Terperangkap

Cerita ini merupakan koleksi “jadul” yang saya dapatkan dari situs 17Tahun.com.
Silakan menikmati …..

Nama saya, sebut saja Linda, married,
belum punya anak. Saya dan suami
kebetulan keturunan Chinese. Bedanya
saya lahir di salah satu kota di Jawa,
sedangkan suami saya lahir China sana.
Cerita ini terjadi saat misoa saya sehabis
bulan madu 3 bulan, langsung tugas ke
Abroad (sampai saat itu sudah hampir 4
bulan) jadi total 7 bulan after married
kejadiannya. Tidak ada dia puyeng
rasanya kepala (biasa bermesraan,
maklum baru).
Di suatu siang saat saya naik taksi ke
arah Senen dari Megaria tiba-tiba di
radio terdengar Jakarta rusuh. Sopir
panik, akhirnya setelah di pertigaan
Salemba tidak jadi ke kiri langsung ke
arah perempatan Matraman. Tanpa pikir
lagi taksi dibelokkan ke arah Pramuka.
Untungnya saat itu terdengar di radio
bahwa perempatan Rawamangun (by
pass) terjadi pembakaran. Akhirnya taksi
dibelokkan ke satu hotel besar di Jl.
Pramuka (Hotel S). Sesampai di sana
sopir minta maaf dan lapor satpam, saya
diturunkan di situ, satpam marah.
Namun seseorang menghampiri,
orangnya gagah, necis, berjas, hitam
tinggi besar, educated, sopan. Dia bilang
sesuatu ke satpam akhirnya satpam
membolehkan saya sementara waktu
beristirahat sambil memantau keadaan
lalu lintas.
Saya diberikan tempat/kamar di lantai
10, bersih. Ngeri juga, mana sendirian
lagi. Tapi mendingan daripada di luar.
Tak terasa sudah sore, ada yang
mengetuk, pelayan menanyakan mau
makan apa? Saya bilang tidak usah, mau
pulang saja. “Di luar masih rusuh Bu,
tuan bilang tinggal aja dulu di sini,
sampai keadaan aman,” sahut pelayan.
Dalam hati, tuan siapa? Saya diberi
handuk dan peralatan mandi. Ragu juga
mau mandi, takut ada yang mengintip.
Ah ada akal, saya matikan lampu kamar
mandi terus mandi buru-buru yang
penting bersih plus gosok gigi. Tak lama
hari mulai gelap, makanan datang
disertai pelayan dan lelaki hitam yang
simpatik itu. Dia tersenyum mensilakan
saya mencicipi hidangan bersamanya,
pelayan disuruh pergi. Karena memang
sudah lapar saya makan, sambil sesekali
menjawab beberapa pertanyaannya.
Mukanya berubah saat saya menjawab
bahwa sudah bersuami dan sedang
ditinggal tugas hampir 4 bulan. Selesai
makan kami tetap ngobrol kesana
kemari, sampai pelayan datang lagi
membersihkan meja, dan pergi lagi
dengan meninggalkan kami berdua.
Saya ingin cepat-cepat keluar dan tiba di
rumah.
Seperti mengetahui jalan pikiran saya
dia menghampiri dan mencoba
menenangkan, “Tenang saja dulu di sini,
kalau perlu nginap semalam, lebih
aman.” Tangannya menggenggam
jemari saya. Besar sekali dan terkesan
kuat/kekar.
Dia bilang, “Panggil saya Marvin saja!”
“Bolehkah saya panggil Linda saja? Biar
akrab?” tanyanya.
Terpaksa saya mengangguk. Merinding
tubuh saya disentuh lelaki lain selain
suami. Dia mengelus-elus lembut tangan
saya. Mendesir seluruh peredaran darah
saya. Antara ingin menepiskan dan
keterpesonaan pada penampilan fisiknya
yang sangat seksi menurut penilaian
saya. Ah, tapi sepertinya dia orangnya
baik juga, mungkin dia turut prihatin
atas keadaan saya. Dilihat dari
pakaiannya dan bau parfumnya jelas pria
asing ini dari kalangan berduit.
Tampangnya perpaduan orang India,
Arab, Afrika, atau Negro Amerika.
Rambutnya agak plontos. Giginya putih.
Tingginya antara 185 sampai 190 cm.
Lebih mirip bodyguard.
Tiba-tiba saya merasakan agak pening,
tanpa sadar saya memijit-mijit kening
sendiri. “Are you Ok?” katanya, sesekali
memang dia bicara Inggris, meskipun
telah fasih bahasa Indonesia (sudah 10
tahun katanya di Jakarta). Saya tak bisa
menolak saat, dia membantu memijit-
mijit kening saya, lumayan juga agak
mendingan. Saya disuruh istirahat dulu
dan dibimbingnya ke kamar tidur.
Spreinya warna biru muda polos, tembok
kamar kuning muda, sangat kontras.
“Tiduran dulu aja,” katanya. Saya takut.
Tapi demi menyadari bahwa itu
percuma, saya hanya berharap semoga
tak terjadi apa-apa. Saya berbaring,
sementara dia duduk di pinggir tempat
tidur. Sangat riskan karena sewaktu-
waktu dia dapat menyergap dengan
mudah.
“Lin, telungkup aja!” katanya.
Yach, untunglah agak mendingan,
begini.
“Biar lebih enakan, saya pijitin punggung
kamu yach,” katanya.
“Tidak usah Mister, eh Marvin..” kata
saya.
Tapi dia telah mulai memijit tengkuk
saya, bahu, oouhh enak sekali, pintar
juga dia. Punggung saya mendapat
giliran. Saking enaknya tak terasa dia
juga memijit bokong saya, paha, betis
sampai mata kaki dan telapak kaki.
Segar rasanya tubuh ini.
Dia minta saya buka baju (kurang ajar
orang ini!). Dia bilang mau dikasih lotion
biar tidur enak dan tambah segar.
“Marvin, saya ini orang baik-baik dan
bersuami, kamu tidak akan macam-
macam kan?” tanya saya.
“Tidak dong Lin,” katanya.
Dia membantu membuka baju saya, dan
eehh celana saya dijambretnya sekalian.
Saya tinggal ber-BH dan CD. Sementara
dia masih berjas. Terakhir baru dia
melepas jasnya, tapi tetap berkemeja
dan celana panjang. Dia melumuri
bagian belakang tubuh saya dengan
lotion yang enak baunya. Saya tambah
keenakan dipijit begitu. Hilang rasanya
semua stres. Saya diminta berbalik/
baring. Nach, ini masalahnya. Dia
senyum seperti cuek, memijit kening
dan kepala, leher, dada (ough tidak
menyangka termasuk kedua payudara
saya (yang masih ber-BH) diputar-
putarnya. Saya kaget, tapi belum
sempat protes dia telah pindah ke perut
dan pinggang, seolah itulah
prosedurnya. Kembali saya terdiam, dan
sekarang sampai ke paha, dia juga
memijit-mijit CD saya.
“Stop Marvin..!”
Tapi dia diam, terus pindah ke kaki.
“You are so beautiful Linda,” katanya
sambil menduduki betis saya.
“Oh God, help me please..” dalam hati.
Tapi dia tidak memaksa, lembut, sopan,
dia buka kemeja dan kaos dalam. Wow,
sangat menggiurkan, kokoh, atletis, otot-
ototnya terlihat, bulu dadanya itu, seksi
sekali. Kelihatannya dia orang yang
peduli dengan keindahan tubuhnya.
Mirip binaragawan. Ah, saya tersadar
saya bersuami.
“Marvin jangan..!” teriak saya.
“Apa Babe..? katanya sambil kedua
tangannya menggenggam kedua tangan
saya.
Oh, dia mulai mengecup mata saya (saya
dipaksa), pipi saya, bibir saya, tapi saya
tutup mulut saya rapat-rapat, saya
tersinggung, saya tak rela lidahnya
menjilat-jilat lidah saya. Agak kesal dia
turun ke leher, dan tampaknya siap
mencupang.
“Ohh jangan Marvin, nanti kelihatan
orang, pleasee..”
Dia berhenti.
“Kalau gitu yang tidak terlihat ini dong..”
katanya.
Dia membuka BH saya, dan mulai
menghisap puting kiri saya. “Ooughh..”
mendesir sekujur tubuh saya sampai ke
kemaluan saya. Tangan saya melemas
tak berdaya, apalagi jemari kirinya yang
kokoh memilin-milin puting kanan,
tangan kanannya meremas-remas pantat
saya.
Mulutnya kemudian saling berpindah
dari puting kiri ke kanan dan sebaliknya.
“Payudaramu indah sekali Lin, I like it,
not too big. Yes, it’s really an asian
taste,” katanya. Tak tahan saya
menerima permainannya, sangat lain,
beda, pintar sekali. Payudara saya
langsung mengeras. Kedua puting saya
kontan meruncing, tegak. Kombinasi
antara lembut dan terkadang agak kasar
ini, belum pernah saya rasakan
sebelumnya. Saya sering dihisap begini
oleh suami tapi tak pernah senikmat ini.
Apakah karena sudah terlalu lama
menganggur? Terbengkalai? Gersang?
Perlu siraman? atau birahi saya yang
memang terlampau besar? Tak terasa
tahu-tahu dia telah meninggalkan
beberapa cap merah di sekeliling kedua
payudara saya yang telah kencang.
Jemarinya mulai merasuk ke belahan
kemaluan saya, tangan satunya
meremas-remas pantat saya. Ogh! dia
menggesek-gesek liang kemaluan saya
dengan jemarinya. Ooouuww, serangan
bersamaan di lubang kemaluan dan
hisapan puting menyebabkan saya
orgasme, yang pertama setelah 4 bulan
lebih libur panjang. Tanpa sadar mulut
saya terbuka menahan nikmat. Dasar dia
canggih, tahu kesempatan, mulutnya
menyumpal mulut saya, dan lidahnya
saat ini berkesempatan menari-nari
mencari lidah saya. Saat ini tak sanggup
saya menolaknya. Oouuh, enak sekali.
Saya tanpa sadar membalas jilatannya.
Sementara kemaluan saya membanjir
dengan CD yang telah terlepas entah
kapan. Jari tengahnya mulai menusuk-
nusuk perlahan ke dalam lubang
kemaluan saya. Ouugh, semakin dalam,
dalam sekali, belum pernah saya ditusuk
sedalam ini, oouugh nikmatnya. Jarinya
saja panjang begini apalagi “burung”-
nya. Sejenak saya tersentak,
“Marvin, cukup.. saya tidak mau kamu
melakukan itu,” kata saya.
“Itu apa?” katanya.
“Itumu jangan dimasukkan, Marvin.”
“Why?” tanyanya.
“Your thing is too big,” jawab saya.
“Ahh, ini cuma jari,” katanya lagi.
“Janji ya.. Marvin, dan tolong pintunya
dikunci dulu nanti ada yang masuk.”
Dia malah menyahut, “Tidak ada yang
berani ganggu saya, kamu aman sama
saya,” kata Marvin meyakinkan.
Saya agak tenang, untuk selanjutnya
kembali menikmati permainannya yang
sangat spektakuler. Saya lupa bahwa
telah bersuami. Marvin mulai membuka
celana panjangnya. Belum sempat
protes, dia telah menyergap mulut saya
lagi, yang sekarang sudah hilang
kekuatan untuk menghindarnya. Saya
jelas saat ini telah telanjang bulat, dia
tinggal ber-CD. Mulut dia kembali
menghisap puting saya terus ke pusar,
dan serta merta dia menjilati lubang
kemaluan saya dengan kecepatan tinggi.
Wooww, nikmat. Seolah dia menemukan
permainan baru tangan dan mulutnya
berkecimpung di sana. Saya hanya bisa
mendesah, mendesis, melenguh.
“Uuueehhggh.. Oh! Oh! Oh! Oouughh..”
Selagi asyik begitu dia langsung stop!
dan mendekap saya, seraya berbisik di
telinga,
“Enak tidak Babe,” saya mengangguk.
“Mau lagi?” katanya. Saya mengangguk.
“Kalau mau lebih enak, dimasukin ya?”
“I’m afraid Martin, please.. help me.
Ooogghh..”

Bersambung …

 

Saya sudah tak kuasa menahan
dorongan yang sangat aneh dari dalam
tubuh ini. Belum pernah senelangsa ini,
benar-benar pasrah.
“Ooohh, Marvin..”
Sepertinya dia ingin menyiksa saya
dalam kehausan saya.
“Punya suamimu berapa panjangnya?”
tanyanya.
“Lima belas,” jawab saya.
“Wow so panjang, 15 inch?” tanyanya
lagi.
“No, Marvin.. 15 cm,” jawab saya.
“No problem, punya saya cuma selisih
sedikit, nanti kalau kepanjangan tidak
usah dimasukin semuanya yach..?”
“And supaya tidak kaget you kenalan
dulu, pegang dulu, kulum dulu, Ok?
Don’t worry Babe,” hiburnya.
Dia kembali melakukan serangan
dengan menjilati kemaluan saya.
“Ooouughh,” kemudian menghisap
puting saya. “Ouuggh,” sambil
tangannya melepas CD-nya. Lidah kami
saling mencari saling membutuhkan, dan
tampaknya ada sesuatu yang lembut
agak keras, besar, panjang menempel di
atas paha saya.
“Honey, saya tahu you sudah tidak
tahan, dan seandainya saya pergi, terus
ada lelaki lain masuk mau ngegantiin
saya, you pasti mau juga ‘kan?”
“No.. Marvin, please entot saya Marvin..”
pinta saya.
Meskipun dalam hati membenarkan apa
yang dikatakannya karena sudah
terlampau berat dorongan ini, pingin
segera dicoblos pakai apa saja, punya
siapa saja. Ah, saya dipaksa duduk
melihat punyanya. Woow, besar sekali
dan panjang. Hitam sekali, agak ungu,
biru, kokoh, mana mungkin bisa masuk.
Saya dipaksa untuk memegangnya,
saking besarnya tidak cukup satu
tangan, harus dua. Diameternya lebih
panjang dari pergelangan tangan saya.
“Gede mana sama punya suamimu?”
tanyanya.
Saya diam karena ngeri. Panjangnya
hampir 2 kali barang suami saya. “Ayo
dikulum dulu!” Saat itu entah kenapa
mungkin karena saya sedang
terangsang, saya turuti saja apa
maunya. Mulut saya hanya mampu
menerima kepalanya saja, itupun harus
membukanya lebar-lebar.
“Sudah ah..” kata saya.
“Kamu siap ya..” katanya.
“Sebentar aja ya!” kata saya lagi.
Marvin sangat memperhitungkan kondisi
saya, dia tidak terburu-buru, dengan
mesra dia mencumbui saya lagi,
menghisap puting, kemaluan, meremas
bokong, dan kombinasi lainnya termasuk
menjilati lidah saya bolak balik. Tibalah
saatnya, kedua paha saya
direnggangkan lebar-lebar. Saat itu saya
merasakan nikmat tiada terkira yang
diakibatkan oleh serangannya yang
seolah terukur dapat mengantar saya ke
puncak birahi. Sesaat saya lupa kalau
saya bersuami, yang saya ingat cuma
Marvin dan barangnya yang besar
panjang. Sudah mendongak ke atas,
lebih mirip terompet tahun baru. Ada
rasa takut, ada pula rasa ingin cepat
merasakan bagaimana rasanya dicoblos
barang yang lebih besar, lebih panjang,
lebih hitam. “Ooouugghh,” tak sabar
saya menunggunya.
Marvin memegangi kedua paha saya
yang telah terbuka lebar-lebar, dia masih
menjilati terus kemaluan saya yang
entah sudah berapa kali orgasme.
“Babe, biar nikmatnya selangit kedua
jemarimu coba memilin-milin kedua
putingmu bersamaan sambil saya
melakukan ini,” katanya.
Dan, oh ternyata benar-benar enak.
Mengapa suami saya tak pernah
memberitahu saya.
“Cepat.. Marvin.. please.. masukkan..”
Kepala burungnya yang besar hitam
sudah menempel pelan di bibir
kemaluan saya.
“Do you need this big black cock, Linda?”
“Ya, masukkan sedalam-dalamnya, saya
tak tahan lagi Marvin, please.. entot
saya..!” kata saya.
“Wait.. wait Lin, pintunya ‘kan belum
dikunci?” katanya.
“Biarin..” kata saya benar-benar sudah
melayang tak tahan.
“Nanti orang lain atau suamimu lihat?”
katanya.
“Biarin,” kata saya lagi.
Dan.. “Bleessh” kepalanya susah payah
sudah masuk.
“Wooww sakit.. sakkiitt.. Marvin..” erang
saya.
“Sebentar ya..?” katanya terus
menggenjot pelan.
“Ooougghh stop.. Marvin!” saya benar-
benar merasa kesakitan tetapi campur
nikmat.
Saya heran, kok seperti masih perawan
saja, padahal sudah diterobos Misoa,
cuma memang barangnya kecil. Marvin
sebenarnya tinggal napak tilas saja.
Ternyata harus membuka jalan baru di
sampingnya dan di kedalamannya.
“Bagaimana sayang.. masih sakit?”
tanyanya. Saya terdiam sebab kadang
sakit kadang nikmat. Dia mendorong
perlahan sampai kira-kira seperlima
panjangnya. Maju mundur, oh mulai
agak nikmat.
“Babe, lubangmu ternyata gede juga..
cuma selama ini ‘idle’ aja..”
“Iya.. Ooouuww sekarang ‘full capacity’
Marvin.. Oh..”
Marvin terus memperdalam jelajahnya
dengan cara menarik sekitar 2-3 cm dan
memasukkan kembali 4-5 cm, sampai
kira-kira mencapai 50 persen
panjangnya. Rasanya kalau suami saya
sudah full segini. Marvin terus
melakukan itu, sekarang dia mulai berani
mengocok agak keras cepat, sehingga,
“Oougghh, Oh.. Oh.. Oh. Oh..” Dia mulai
mengisi ruang baru yang tak tersentuh
sebelumnya. Sangat terasa
sumpalannya, kokoh, kuat, bertenaga,
jantan! Fantastis hampir semua miliknya
yang panjang itu tertelan, tinggal
sedikit. Dan di sinilah keahlian Marvin.
Dia kembali menarik sebagian
barangnya, dan mempermainkan
kocokan dengan cepat tambah cepat
antara kedalaman 30%-60% kira-kira 5
sampai 6 kocokan diakhiri tusukan
lembut seluruhnya (100%) terus diulang
berkali-kali. Sehingga menghasilkan
irama desahan dari mulut saya, “Oh! Oh!
Oh! Oh! Oh! Ooouugghh.. Oh! Oh! Oh!
Oh! Oh! Oouugffhh..” Mana tahan saya
orgasme lagi. Marvin sangat memegang
kendali, pada saat dia menancapkan
seluruh rudalnya, dia diamkan sesaat
digoyang-goyang pantatnya, dan
berbisik, “Lan.. lihat tuh di kaca..” Oh,
tubuh besar hitam kekar sedang
menindih tubuh kecil putih mengkilat
karena lotion.
“Siapa itu Lin?” katanya, saya diam dia
mengocok.
“Siapa Lin? kalau kamu diam saya stop
nih,” kata dia.
Terpaksa saya jawab, “Marvin!”
“Sama siapa?” tanyanya.
“Saya.. Linh.. daah.. ah..”
“Who is Marvin?”
Ough, belum dijawab dia mengocok lagi,
nikmat sekali permainan ini selama 3
bulan lamanya bulan madu paling saya
mengalami orgasme hanya 3 kali. Ini
belum semalam saja sudah lebih 5 kali.
“Bandingkan saya dengan suamimu, Ok?
Kalau tidak saya berhenti,” katanya.
“Oh.. no.. jangan berhenti Marvin,
terusshhkan lebih kerass lebih
dalammhh.”
“Tapi jawab dong!” bentaknya.
“Iyyaahh.. Marvin,” sambil dia
menghantam-hantamkan rudalnya
sepenuh tenaga, saya merasakan kedua
bijinya menyentuh-nyentuh kemaluan
luar saya menambah sensasi
kenikmatan.
Tak tahan dengan kenikmatan yang
amat sangat, saya mencoba
menyongsong setiap hantaman rudalnya
dengan cara mengangkat pinggul/pantat
setinggi mungkin. Pada saat dia
menekan, menusuk saya songsong
dengan mengangkat pinggul, sehingga
hantamannya yang keras semakin keras
cepat, dan nikmat. Tubuhnya saya
terguncang-guncang naik turun seirama
hentakan perkasanya. Sekilas terlihat
dari cermin, latar belakang tembok
kuning muda, sprei biru muda, tergolek
pasrah wanita putih mulus mungil
ditindih seorang pria hitam besar dengan
penuh nafsu. Tak ada pancaran
ketakutan sedikitpun dari wajah si
wanita, selain pancaran wajah penuh
birahi.
Sambil menikmati kocokannya, saya
berusaha menjawab pertanyaannya.
“Marvin lebih kuat.. Oh!”
Dia menyeringai dan mempercepat
kocokannya.
“Marvin lebih gede.. Ouugghh.. Haa!”
Dia menahan untuk kemudian
menghentak dengan satu dorongan
kuat.
“Marvin lebih pintarr.. ouwww..”
Dia menusuk dengan perlahan namun
pasti sampai masuk semuanya.
“Marvin lebih panjaanngh.. Hoh.. Hohh..
Aw!”
“Marvin lebih lamaa.. aahh.. Oh!”
“Marvin.. lebih.. jantaanhh.. usfgghh!
perkasaa.. Oh.. Oh.. Oh.. uuhh!”
“Marvin sangat nikamatth.. ennakhh
terussh sayang.. teruszhh.. oouugghh
mmhh..”
“Lin, aku mau keluar, di dalam nggak
apa-apa atau dicabut?”
“No, jangan dicabut, keluarin di dalam
saja Sayang..”
“Enak mana sama punya suamimu?”
katanya.
“Enak inni.. hh.. Marvin!” kata saya jujur.
Pada saat itu saya juga akan mencapai
orgasme yang kesekian kalinya. Marvin
tiba-tiba merenggut, menjambak rambut
saya. Dihentak-hentakkan. Oh, ternyata
mampu mempercepat orgasme saya.
“Ooouughh..”
“Seerr..”
Semprotannya kencang sekali. Dibarengi
dengan semburan cairan kewanitaan
saya tanda pengakuan akan kenikmatan
yang diberikan Marvin. Marvin masih
terus mengocok pelan-pelan, setelah
agak lama baru dikeluarkan rudalnya,
dan saking penuhnya isi kemaluan saya,
terdengar bunyi “Plop!” saat barangnya
dicabut.
“Berapa sih panjangnya Marvin?”
“Cuma 23 cm.”
Oh, pantas sampai sesak rasanya.
Saya tersadar, “Oh.. Marvin saya takut
hamil!”
“Nungging aja, biar sperma saya balik
lagi.”
Terpaksa saya menungging. Melihat saya
begini, dasar nafsu dan tenaganya
memang Ok, Marvin menghajar saya lagi
dari belakang. Dasar barangnya memang
kuat, besar dan panjang tidak ada
kesulitan sedikitpun menyelusup dari
arah bawah belakang. Yang ada cuma
saya dengan kenikmatan baru seolah
tanpa akhir. Mimpi apa semalam, kok
dapat pengalaman yang aneh begini,
tapi nikmat sekali. Sulit untuk disesali.

T A M A T