istri dan anaknya ke rumah mertuanya. “Ini kenalkan mbah.. ini Tatik istri saya. Mama, kenalkan ini mbah Parjo yang pernah papa ceritakan,” kata Didik begitu Tatik tiba di ruang tamu. Keduanya langsung berjabatan tangan dan berkenalan. “Iya mbah.. suami saya harus ke luar kota sekarang, jadi biar ritual pembesihan rumahnya saya yang gantikan untuk membantu mbah. Si mbak dan anak-anak sudah saya bawa ke rumah neneknya,” kata Tatik. “Waduh.. sebenarnya bu Tatik ndak usah repot ndak apa.. saya bisa selesaikan sendiri. Tapi lebih baguslah kalau bu Tatik mau membantu,” kata mbah Parjo. Mbah Parjo lalu menjelaskan apa saja yang harus dilakukan Tatik, antara lain memegang baskom berisi air bunga tujuh rupa dan selalu berada di samping mbah Parjo saat ritual dilakukan di tiap ruangan, untuk memudahkan mbah Parjo memercikan air ke ruangan karena baskom tidak boleh diletakkan di lantai atau media apapun. Waktu datang tatik memakai baju kasual, tapi sekarang harus ganti menggunakan kemben dan jarik hitam sehingga sangat kontras dengan kulitnya yang putih. Dan tubuhnya yang montok terlihat sempurna. “Maaf mbah, saya potong.. saya harus berangkat sekarang. Mama, papa jalan ya,” kata Didik lalu pergi meninggalkan mbah Parjo dan Tatik di rumah. Tatik manggut-manggut mendengarkan penjelasan mbah Parjo. Meski pekerjaan itu mudah dan bisa dilakukan pembantu , tetapi karena harus anggota keluarga Tatik bersedia melakukannya demi kesuksesan suaminya. “Ruangan tamu ini sudah saya bersihkan, sekarang kita ke ruang keluarga bu Tatik,” mbah Parjo berjalan menuju ruang keluarga, Tatik membawa baskom air bunga membuntutinya. Mbah Parjo meminta Tatik duduk di sofa keluarga pada posisi duduk seperti biasanya saat menonton televisi bersama keluarga. Tatik mengikuti lalu duduk di pojok kanan dengan kedua tangan tetap memegangi baskom. Mulut mbah Parjo komat-kamit membaca mantra dengan mata terpejam, lalu kedua tangannya dimasukkan dalam baskom yang dibawa Tatik, dan mulai memercikkan air ke ruang itu berkeliling dari sudut ke sudut. Setelah selesai, ritual kemudian pindah ke kamar tidur utama, kamar tidur Didik dan Tatik di lantai dua. Mbah Parjo kembali meminta Tatik tidur di ranjang pada posisi seperti biasanya, dan Tatik menuruti, berbaring dengan tetap memegang baskom air bunga di atas perutnya. “Oh.. maaf bu Tatik.. saya lupa memberi tahu. Kalau bisa pakai kain putih yang tanpa jahitan, seperti yang biasa dipakai pak didik” kata mbah Parjo. Tatik sedikit terkejut mendengarnya sebab Didik tidak pernah bercerita tentang itu. Tapi akhirnya ia menurut juga. Mbah Parjo keluar ruangan membiarkan Tatik melepas pakaian. Dan mengambil kain yang sudah disiapkan suaminya. “Sudah mbah.. silahkan diteruskan,” Tatik mengenakan kain putih. Ia merasa agak risih juga ketika mbah Parjo masuk ke kamar. Mbah Parjo menangkap kerisihan Tatik, apalagi kain putih tipis membuat putting susu Tatik membekas jelas. “Ndak usah risih bu Tatik.. ini demi ritual. Bu Tatik memang cantik dan sexy, tapi mbah akan hilang kekuatanku jika sampai berhubungan dengan wanita selain selasa, ini jum’at jadi ndak mungkin berbuat macam-macam,” kata mbah Parjo tersenyum. Tatik kemudian berbaring seperti semula dan mbah Parjo melanjutkan ritualnya. Kata-kata mbah Parjo membuat Tatik lega, sebab sesuatu bisa saja keluar dari rencana bila seorang wanita seperti Tatik berada sekamar dengan pria lain yang normal. Tapi.. apa iya mbah Parjo tidak tergoda dengannya?. Pertanyaan itu justru berkeliaran di benak Tatik. Ia memandangi sosok mbah Parjo yang masih berdiri merapal mantra-mantra membelakanginya. Usia mbah Parjo memang belum tua paling 10 tahun lebih tua dari suaminya. Tapi fisiknya masih kelihatan sangat bugar. Tingginya sekitar 180 cm, lebih tinggi dari Didik. Tatik pun hanya sebatas dagunya kalau berdiri berdampingan. Tubuh mbah Parjo juga nampak kekar dilapisi kulit hitam legam. Saat tangan mbah Parjo membasuh di baskom, Tatik bisa melihat jemari-jemarinya yang kekar dengan buku-buku jari yang besar-besar. Apa iya mbah Parjo kuat menahan nafsunya, seperti katanya barusan? Lagi-lagi pertanyaan itu mengecamuk di bathin Tatik. Diam-diam ia membayangkan bagaimana perkasanya mbah Parjo saat masih muda. “Bu Tatik sudah selesai bu..,” mbah Parjo mencolek bahu Tatik yang melamun. “Oh.. eh.. iya mbah.. sudah ya?,” Tatik malu sendiri karena ketahuan sedang melamun. “Ibu kenapa? Kok sepertinya ada yang dipikirkan?,” tanya mbah Parjo menatap Tatik. “Eh.. nggak mbah. Ah anu.. saya tiba-tiba kepikiran tentang mimpi-mimpi serem yang sering saya alami belakangan ini. Apa bisa mbah mengusirnya?,” Tatik berbicara menutupi malu. “Oh itu. Bisa bu.. nanti setelah pembersihan rumah saya akan lihat apa penyebabnya ya.. mungkin ada yang mengganggu ibu,” kata mbah Parjo. Ritual dilanjutkan ke kamar mandi di dalam kamar tidur utama. Di sini Tatik jadi serba salah, karena ia harus berada pada posisi seperti biasanya. Tapi kegundahan Tatik terobati setelah mbah Parjo mengatakan tak harus telanjang, tetapi cukup dengan melilit kain di tubuhnya. Tatik berdiri di bawah shower dengan jarik melilit tubuhnya dan kedua tangan memegangi baskom air bunga. Mbah Parjo kemudian mengaktifkan shower sehingga tubuh Tatik kuyub tersiram bersama kain putih yang dipakainya. Mbah Parjo mulai memejam mata dan merapal mantra-mantra, kemudian mulai memercik air ke sudut-sudut kamar mandi. Belum lagi usai prosesi di kamar mandi itu, tiba-tiba lilitan kain di tubuh Tatik melonggar karena siraman shower dan mengaitkannya kurang kuat karena tidak biasa . Tatik panik dan berusaha menahan agar handuk tidak melorot, tapi terlambat, ujung kain bagian kanan terjuntai ke bawah membuat hanya bagian kiri tubuh Tatik yang tertutup. Astaga, bagaimana ini, pikir Tatik tak karuan. Tubuhnya telanjang bulat di bagian kanan, tepat di hadapan mbah Parjo. Bagaimana kalau mbah Parjo tidak lagi terpejam? Pasti semua kebugilannya terlihat jelas. Masih dalam kepanikan Tatik, mbah Parjo tiba-tiba mengamit ujung kain yang luruh, kemudian membantu melilitkan di tubuh Tatik. “Maaf bu Tatik.. saya bantu membenarkannya ya,” katanya, sementara Tatik tak bisa bersuara. Mbah Parjo kemudian melanjutkan prosesi ritualnya. Tatik kembali didera beragam pertanyaan dan perasaan aneh tentang mbah Parjo. Saat membenahi kain di tubuh Tatik, jemari mbah Parjo sempat menyusup dan menyentuh kulit mulus di pangkal payudaranya. Ada desiran aneh menjalari Tatik saat kulit kasar mbah Parjo menggesek pangkal payudaranya. Desiran yang selama ini mulai jarang dirasakan bersama Didik, suaminya. “Sekarang prosesi sudah selesai bu. Apa ibu jadi mau menyelesaikan masalah mimpi buruknya?,” suara mbah Parjo mengejutkan Tatik. “Bu Tatik bisa pakai jarik lagi.. dan saya akan merowah ibu,” kata mbah Parjo sambil keluar kamar mandi ke kamar tidur, sementara Tatik kembali mengenakan jarik hitamnya. Mbah Parjo meminta Tatik berbaring di ranjang, Tatik menurut dengan hati berdebar-debar tak karuan. Dengan posisi duduk di sisi ranjang, mbah Parjo meletakkan telapak tangan kanannya di dahi Tatik sambil merapal mantra. Tatik mengamati mbah Parjo yang terpejam berkomat-kamit. Wajah mbah Parjo masih meninggalkan gurat-gurat ketampanan, semakin terkesan jantan dengan tulang rahang yang menonjol. “Ehm.. apa kira-kira penyebab mimpi-mimpi itu mbah,” Tatik beranikan diri bertanya. Mbah Parjo membuka mata dan menatap mata Tatik membuat Tatik salah tingkah. “Hmm.. maaf bu Tatik. Sepertinya ada yang berusaha mengguna-gunai ibu, dan sudah masuk sebagian merasuk ke aliran darah ibu. Mungkin saingan bisnis pak Didik yang sudah kewalahan tak bisa menembus pak Didik kemudian menyasar ibu,” jawab mbah Parjo. Tatik jadi takut. Bukankah soal mimpi buruk itu? Tapi soal guna-guna, jangan-jangan memang benar sudah merasuk di tubuhnya. “Apa berbahaya mbah?,” tanya Tatik ketakutan. “Kalau tidak segera dibersihkan bisa bahaya bu. Kalau tidak kuat ibu bisa hilang akal sehat, bisa gila. Tapi untung cepat terdeteksi,” kata mbah Parjo. Mbah Parjo kemudian menjelaskan bahwa untuk mengusir guna-guna dan membersihkan yang sudah terlanjur merasuk ke dalam aliran darah, maka Tatik harus menjalani ritual pembersihan seperti ritual pembersihan rumah. Caranya dengan dimandikan air kembang tujuh rupa oleh mbah Parjo. Mbah Parjo meminta Tatik tetap berbaring, sementara ia mengambil baskom air kembang sisa prosesi tadi di kamar mandi. Setelah kembali duduk di sisi ranjang, mbah Parjo mulai merapal mantra dan memercikkan air kembang ke sekujur tubuh Tatik, mulai kepala sampai kaki. “Maaf bu, mungkin sedikit risih.. tapi jangan dirasakan ya, karena perlawanan bisa menggagalkan ritualnya,” kata mbah Parjo. Belum sempat Tatik menjawab, telapak tangan mbah Parjo mulai menelusuri tubuh Tatik seolah mengolesi dengan air kembang. Tatik tak punya pilihan. Ketakutannya mengalahkan akal sehatnya, dan ia menuruti apa saja perkataan mbah Parjo. Ia merasakan tangan mbah Parjo mengusap-usap lehernya lalu turun ke dada. Usapan berlanjut ke dua payudara Tatik membuat Tatik merasakan desiran aneh luar biasa. Kain jarik membuat telapak tangan mbah Parjo sangat terasa menyentuh dan mengusapi putting susu Tatik. Tatik memejamkan mata dan berhayal yang sedang mengelus tubuhnya adalah Didik suaminya. Maksud Tatik adalah untuk menghilangkan risih yang sedang melanda dirinya. Lagipula, bukankah mbah Parjo tidak akan macam-macam? Begitu pikirnya. Tapi niat Tatik justru menyeretnya ke posisi yang lebih sulit. Dengan membayangkan suaminya yang sedang mengusap tubuhnya, libido Tatik malah terpacu dan gairah seksnya meninggi. Tatik merasakan tangan mbah Parjo mulai menjalar ke kakinya. Sentuhan nikmat mulai dirasakan Tatik di bagian pahanya, tanpa disadari tangan mbah Parjo terus menelusup bagian bawah daster, dan mulai mengusapi kulit paha Tatik. “Aahh.. mbah ..,” Tatik mendesis mencoba membendung gairahnya, pikirannya semakin tertuju pada mbah parjo yang sedang menjelajahi tubuhnya. Mbah Parjo menangkap libido Tatik yang mulai meningkat, ia kemudian memberanikan diri mengusapi pangkal paha Tatik dan sesekali tangannya menyetuh bibir vagina Tatik yang tidak terbungkus CD. Tatik menggelinjang dan mulai melebarkan kakinya memberikan ruang lebih luas bagi sentuhan mbah Parjo. Kain bagian bagian bawah sudah tergulung sampai ke perut Tatik, paha mulus dan rambut tipis di vagina Tatik terpampang jelas di hadapan mbah Parjo. Mbah Parjo ingin sekali mengusapi vagina Tatik, bagaimana pun ia lelaki normal dan masih punya nafsu. Pengakuan tidak melakukan hubungan suami istri dilakukan mbah Parjo sebenarnya hanya agar kliennya merasa nyaman saat ritual dilakukan. Tapi mbah Parjo tak berani melangkah lebih jauh karena takut dilaporkan ke Didik, sebab selama dua tahun ini Didik sudah menjamin perekonomian keluarganya bahkan sampai ia mampu menyekolahkan anaknya. “Ehmm.. maaf bu Tatik..,” suara mbah Parjo menyadarkan Tatik. “Oh.. eh.. iya mbah. Sudah selesaikah?,” Tatik terkejut membuka mata, gelagapan bercampur malu menyadari dirinya bugil di bagian bawah, dan segera membenahi letak kain jariknya. Nafas Tatik sedikit berat desiran kenikmatan masih tersisa padanya. “Belum bu, guna-gunanya cukup kuat dan sudah merasuk jauh ke aliran darah bu Tatik,” mbah Parjo kini yang mulai terbawa nafsu. “kain jarik ini menyulitkan saya melakukan ritual.. karena sebetulnya harus kulit tubuh bu Tatik yang langsung dibaluri air kembang,” katanya tanpa menunggu reaksi Tatik. Rasa takut gila karena guna-guna ditambah desir kenikmatan yang terlanjur ia rasa akibat sentuhan jemari mbah Parjo membuat Tatik sama sekali berada di bawah kontrol mbah Parjo. Ia menuruti perkataan mbah Parjo untuk menanggalkan kain jariknya, dan untuk tidak bercerita pada Didik suaminya tentang ritual mereka. “Silahkan mbah.. dilanjutkan ritualnya. Yang penting saya sembuh mbah,” kata Tatik yang sudah kembali berbaring dalam keadaan telanjang. Mbah Parjo terbelalak tak percaya, betapa tubuh mulus dan montok istri Didik terpampang telanjang di hadapannya menunggu disentuh dan dijelajahi olehnya. Mbah parjo berusaha menahan nafsunya. Dengan sikap serius seolah ritual sesungguhnya, mbah Parjo kembali komat-kamit dan mulai menyentuh Tatik. Air kembang dipercikkan lalu tangan mbah Parjo menelusuri payudara Tatik, sebentar kemudian ke perut, tetapi kemudian kembali lagi ke payudara. Tatik memejam dan menggelinjang merasakan sentuhan langsung telapak tangan kasar mbah Parjo di kulit mulusnya. Tangan kiri mbah Parjo mulai meremasi payudara Tatik bergantian, sebelah kanan dan kiri, sementara tangan kanannya menelusur ke bawah mengusapi paha dan selangkangan Tatik. Nafas Tatik semakin berat saat merasakan sentuhan mbah Parjo mulai menjelajahi di bagian vitalnya. Tatik ingin melawan dan menolak, tetapi rasa takut akan guna-guna dan kenikmatan yang sedang melanda mengalahkan perasaan risihnya. Ia memutuskan untuk kembali membayangkan bahwa suaminya yang sedang menjelajahi tubuhnya. Mbah Parjo mengangkangkan kedua kaki Tatik membuat vagina Tatik semakin jelas terlihat. Perlahan ia memberanikan diri membelai lebih intens permukaan vagina Tatik, ia merasakan cairan vagina Tatik mulai merembes keluar membuat permukaannya semakin licin berlendir. “Ahhhsss..,” Tatik mendesis tak kuasa menahan kenikmatan sentuhan-sentuhan di tubuhnya. Ia merasakan sesuatu menguak bibir vaginanya dan saat yang sama putting susunya terasa dipilin-pilin, diremas-remas. Di saat libidonya semakin tak terbendung, Tatik merasakan sesuatu yang hangat menyapu-nyapu bibir vaginanya. Benda lunak bertekstur kasar itu mulai menyapu vaginanya secara rutin berirama. “Ouhh.. ahhss. Mbah, kenapa digituin?,” Tatik terperanjat saat menyadari kini kepala mbah Parjo seolah tenggelam diselangkangannya. Rupanya benda hangat yang nikmat menyapu vaginanya adalah lidah mbah Parjo yang menjilatinya. “Eh.. oh.. maaf bu Tatik, ini harus saya lakukan untuk menyedot guna-gunanya. Ini sudah hampir selesai. Tapi kalau ibu keberatan.. saya minta maaf bu Tatik,” mbah Parjo nampak khawatir Tatik marah dan melaporkannya pada Didik. Tapi ternyata Tatik tidak marah. Ia malah kembali memejamkan mata dan melebarkan dua kakinya memberi isyarat pada mbah Parjo untuk melanjutkan jilatan-jilatannya. Benak Tatik berhenti membayangkan Didik suaminya, sebab selama menikah hingga punya dua anak, sekali pun tak pernah Didik menjilati vagina Tatik. Padahal dari film-fim porno yang mereka nikmati bersama selama ini, Tatik ingin sekali merasakan bagaimana jika vaginanya disentuh dengan lidah, dijilati dan dihisap. “Ahhk.. mbah..,” Tatik mulai terbawa gairahnya. Mbah Parjo, lelaki tua yang baru dikenalnya ternyata tidak jijik menjilati vitalnya, tidak seperti suaminya yang merasa jijik kalau harus menjilati vagina Tatik. Tanpa disadari tangan Tatik mulai meraih rambut mbah Parjo di selangkangannya dan berusaha menekan agar jilatan di vaginanya lebih terasa. Kumis mbah Parjo menambah rasa geli di vagina Tatik. Lidah mbah Parjo semakin leluasa menjelajahi gundukan vagina Tatik yang sudah sangat basah berlendir. Rintihan Tatik semakin keras dan sering terdengar. Mbah Parjo turut terpacu libidonya, sambil terus menjilat dan menghisap bibir vagina Tatik, tangganya mulai memelorotkan celana kolor hitamnya. Penisnya mengacung tegang kemudian dikocok-kocok dengan tangan kirinya, sambil membayangkan ia sedang menyetubuhi Tatik. Tatik mulai merasakan sensasi disekitar vaginanya, seperti ada hawa panas menjalar di pangkal pahanya. Hawa panas itu terus mendesak dan berkumpul dipusat klitorisnya, semakin lama semakin mendesak setiap kali jilatan mbah Parjo menerpa. Kedutan-kedutan mulai ia rasakan di vaginanya. Tangannya semakin meremas kencang rambut mbah Parjo. Sementara pinggulnya tergetar hebat seperti hendak menguyak kepala mbah Parjo di jepitan pahanya. “Ouhh.. mbaahhhh… akkkssshhh…,” Tatik setengah menjerit ketika kumpulan hawa panas itu meledak mencapai orgasmenya. Di saat bersamaan kocokan tangan mbah Parjo membuat penisnya terasa hendak meledak menyeburkan sperma kenikmatan. Tangannya segera menyembar kain jarik Bu Tatik yang luruh di ranjang, lalu menghadang semburan spermanya menggunakan jarik Tatik. Tatik lunglai tak bertenaga, masih terpejam menikmati sisa-sisa orgasmenya. Mbah Parjo duduk di sisi ranjang kembali menyaksikan wajah cantik Tatik setelah orgasmenya. “Sudah tuntas bu Tatik.. sudah keluar semuanya,” kata mbah Parjo. Tatik tak mampu bicara, ia merasa lemas bercampur malu menyadari lelaki lain sudah melihat tubuhnya. Ia lalu duduk dan mengamit selimut untuk menutupi tubuh bugilnya, bersandar di kepala ranjang. “Bagaimana rasanya bu Tatik?,” tanya mbah Parjo. “Hmm.. nikmat mbah..,” jawab Tatik tanpa sadar. “Maksud bu Tatik?,” mbah Parjo seolah memancing. “Oh.. eh.. anu.. maksud saya. Maksud saya sudah agak ringan sekarang, mungkin karena guna-gunanya sudah keluar,” kata Tatik malu. Tiba-tiba pikiran Tatik kembali tertuju pada fisik mbah Parjo. Apa benar si mbah bernafsu saat memperlakukannya seperti tadi. “Mbah.. maaf ya kalau saya tanya. Apa tadi mbah tidak merasakan gairah seks? Waktu menghisap guna-guna dari tubuh saya tadi?. Apa anu mbah tidak tegang?,” ia beranikan bertanya untuk menjewab penasarannya. “Kan mbah sudah bilang.. mbah berusaha menekan nafsu bu Tatik. Ibu mau lihat?,” mbah Parjo langsung berdiri tanpa menunggu jawaban Tatik, ia langsung melorotkan celana hitamnya tanpa CD. Penis mbah Parjo menggelantung keluar, nampak lagi tanpa ketegangan sebab klimaksnya sudah sampai dengan onani tadi. Tatik terbelalak memperhatikan bentuk penis mbah Parjo. Dalam kondisi tidur penisnya itu tetap besar, lebih besar dari milik Didik. Pikirannya kembali tak karuan, bagaimana besarnya kalau penis hitam mbah Parjo itu tegang?. “Ndak sebesar punya pak Didik ya bu?,” tanya mbah Parjo. “Eh.. hmm.. hampir sama kok,” jawab Tatik. Ia malu mengakui penis Didik tergolong kecil, apalagi dibanding penis mbah Parjo. Tapi mbah Parjo sudah tahu kalau penis Didik ukuran mini. Sebab selama ritual pembersihan rumah sebelumnya, mbah Parjo sudah melihat penis Didik ketika pembersihan tanpa busana di kamar mandi. Didik bertubuh tambun dengan perut membuncit. Penisnya pun tidak bertahan lama kalau bersetubuh dengan Tatik. “Ya sudahlah bu Tatik, mbah pamit pulang ya. Ndak enak kalau pak Didik datang, nanti jadi salah paham melihat kita berdua di kamar ini dalam kondisi begini,” mbah Parjo merapikan celananya dan bersiap keluar kamar. Tatik ikut bangkit dengan melilit selimut menutupi tubuhnya. “Sebentar mbah.. ini ada sesuatu dari saya untuk istri dan anak mbah di rumah,” Tatik mengeluarkan beberapa lembar uang dari lemari dan menyisipkannya di kantung baju hitam mbah Parjo. Mbah Parjo tak menolak pemberian itu, anggap saja rejeki tambahan. “Hmmm mbah.. satu pertanyaan lagi boleh ya? Apa mbah tidak pernah bersetubuh sama istri kalau selain malam selasa?,” kata Tatik. “Oh ndak apa kalau ibu ingin tahu. Sebenarnya ya selalu bu kalau ibunya tidak berhalangan, kan mbah perlu itu. Ya sudah mbah pamit permisi bu,” jawab mbah Parjo lalu pergi meninggalkan rumah Didik…. (bersambung)

ditunggu kelanjutannya……

Reactions:
gebleh67

1 2Next 
You must log in or register to reply here.

Similar threads

FANTASY Asisten Baru Sang Dukun
djinggoxxx· 12 Feb 2022· Cerita Bersambung7 8 9

Balasan:
164

Dilihat:
85.413

25 Aug 2023
marley90

Villa Upon the Hill
kisaku· 17 Apr 2013· Cerita2

Balasan:
20

Dilihat:
14.074

19 Apr 2013
gila wanita

G

Carissa Putri XXX
ctan· 25 Mar 2011· Cerita

Balasan:
4

Dilihat:
23.393

15 Nov 2011
cowo bae2

Pasang iklan hanya lewat CONTACT US

Serba-serbi
Cerita