Selingkuh Indah, Rumah Tangga Utuh
ISTRI saya suka ngurut. Pada hari Sabtu kalau kami tidak pergi kemana-mana istri saya suka memanggil tukang urut datang ke rumah. Karena sudah terlalu sering istri saya ngurut, saya jadi kenal baik dengan tukang urut istri saya.
Tukang urut istri saya sudah tidak muda, usianya sudah 50 tahun. Karena faktor usianya lebih tua dari saya, saya memanggilnya Cik Lina. Ia punya salon, satu terletak di dekat pasar induk, satu terletak di mall.
Sebagai pemilik salon ia pilih-pilih orang kalau mengurut. Tidak sembarangan orang ia mau datang, biasanya ia hanya menyuruh asistennya.
Istri saya suka mengurut karena sudah kebiasaan sejak masih muda, apalagi sekarang pekerjaannya di kantor banyak.
Belum lagi pulang dari kantor malem-malem ia masih harus mencuci pakaian, membersihkan rumah dan mengurus kedua anak kami belajar, setelah itu melayani saya di tempat tidur. He..he..
Sudah pasti kami melakukan hubungan sex hampir setiap malam. Istri saya berusia 38 tahun, beda dengan saya 2 tahun. Saya berumur 40 tahun. Kami mempunyai 2 orang anak. Keduanya laki-laki.
Maka itu saya tidak pernah melarang istri saya ngurut. Malah bagus menurut saya, karena selesai diurut istri saya melayani saya di tempat tidur lebih bersemangat. Kadang-kadang saya sudah kelelahan, ia masih minta nambah.
Istri saya diurut saya pernah melihat 2 kali. Biasanya mereka melakukannya di kamar dan istri saya diurut dengan keadaan telanjang bulat, karena yang diurut semuanya, termasuk payudara dan vaginanya.
Makanya payudara istri saya yang berukuran 36B masih kencang berisi dan liang sanggamanya juga masih bisa mencengkeram penis dengan kuat meski sudah pernah melahirkan 2 orang anak.
Tidak bisa dipungkiri vagina wanita yang sudah pernah melahirkan 2 anak dan becek suka longgar dan membuat penis pasangannya suka terpelet, kalau terlalu asyik tarik-dorong, tetapi liang vagina istri saya tidak.
“San, kamu ngurut juga, dong…” kata Cik Lina keluar dari kamar setelah ia ngurut istri saya. “Masa nggak pernah mau diurut sih? Kenapa?’
“Risih ah, Cik. Saya ini orangnya suka kegelian,” jawab saya. “Apalagi diurut sama cewek…”
“Cewek apa? Sudah tua.” jawab Cik Lina yang bertubuh subur ini. Jari-jari tangannya bulet-bulet gemuk dengan sebuah cincin emas bermata merah melingkar di jari manis tangannya yang sebelah kiri. “Ayo kalo mau urut, sekalian nih…” katanya.
“Ya Pah, ngurut aja Pah,” istri saya menimpali dari kamar. “Siapa tau Papah cocok dengan Cik Lina.”
Karena sudah sering disuruh saya nggak pernah mau, nggak enak juga saya dengan istri saya. Nanti ketemu disuruh lagi… disuruh lagi, lalu saya mengalah saja.
Saya mengajak Cik Lina ke kamar depan, kemudian saya tutup pintu karena takut berisik anak saya suka keluar-masuk rumah dengan temannya, anak tetangga.
Saya hanya memakai boxer, sedangkan kaos oblong saya lepaskan, lalu berbaring tengkurap di kasur. Mula-mula Cik Lina memijit pundak saya dan leher saya. Parfumnya sungguh harum, tapi sudah bercampur bau keringat.
“Bagaimana kabar si Engkoh?” tanya saya. Yang saya sebut dengan ‘si Engkoh’ adalah suaminya.
“Biasa aja,” jawab Cik Lina sambil memijit punggung saya. “Kalau Sabtu suka diajak berburu atau pergi mancing ke laut sama temennya. Kayak hari gini nih… dari pagi ia sudah berangkat memancing…”
“Angkot masih operasi?”
“Ya masih… tapi sekarang angkot mana laku sih, lebih baik orang naik online, sekarang gampang ini naik online… nggak takut dirampok, nggak takut dicopet..” jawab Cik Lina mulai mengurut punggung saya dengan minyak.
Tekanan tangannya pas, mungkin karena ia sudah ahli, jadi ia sudah tau mana syaraf-syaraf dan urat di tubuh saya yang perlu diurut, sehingga membuat saya tidak merasa geli, tidak merasa sakit.
“Dapat hasil nggak tuh kalo si Engkoh pergi berburu atau pergi mancing?” tanya saya.
“Kalo ikan sih lumayanlah, kadang-kadang dapat banyak. Kita nggak pernah jual, kita bagi-bagi ke tetangga. Tapi kalau pergi berburu, apa…? Dapatnya cuma tupai…” jawab Cik Lina.
“Kok ikannya saya nggak pernah kebagian?” goda saya.
“Ntar deh, kapan-kapan…” jawab Cik Lina.
“Kalo ngurut gitu, minyaknya dapat dari mana, Cik… bikin sendiri, apa beli jadi?”
“Kalau beli jadi mau berapa duit… setiap hari kita ngurut bisa sampai 7 atau 9 orang. Tapi di tempat kita hanya terima ngurut perempuan, laki-laki kalo mau diurut harus kita kenal betul dulu, kayak kamu sekarang ini, baru saya berani tawarin ngurut…” jawab Cik Lina.
“O gitu… jadi asistennya banyak dong, Cik…”
“Lima orang, nggak mau banyak-banyaklah, susah ngurusnya…”
“Cucu… sudah nambah?”
“Belum, masih satu… malah sekarang sudah pindah ke Surabaya…”
“Jauh dong… sekarang kalau Cik Lina mau ketemu cucu harus ke Surabaya…” kata saya.
“Kan 3 bulan lagi Hery mau nikah?”
Hery adalah anak kedua dari Engkoh A Bun dan Cik Lina.
“O… iya?”
“Ini celana dilepas ya, biar bisa keurut semua…” sambung Cik Lina memegang boxer saya.
“Saya gak pakai celana dalam…” kata saya.
“Nggak apa-apa, kan ditutup… apa perlu saya minta izin dulu dengan Wulan…” balas Cik Lina.
Lalu saya membiarkan Cik Lina melepaskan boxer saya. Rupanya di dalam tasnya Cik Lina sudah menyiapkan handuk kecil. Habis ia melepaskan boxer saya, pantat saya yang telanjang ditutupinya dengan handuk kecil itu.
Istri saya masuk ke kamar. Istri saya sudah mandi dan kepalanya dibalut dengan handuk, sedangkan celananya celana boxer pendek motif bunga-bunga memperlihatkan sepasang pahanya yang mulus putih, ditambah dengan ia tidak memakai BH membuat saya melihatnya menjadi tegang.
Soalnya sudah 3 hari adik kecil saya puasa, istri saya lagi datang bulan. Istri saya kalau datang bulan ia pantang ‘anal’ dengan saya. Pernah, tapi membuat ia susah buang air besar, sehingga sejak saat itu ia tidak mau lagi saya ajak ‘anal’.
“Bagaimana Pah…?” tanya istri saya. “Nggak geli kan? Cik Lina ini sudah profesional, masa ngurutnya sembarangan? Ya bukan, Cik…?”
“Kalau orang yang belum biasa ngurut suka begitu, geli… tapi kalau sudah 2 atau 3 kali biasanya sudah nggak. Nggak hanya Sandi yang begitu, Lan… banyak langganan saya yang gitu kayak Sandi…” jawab Cik Lina.
“Nanti biayanya saya transfer aja ya Cik…”
“Ya gampang, sudah kenal ini… nomor rekening saya masih ada kan sama kamu?” jawab Cik Lina.
Istri saya tidak lama di kamar. Setelah istri saya pergi, Cik Lina menyingkirkan handuk yang menutupi pantat saya, lalu mengurut pantat saya dan pada saat ia mengurut bagian dalam paha saya, ujung-ujung jarinya menyentuh adik kecil saya.
Terjadinya beberapa kali. Tapi untungnya saya tidak terangsang. Namun setelah Cik Lina mengurut bagian belakang tubuh saya, ia menyuruh saya balik lalu saya balik dan pada saat itu penis saya tidak tertutup handuk, Cik Lina pegang penis saya. “Koq kecil sih, San?” katanya.
“Saya nggak ngerti soal itu,” jawab saya. “Sebenarnya perlu berapa panjang sih?” tanya saya.
“Relatif…” jawab Cik Lina. “Tapi selama ini nggak ada keluhan dari Wulan kan?”
“Nggak sih, apa ia nggak berani ngomong ya, saya gak tau…” jawab saya. “Apa Cik Lina bisa memperbaiki, kalau Cik Lina bisa memperbaiki, silahkan. “Nati saya urut.” jawabnya meneruskan mengurut dada saya. “Kalau penis panjang main dengan istri kan enak…” katanya. “Masuknya bisa jauh, apalagi nyemprotnya kencang, istri pasti puas main dengan suami yang begitu…”
Saya tau Cik Lina ingin membangkitkan birahi saya. Sewaktu ia mengurut perut saya, tangannya suka mengarah ke penis saya, seolah-olah tidak sengaja kena senggolan tangannya. Mungkin ia juga pengen, batin saya.
Lalu selesai ia mengurut kaki saya, ia pun membuka penutup penis saya. Ia naik ke tempat tidur duduk di antara kedua kaki saya yang terbuka lebar, ia mengurut kemaluan saya mulai dari bawah kantong pelir saya menuju ke atas.
Beberapa kali daerah itu diurut-urutnya dengan jempol tangan kiri dan jempol tangan kanan bergantian. Rasanya geli-geli nikmat, setelah itu batang penis saya di urutnya. Saya tidak tahan lagi, lama-lama diurut penis saya pun bangun menjadi tegang dan panjang.
Akal sehat saya lalu berubah menjadi ngeres, apalagi tadi saya sudah berpikir negatif tentang Cik Lina. Saya bangun dan menjulurkan tangan saya memegang buah dada Cik Lina dari luar kaos yang dipakainya.
“Maaf Cik…” kata saya.
Cik Lina tidak menolak. Ia turun dari kasur mengambil beberapa lembar tissu di meja. Lalu kembali ke kasur, ia duduk di samping saya menggenggam penis saya yang berdiri tegang sekaligus ia mengocoknya.
Kali ini saya tidak segan-segan lagi meremas payudaranya yang besar dari luar kaosnya. Cik Lina menaikkan kaosnya, kemudian mengangkat BH-nya…
Srettt… kedua payudara Cik Lina yang putih besar meloncat keluar dari balik BH-nya dan ohh… saya terbengong beberapa saat; buah dada Cik Lina putingnya sangat kecil, seperti puting payudara anak-anak berumur 2 tahun dan kulit di sekitar putingnya juga sangat tipis seperti kulit ari sehingga nampak jelas pembulu darahnya yang berwarna kebiruan.
Saya tidak mau bertanya pada Cik Lina kenapa payudaranya bisa mempunyai puting yang begitu kecil dan bagaimana dulu ia menetek kedua anaknya.
Saya meremas buah dada Cik Lina yang sudah telanjang di depan saya itu dan satu lagi payudaranya saya jilat putingnya, sementara Cik Lina terus mengocok penis saya.
Pikiran saya semakin menerawang jauh. Sewaktu saya melihat celananya gampang dimasukkan tangan, segera tangan saya menyelusup ke balik celana tigaperempat Cik Lina merogoh vaginanya.
“Hi..hi… ahhh…” desah Cik Lina setengah tertawa.
Gairah saya semakin memuncak, apalagi tidak ada penolakkan dari Cik Lina. Kepalang tanggung, batin saya lalu segera saya memeluk Cik Lina dan saya mencium bibirnya.
Seketika kedua bibir kami saling bertarung. Saya sudah gelap mata dan tidak membayangkan istri saya sewaktu-waktu akan masuk ke kamar. Saya menarik lepas celana Cik Lina bersama celana dalamnya dan Cik Lina tidak melawan, ia membiarkan saya menelanjanginya sampai tubuhnya yang subur itu benar-benar bugil.
Ia berbaring terlentang dan saya segera menyusupkan kepala saya di antara kedua pahanya yang besar dan segera lidah saya menyapu bagian depan vaginanya yang layu dan berwarna coklat.
“Sesttth… ahhh…” desah Cik Lina semakin membuka lebar pahanya untuk saya mengeksplorasi vaginanya yang beraroma asem pesing itu.
Saya jilat atas-bawah, atas-bawah vagina Cik Lina. Rasanya begitu nikmat. Saya terkam dan saya hisap. “Shetttsss…. ooohhh… ahhh…” desis Cik Lina tak tahan.
Saya tidak mau segera memasukkan penis saya ke liang sanggama Cik Lina yang sudah siap menerima penis saya.
Vagina Cik Lina yang sudah saya basahi dengan ludah itu, saya dorong jari telunjuk saya masuk ke lubangnya, saya kocok lubang yang seret itu bersama kelentitnya saya jilat dan saya hisap.
“Ohhh… ohhh… ohhh… jangan siksa saya Sandi, masukkan penismu… ohhh…” pintanya.
Saya belum puas sebelum saya menikmati tubuh Cik Lina secara keseluruhan. Anusnya saya jilat. Setelah licin, saya masukkan jari sementara lubang vaginanya saya masukkan lidah.
“Agghhh… aggkkk… saya tidak tahan lagi Sandiii… ingin keluarrr…. aggghhh… aggghhh…” pantat Cik Lina naik dari kasur, tubuhnya melengkung sedangkan kedua tangannya menarik seprei.
“Oooggghhhhhhhh….” jeritnya panjang seraya tubuhnya terhempas di kasur.
Gdebukk….
“Ooh… Sandi…” desahnya pelan sambil bernapas ngos-ngosan.
Saya tidak mau sampai otgasme Cik Lina padam. Saya segera menaiki tubuh Cik Lina dan Cik Lina mengambil penis saya untuk dipasangkan ke lubang vaginanya. Setelah itu saya dorong pantat saya ke depan. Penis saya secara perlahan menelusuri lubang vagina Cik Lina yang seret.
“Ohh… ohh… ohh…” desahnya.
“Mentok gak, Cik…?” tanya saya.
“Ya…” jawab Cik Lina setengah melayang.
Perlahan lalu saya menarik dan memasukkan kembali penis saya ke lubang vagina Cik Lina. Begitu saya lakukan berulang-ulang. Saya belum pernah melakukan hubungan sex dengan wanita paruh baya yang sudah menopause dan vaginanya sudah kering, baru sekarang ini.
Maka itu saya begitu bernafsu. Setelah saya merasa vagina Cik Lina sudah bisa menyesuaikan diri dengan penis saya, saya percepat genjotan saya.
Payudara Cik Lina bergoncang-goncang. Ahh… erotis sekali tubuh Cik Lina yang saya setubuhi itu. Tidak nyangka siang ini saya mendapat kesempatan menyetubuhi Cik Lina, seorang wanita pengusaha salon. Soalnya Cik Lina juga mengundang saya menyetubuhinya.
Saya genjot terus lubang vagina Cik Lina, semetara Cik Lina merintih, “Ahhh… ahhh… ahhh….”
Selesai saya melepaskan air mani saya di dalam vagina Cik Lina, saya jadi malu sendiri. Saya membersihkan vagina Cik Lina dengan tissu. Setelah itu Cik Lina memakai kembali pakaiannya.
“Kamu jago juga ya, San.” kata Cik Lina memuji.
“Puas gak, Cik?” tanya saya.
“Iya…” jawab Cik Lina.
Cik Lina keluar dari kamar minta izin dengan istri saya untuk pulang, tampak ia santai. Setelah mobil Honda Vios merah Cik Lina meninggalkan depan rumah saya, jantung saya baru berdebar-debar memandang wajah istri saya.
“Kenapa sih, Pah?” tanya istri saya mencium bibir saya dengan mesra.
Hanya sekali itu saja saya melakukan hubungan sex dengan Cik Lina. Selingkuh itu memang indah dan nikmat.
Sekali-kali bolehlah kalian coba untuk merenggangkan urat syaraf, asalkan jangan keterusan, nanti malahan merusak rumah tangga kalau keterusan. He..he..