Rozah

Ini cerita ane dah lama, ane posting lagi dgn ID lain krna ID yg dulu ketahuan polda dan ane pensiunkan.
Rozah​
“Kamu gak pake celana dalam ya Dek, kok gak kelihatan garis celana dalammu.” Tanya suaminya, yang masih tergolek lemah karena kecelakaan naik motor. Baru saja minum obat, efek samping kantuk sudah dirasakanya. “Iya Mas.” Jawab istrinya membersihkan bungkus obat dan segelas air putih dimeja samping tempat tidur. Istrinya terlihat anggun dengan busana gamis ketat yang dikenakanya. “Celana dalamku tadi aku lepas karena hasil fotonya kurang bagus Mas. Baju gamis yg mau di foto ini terlalu ketat, gak enak dipandang nanti kalau kelihatan garis celana dalamku Mas.” Istrinya sampai membolak-balikan badan didepan suaminya. “Maklum lah Mas, inikan model gamis jaman sekarang. Model gini lagi tren buat anak muda Mas. Auuuu!” istrinya melonjak kaget. Tiba-tiba saja suaminya meremas bokong dan mengurut, menekan jempol digaris pantatnya.. “Bukan model pakaian gamisnya yang terlalu ketat Dek. Inikan karena bokongmu yang memang sekal dan mbendol.” Kata suaminya. Masih meremas dan bahkan jempolnya hampir menjamah lubang kemaluanya. “Iiiiihhhh…..sudah ah Mas, nanti bajunya kebasahan dibelakang ini. Malu ah, nanti ketahuan Ray.” Buru-buru istrinya menjauh dari jamahan tangan suaminya. Coba aja kalau tadi sedikit lama tangan suaminya bermain di pantat dan colekan-colekan di lubang kelaminya, bisa tercetak basah nih pakaian gamis ini. Iiih…..malunya nanti sama mereka. “Aku mau ke kamar mandi dulu Mas. Eemm….mau rapi’in rambut yg dibawah ini. Geli kalau di pake jalan, kegesek-gesek terus. Mana sudah rada basah gini jadinya.” Ujar istrinya sambil menarik baju gamis bagian bawah belakang. Dilihat dan diusapnya. Khawatir kalau daerah situ beneran basah. “Ingat ya dek. Cuma kali ini aja kamu ambil kerjaan ini. Sebenarnya Mas gak suka Dek lihat kamu di foto-foto gitu. Mas kan Ustadz di sini. Gak enak kalau tetangga tau.” “Iya mas, adek tau kok. Lagian ini juga pemotretan promosi baju muslim mas. Gak aneh-aneh kok. Nanti aku kasih lihat deh hasil fotonya, tapi janji mas gak bakalan cemburu, apalagi marah.” “Iya iyaaa…..Oh ya dek. Nanti Mas gak usah dibangunin. Mas tadi sudah pesan sama Pak Burhan buat ganti’in jadi imam di mushola nanti sore,” “Iya mas. Mas istirahat aja.” Sebuah Kecupan mesrah mendarat dibibir sang suami sebelum beranjak meninggalkanya. Wangin tubuh istrinya semerbak menggoda birahinya. Aroma wewangian yg lembut, serta gerakan bokong dan lenggokan pinggul istrinya, membuat sang suami berdecak kagum. Dengan kemolekan tubuh dan bokong istrinya, tak ayal membuatnya lupa berkedip. Bentuk bokong istrinya menungging kencang dan padat. Emmmmm… Tanpa sengaja tadi lenganya tersentuh payudara istrinya, saat istrinya membei kecupan mesra. Terasa kenyal dan lembut tersentuh lengan. Seperti tanpa penutup terpasang di payudaranya. Dia tidak dapat melihat karena tadi tertutup jilbab yg sedikit panjang, “apa istriku juga melepaskan BH nya…?” Tanyanya dalam hati. Badan yang lemah dan efek samping obat yg diminumnya, membuyarkan macam-macam fikiran curiga yang ada di kepalanya. Baginya kasih sayang dan perhatian yang diberikan oleh istrinya yang solehah, cukup untuk menenangkan fikiran curiganya. Bahwa istrinya cukup bisa untuk menjaga diri. Suaminya pun terdidur tanpa tau apa yg nanti terjadi pada Rozah, istrinya.
●○●○♡●○●○​
Mbak Rozah.​
Mbak Rozah. Begitu aku biasa memanggilnya. Adalah seorang wanita sekaligus istri yang alim dan sholehah. Seorang istri yang keseharianya selalu mengenakan pakaian muslimah panjang ini umurnya 35 tahun. Sudah dikaruniai seorang anak. Reza 16 thn kelas 3 SMA. Mbak Rozah tubuhnya bagus. Proporsional. Tinggi 169 cm dengan tubuh langsing berisi. Kulitnya putih dengan senyum manis di bibirnya, menambah aura kecantikan sejati seorang wanita muslimah. Suaranya juga halus dan lembut. Biarpun mbak Rozah selalu mengenakan pakaian gamis panjang yang tertutup, tetap saja tidak bisa menyembunyikan lekuk tubuh indahnya. Terutama bagian bawah belakang tubuhnya. Ya, mbak Rozah di karuniai sebuah bokong yg indah. Terlihan bulat dan nungging. Kadang aku curi-curi pandang memandangin bokong bahenolnya waktu bertamu di rumahnya. Keindahan cara berjalanya selalu menghipnotis mataku. “Iiih, matamu itu lo Ray di jaga.” Kata-kata mbak Rozah terdengar halus. Menoleh kebelakang sambil tersenyum. Senyum simpul yang manis. Tentu saja waktu aku kepergok tidak berkedip memandangi gerakan tubuh bagian belakangnya. Aku dan mbak Rozah cukup akrab. Aku sering bergurau denganya. Pembawaanya yg murah senyum, membuat siapapun yg didekatnya merasa betah. Tutur katanya sopan. Intonasi suaranya halus, menambah daya pikat lebih dalam diri mbak Rozah. Entah kenapa, aku merasakan ada aura sexsualitas yang tinggi dalam diri mbak Rozah. Terpancar rasa percaya diri dan pengalaman yg luar biasa akan pengetahuanya tentang sex. Mbak Rozah menikah dengan kang Aris 40 tahun. Yang masih berkerabat denganku. Karena kang Aris paman dari istriku. Mereka berdua lulusan pesantren. Mereka keluarga yang taat agama. Bahkan setelah menikah, kang Aris mendirikan mushola. Setidaknya selain menjadi tempat beribadah untuk masyarakat sekitar. Tujuan lainya pasti, untuk mengamalkan ilmu agama yg telah ditekuninya di pesantren dulu. Sebutan Ustadz pun sudah melekat di depan namanya. Ustadz Aris. Namaku Ray 29 thn. Aku berdomisili di jawa barat. Tinggiku 175 cm. Badan tegap. Rambutku cepak sedikit ikal. Aku adalah seorang fotografer. Aku melayani pemotretan model pakaian muslim untuk toko-toko online yang sekarang lagi ramai-ramainya. Aku lagi pusing karena kesulitan mencari model pakaian gamis. Pakaian gamis ini terlalu panjang. Semua model yg biasa aku pakai, gak pas dengan ukuran bajunya yg memang ditujukan untuk wanita yang bertubuh tinggi. Model yg bertubuh tinggi pun masih belum pas menurutku, terasa kurang berisi karena baju gamisnya memakai kain yg lentur. Yang memang harusnya modelnya itu harus mempunyai tubuh yg proporsional. Artinya badannya harus tinggi plus berisi. Ya, ini model gamis ketat. Pakaian muslimah yg memperlihatkan kecantikan, keanggunan, kesholehan dan kesensualan seorang wanita alim tanpa harus membuka aurat. Sebenarnya aku tau siapa wanita yg semestinya cocok jadi model baju gamis ketat ini. Tapi aku segan kalau harus dia yang aku mintai tolong buat jadi modelku. Ya gimana? kan ini baju gamisnya ketat. Dan orang yang mau aku mintai tolong ini, biasanya memang selalu berpakain gamis tertutup yang rada longgar. Belum lagi kalau nanti tidak dapat izin dari suaminya hahahahaha. Aku coba tanya dulu aja,. Mungkin aja mereka lagi membutuhkan uang, kan kemarin suaminya lagi sakit. Sudah satu minggu ini kang Aris tergolek lemah di kamarnya. Dan istrinya hanya ibu rumah tangga. Mungkin tabungan mereka mulai menipis. Siang ini aku berencana mengunjungi rumah kang Aris. Maksud kedatanganku tentu saja, untuk menawari pekerjaan buat istrinya. Bayarannya lumayan. Cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama 1 bulan. Dan itu pun cuma satu model pakaian muslim. Kalau dia mau ambil 3 model pakaian muslim yang aku tawarkan ini , ya cukup lumayan lah, bisa buat nabung juga. Aku berjalan kaki menuju rumah kang Aris. Aku malas pake motor karena rumahnya cukup dekat. Hanya berjarak 300 meter dari rumahku. Sekalian bisa bertegur sapa dan sedikit ngobrol dengan para tetangga. “Loh kok pintunya tertutup,” gumamku saat sampai di depan rumah kang Aris. Ini kan masih siang, “Assalamualaikuuum. Kang Aris.” Suaraku memanggil. Tidak ada jawaban. Aku berputar ke samping rumah, mencari ke dapur kalau saja mbak rozah lagi masak dan tidak mendengan salam panggilanku tadi. Benar saja. Kulihat mbak Rozah sedang duduk dikursi. Model mejanya bundar dengan 4 kursi. Kursinya tanpa sanderan. Dari yang aku lihat dari 3 kursi yg lain, ternyata bentuk bagian dudukan kursinya berongga dan berlubang-lubang. Mungkin buat angin-anginan kali ya. Haha…. Kulihat mbak roza duduk di salah satu kursi, menghadap ke meja. Tangannya sibuk mengupas kulit mentimun. Dia tidak menyadari kedatanganku karena posisinya membelakangi pintu. Aku tidak langsung menyapanya, aku tunggu sambil berdiri di muka pintu samping rumahnya yang sedikit terbuka. Hohooo….. mumpung ada kesempatan dan emang lagi sepi rumahnya. Aku mulai iseng memperhatikan mbak Rozah. Teteeeppp….. terlihat anggun. Tapi ada yg berbeda dengan pakaianya. Baru kali ini aku lihat mbak Rozah pakai pakaian begini, rada seksi. Pakaian atasnya baju warna biru lengan panjang dan sangat ketat. Sampai-sampai memperlihatkan lekuk pinggul dan payudaranya. Bisa dibilang, kain bajunya yang lentur itu bagaikan kulit tubuhnya, seksi. Kerudungnya juga hanya di pake seadanya. Dengan ujung-ujungnya disampirkan ke kiri kanan pundaknya. Sehingga bagian lehernya yg putih masih dapat terlihat.

Rok bawahanya panjang. Bukan model yang ketat. Mbak Rozah pakai rok panjang yang lebar berbahan kain halus dan tidak mudah kusut. Tapi ada yg aneh, rok panjangnya dibiarkan menutupi seluruh kursi yang di dudukinya. Sampai kursinya tidak kelihatan sama sekali, tertutup lebar rok yang dikenalanya. Mungkin biar sejuk kali, kan dudukannya berlubang. Memang dasar aku yang bokong lovers. Dari seluruh bagian tubuh mbak Rozah, tanpa sanggup memilih bagian tubuh yang lain, mataku langsung tertuju mengamati bokongnya. Ugghhhhh…… nungging banget bokongmu mbaaaak…. mau dong dibokongin kamu mbaaaak…. bayangan mesum mendoggy mbak Rozah, membuat dadaku berdesir. Posisi duduk dengan punggung yg lurus. Kedua tangan bertumpu di meja. Bahkan sampai membusungkan dadanya membuatnya semakin terlihat anggun. “Uggghhhh….ehmmm…..” samar-samar kudengar mbak Rozah mendesah pelan. Memang tadi pertama aku lihat, dia tidak bergerak sama sekali. Kegiatanya hanya memegang timun dan mengupasnya. Tapi tiba–tiba pinggulnya bergerak, pelan sekali. Kakinya merapat. Bagian bawah tubuhnya bergerak maju….. “Ehmmm..sssstttt….” setiap gerakanya selalu diiringi desahan pelan. Lalu mundur, “eghhh…ssssttttt…”Jelas sekali mataku melihatnya. Apa yang dilakukan mbak Rozah membuatku makin penasaran. Aku pindah ke jendela yang ada di sisi kanan ruang dapurnya. Mencari sudut pandang yang pas. Jendela yang hanya ditutupi tirai tersingkap sedikit. Membuat posisiku makin mantab. Kulihat kakinya melebar. Kedua sikunya di tumpukan ke tepian meja. Dia mengangkat bokongnya. Pelan sekali. Matanya terpejam terlihat meresapi apa yang dilakukanya. “Emmmhhh…uuggghhhh…..ssssttt..” desahan halus semakin sering terlantun di sela bibir basahnya. Sesekali menghembuskan nafas, “huuuuhhhh…ssssttt..” Sudut pandang dari sisi kanan ini sungguh mendukung sekali. Aku bisa melihat raut wajahnya dengan jelas. Cuma berjarak 2 meter dari tempat duduk mbak Rozah. Bulat bokongnya terpampang jelas di depan mataku. Rona wajah dan ekspresi sensual. Birahi yang memerahkan rona wajah mbak Rozah,. Membuat nafasku juga semakin menderu. Aku juga deg-degkan dibuatnya. Tanpa kusadarai, celanaku juga semakin sesak dibawah sana. Ternyata penisku terjaga dari tidurnya. “Aaakkhhhhh…..sssstttttt…..” sekarang mbak Rozah memutar pinggulnya. Sedikit lebih cepat. “Ooouuhhhhh…. massss…. aku gak kuaaaattthhhh..” kata dalam desahanya pelan. Kepalanya mendongak saat pinggulnya di turunkan. Membuat kerudungnya hampir saja terlepas. “Sstttt…..ma…..af….maaaaass…….ughhh..” Aku tidak tau apa yg dilakukanya. Rok panjang yang dikenakanya, menutupi seluruh bagian bawah tubuhnya. Di lihat dari gerakan dan ekspresi kegairahan di wajahnya. Sesekali menggigit bibir bawahnya. Terlihat jelas sekali dia sedang tenggelam dalam hasrat seksualnya. Tapi pertanyaanya, apa yg dilakukan pada bagian bawah tubuhnya itu? Apa ada sesuatu yg membuat nikmat daerah sensitifnya? Disengaja kah? Entahlah. Aku yg melihat saja sudah berfikiran macam-macam. Mbak Rozah duduk di kursi tanpa sandaran yang tertutupi seluruhnya oleh rok panjangnya. Ditanganya dia memegang mentimu yang kelihatanya sedang dikupas. Tapi sesekali aku lihat, dia hanya mengelus-ngelus ujung mentimun, waktu dia mendesah di antara gesekan bawah tubuhnya Haaah…? Apa mbak Rozah menaruh mentimun di bawah tubuhnya? Diduduki disela-sela daerah sensitifnya? Jantungku langsung berdegub kencang membayangnkan kemungkinan itu. Apa mbak Rozah bermasturbasi? Menggesek kewanitaannya dengan mentimun? “Oggghhhh..ssttttthhhh….aduuuhhh……” ritme gerakanya semakin intens maju mundur. “ooouuuughhhh…..” bokongnya Maju, “ssssssstttthhhh…..” bokongnya Mundur, “Okhhhh….sssssttttt” bokongnya diputar, Aku menahan nafas melihatnya. “Ugh…ughh…ughh….” mbak Rozah menundukkan kepala. Menaruhnya diantara kedua siku yang menempel di pinggir meja. Yang kulihat ternyata sikunya berfungsi untuk tumpuan dari pinggul yang bergoyang maju mundur. “Ooohhh….oohh…ooghh..” gerakan pinggulnya makin cepat. Aku perhatikan rok lebarnya tidak bisa menutupi lekukan bokongnya yang bergoyang, yang sengaja di tunggingkan. Aku yakin bahwa mbak Rozah telah tenggelam dalam hasrat seksualnya. Dia menggeliat-geliat dan menggoyang-goyangkan pinggul serta bokongnya. Mbak Rozah dilanda kegatalan birahi yang sangat dahsyat. Ku lihat dia telah dekat pada puncak klimaksnya. Matanya terpejam, gerakanya cepat bin mantab. “Dek… adek….. kamu dimana? Tolong ambilka minum.” Tiba-tiba suara kang Aris, suaminya memanggil. Didengar dari suara lemah kang Aris, sepertinya kang Aris memang masih sakit. “Ughhh…. eeemmmm… a-aku didapur mas, lagi masak. Mas sudah bangun ya. Tunggu sebentar, aku ambilkan minum dulu.” Suara Mbak Rozah terengah-engah. Panggilan tiba-tiba dari suaminya membuatnya gugu. Terlihat dia masih bingung. Berulang kali dia mengambil nafas untuk mengatur debaran jantung, yang sedari tadi dipompanya. Wajahnya sampai berkeringat. Bibirnya yang terengah menarik dan menghembuskan nafas, membuatnya terlihat semakin cantik. Aku yang dari tadi ngintip juga kaget. Takut kalau nanti mbak Rozah tiba-tiba keluar rumah. Aku pun jongkok dibawah jendela. Sembunyi dan gugup. Aku buru-buru membetulkan penisku yang dari tadi muter-muter didalam celanaku. Aku harus pergi sekarang juga. Pikirku panik. Tapi sebelum aku pergi, aku harus memastikan kalau mbak Rozah masih di dalam rumah. Aku tidak mau nanti kepergok waktu melintasi rumahnya. Maka aku intip lagi dengan hati-hati. Aku hanya menaikkan kepalaku sampai batas mataku saja. Dan…. DEG! Aku kaget bukan kepalang. Jantungku berdegub kencang. Dug Dug Dug Dug Dug. Kencang sekali jantung berdegub….. entah sudah berapa detik mataku terpaku memandangi……. pikiranku melayang. Merangkai potongan-potongan kemungkinan yang sedari tadi belum terpecahkan…. Terong! Benda itu terselip disalah satu lubang dudukan kursi, yang tadi di duduki mbak Rozah. Posisinya mendongak ke atas. Berkilat licin karna basah. Ada cairan putih kental yg membasahi seluruh bagiannya. Jelas sekali aku melihatnya. Cairan kental itu menetes ke bawah kursi. Melihat itu. Membuat Penisku tegang seketika. Lebih keras dari waktu paling konak. Mbak Rozah yang selalu aku kagumi. Wanita anggun, istri berkerudung yang sholehah. Senyum dan tutur katanya yang lembut, dan si pemilik bokong nungging. Ternyata sedang berkayuh dengan syahwatnya. Melakukan penetrasi liang senggamanya dengan sebuah terong. Jelas sudah semuanya. Mbak Rozah bermasturbasi! Tanpa sadar, aku mengeluarkan penisku dan menggosoknya. Kepala penisku memerah. Terasa panas di telapak tanganku. Aku terangsang berat karena keterkejutanku mengetahui apa yg dilakukan mbak Rozah. Ternyata sedari tadi dia melakukan penetrasi dgn sebuah terong. Memenuhi rongga senggamanya, mengaduk-ngaduknya dengan gairah yang memburu. Lima menit sudah aku menggosok penisku. Sambil melihat terong yang basah mengkilap, ketika kulihat ada bayangan masuk kembali ke dapur. Ternyata mbak Rozah kembali ke dapur. Ditanganya memegang bungkus obat dan gelas kosong. Aku pun langsung merunduk di bawah jendela. Aku rasa suaminya sudah kembali tertidur lagi setelah minum obat. “Maaf mas. Aku gak kuat. Aku lagi masa subur, dan salahkan mas Iyant yang tadi menggodaku. Tak seharusnya tadi aku melihatnya. Dan aku tidak akan mau berselingkuh mas.” Terdengar gumam pelan suara halus mbak Rozah. “Aku harus tuntaskan ini mas. Itu terlalu lama. Cepatlah sembuh mas. Maafkan aku.” “Emhhh…. ooooggghhhh….” Deg! Jantungku berdegub lagi. Mbak Rozah mendesah lagi. Aku yakin, dia mau meneruskan apa yang sedari tadi belum terselesaikan. Dan bodohnya aku. Harusnya aku tidak melewatkan moment dirinya waktu menduduki terong yang berdiri gagah diantara sela-sela lubang kursi itu. Moment terong membelah liang basah milik mbak Rozah. Aku ada ide! Ide yg nanti, bila berhasil, akan membuatku bisa melihat pemandangan paling SENSUAL! Aku intip lagi Mbak Rozah. Sekarang dia mengayuh pinggulnya naik turun. Kakinya dirapatkan. Kedua tanganya disilangkan diatas meja. Seperti orang bersedekap diatas meja. Kepalanya direbahkan diatas kedua tanganya. Gerakan naik turun bokongnya terlihat mantap. Bokongnya sampai bergetar saat gerekan turun menghantam kursi. Bokongnya seperti jelly. Pinggulnya diputar, “Ogghh…oghh….oghh…” desahanya masih ditahan. “Tubuhmu kekar mas…ughh..ughh…” mbak Rozah mulai meracau. Gerakan naik turunya makin tak terkendali. “Milikmu panjang maaaas…..oooggghh..” “Okh..okh..okh….” “Bikin gemesssshhhh..” kata dan gerakan pinggul mbak Rozah makin cepat. Dia memang wanita sholehah. Dalam bermasturbasipun masih tetap menghayalkan suaminya. Kulihat tanganya mengepal keras. Bibir bawahnya digigit. Sepertinya gairah syahwatnya mau meledak. Belum! Aku harus tepat menghitung ritmenya. Gerakan -hentakan-hentakan mantap pinggulnya- Desahan -racauan dan ritme nafasnya- Dan ekspresi wajahnya. Semua harus aku amati untuk menentukan timing. Aku masukkan lagi penisku, yang sedari tadi aku gosok-gosok. Aku pandangi mbak Rozah lagi dengan seksama. Menahan gairahku sendiri demi mensukseskan rencanaku. “Maaaassss……mas Iyant…ogh..” “Kamuuuhh…..nakal…oooggghh..” “Milikmu nakal masssssshhhh…” Hah! Aku kaget. Ternyata mbak Rozah menghayalkan mas Iyant. Tetangga samping rumahnya. Aku harus fokus. Benturan bokongnya keras. Nafasnya terengah cepat, “ugh ugh ugh ugh..” dia mendesah tanpa meracau. Matanya terpejam dan wajahnya memerah. Menandakan sebentar lagi mbak Rozah sampai puncak klimaksnya. Yang aku butuhkan cuman 3 detik sebelum…. Sekarang! “Assalamualaikuuuummmm….mbak..mbak Rozah…mbak didapur?” Aku berjalan cepat sambil menyarukkan sandalku ke tanah. Sengaja aku lakukan biar dia mendengar aku berjalan cepat menuju ke arahnya. Yang aku butuhkan hanya 3 detik sampai tiba didepanya. Dan tentu saja, dia tidak punya kesempatan buat menghindari kedatanganku. Aku rasa timingnya pas. Aku langsung buka pintu yang tadi belum sempet ditutupnya. “Mbak. Aku ada tawaran kerja nih. Mbak mau?” Kataku mencoba santai. Mengontrol degub jantungku sambil mendekat. Aku harus relaks. Mencoba tidak mengerti apa yg sedang dilakukanya. Pas! Masih dua kali dia menurun naikkan tubuhnya waktu aku masuk. Kepalanya menoleh. Matanya sayu menyipit. Wajahnya merah merona. “Rayyyyhhhh…..” sapanya lirih. “Okhhhh…” mbak Rozah menjerit dalam gumam desahnya. Menghempaskan pinggulnya keras untuk yang terakhir, “okkkhhhhhhhhhhh….” lenguhnya panjang. Terlihat bagian atas tubuhnya bergetar. Kedua kakinya rapat terkejat-kejat. Mulutnya terkatup. Rahangnya dirapatkan erat, menahan nikmat ledakan birahinya sambil menatapku sayu. “Kenapa mbak? lagi sakit?” Tanyaku pura-pura. “Gakkkkhhhh…” jawabnya masih berguman. Wajahnya di tundukkan. Digigit bibir bawahnya. Tapi ledakan syahwat mbak Rozah belum selesai. Ini baru awal. Karena ini pertama kalinya dia klimaks didepan laki-laki, yang tidak tau apa yang sedang dilakukanya. Dan apa lagi dia bukan suaminya. Membuat debaran jantungnya tiba-tiba menderu cepat. Ada gelombang kegairahan yang dahsyat menyeruak di area senggamanya. Gelombang nikmat yang tanpa sadar, ingin di jemput mbak Rozah. Letupan gairah karena dihadapanya ada laki-laki lain. Yang dalam fikiranya, tidak tau apa yang sedang dia lakukan. Membuat liang senggamanya mengenyot terong yg masih terbenam didalam. Diputarnya pinggul mbak Rozah dan….. “Akkkkkkkkhhhhhhhh………” sengatan kejut kali ini lebih dahsyat. Lenguhannya panjang. Kali ini dia tidak bisa menyembunyikan getaran hebat tubuhnya. Tanganya meremas ujung meja. Kakinya merenggang, membiarkannya masuk lebih dalam. Gregetan rahang di wajahnya mengungkapkan betapa nikmat syahwat yang sedang melandanya. Mbak Rozah multi orgasme. Aku sampai terbengong melihatnya. Pemandangan paling sensual dari seorang wanita berkerudung. Merasakan nikmatnya multi orgasme didepan laki-laki bukan suaminya. Tapi aku mencoba memperlihatkan wajah yg biasa saja, wajah yang melihat sambil lalu. Walaupun sebenarnya jantungku berdegub sangat kencang. Aku sampai kewalahan mengatur nafasku sendiri. Wajah mbak Rozah berkeringat. Nafasnya tersengal. Tercium aroma keringatnya bercampur parfum, semerbak menyeruak ke dalam hidungku. Kuhirup dalam-dalam, emmmhhhh…….tubuhku bergetar membaui aroma sedap tubuhnya. Badanku merinding. Aroma tubuh wanita setelah berpacu dengan nafsu sungguh nikmat


#3

“Huuuhhh…huuuh..huuh.” Nafas mbak Rozah masih terengah, sedikit ditahan biar terlihat samar didepanku.Tapi aku tau, dia tdak dapat menyembunyikan kedutan-kedutan reflek yg masih mengalir didalam syaraf-syaraf sensitifnya. Yang paling mencolok adalah getaran dipinggulnya, satu dua kali pinggulnya masih terkejat hebat. Tapi apa daya, dia tidak punya pilihan selain tetap disitu, tetap mengangkangi si terong, yang harusnya dilepas kala 2 kali orgasmenya tuntas. Sedikit saja gerakan tidak sengaja terjadi, otot-otot sensitif kewanitanya pasti berkedut lagi. Rencana awalku memang hanya untuk melihat mbak Rozah orgasme didepanku, Melihat wajah ayu sayunya. Aku tidak punya fikiran macam-macam untuk memanfaatkan keadaan yg beraroma birahi ini. Aku bukan pria gampangan, yg mengambil kesempatan dalam waktu dan sesuatu yg sempit! Haha…aku masih punya logika. Aku masih segan sama mbak Rozah, ada rasa hormat yg memang sudah sepantasnya ada untuk wanita atau para istri solehah. Kesetiaan, kasih sayang dan keikhlasanya dalam membina rumah tangga, membuatku tidak sepatutnya merusak keharmonisan rumah tangga orang. Begitu juga sebaliknya denganku. Sekarang hanya waktunya saja yg salah. Aku melihatnya bermasturbasi. Dalam keadaan suaminya yang lagi lemah karena sakit. Apa yg dilakukanya juga tidak sepenuhnya salah. Wanita juga punya nafsu, dan nafsu wanita lebih besar dari laki-laki. Itulah kenapa wanita lebih baik berhijab, tentu saja untuk mengontrol nafsunya.Dengn jubah jilbabnya dia menutupi nafsu dengan rasa malu. “Sejak kapan kamu datang Ray.” “Baru aja mbak. Tadi aku panggil-panggi didepan gak ada yang nyahut, aku langsung aja kemari.” Jawabku dengan sekilas memandang ke wajahnya, wajahnya masih merah merona. Manis sekali. “Oh ya, tadi kamu bilang apa?, mbak kok lupa ya.” Katanya. Untuk mengalihkan perhatianku yg sesekali memandangnya, dia mulai melakukan pekerjaanya tadi. Mengupas timun. “Lupa apa emang gak denger mbak, situkan tadi lagi klimaks orgasme mbak. Hhahaha..” kataku dalam hati. Penisku masih tegang. “Ini aku punya tawaran kerja buat mbak, mbak kan cantik nih, badanya bagus trus emang keseharian biasanya pake hijab.” “Kamu cari model?” Katanya tanggap. “Iya, model pakaian muslimah mbak, kalau yg makai aslinya emang wanita muslimah kan soulnya dapet mbak.” “Mbak kan sudah gak muda lagi Ray.” “Masih cantik kok,” balasku cepat.” Lagian bentuk badan mbak Rozah proporsional lo, tinggi lagi. Ini baju gamis panjang, buat wanita berbadan tinggi. Modelku yg biasanya kurang tinggi mbak.” Akupun mengambil smartphonku dari saku celana. Langsung kutepuk jidatku. ” Buseeeettt…..dasar bodoh.” Umpatku dalam hati. Tadi ada pemandangan indah yang belum tentu dapat terulang. Kenapa tadi tidak kepikiran aku rekam mbak Rozah pas bermasturbasi. Payah payah. “Kenapa Ray?” “Eh, gak apa-apa mbak, ini mbak model pakaian gamisnya, pasti cantik kalau mbak Rozah yg pakai.” Aku buka galerry di Smartphoneku. Aku cari foto-foto pakaian gamis yg nanti kalau jadi, akan diperagakan oleh mbak Rozah. Aku pun memperlihatkan Hpku. Sengaja aku tidak memberikanya pada mbak Rozah. Aku hanya menyodorkan Hpku didepannya. Karena meja ini berbentuk lingkaran dan agak lebar, uluran tanganku hanya sampai tengah-tengah meja. Otomatis, kalau mbak Rozah ingin jelas melihatnya, mau tidak mau dia harus mendekat. Memang itu maksudku, aku ingin dia mengangkat sedikit tubuhnya, menarik pinggulnya ke atas. Agar dia melakukan penetrasi lagi dengan si terong. “Majuin dikit Ray Hpnya, mbak kurang jelas lihatnya” mbak Rozah masih kekeh duduk dikursi, dia masih tidak bergerak sama sekali. Hanya kepalanya saja yg mendongak maju ke depan. “Mbak dong yg maju, tanganku dah mentok ini, lagian dari tadi mbak diem aja gak bergerak,” ujarku. ” mbak dudukin lem ya, rapet amat duduknya.” Candaku. “Ngaco kamu Ray, enggak tauuukk…” balasnya juga bercanda, senyumnya merekah, wajahnya sudah ceria tidak tegang seperti tadi. Entah kenapa, apakah ini hanya perasaanku saja. Raut muka dan senyum ceria mbak Rozah memperlihatkan kesan jiwa mudanya dulu. Sebelum mbak Rozah mengangkat tubuhnya ke depan. Dia meraih timun yang sudah dikupasnya. Memilih dan mengambil timun yg masih utuh belum dipotong. Aku belum tau apa maksudnya, aku masih memandang tidak mengerti. Oh rupanya dia menaruh timun itu dimulutnya, bukan dimakan, tapi giginya pura-pura menggigit. Baru aku tau, apa yg dilakukanya tentu saja untuk meredam kalau saja dia tidak kuat untuk mendesah. Kedua lenganya dirapatkan dan ditumpukan diatas meja. Tangan kanan memegang timun yg ujungnya tepat berada dimulutnya. Tingkahnya makin sensual. Seperti anak kecil makan permen lolipop yg bergelayutan dimeja. Akhirnya badannya condong ke depan, aku amat-amati wajahnya. Aku yakin mbak Rozah sudah mengangkat bokongnya, melakukan penetrasi. Liang kewanitaanya pasti berkedut mengurut dan mengempot si terong lagi. Lihat saja wajahnya, matanya menyipit sayu kala bagian bawah tubuhnya terangkat. Kalau saja dia tidak menggigit timun, desahanya pasti jelas ku dengar. “Itu mbak model pakaian gamisnya,model lajuran dari atas sampai bawah,” kataku menjelaskan. Sambil bicara aku amati gerakan tubuhnya. “Pakaianya itu kok kecil Ray, beneran itu seukuran badanku?,” katanya heran, intonasi suaranya sedikit berubah karena di mulutnya, dia sedang menggigit timun. haha… “Pasti pas lah mbak, bahan kainnya ini lentur walaupun rada tipis. Tapi nyaman kalau dipakai wanita yg banyak bergerak. Kainnya juga gak mudah kusut,” kataku terus terang.hatiku merasa tidak sabar pengen cepet-cepet melihat mbak Rozah megenakan pakain gamis ini,pakaian gamis yg ketat dan seksi. “Nanti ketat banget dong nempel dibadanku Ray, kekecilan itu,” protesnya. “Emang begitu modelnya mbak, model ini lagi ngetren. Ini model gamis ketat, pakaian muslimah yang memperlihatkan kecantikan, keanggunan dan kesensualan seorang wanita tanpa harus membuka aurat mbak.” Kataku terus terang. “Walaaahh…bicaramu Ray Ray, kalau beneran wanita muslimah, ya harusnya gak pake gamis begituan lah Ray, lekuk tubuhnya tercetak jelas gitu, gak isin apa, ” Wanita kalau bicara sambil tersenyum memang cantik sekali,apa lagi di dekat bibirnya ada benda lonjong panjang, yang sedari dari tadi cuma dimain-mainin dimulutnya. Itulah yg mbak Rozah lakukan, tingkahnya membuat penisku ngilu. “Kan seksi mbak.” Kataku asal ceplos. “Itu mah maunya semua cowok Ray, Suka gak kuat kalau lihat cewek seksi dikit,” Bibir mbak Rozah tersenyum lebar, menertawai perangai para cowok-cowok mesum. Samar-samar aku melihat dia menggerakkan pinggulnya. Aku tidak bisa melihat jelas karna gerakanya pelan di bawah meja. Timun yang ada dimulutnya sudah digigit dan dikunyah. “Emm…lah itu, baju yang mbak Rozah pakai, itu juga ketat gitu kok, bikin aku gak kuat,” kataku balik bertanya. Kepala mbak Rozak menunduk memandangi bajunya sendiri,wajahnya terlihat kaget setelah sadar,ternyata baju yang dikenakanya juga ketat,seperti model baju-baju yang dilihat tadi.iiiihhhh…wajahnya memerah lagi. “Hihihihihi..” tawanya pecah walaupun pelan. “Lupa Ray, ini bajuku jaman waktu muda dulu, dulu mah gak seketat ini, tadi mbak baru selesai cuci baju,yang kering cuma tinggal ini,sampai gerah gini,”

Aku menarik tanganku yg sedari tadi aku sodorkan ke hadapan mbak Rozah. Karena dari tadi mbak Rozah sudah tidak meperhatikan foto yg ada di layar Hpku. Kedua tangan dan Hpku kutaruh diatas meja. Tubuhku ikut aku condongkan ke depan,jarak kami memang masih jauh,tapi itu sengaja aku lakukan, karena sedap aroma badan mbak Rozah menghipnotisku. Dia tidak sadar kalau aura sensualnya memenuhi ruangan ini. “Jaman dulu dan sekarang gak ada bedanya mbak, lihat aja,” mataku menatap dari wajah sampai dadanya.”Sekarang mbak Rozah malah tambah cantik.” Kata-kataku keluar begitu saja. Dalam sepersekian detik tadi aku sempat terhipnotis. Kata-kata itu bukan gombalan, itu kata bawah sadar yg terucap begitu saja ketika kalian menyadari kebenaran. Kebenaran bahwa kita terpikat. Ada rasa nikmat walau hanya memandang wajahnya. “Idiiihhh….gombalnyaaaa, tak bilangin Ida tau rasa kamu Ray” bibirnya tersenyum. Tidak ada wanita yang tidak suka digombalin. “Ha ha ha ha…..” Tawaku lepas karena kaget. Dia menyebut istriku. “Aku gak pernah ngegombal lo mbak,” Cepat saja aku ambil fotonya. Belum sempat dia bereaksi, sudah aku sodorkan Hpku didepan wajahnya. ” Tuh cantik khan?” “Wekkk.” Mbak Rozah menjulurkan lidahnya. Malu melihat wajahnya sendiri. Hahaha…. dari tadi dia bertingkah seperti remaja. Wajahnya memerah berkeringat dan senyumnya sumringah. Dia sudah terlalu senang untuk meladeni gombalanku. Mbak Rozah memang orang baik, dan dia terlalu murah senyum. Siapapun yg bicara denganya tanpa sadar akan menaruh hormat padanya. Ya, menghormati dan tentu saja, menahan konak  “Sudah ah Ray, sana pulang, bahaya kalau kamu disini terus, nanti mbak kamu apa-apain lagi, hi hi hi…” katanya. Pandanganya menatap tepat dimataku. “Nanti tak bicara dulu sama mas Aris. Kalau dia ngijinin sih aku oke aja.” “Oke deh mbak cantik, oh ya bayaranya lumayan lo,” kataku sambil berdiri.”Numpang pipis dulu ya mbak, dah kebelet dari tadi.” Mbak Rozah hanya mengangguk. ” Loh,kamar mandinya kok gak ada pintunya gini mbak?” Tanyaku heran berdiri didepan kamar mandinya. “Iya, rusak dari kemarin Ray. Masmu belum sempet benerin.” Mbak Rozah juga menoleh memandangi kamar mandi. Otak mesumku langsung berputar membayangkan mbak Rozah mandi telanjang tanpa tertutup pintu. Bayangin aja mbak Rozah mandi jongkok, kita lihatnya dari depan. Aduhaiiii. “Hayo! Bayangin apa itu!” Sergah mbak Rozah. Dia ternyata hafal betul sifat laki-laki. Cuma lihat aku berdiri senyum-senyum didepan kamar mandi saja sudah bisa menebak jalan fikiranku. “Hahahahaha…..” tawaku terbahak. “Mbak Rozah man…?” Kataku sambil menunjuk kamar mandi. Kuperagakan juga gerakan orang mandi. “Iya disitu, emang kenapa..?” Katanya sambil senyum-senyum malu. “Polos..?” Aku masih penasaran. Memperjelas apakah mbak Rozah benar-benar telanjang mandi ditempat terbuka. “Iyaaaaaaaaa.” Wajahnya langsung memerah. Tidak berani menatap mataku. “Ha ha ha ha…” Tawaku meledak lagi.
◎○◎○◎○◎​
Kebeletku sudah tidak bisa ditahan lagi, aku buru-buru masuk kamar mandinya. “Ini ya tempat mbak Rozah biasa telanjang. Hihihi…” Pikirku mesum.” Tempat paling bebas mbak Rozah untuk bertelanjang ria, oh bokongmu mbaaakkk. hahahah.” Hayalku menjadi-jadi. “Ini celana pendeknya siapa kotor amat, aku tidak pernah lihat kang Aria pake celana pendek. Biasanya Kang Aris kalau gak pake sarung ya pake celana panjang.” Kulihat celana pendek itu tergantung dicentelan baju. Disebelah celana itu tersampir daster, sepertinya dasternya mbak Rozah. Dasar konakku sudah tinggi,iseng aku cium dasternya, hemmm sedap!..baunya sama seperti tadi. Aroma tubuh mbak Rozah nikmat sekali, keringat dan minyak wanginya bercampur, berkolaborasi menghasilkan aroma yg semerbak tapi lembut, emm… Mencium daster ini terasa seperti memeluk tubuh mbak Rozah. Apa lagi kalau melihat model dasternya. Seksi abiiiissss. “Ini apa, kok ada ginian didasternya mbak rozah.” Tanyaku dalam hati. Aku kaget sekali. Tentu saja hal ini tidak sepatutnya aku tanyakan. “Ini celanaya siapa mbak dikamar mandi, kotor amat, kayaknya aku gak pernah lihat mas Aris pakai celana pendek?” Kataku dari dalam kamar mandi. “Apa, celana?” “Iya.” “Oh, em….mungkin punyanya mas Iyant, mesin sumurnya lagi rusak, dia numpang mandi tadi habis bersih – bersih kebunnya, pasti itu kelupaan.” Jawab mbak Rozah rada kaget. “Trus ini baju seksinya siapa. Hayooo…” Aku berdiri dipintu kamar mandinya, kedua tanganku memegang daster dan merentangkannya. Mbak Rozah memang beda,selalu bisa menempatkan diri. Dimataku dia wanita sholehah,alim dan baik hati. Sebagai istri dia juga taat pada suaminya, tidak pernah mengeluh ini itu dan selalu mensyukuri apa yang mereka punya,kesetiaanya bisa dilihat dari keharmonisan rumah tangga yang dibinanya. “Raaaaayyyyy.” mbak Rozah kaget. “Mesum amat kamu Raaaayyy…” mbak Rozah sampai menutup wajah dengan kedua tangan karena malu. “Balikin ah, kotor itu” Tapi disisi lain, sisi yang baru saja aku lihat. Mbak Rozah juga pandai memanjakan suaminya. Ahaiiii. Pakaian daster ini membuktikan kalau mbak Rozah juga seperti wanita pada umumnya ,suka tampil seksi didepan suami. Beruntungnya dirimu kang Aris!. “Hahahah. Pakai lagi dong mbak, aku mau lihat.” “Gak!” Mata mbak Rozah melotot tapi bibirnya tersenyum.” Dah kotor itu, bau” “Oooo, kalau gitu nanti kalau habis dicuci ya.” “Au ah.” Katanya tersenyum manis. “Nanti aku foto yang bagus. Artistik!” Kataku lempar umpan. “Promosiiii Nanti kamu suruh bayar.” “Ge.E.eR.A.Te.I.eS…..GERATIS!” Kataku mantab! “De. A. eS. A. eR. eM. E. eS. U. eM. DASAR MESUM!” Katanya sambil tertawa renyah. “Sip!. Siap mbak!” “Idiiihhhh…..maksa! Emmmm, Boleh.” “Boleh?” Aku bengong. “Iya!” “Yes! Yes!” Seruku girang. “Kalau yang punya ngijinin.” Mbak Rozah tertawa cekikikan.
○◎○◎○◎○◎○◎○​
Akupun pamit untuk pulang. Sudah hampir jam 3 sore. Sudah waktunya kang Aris bangun. Yang aku tau kang Aris tidak pernah telat beribadah. Aku tidak berani ketahuan ngobrol dengan istrinya, dengan kondisi mbak Rozah berpakaian ketat, dan bersendau gurau mesum deganku. Pastilah nanti istrinya kena tegur. Walau begitu, puas rasanya tadi ngobrol dengan mbak Rozah, bahkan aku dapat lebih. Lebih konak. Yang harus aku lampiaskan segera. Kemana lagi kalau bukan ke istriku. Ida. Tapi masih ada satu hal yang masih mengganjal dibenakku. “Emang tadi mas Iyant kapan datangnya mbak?” Tanyaku mulai menginvestigasi halus. Satu pertanyaan cukup. “Tadi sebelum mbak mandi, pas masih masak. Goreng ikan.” Jawabnya polos.”tapi dah selesai cuci bajunya.” “Ooooo…..ya sudah,aku pamit. Assalamualaikum mbak cantik.” “Waalaikumsalaaaaaaaaam.” Jawabnya. Mimik mukanya sebel-sebel senang. Ini Kronologis versiku : Mbak Rozah lagi masak waktu mas Iyant datang numpang mandi. Sedangkan waktu itu mbak Rozah belum mandi dan sepertinya masih memakai daster, yang seharusnya, tidak boleh ada yg tau, apa lagi melihat mbak Rozah memakai daster seksi itu selain suaminya. Aku beneran kaget saat melihat daster yg tergantung dikamar mandi itu. Dasternya seksi abis. Daster tanpa lengan! Berbahan kain tipis, lentur dan ketat, belahan dadanya sedikit rendah. Bagian bawahnya sedikit diatas lutut. Menurutku tidak seharusnya mbak Rozah memakai pakaian seperti itu, setahuku dia istri sholehah dan sangat menjaga auratnya. Alasan kenapa mbak Rozah sampai punya dan memakai pakaian itu cuman satu. Mbak Rozah berpakaian seperti itu pasti, karena kemauan suaminya!. Sebenarnya ada dua kemungkinan, kemauan suami dan kemauan sepihak istri. Tapi dilihat dari latar belakang kedua belah pihak yang notabenya santri, kemungkinana kedua itu tidak mungkin ada kalau tanpa seijin suami. Karena mbak Rozah tipe istri yang taat suami. Tidak melakukan apa-apa yang dilarang suaminya. Ah sudahlah. Terlepas dari itu, sekarang aku baru tau kalau sebenarnya kang Aris juga sama seperti laki-laki pada umumnya. Apa yang dilakukanya memang benar dan tepat sasaran , dia menyadari akan keistimewaan istrinya. Rozah, bodinya tinggi semampai berbokong aduhai.

Oke, Kemungkinan terbesar memang mbak Rozah masih memakai daster waktu mas Iyant mandi. Katanya tadi dia juga sedang memasak. Dalam posisi itu, Menurutku mbak Rozah sudah mati langkah. Dia tidak bisa kemana-mana karena lagi menggoreng ikan. Pasti fikiranya berkecamuk waktu itu. Mau masuk kedalam rumah karena mas Iyant lagi mandi, tapi menggoreng ikanya juga tidak bisa ditinggal. Terlebih lagi posisi kamar mandinya, yang membuat mbak Rozah panas dingin. Posisi kamar mandinya pas disamping dapur. Dapurnya berbentuk L. Sisi satu untuk tempat kompor gas, dan sisi satu lagi tempat bumbu-bumbu. Kalau tadi mbak Rozah lagi menggoreng ikan, tentu saja dia membelakangi kamar mandi. Faktanya, kamar mandinya tidak berpintu! Kalau dia berdiri disisi satu lagi untuk membuat bumbu, kamar mandi pas berada disampingnya. Dan,Dan,Dan cukup dengan lirikan samar saja, tubuh telanjang mas Iyant pasti terpatri jelas dimata. Dan aku yakin, mbak Rozah tergoda melalukan hal itu. Pasti! walaupun cuma melirik satu kali! Aku tidaklah tau sekuat apa iman mas Iyant. Apakah dia juga menaruh hormat pada istri ustadz ini. Dalam keadaan mandi telanjang dan kamar mandinya tanpa pintu, di depanya ada mbak Rozah yang berpakaian daster seksi, tanpa lengan, ketat dan transparan. Yang pasti secara logika mbak Rozah juga ikut terbawa deg-degan. Sudah tentu mas Iyant bakal konak, tegang dan terangsang. “Ughh…mbak Rozah kamu cantik sekaliiiii. Tubuhmu sintal mbak, payudaramu sekal ooohhh… bokongmu juga bulet bangeeet.” Gumam lirih mas Iyant, tanganya lincah bergerak. “Iiiihhh…..ngapain kamu mas, jgn macem-macem ya, suamiku dirumah.” Kata-kata mbak Rozah pelan. Matanya melirik ke belakang. “Kamu seksi mbak, gek kebayang lihat mbak berpakaian begini. Ohhhhh…., daster mu ketat bget mbak, tubuhmu tetcetak indah.” Mas Iyant makin nakal. Gerakan tanganya makin menjadi. “Jangan nakal mas, hentikan gerakan tanganmu.” Mbak Rozah gugup. Matanya makin sering melirik dan jantungnya berdegub kencang. Mata yg selalu dijaganya dari hal-hal maksiat, kali ini tidak bisa dikendalikan, ini pengalaman pertamanya digoda laki-laki lain. “Kenapa pakai daster mbak, ughhh… baru kali ini lihat mbak pakai daster ketat, biasa pakai jilbab.” Kata mas Iyant jujur. Mas Iyant sebenarnya sudah terkagum-kagum sama Rozah, istri ustadz Aris yg sekaligus juga sahabatnya. Rozah dulu primadona di Pesantren, dia biasa dijuluki Bidadari oleh para santri laki-laki. Pembawaanya yg lemah lembut, murah senyum dan berbadan tinggi semampai, membuatnya setiap langkah kakinya meghipnotis mata para santri laki-laki. “Cepat selesaikan trus kamu pulang mas!.” “Sebentar lagi mbak, emhhh…stttt…Bokongmu kenyel banget mbaaaakkk…” “Jangan berisik mas!” Tangan mbak Rozah berpegangan pada tepian dapur. Tanpa sadar bokongnya dimundurkan. “Ooohhh…..Tunggingin lagi mbak bokongmu..emhhh….sstthhh…ya gitu mbak…ohhhh….” gerakan mas Iyant makin cepat, bokong mbak Rozah yang makin nungging membuatnya kesetanan. “Jangan dipegang!” Kata Rozah galak, matanya melotot, tapi wajahnya merona merah.” Gerakin aja cepat, selesaikan secepatnya, mas Aris nanti keburu bangun.” Tangannya makin kencang berpegangan. “Iya mbaakkk..ugh ugh ugh ugh…” Gerakan mas Iyant membabi-buta. Semangat dan nafsunya makin terpacu karena diperintah. “Bau tubuhmu sedap mbak, bikin aku tambah terangsang, emmmhhhh….” mas Iyant mendekatkan hidungnya, mengendus leher, punggung dan sela ketiak mbak Rozah. Gerakanya makin mantab. “Lama amat mas keluarnya, cepetin dikit.” Mbak Rozah menoleh ke belakang, melihat wajah mas Iyant yang sedang memburu kenikmata, membuat jantungnya makin kencang berdegub. Rasa malu membuat wajahnya tambah merona merah. Matanya melirik kebawah.”ohhhh…besar banget milikmu maaaashhh….” tanpa sadar mulutnya mendesah, yang sedari tadi sudah di tahannya.” Panjaaaaaangg..” “Iya mbak, punyaku panjang…ugh ugh ugh ugh….” Gerakan dan racauan mulut mas Iyant tambah berisik. “Tolong mbak gerakin, biar kita sama-sama nikmat, ough sttttt…” “Gak mau!, dicepetin gerakanya dan jgn berisik!” Gerakan mas Iyant makin cepat, nafasnya sudah berat menandakan dia mau muncrat, tubuh mbak Rozah nungging di depanya, membuat gerakanya tambah kesetanan. bokong bulatnya terlihat mulus nungging, menantang pengen di remas, aroma tubuhnya wangi memabukkan, peluh keringat di tengkuknya terlihat eksotis. “Oooggghhhh…..aku mau keluar mbak,oogggghhhh….. aku mau nyemprot kamu dgn pejuhku mbak…” “Cepetan massshhhhh……” “Yaahhhhh…ke lu ar…mbakkkk…hegggkk.” “Ouuugggghhhhh……” Crot crottt crott croott Semburan sperma mas Iyant berhamburan membasahi bagian bokong daster mbak Rozah. Nafas mereka terengah, dada mbak Rozah turun naik seirama hembusan nafasnya. Wajahnya panas memerah menahan nafsu. Liang senggamanya basah dan berkedut, gatal bagian dalamnya pengen di aduk-aduk. Tapi nanti, setelah mas Iyant pergi. Setelah mas Iyan puas, mengocok penisnya sendiri, mendesah sendiri, menatap tubuh montok mbak Rozah yg tidak boleh dijamah. Menatap bokong nungging dan cuma bisa dipandangi dari belakang. Mengendus aroma birahi mbak Rozah. Aroma birahi istri ustadz Aris,sahabatnya. Itulah hasih investigasi mesumku. Dari bukti di TKP (Daster seksi milik mbak Rozah, celana kotor mas Iyant yg ketinggalan, kamar mandi tanpa pintu dan posisinya berhadapan dengan dapur.) Dari pengakuan mbak Rozah yang katanya belum mandi, masih memakai daster dan masih masak saat mas Iyant numpang mandi. Juga apa-apa yang sudah aku lihat dan dengar(mbak rozah bermasturbasi, setelah mandi, menyebut nama mas Iyant, nakalnya mas Iyant, panjangnya “milik” mas Iyant). Bermasturbasinya mbak Rozah, meyakinkan diriku kalau dia tidak melakukan persetubuhan. Bukti yg tidak bisa terbantahkan cuman satu, yg membuat kemungkinan ini saling sambung-menyambung. Ada ceceran sperma didaster mbak Rozah!
#4

Pov Rozah 03.00pm “Ini mas Iyant kok sampai kelupaan begini ya. Mana celananya kotor banget.” Aku bergumam sendiri. Telanjang di kamar mandi. Melakukan mandi wajib setelah tadi tergoda nafsu. Mana aku juga kelupaan tadi. Duh, malunya aku sama Ray. Aku teringat tadi, Ray yang dengan jahilnya, menggodaku dengan daster ini. Untung aja dia datang setelah aku habis mandi. Gak kebayang kalau aku masih pakai daster, gak pake daleman lagi. bisa-bisa nanti di mesumin Ray. Oh, Ray mana berani ya. Hihihi…. beraninya cuma curi-curi pandang lihat pantatku. Dasar laki-laki. Duh, fikiranku kemana-mana. Posisiku yg sedang jongkok ini membuat bongkahan pantat dan kelaminku merekah, bibirnya merona merah, seperti memar, setelah tadi habis terpakai. Hihihi…. entah kenapa suasana hatiku kembali mengembang. Hingga tak putusnya bibirku tersenyum. Aku rendam dasterku, sekalian juga celana milik mas Iyant. Aku harus buru-buru mencuci celananya, juga dasterku. Bau keringat di daster ini bukan hanya bau keringatku saja. Karena samar tercium bau keringat laki-laki. Iiih, jantungku berdetak kencang lagi, teringat hal-hal gila tadi. Aku gak mau mas Aris tau, kalau tadi mas Iyant numpang mandi disini, harusnya tak kubiarkan laki-laki bertamu tanpa seijin suami. Iiih… kenapa perasaanku bahagia gini ya. Dari tadi senyumku tak hilang-hilang. Ini apa? tanganku merasakan sesuatu yg kental saat merendam dasterku, terasa agak lengket di jariku. Aku angkat lagi dasterku yang baru saja aku siram air dan melihatnya lebih jelas. Deg! Ini kan……. i – ini maninya mas Iyant tadi. Duh, aku sampai gak merasa tadi kalau maninya mas Iyant tercecer di dasterku, tepatnya dibagian bokongku. Seketika aku panik. Taukah Ray tentang mani ini? Aduuuhhhh……perasaanku jadi gak enak. Apa lagi dia tau mas Iyan tadi ke sini numpang mandi. Nanti Ray pasti mikir yang enggak-enggak niiiihhhh. Duh, moga aja Ray gak tau. Moga aja tadi dia hanya pegang bagian atasnya. Segera aku selesaikan mandi dan cuci dasterku. Celana mas Iyant sudah selesai aku cuci dari tadi, aku gantung lagi dan kututupi dengan handukku. Mengantisipasi kalau saja mas Aris tiba-tiba ke kamar mandi. Tok tok tok tok…. kudengar pintu belakang rumah diketok. “Mbak, mbak Rozah.” Kudengar juga ada yg memanggil. Dari suaranya, aku tau siapa yang datang. Duh dia datang lagi. Aku tersenyum, lucu aja mendengar cara dia memanggil. Seperti berbisik. Untung mandiku baru saja selesai. Segera aku ambil handuk dan memakainya. Walau hanya pakai haduk, tapi aku sempatkan menyampirkan kerudung di kepalaku, mau ke kamar dulu buat ganti pakaian tapi takut nanti bangunin mas Aris. Lagian pintunya persis di samping kamar mandi ini. “Nih mas celanamu. Dah aku cuci, tinggal jemur aja.” Kataku setelah membuka pintu. Didepanku ada mas Iyant, wajahnya malu-malu di depanku. “Hehe…maaf kelupa’an mbak.” Katanya “Mbak lagi? Sana mas langsung balik, aku mau ganti baju.” Duh, mas Iyant tak memandang mataku. Dasar laki-laki, “lihat mataku mas, jangan ke bawah. Jaga tuh pandanganya.” Kataku sambil pura-pura melotot kepadanya. Tapi tanganya…. “Ih mas, sudah dibilangin jangan pegang-pegang. Mau aku tarik lagi kata-kataku tadi?” Aku mengancamnya. Laki-laki memang suka ngelunjak. Tadi aja mohon-mohon. Sekarang tambah nakal! “hehe maaf Za, aku masih tak percaya aja kalau di depanku ada bidadari.” Katanya cepat. Secepat itu juga dia langsung pergi meninggalkanku yang masih terbengong. “Gombal.” Jawabku lirih, sambil memandangi mas Iyant berjalan menjauh, yang sesekali menoleh melepas senyum, seolah berkata “berhasil-berhasil”. Senyumku mengembang lebar. Milikku basah lagi!
♡★♡★♡​

Mbak Rozah.​
09.10 pm. Aku masih kepikiran soal tawaran kerja Ray tadi siang. Memang belum aku bicarain sama mas Aris. Soalnya aku sendiri tau, tak pernah sekalipun, terhitung mulai aku nikah dulu, mas Aris mengizinkanku untuk bekerja. Aku maklum aja, karena disini, di keluarga besar mas Aris, tak ada satupun wanita yang bekerja di luar rumah. Lagian dalam agamaku, sebaik-baiknya tempat untuk wanita adalah di rumah, melakukan tugas mulianya dengan merawat anak dan suami. Rumahku adalah surgaku. Begitulah mas Aris selalu bilang. Bermaksud memberi pengertian padaku, bahwa kita tak perlu kaya kalau akhirnya tak ada waktu bersama. Tak apa-apa kita hidup sederhana, asal di rumah kita berasa bagai surga. Uang banyak, tak menjamin kita bahagia. Asal kita rajin beramal dan tak pelit, hidup ini tak akan sulit. Itulah mas Aris, suamiku. Ustadz di kampung ini. Dengan latar pendidikan agamanya, hidup sederhana dan berkecukupan sudah lebih dari cukup untuk disyukuri. Tak perlu berlebih-lebihan dalam sesuatu hal. Tak baik katanya.Tapi aku juga sadar, banyak juga orang-orang yang kaya, berlebih dalam segala hal tapi masih tetap bertaqwa. Oh ya, rumahku rumah sederhana, tidak terlalu kecil juga tak besar. Hanya ada dua kamar tidur, ruang tamu dan ruang keluarga, tempat nonton TV. Bagian dapur dan kamar mandi ada di sebelah kiri rumah, tersambung dengan rumah utama. Karena bagian dapur dan kamar mandi ini pembangunanya menyusul, tak mampu kita bangun rumah besar-besar sekaligus. Malam ini, hanya ada aku dan mas Aris di rumah. Anakku Reza, sudah 2 hari ini menginap di rumah neneknya, ibu dari mas Aris. Hingga banyak waktu untukku beristirahat. Kususul mas Aris yang dari jam 8 tadi sudah masuk ke kamar. “Mas, dari kemarin mas belum kasih tau adek, emang mas mau kemana pas kecelakaan kemarin.” Tanyaku. Sudah dari kemarin mas Aris belum menjawab pertanyanku. “Mas cuma pengen jalan-jalan dek.” Hihihi… itulah panggilan sayang kita, mas dan adek. Biasanya kan kalau ustadz panggilanya Abi dan Umi, tapi mas Aris yang gak suka. Katanya terkesan berlebih, “isin dek, kayak orang kaya aja.” Itulah alasanya saat aku tanyakan perihal panggilan itu, “kalau panggilan mas dan adek kan terdengar lebih indah, terkesan kita masih muda, hahaha.” Begitulah mas Aris, orangnya sederhana, gak neko-neko. “Terus teranglah mas, adek ini istrimu. Gak mungkinlah mas pergi jauh gitu kalau niatnya cuma jalan-jalan.” Aku duduk disampingnya, ku belai pipi dan tersenyum manis menatap matanya, “gak baik menyembunyikan sesuatu dari istri mas.” Sengaja kubuat suaraku selembut mungkin, untuk menyentuh perasaanya. Aku tau ini ampuh untuk meluluhkan hatinya. Aku tau cara-caranya dan bisa semuanya. Tuh berhasil, senyumku makin lebar. Bibirnya mas Aris tersenyum, matanya lekat memandangi mataku. “Dari kemarin napa gak godain mas gitu dek, mas takut kamu marah.” Di matanya masih tergurat keraguan, “dari kemarin kamu cemberut terus dek, dan mas juga kamu diemin.” Tersenyum aku memandangnya, memandangi suami tercintaku. Beban birahi yang selama beberapa hari mengusikku, dan tanpa bisa aku bendung, baru saja terlepas dari benakku. Menyisakan kelegaan hati dan menumbuhkan keceriaanku lagi. “Maaf mas,” kataku lirih, “salah mas juga sih, pergi-pergi gak pamit, baru aja kemarin adek mau minta tolong benerin itu pintu kamar mandi.” Kataku sambil juga pura-pura cemberut, menggodanya. “Jadinya seminggu ini adek mandi gak ada penutupnya mas, jadi malu-malu sendiri, hihihihi.” Akuku sambil gak bisa menahan tawa. “Hahaha, maaf ya dek, kemarin memang mas lagi buru-buru.” Katanya, tanganya mengusap pipiku dengan lembut. Iiiih wajahnya berubah, sisi-sisi bibirnya tertarik menampak-kan seringai mesum di wajahnya. “Iiiihhhh….. mulai deh, senyum-mu mengerikan mas.” “Hahahahah…” kita berdua tertawa. Beginilah seharusnya kita, selalu ceria walau kadang juga berlebih mesra. Kupeluk suamiku yang rebahan di tempat tidur. Keadaanya sudah berangsur membaik, dia sudah bisa berjalan. Menunaikan ibadah wajibnya dan juga sudah bisa mandi sendiri, hihihi. Walaupun kadang masih merasakan sakit kepala yg membuatnya harus banyak-banyak istirahat. “Adek!” Panggil suamiku. Pandangan matanya tepat di mataku, tanpa berkedip. Gurat wajah dan panggilan “Adek” menunjukkan kesan keseriusan. Seringai bibir mesumnya juga kembali datar. “Iya mas.” Jawabku juga menatapnya. Kurapatkan bibirku dari ketersenyumanku. Sejenak Wibawa mas Aris melunturkan suasana candaku. “Maafin adek mas, memang tidak seharusnya seorang istri mendiamkan suami.” Kataku dengan menunduk. Aku merasa bersalah, tak pernah aku se-egois ini. Deg! Fikiran negatifku timbul. Entah apa yang mas Aris mau sampaikan. Ada rasa khawatir di hatiku melihat keseriusanya, perasaanku tak enak. Apa soal mas Iyant tadi siang? tahukah mas Aris? Terdengarkah dari kamar ini? Kuraih tanganya, “tolong maafin adek mas, adek salah,” Kutundukkan kepalaku, mencium punggung tanganya, “aku tak akan mengulanginya lagi mas.” Rasa bersalahku terasa semakin dalam. Bertambah Pilu hatiku teringat peristiwa tadi siang. Peristiwa yang tak aku duga, merubah diri dan kehidupanku, pelan-pelan. Penyesalanku ini membawaku kembali mengingat peristiwa itu; PLAK !

Ini pertama kali dalam seumur hidupku, aku menampar seseorang. Sakit hati ini teramat dalam. Luka bertahun-tahun lalu ditoreh lagi.

“Aku masih mencintaimu Za, dari dulu sampai sekarang.” Matanya nanar menatapku. Tangannya masih mencoba meraih tanganku. Tak ada ekspresi keget di wajahnya, seakan dia tau, tamparan ini akan terjadi.

Setelah sekian tahun dia menghilang, kini dia hadir lagi, membawa kenangan lama. Menyiksaku dengan mendekat dan jadi tetanggaku. Ku tahan amarah bertahun-tahun ini, biar suamiku tak tahu, kisahku dulu yang semanis madu.

“Diam kamu mas!” Aku meradang. Suaraku keras tapi masih ku tahan. Teringat suamiku ada dirumah. Tersadar telapak tanganku terasa perih. Tamparan keras itu masih dalam kesadaranku, dari dulu inilah keinginanku. Emosiku tak bisa ku bendung lagi.

“Aku janji akan setia Za, kembalilah padaku lagi.” Tanganya masih mencoba menyentuhku.

“Setia?” Tanyaku sinis sambil menepis tangganya. “Kesetiaanmu itu dusta. Kesetiaan itu bukan untuk kau ucapkan mas!”

“Nanti aku akan benar-benar setia padamu Za!”

“Oh ya, apa kau tau? Kesetiaan harusnya hanya sebuah janji mas ,” kujulurkan tanganku, ujung jariku menyentuh dadanya, menunjuk, “harusnya kau berikan janjimu untuk dirimu sendiri. Berjanjilah setia pada dirimu sendiri.”

Tanpa sadar kelopak mataku membasah. “Jangan kau janjikan kesetiaanmu pada orang lain. Kalau akhirnya, kau sendiri yang mengingkari!”

Tajam sorot mataku menatap matanya. Belum puas aku mencercanya. Suatu hal yg tidak pernah kulakukan pada siapapun. “Kau belum sadar mas? Kau lupa apa sengaja, sudah bertahun-tahun ini…?” Jariku masih menunjuk dadanya. “Bahkan kata maaf pun tak kau ucapkan!” Aku coba menahan agar tidak menangis. Mundur menjauh darinya.

“Aku tidak bersalah Za, aku….”

PLAK ! !

Tamparan Kali ini di luar kendaliku. Bejatnya dia sampai tak mengakui kelakuan hewan-nya dulu. Membuat amarahku membuncah melepas kontrol kendali tanganku. Rusaknya masa depan kedua sahabatku juga tanggung jawabnya. Perbuatan hinanya. Tapi dia menghilang bagai ditelan bumi, tanpa terucapan kata maaf dan penyesalan.

Terasa basah di mataku, pandanganku memburam karena air mata. Tidak percaya seperti inikah pria yang aku cintai dulu. Pria pilihanku, pria dengan sejuta harapan indah masa depanku, pria yang aku pilih dari ratusan pria yang berharap memilikiku.

Tangisku berderai tanpa suara, pipiku basah. Tiada mau Aku menunduk dan terisak, mencoba sekuat tenaga menahan egoku di depanya. Cukup air mata saja untukmu mas. Agar jelas kau lihat, diriku bukan lagi milikmu!

“Apa yg terjadi padaku ini.” Bisik dalam hatiku. Kekecewaan dan derita masa lalu, mengikis habis kendali diri dalam sekejap mata. Kenapa sekarang kau mengungkitnya lagi mas.

“Aku rindu padamu Za,” katanya, kakinya maju selangkah mendekat, bersimpuh di depanku, “Maafkan aku Za, kerinduan ini bertahun-tahun membebaniku,” katanya, tanganya meraih tanganku yg masih bergetar karna emosi dan tangisku.

Entah kenapa aku biarkan genggaman tanganya. Kata rindu yg terucap lewat suara parau penyesalannya, sedikit menyentak relung dasar hatiku. Relung paling dasar tempat timbunan cinta lama. Cinta yg dengan sadar telah aku kubur.

“Bertahun-tahun aku memendam rindu ini Za. Aku menyesali kepergianku sebagai pengecut. Tak kuat tiap hari aku melihatmu. Hanya melihatmu.” Genggaman tanganya erat.

“Lupaka aku mas. Aku bukan lagi “Za” yang kau miliki dulu. “Za”-mu telah mati,” bibirku bergetar. Tersayat hatiku mengatakan ini. Teringat dulu aku sangat dan sangat mencintainya. “Aku sudah bahagia bersama mas Aris, aku ba…..”

DEG!

Tubuhku tersentak kaget, apa ini! Dia menubrukku. Kurasakan seluruh tubuhku tergetar. Detak jantungku berdegub kencang, nafasku tersengal. Aku bahkan mematung tak bergerak. Seolah darahku berhenti mengalir. Tubuhku luruh dalam pelukanya.

Bagai tersengat aliran kejut listrik. Kenangan-kenangan indah dulu, berputar serupa sebuah film trailler. Puluhan cuplikan kenangan masa lalu. Berpendar bagai proyektor memutar di angan fikiranku;

“Wahai sang Bidadari, kalau kau nyata, boleh ku tau namamu?” Awal kenalan dulu, dia gak ada malunya menggodaku.

“Senyum bibirmu semanis madu Za, boleh kucicip?”

“Hentikan tangismu Za. Ini hanya kakiku yang patah. Aku takkan mati.”

“Hidupku cuma sekali Za, menikah pun cukup sekali. Iya, itu denganmu.”

“Sudah Zaaaa, kamu kelama’an meluknya.”

“Ini janjiku untukmu Za. Aku Iyant, Riyanto Baskara. Setelah lulus nanti, aku dan kedua orang tuaku akan datang melamarmu. Sekarang, sebelum sampai pada waktunya. Aku akan setia mencintaimu. Semoga kau berkenan Za.”

“Pertanyaan apa itu Za? Kalau kau yang mendahului mati. Aku akan membujang untukmu.”

Tanpa sadar, air mataku makin deras mengalir.

Hik…hik..hik…suara tangisku pecah. Tak bisa kutahan lagi egoku. Imanku terpaksa menyerah pada kenangan ini. Kenangan indah cinta pertamaku. Kurapatkan tanganku erat. Melingkar di pinggangnya dan memeluknya sangat erat. Kalau saja tubuhnya tak sekekar ini, mungkin sudah remuk karena ulah rinduku.

Hik…

Hik.. – ku bekapkan wajahku di lehernya –

Hik..

Hanyut dalam pelukan, Semenit terasa lama sekali.

Terpaksa kulepas dekapanya. Aku tersadar sesuatu. Iiiihhhhh…..aku malu karena teringat pakaianku. Baju yang kukenakan ini hanya daster tipis. Daster tanpa lengan, kesukaan suamiku. Lagian aku juga belum mandi. Berkeringat.

“Kebiasaan ya, gak pernah berubah dari dulu kamu Za. Iya kan?” kata-kata mas Iyant membuatku malu.

Aku tak bisa menjawab pertanyaan ini. Yang kulakukan cuma menunduk. Aku terlalu malu untuk mengakuinya. Walaupun dia tau apa yg dikatakanya benar. Iya, aku jarang mengenakan daleman kalau di rumah. Yang atas maupun bawah. Seperti dulu. Dulu sekali.

Aku sadar aku telah terjatuh dalam kenangan ini, cinta lama ini. Tapi aku juga sadar akan setatus dan harga diriku. Aku seorang istri dan sudah hidup bahagia dengan mas Aris. Aku punya janji setia untuk diriku sendiri buat mas Aris. Berkaca dari sakitnya dihianati kekasih , janji Ini tak akan aku ingkari sampai mati!

Aku juga punya harga diri. Harga diri wanita muslimah yg harus aku junjung tinggi. Aku tidak akan kembali padanya yg dengan tega, merusah kedua sahabatku dan menghianatiku. Ini hanya hatiku yg lemah, yang tak kuasa membunuh cinta pertama ini.

Aku coba memantabkan hati. Mengambil keputusan. Aku tatap matanya, “Aku bukan Za – mu yang dulu mas. Derita penghianatanmu tak pernah hilang dari hatiku. Aku tidak ingin menjadi penghianat sepertimu dengan kembali padamu. Tak sudi aku merelakan suamiku menderita sepertiku dulu.”

“Zaaaa….” Suaranya parau.

Kuraih tanganya. Sengaja ku usap lembut dengan kedua tanganku. “Ini sentuhan terakhirku mas. Setelah ini, tolong hargai aku sebagai wanita bersuami. Jujur, aku masih merasakan cinta kita dulu. Kenangan indah dulu, tadi masih menghanyutkanku. Tapi aku masih punya harga diri. Harga diri seorang wanita yg dulu pernah kau khianati,” tak kuasa aku menahan air mataku lagi. “Lepaskan aku mas. Hapus bayangku dari anganmu. Ikhlaskan aku hidup bahagia dengan suamiku mas.”

“Aku merindukanmu Za.” Suaranya lirih. Sekarang terlihat ketakutan di wajahnya. Matanya memohon, berharap keputusan yang aku ambil ini, tak mematikan semangatnya.

“Ini yang terbaik mas. ” Ku genggam erat tanganya. Mencoba membuatnya mengerti.

“Mungkin kamu mengira aku menghianati semua janjiku Za. Dan itu semua tidak benar. Yang pasti, aku tidak pernah mencintai wanita setelahmu. Janji terakhirku tak kan kuingkari lagi.”

Aku terpaku akan ucapanya. Teringat akan janji terakhirnya. Terbesit tidak percaya di hatiku, itu tidak mungkin! Sudah bertahun-tahun dia menghilang. Sebagai sahabat kentalnya, mas Aris sendiri pun tak tau di mana rimbanya setelah pelarianya dulu.

Apakah mungkin dia selama itu tidak….?

Memang baru dua tahun ini dia pulang ke kampung. Kematian ibunya dua tahun lalu, mau tak mau menyeretnya untuk pulang. Konsekuensi dari perbuatan dan pelarianya dulu berakibat fatal. Terlahir sebagai anak tunggal, menghilangnya dulu, membuat ibunya kehilangan, kecewa dan jatuh sakit.

“Za.” Panggilanya membuyarkan lamunanku. Kutatap matanya, terenyuh.

“Keputusan itu aku ambil untuk menebus kesalahanku. Aku khilaf Za. Aku tau penyesalan ini tak ada gunanya, tapi sebisa mungkin aku akan menebusnya. Aku akan membayar semua ke khilafanku dulu.”

Aku terdiam tak tau harus menjawab apa. Aku tersadar aku merindukan mas Iyant yg seperti ini. Pria tampan, tutur katanya halus dan berwibawa. Dulu, tak bosannya aku melihatnya bercerita, membuatku terhanyut. Sejujurnya dari tadi hatiku tergetar saat terucap panggilan “Za” dari suara lembutnya. Panggilan sayangnya Menentramkan, “Za”.

“Kamu menamparku ratusan kali pun aku terima Za, lakukan sepuas hatimu. Tapi kau juga harus tau, aku juga merasakan sakit disini,” bergerak lambat jarinya menunjuk ke dada.

“Tak berharap aku memilikimu lagi Za. Sadar akan kesalahanku dulu, ucapan memintamu kembali padaku hanya sebatas agar kau tau, tak ada bidadari selain dirimu.”

Tanpa malu aku pun tersenyum. Sadar akan apa maksud hatinya. Tapi masih ada gejolak di hatiku, perasaan kecewa ini tak kan hilang dengan rayuan.

“Za sayangku. Aku sudah berubah, aku sudah menghukum diriku sendiri. Atas nama ibuku juga aku berjanji tak kan mengulangi kesalahan itu lagi. Demi cinta kita dulu, dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku minta maaf padamu Za.”

Aku tersentuh akan kesungguhanya. Kegigihanya untuk menepati janji terakhirnya membuatku luluh.

Dalam hati aku berdoa, semoga keputusan yg aku ambil ini bisa meringankan beban-nya, “Demi agama yang aku anut, aku memaafkanmu mas. Demi cinta kita dulu, aku akan coba menerimamu lagi mas, sebatas kita tak bersentuhan. Dan, kiranya silahkan mas panggil aku dengan “Za” panggilan sayangmu, sebatas juga tanpa sepengetahuan suamiku.”

Aku tak bisa menahan bibirku untuk tersenyum. Bukan mauku juga, tapi melihat mas Iyant tersenyum sumringah bahagia – seperti wajah anak-anak – seolah aku merasakan manisnya saat pacaran dulu. Ada setitik rasa bahagia di dalam relung hatiku. Kesungguhan mas Iyant akan keputusanya membuatku sadar, bahwa dia pasti sangat menderita. Terasa tak rela saat aku memikirkanya, membiarkan dia menderita sendiri, untuk membuktikan kesungguhan janjinya padaku, janji terakhirnya.

Mas Iyant memandangku lekat, seperti tak mau berkedip. “Aku…” dia tergagap, ” a-aku mengerti Za, aku juga sadar dan tidak memaksamu. Aku bersyukur sekali kalau Za – ku, sang bidadariku, masih mengijinkan aku untuk mencintaimu.”

“Tapi ingat mas. Kita sudah tidak mempunyai ikatan seperti dulu. Hubungan ini hanya bisa lewat kata-kata dan tatapan mata. Jangan kamu menyentuh kulitku mas.” Kataku mengingatkan. Tapi nanti, tanpa aku sadari. Sayarat yang aku buat ini ternyata masih ada banyak celah. Nanti akan terbukti.

“Iyaaa…. gak apa-apa Za, ini sudah lebih dari harapanku.” Senyumnya masih mengembang.

Aku lepas genggaman tanganya, sadar kita masih bersentuhan. “Katanya tadi numpang mandi mas.” Kataku sambil menunjuk kamar mandi yg ada di belakangku. “Aku mau masak dulu, sudah siang, nanti telat matangnya.”

Kulihat wajahnya terbengong melihat ke belakangku. Aku baru tersadar setelah menoleh ke belakang, sadar akan kamar mandiku yang tak berpin….. Hik…..Aku tersadar dari lamunanku dan menagis. Terngiang akan kalimat yang baru saja terucap dari bibir mas Aris. “Adek masih setia?” Kata-katanya tadi menohok hatiku. “Adek masih setia sama mas?” Pertanyaannya diulang lagi, setelah lama belum ku jawab karna masih sesegukan menahan tangis. “I..Iya mas. Adek akan setia padamu mas, hik…hik..tolong jangan tinggalin adek mas.” Kataku, wajahku terbekap di dadanya. “Ternyata adek selama ini masih…., angkat wajahmu dek, mas mau bicara.” Kedua tanganya memegang kedua lenganku, memaksaku bangun dari pelukanku. Aku pasrah, tak berani menatap mas Aris. “Kita sudah bertahun-tahun membina rumah tangga ini dek, dan tak terhitung lagi suka duka yang sudah kita lewati. Kamu juga sudah punya anak, dan adek sudah tidak muda lagi.” Tanganya memegang daguku, menyuruhku menatapnya. “Tapi ternyata kamu……” “Ternyata kamu masih…..” “Masih cuantik!” “Huahahahaha……” memelukku.

Mbak Rozah.​
“Gak gerah kamu dek, malam-malam gini pake baju panjang gitu, kenapa masih pakai kerudung juga.” Tanya suamiku. Setelah tadi berhasil membujukku dengan susah payah. Candaan mas Aris tadi keterlaluan. Aku bahkan tak sanggup tertawa. Harusnya memang lucu, dan biasanya memang selalu lucu, bisa bikin kita makin tambah mesrah. Tapi entah kenapa ada rasa takut di hatiku. Janjiku yang terucap untuk mas Iyant tadi, kemesraan terlarang dengan mas Iyant tadi. Membuatku berfikir apa aku masih setia? Aku takut mas Aris tau. Ah, sudahlah. Sekarang, sepertinya mas Aris mau mencumbuku, hihihihi…. dia merasa bersalah tadi. Aku lagi tiduran tengkurap, dan Masih pura-pura sebel sama mas Aris, aku cuekin. “Bercandamu gak lucu mas!” Kataku. “Duh, mas makin gemes aja lihat kamu merajuk dek. Ckckckck…..manjanyaaaa…” goda suamiku. “Iiih…..ngapain sih maaaasss….” mas Aris meremas bokongku, “gak malu apa, situ kan Ustadz.” Mas Aris diam. Sepertinya dia tak terima dengan kata-kataku. Dia mendekatiku yang masih tengkurap. Dia duduk bersila, kakinya di timpukan di atas kedua kakiku, bermaksut menahanya. Aku tersenyum aja melihat tingkahnya. “Dasar Ustadz mesum,” aku bergumam pelan, tapi pasti masih didengarnya. “Enak aja kamu dek, ngatain suamimu Ustadz mesum. Lah, kalau ini….” “Kyaaaaa…” pekik-ku kaget. Aku tak bisa berontak Karena Kedua kakiku ditindih kakinya. “Ini juga apa namanya kalau bukan Ustadzah mesum. Hahahha…..” balas suamiku. Dia mengangkat rok panjangku sampai pinggang. Menampakkan bongkahan pantatku yg putih, kenyal dan mulus, “Ustadzah yang gak pernah pakai celana dalam kalau di rumah. Hahaha…”

Hahahahah……. aku tertawa malu sendiri, “sudah kebiasaan mas dari masih perawan dulu, lebih lega aja rasanya . Sejuk.” “Emmmhhhh……masss.” desahku. Diremasnya kedua bongkahan bokongku. “maaaasss….kamu apain bokongku maaassss….aduuhhhh….jangan dibelah gitu mas bokongku.” Mau berontak tapi kakiku ditindih. “Bokongmu gak berubah dari masih perawan dek. Kenyel, persis agar-agar. Gemesin.” Kata Ustadz mesum-ku. Kedua tanganya semangat meremas bokongku. Menarik-narik kedua sisi bokongku, membelahnya. Dah pasti itu kedua lubang milikku, terpampang di depan matanya. “Emhhh….maaass…..jangan lebar-lebar nariknyaaaa…..” kataku sambil menoleh. Melihat ulah nakal suamiku. Aduh, itu matanya sampai melotot gitu. “Aduh maaaasss……” lubangku semakin geli saja. Semakin lebar dia membelah bongkahan bokongku, makin ku kedut-kedutkan juga lubang kecil mungilku itu. Kenapa dia mainin lubang yg ituuuu…..malunya akuuuu…. Karena tingkahku itu, mas Aris sepertinya makin gemes, “lubangmu yang kecil ini kok imut banget ya dek. Warna kerutan di lubangnya juga merah, bersih dek.” Hihihi…Kulihat mas Aris mendekatkan wajahnya ke bokongku. Mengamati. “Ya bersih dong mas, ughhh…..ssttt…” aku menggelinjang, dia meniup lubang kecilku itu. “Itulah untungnya adek jarang pakai daleman mas, ughhhh…ssttt..” aku menggelinjang lagi. Ditiup lagi. “Jadinya kan gak lembab mas di daerah situ, kering terus karena gak dibungkus celana dalam. Lebih sejuk.” “Kalau lagi jongkok atau ngapa-ngapain kan angin mudah masuk, gak bakalan lembab itu sela-sela bokongku mas..aduuhhh….sssttt..” sekarang bokongku di belah sambil di tiup-tiup. “Walau bersih, tapikan tetep aja bau dek.” “Gak lah mas, harum kok. Masak, adek yang cantik montok ini badanya bau sih.” Gerutuku sekaligus menggodanya. Malam ini terasa gila. Entah kenapa. Aku sampai lupa status Ustadz dan Ustadzah yang kita sandang. Hingga…. “Cium aja kalau gak percaya mas.” Kataku. Tuh kan gila. Hihihihi……. Aku menoleh ke belakang, tersenyum menantangnya. “Gimana Ustadz mesum? berani?” Kulihat Mata mas Aris masih memandangi belahan bokongku. “Kalau mas keblablasan gimana dek? Hehe…” Dia memandangku, nyengir. “Gak apa nanti lubang kecilmu ini teraniyaya?” Mas Aris balik menantang. “Terserah mas lah.” Kataku tak takut. Aku angkat tubuh atasku, bertumpu pada kedua lengan. Karena yang ditindih mas Aris hanya sebatas di betisku. Kuangkat pinggulku, bongkahan bokongku pas tepat berada di depan wajahnya. Bokongku merekah membelah di depanya, dan kumundurkan lagi. Lebih nungging. “Inikan milikmu seutuhnya mas. Semuanya, semua yang ada di tubuhku. Mas aja yang kurang eksplor.”

Sepertinya mas Aris masih terbengong. Pasti takjub memandangi bokongku, bokong kenyal yang bahenol. Hihihihi…… “Ughhh…..ssttt…” tangan mas Aris mulai mengusap. Mengelus dari atas sampai bawah, kiri dan kanan bagian-bagian bokongku. Memutar. Ughhh…mulai di remas. Bongkahan bokongku diremas bersamaan. “Uggghhh…. jangan di pandangi aja massshhhhh…..” Kurasakan hembusan nafasnya di kulit bokongku. Sepertinya wajah mas Aris mendekat. “Emmhhhhh….” terdengar suara mas Aris yang sedang mengendus, lebih mendekat ke celah sempit bokongku. “Emmmhhhh…” lagi, Mulai membaui lubang kecilku. “Nungging lagi dek. Pahanya kamu rapatkan juga.” Aku turuti saja maunya. Ku angkat lagi bokongku lebih nungging dan merapatkan paha. Dan, ooooohhhh….benar. sekarang terasa bokongku lebih terbelah dan makin lebar. “Naaahhh, gitu dek.” Kata mas Aris meng-iyakan. Hihihi….tau dari mana tuh mas Aris. Benar juga tuh arahannya. Kalau nungging dengan paha di buka lebar, pasti yang terekspos merekah itu lubang kelamin. Tapi kalau nungging dengan paha dirapatkan saling menempel, tentu saja lubang kelaminya tergencet bagian paha dalam. Sedangkan kedua bongkahan bokong langsung merekah, mengesplor lubang kecil yg berkerut itu. Aduh, jadi malu ini. “Aduh….maaasss….ngapain sih,” protesku. Mas Aris menampar-nampar bokongku pelan. “Ini juga Ustadzah mesum.” Kata suamiku, “mana ada Ustadzah berpose begini…hahhaha…” Tapi malah ku goyang-goyang bokongku di depanya. “Biarin.” Aku menggoda. Sebenarnya aku malu sendiri sih. Tapi perasaan ceriaku – lega karena mas Aris tadi hanya bercanda dan tumbuhnya cinta lamaku dulu – membuat diriku terlampau senang. Ah, kepalang tanggung. “Emmmhhhh…. loh, kok baunya harum gini ya dek. Emmmhh…..” Mas Aris mulai mengendus, mendekatkan hidungnya di celah bokongku. “Uggghhhh…….Ssssttttthhhhh….aduuuhhh…geli massshhhh….” aku mendesah. Selagi mas Aris mengendus, tanganya tak tinggal diam. Mengelus-elus bokongku. Semakin geli karena tanganya mengelus seperti mencakar. Jari-jarinya mencakar lembut, memutar di bokongku. “Harum dek, sedap aromanya. Kenapa lubang kecil milikmu ini bersih dan harum gini dek…” Ditariknya bokongku ke belakang…. “Aughhhh…..maaasshhhh….geli bangeeeetttt” Tubuhku menggelinjang. Aduuhhh……lubang kecilku di cium bibirnya, geliiii…… bahkan terasa hidung mancungnya menempel, mengendus makin dekat. “Beneran harum dek.” “Eeeemmhhhh…. ssstthhhh…. i – iya dong massshhh…..tadi habis aku cuci.” Aku menggelinjang lagi, “dengan resik-v.” Malam ini, kita lupa akan status sosial. Dan terlalu semangat melakukan hal baru. Hihihi… Toh, tak ada yang tau. “Aughhh…. maaaasss…..geli mas geliiiii….oogggghh….” aku menggelinjang lagi, lebih kaget. “Maaaasshhhh….jangan di..ugghhhhh…jangan di jilaaaattttt…..” “Harum dek, gak nahan buat coba rasanya.” Ucap suamiku, di sela-sela bokongku. “Ughhh….geliiiiiiiiii…” racauku. tanganya semakin mencengkeram bokongku. Menarik bokongku mundur dan membenamkan wajahnya. Iiihhhh…..geliiii….rasanya bedaaaaa. Belum pernah aku merasakan geli nikmat seperti ini. Tubuhku makin merinding. “Cup cup cup….. sruuuppp….” lidah dan bibir mas Aris semakin lincah menjelajah. “Massshhhh……udah maaaassshhhh…” Geli bangeettt… aku sampai tak bisa membiarkan lubang kecilku itu untuk tak berkedut-kedut. Semenit sudah aku nungging dan mas Aris asyik mainin lubang kecilku. Tak sekalipun dia menyentuh lubang kelaminku, sampai gatal rasanya. “Masshhh….sudah maaaasss, geliiii ….ampun maasss….” kataku menoleh kebelakang. Lucu, melihat kepala Ustadz Aris-ku yang masih terbenam di sela-sela bokongku. “Itu lubang yang lain kok dianggurin sih mas, gatel iniiihhh…..” tambahku dengan mendesah. Malu iiihh…kenapa aku jadi malu-maluin giniiii… “Anumu belum mas apa-apain kok dah basah gini dek.” Dengan inisiatif sendiri, aku lebarkan pahaku. Membuat lubang kecilku menutup dan merekahlah liang senggamaku. “Ganti lubang mas. Kasihan tuh, yang satu dah ngiler gitu..” kataku bercanda. Lagi-lagi ucapanku tak bisa terkontrol. “Mas gak kangen apa? Dari kemarin kangen minta dicium tuh….” “Hahaha….salahmu sendiri dek. Kemarin pake acaran ngambek segala.” “Biasa lah mas, wani…auuugggghhh….maaasshhh…” tubuhku menggelinjang hebat. Kaget seperti tersengat. Tanpa perkenalan awal dengan ciuman-ciuman lembut. Mas Aris langsung saja menghajar klitorisku. Menekan dan menggetar-getarkan dengan lidahnya. Geli nikmatnya sampai ke ubun-ubun. Disaat lidahnya menjilati daging kecil milikku. Wajahnya yang terbenam di sela pantatku, membuat hidungnya juga mencolok-colok lubang kecilku. Lengkap sudah, kedua lubang sensitifku berkedut-kedut merespon setiap sentuhanya….. “Ugghh….sstttt…..maaasshh…..enak maaasshh…..oooghhh….” racauku menahan nikmat. Kurebahkan kepalaku dibantal. Tak kuaaaattttt…..tapi bokongku semakin aku tunggingkan. “Dielus maaasshhh…oghhh…..bokongnya juga di…ouughhhhh…..maaassshhh….diremasshhhh…” “Ooggghhh…iya gitu massshhh….maasshhh…..hebattthhhh…” aku meracau tak karuan, menikmati ulah suamiku. Lidah mas Aris menjilat dan menyapu dari liang senggamaku sampai lubang kecilku yang berkerut dan berkedut-kedut. Berhenti di situ dan mencocolkan lidahnya, sampai terasa sedikit masuk…..ooogghhh nikmaaatttt…. Disaat lidah mas Aris masih berkutat di lubang kecilku – sepertinya dia lagi menikmati akan lubang barunya – kurasakan jarinya mengelus gerbang liang senggamaku. Seakan menggoda, menggelitik dan meminta ijin. Ku goyangkan bokongku merespon maksudnya. “Ogghhh….maaasss…..” desahku, menyambut laju jari yang menerobos liangku. Baru saja tiga empat kali jari mas Aris memompa liang senggamaku, kurasa milikku sudah sangat banjir. Rangsangan dari pagi sampai sore tadi. Membuat milikku menjadi sangat sensitif…..ditambah simulasi dari lubang kecilku, lidah yang menari-nari di kerutan itu membuatku…… “Maaassshhh…. lebih cepat maaasshh….” “Yang dalaaammmmhhhh….uugghhhtttt…” “Lidahmu masukin maaasshhhh…..oooooogggghhhh…” “Lubang kecilku nikmat….maaasshhhh….sedot maaasshhhh….” Racauku bertubi-tubi. Bokongku semakin mundur. Minta lebih dalam. “Ugh…ugh…ugh…ugh….” Jari mas Aris makin gencar menusuk. Keluar masuk dengan cepat dan dalam…. “Maaaaaaassshhhh…….” Kencang debaran jantungku membuat nafasku tersengal. Gelombang syahwatku meledak. Ada getaran hebat yang menjalar dari dalam tubuhku, mengalir ke syaraf-syaraf ototku, memuncak dan……. “Héggghhhh… A..ku sam….pai maaassshhhhh…..ooogghhhh………” aku memekik. Serrrrrrrrrrr……….Tubuhku bergetar, mengejang merasakan nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh. Tanganku mencengkeram bantal kuat-kuat. “Oooooggghhhhh……..nikmaaattthhhhhh..” Tubuhku diam beberapa saat. Meresapi nikmatnya cinta dan ledakan gairah. Kelamin dan lubang kecilku masih berkedut berkontraksi…… “Sudah maasshhh…..huh huh huh huh..” nafasku masih tersengal. “Gimana dek aksiku? Puas?” “Huh hu huh huh…..iya mas, adek puas. Ustadz mesum-ku sungguh hebat.” Jawabku dengan masih mengatur nafas. sekalian juga kuberi dia jempol. Dengan tanganku menjulur ke belakang, mengacungi dia jempol, masih dalam posisi nungging juga. Hihihih…. Kita masih saling bertatapan dan… “hahahahhah…” mas Aris dan aku tertawa bersamaan. Terbahak-bahak. Mengakui bahwa yang dilakuin mas Aris tadi hal yang aneh. Gak menyangka aja kita -pasangan berstatus Ustadz- melakukan hal gila ini -menjilati lubang kecilku-. Sesekali mas Aris mengelap bibirnya yang basah karena lendir.hihihihihi…… “Mas foto ya dek, bokong seksimu ini. Ya, boleh?” Kata-kata mas aris mengagetkanku. “Nanti kalau fotonya dilihat orang gimana mas? Mau ditaruh dimana mukaku mas.” Aku balik nanya, “bisa-bisa gini nanti mas ‘Ustazah Rozah yang alim itu binal juga ya’, gituuu…… Emang mas gak takut apa?” Posisiku masih nungging. Hanya menoleh kebelakang. “Ndak sampai begitu lah dek. Lagian cuma bokongmu aja, gak bakalan tau kalau itu bokongnya ‘Ustadzah Rozah’ yang cantik.” Kata mas Aris membenarkan, sekaligus menggoda. Masuk akal juga sih kalau di fikir. “Dasar mas emang beneran Ustadz mesum nih. Gara-gara jatuh kemarin ya mas, fikiranmu jadi error, hihihihi…” “Oke? Boleh? Bayangin aja dek. Bokongmu yang nungging ini. Liang senggama milikmu yang paling rahasia ini. Di lihat orang tanpa tau itu milik siapa, yang sebenarnya milik Ustadzah Rozah, yang alim dan lemah lembut. Istri dari Ustadz Aris. Hahah…..” “Kamu memang perlu berobat mas. Hihihihi..” aku menggeleng tersenyum. “Cuma satu foto ya.” Kataku meng-iyakan. Kurapatka pahaku dan lebih nungging. Menuruti arahan dari mas Aris. Oogghhh…..bokongku merekah lagi… terasa kedua lubangku tertarik dan menganga. “cepetan mas di foto. Jangan dipandangi aja.” Gerutuku karena malu bokongku jadi sasaran foto. Sebelah tangan mas Aris membelah bokongku, sepertinya memperjelas bagian lubang kecilku. Dan tangan yang satu lagi memegang HP dan memotret. “Klip” kilatan cahaya terang menerangi bokongku, dan merekamnya dalam kamera. Jadi sebuah foto!. “Bagus dek. Kedua lubangmu merekah merah, indahnyaaa……..Adek mau lihat?” Kata mas Aris girang. “Gak mau ah, malu. Ayuk, diterusin mas.” Ajakku. “Kepalaku masih agak pusing dek. Tadi kan juga pake nunduk-nunduk.” Kata mas Aris. Memegangi kepalanya. “Mungkin nanti gak bisa lama dek.” “Gak apa-apa mas, sekarang adek yang manjain mas.” Aku mendekat. Mendorong mas Aris biar tiduran. “Langsung adek masukin ya, mumpung ini punya adek masih basah, lagian ini milikmu juga dah keras gini mas…hihihihi.” Mas Aris hanya mengangguk, memandangku tersenyum. Kemudian kepalanya diangkat, bermaksud ingin memandangi bagian bawah tubuhku yang mengangkangi senjatanya. Pasti untuk melihat proses tertelanya kejantanan miliknya. Menerobos dan membelah liang senggama sempit milikku. “Oogghhh…..” desak kita berdua bersamaan. Pelan-pelan kuturunkan pinggulku, meresapi setiap gesekan dari kejantanan suamiku. “Ooggghhhhh…..lembut dek punyamu, semppiiiittttt…..uuuhhhh…” desah mas Aris. “Uugghhh…..enak deeeekk…” Setelah pelan aku naik turunkan tubuhku. Aku merubah posisiku jadi berjongkok. Pakaian lengkap yang masih aku kenakan ini menyulitkan gerakanku. Apa lagi rok panjangku ini. Hingga posisi jongkoklah yang bisa aku lakukan. Satu tanganku memegang rok, dan tangan yang satu lagi aku tumpukan di perut mas Aris sebagai penyangga. Aku mulai menggerakkan bokongku naik….turun….. “Ugh ugh ugh ugh…..milikmu keras banget maaaaasssshhh….ooohhhh….” racauku. Genjotanku lebih cepat, menarik bokongku ke atas hingga kejantananya hampir terlepas dan menurunkannya sampai mentok bokongku menyentuh pahanya. “Uuuggghhh…..daleemmmm….” aku makin gencar naik turun, menikmati hentakan-hentakan nikmat yang ku buru. Mataku terpejam meresapi kerasnya benda yang mengaduk didalam. Kugoyang pinggulku memutar, “oooggghhhh….enak maasshh….tak genjot kontolmu massshhhh….kontolmu kerasss….” ulahku tak terkontrol. Ku gerakan tubuhku naik turu dan bergoyang memutar bergantian. “Itu kontolmu deeekkk…i-itu milikmuuu….ogh ogh ogh ogh.” Mas aris seperti kewalahan merasakan genjotanku. Sampai bicaranya pun terbata. “Kamu hebatthhh….deekkk…” “Maasshhhh adek gak kuattthhh….ugh ugh ugh ughh…” terasa nafasku deras memburu dan sebentar lagi puncak nikmat akan ku dapat lagi. “Maassshhhh….ooogghh…” tapi….. “Plup..” kejantanan mas Aris terlepas. Gerakan naik turunku tadi terlalu bersemangat. Hingga tak sengaja gerakan naik bokongku terlalu tinggi. “Aduuuhhh….lepas masshh…” kataku. Aku terduduk di samping mas Aris karena kelelahan. Mengatur nafas lagi. “Dek kamu nungging ya.” “Gak apa-apa kakimu mas?” Tanyaku meyakinkan. Tapi dah terlanjur. Nafsuku udah di ubun-ubun. Kuturuti saja apa maunya. Aku membalikkan tubuhku, menyangga bagian atasku dengan kedua tangan, dan mengangkat bokongku tinggi-tinggi di depanya. “Sini kontolmu Ustadz mesum…hihihi…” aku masih saja menggodanya. Aduuhh….Kata-kataku kasar. “Bu Ustadzah Rozah minta dimesumin ya,” kata mas Aris menimpali, “sini memekmu aku genjot. Jangan bilang-bilang suamimu ya.” Candanya keluar lagi. Hihihi…aku makin merinding dibuatnya. Aku pegang kejantanan mas Aris dan menuntun menuju gerbang liang senggamaku. Sudah pas posisinya, tinggal dorong… “Silahkan Pak Polisi, nikmati memek Ustadzah Rozah ini…sebelum suaminya pulang..” iiiihhhh…. fantasiku gilaa… Kedua tangan mas Aris mencengkeram kedua bongkahan bokongku. Menariknya kebelakang dan mendorong pinggulnya pelan…”ooogghhhhhh…..”aku melenguh, mendongakkan kepalaku ke atas. Merasakan nikmatnya kejantanan mas Aris membelah liang senggamaku. Oh ya, lupa. Merasakan nikmatnya kejantanan Pak Polisi yang kekar, membelah liang sempit senggamaku…serrrrrr….banjir sudah kelaminku. Mas Aris langsung menggenjot cepat. Menghentak-hentakkan pinggulnya dan menarik maju mundur bokongku agar seirama dengan genjotanya.. “Ough ough ough…maaasahhh…enaaaakkk…..” aku menggelinjang. Meracau menikmati tusukan kejantananya. Remasan dan tamparan di bokongku juga menambah kenikmatan lebih menjalar ke seluruh tubuh. Mantab sekali hentakan-hentakan pinggulnya yang membentur bokongku. Membuat kedua bongkahan bokongku bergetar seperti agar-agar. “Di genjot Mas apa Pak Polisi dek?” Tanya mas Aris disela genjotan kontolnya di kelaminku. Terasa genjotanya dipercepat, sengaja menggodaku. Aku yang lagi dilanda nikmat sampai ubun-ubun ini, hanya bisa menoleh kebelakang, menatapnya sayu. Tak sanggup bicara. “Ogghh…oggh…oggh..” hanya mendesah. Tapi mas Aris sepertinya sudah dilanda gairah…”aku Polisi bu Ustadzah….ogh ogh ogh..” mas Aris mulai meracau. Genjotannya makin mantab.”Boleh aku mengawini-mu Buuuu??.” Serrrrrrrrr……..***irahku menggelora. Terpancing fantasi kata-kata yang diucapkam mas Aris. Genjotan mantab Mas Aris membuat logikaku hilang. “Boleh aku mengawini-mu Bu Ustadzaaahh..?” Diulangi lagi. “Silahkan Paaakkk…..kawinin aku….” “Genjot bokong nunggingku Paaakkk…” plok plok plok plok…. suara kejantanan mas Aris mengaduk-aduk kelaminku. Gerakan maju mundur mas Aris makin cepat, sekarang kedua tanganya berpindah memegangi pinggulku. Sebagai pegangan untuk menarik mundur bokongku dan menghentakkan pinggulnya keras-keras. “Aku mau keluuaarrr….deeekkk…..” hentakanya makin keras. Dua tiga kali dia masih mengeluar masukkan kejantananya. Kurenggangkan pahaku lebih lebar. Hingga milik mas Aris masuk makin dalam. Dan….. “Oooooohhhh…….deeeeeeekkkkk.” mas Aris menghentak keras…. Crot crot croot croot….Semburan mani hangat menembak -nembak rahimku. Tangannya mencengkeram bokongku kuat. “Oooggghhh…..maaaasahhhh….hekkkk…” aku juga memekik, menyambut ledakan puncak syahwat. Seerrrrrrrrr….. “Ssshhhtttttt……ooooggghhhhhh…” Kepalaku langsung mendongak. Meresapi kedutan-kedutan nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh. Huh huh huh…….aku kecapean. Tubuh depanku ambruk. Sedangkan bokongku masih nungging, dengan kejantanan mas Aris masih terbenam didalamnya. “Capek deeekkk……” Mas Aris menubrukku, menindihku dari belakang. Kita yang masih berpakaian ini sampai pengap rasanya dan nafas kita masih menderu. Aku menggeser tubuh mas Aris agar rebahan disampingku, jangan sampai bersentuhan lagi. Panas. “Dek, besok bisa antar Mas?” Tanya suamiku. Setelah semenit tadi terdiam. “Kemana mas? Mau ngapain emang?” Aku balik bertanya. “Gak ngapa-ngapain dek. Cuman sepertinya, kita berdua perlu berobat dek. Karena malam ini kita gila, Huahahah….” “Hahahah…” tawaku juga pecah. Kucubit hidung mas Aris tanda setuju. Tak menyangka aku bisa senakal ini. Hihihihihih….
SEKIAN DULU GAN, NANTI KALAU ADA MOOD NULIS LAGI, BISA DI TARUH DI CERBUNG.

sampai jumpa “nanti” di CERBUNG.