Uang Bisa Beli Segalanya?
Suyat baru saja duduk santai di depan televisi ketika dia mendengar pintu depan rumah kontrakannya diketuk.
“Siapa sih?”, keluhnya gusar, “ngganggu waktu istirahatku aja…”
Suyat pegawai rendahan di satu kantor pemerintah daerah yang mengurusi pungutan kepada pengusaha yang jelas merupakan tempat kerja yang basah dan kadang-kadang Suyat pun kecipratan basahnya. Sebelum tamu yang sekarang mengetuk pintunya, tadi Suyat kedatangan seorang kurir dari satu perusahaan besar setempat, mengantarkan tas yang penuh berisi uang tunai. Perusahaan itu sedang bermasalah karena sudah bertahun-tahun menunggak setoran kepada negara, dan sekarang berusaha membuat kasusnya dihilangkan dengan menyogok atasan Suyat. Tapi berhubung zaman sekarang transfer bank gampang dilacak aparat antikorupsi, para pengusaha dan pejabat korup jadi lebih memilih menggunakan uang tunai. Dan tentunya para pelaku utama tidak saling bertemu langsung. Mereka menggunakan kroco seperti si kurir tadi dan Suyat. Tentu agar tidak ribut, para kroco itu diberi bagian uang sogokan. Suyat sudah biasa dengan peran sebagai perantara uang sogok. Karena dia masih hidup “sederhana” di kontrakan, tidak ada yang mencurigainya terlibat korupsi. Suyat sendiri memang tidak bisa nyimpan uang banyak. Uang bagiannya tidak pernah ditabung atau dibelikan barang; biasanya habis dia pakai judi atau jajan PSK di lokalisasi.
“TOKKK… TOKKKK TOKKK, TOOKKKK…!!!!!”
Dengan malas Suyat membuka pintu rumahnya, matanya melotot dengan nafas seakan tercekik, bulu kuduknya berdiri seperti duri landak melihat siapa yang datanng.
“lay lay lay lay lay panggil akusi jablay,abang jarang pulang aq jarang di belay! Bla blab la blahhhhh” terdengar suara nyanyian dangdut yang membuat Suyat tersentak ngeri.
“E-ehhh, ada apa ini ? ada apa ??” sontak saja Suyat gelagapan.
“ihh, abang ganteng.., jangan pura-pura ngak tau gitu dong ah, duitnya dong bang..”
“nihhh., gopekkkk…”
“Gopekkk ?? ganteng-ganteng masa cuma ngasih gopek!! Yang bener aja bang.!!”
“pake nawar lagi, udah ah , ni cecenggg…, ga bisa nambah…”
“Goceng boleh nggak bang…?? Dikasih plus-plus loh….”
“eeeuu-deuhhh…amit-amit, kaga-kaga….: @_@ !!!!!!!!!! Mampus dahhhh, pentil gua….ihhhh”
“yiahhh abanggg dikasih yang enak-enak kaga mau ,yaw dahhh dada gantengggg…muachhhh” sembari cengar-cengir si bencong mencolek dada Suyat tepat di bagian pentilnya kmudian barulah bencong itu ngeloyor pergi.
Mau tak mau Suyat langsung merinding merasakan “sentuhan maut” si bencong. Dengan sekali tendang tertutuplah pintu itu menghempaskan kenangan “indah” dalam otak Suyat dengan santai suyat duduk di atas sebuah kursi sofa empuk yang baru saja dibelinya walaupun dibeli dengan uang panas kursi itu terasa empuk saat diduduki. Sementara itu, di luar kontrakan, seorang perempuan muda menunggu pintu yang diketoknya terbuka dengan jantung berdegup penuh semangat. Dia melihat sepeda motor tua dan tali jemuran di luar pintu kontrakan itu. Memang tidak kelihatan seperti tempat tinggal orang berada. Tapi menurut kontaknya, orang yang tinggal di rumah itu cukup mampu. Kalau dia berhasil meyakinkan orang ini, berarti ada tambahan penghasilan! Suyat membuka pintu dan melongo melihat perempuan cantik di baliknya. Perempuan itu berumur kira-kira dua puluhan awal, bertubuh jangkung, rambutnya diwarnai pirang, dan di bawah alisnya yang tebal tampak sepasang mata yang mengenakan lensa kontak berwarna biru. Blazer coklat muda yang dikenakannya tampak ketat membungkus sepasang payudara cukup besar, yang belahannya mengintip di balik blus coklat tua berpotongan dada rendah. Sementara itu roknya hanya mencapai separo paha, dilanjutkan stoking membawa gelap yang membungkus sepasang kaki yang indah. Dia juga menenteng satu tas besar.
“Halo, selamat sore… Nama saya Melina, salam kenal,” kata perempuan itu sambil menjabat tangan Suyat, “Mas… Suyat? Saya dapat kontak Anda dari teman Anda Mas James. Boleh saya minta waktu Mas Suyat sebentar?” Melina tersenyum manis, tanpa peduli yang dihadapinya seorang laki-laki bertampang berantakan dan kusut.
“Em… boleh aja. Sebentar aja kan?” Suyat mempersilakan Melina masuk. Yah, tidak ada ruginya ngobrol sama cewek… lagian dia cakep juga…
Melina bergerak cepat, dia memanfaatkan waktu dan kesempatan yang ada. Begitu bisa duduk menghadapi Suyat, Melina langsung bicara. Dia mulai dengan menanyakan impian Suyat, apakah Suyat ingin cepat kaya. Lalu dia mulai mengoceh mengenai cara agar impian-impian Suyat cepat tercapai, terutama keberhasilan dalam keuangan. Bahwa uang bisa dicapai dengan cepat lewat satu jenis bisnis, dan bisnis itulah yang sedang dijalani Melina. Bisnis multilevel marketing. Melina menceritakan kisah sukses beberapa orang yang sudah menjalani bisnis model itu, yang sudah bisa beli mobil mewah, tamasya ke luar negeri, dan semacamnya. Dengan penuh semangat Melina menjelaskan prospek bisnis itu berikut kelebihannya kepada Suyat, berharap Suyat akan tertarik. Suyat mendengarkan semua itu dengan bosan.
“Dasar MLM” gerutunya.
Awal-awalnya ngajak kenalan, memancing dengan sekadar bilang ‘ada tawaran bisnis’, ujung-ujungnya mengajak ikut supaya orang yang masuk duluan jadi lebih kaya. Pakai ngasih mimpi-mimpi surga segala.
Tapi Suyat tidak bisa tidak memandangi sosok Melina yang berpenampilan seksi. Sambil dongkol. Sialan… sengaja ngirim cewek seksi gini, biar aku ga mikir… Lihat tuh bajunya, ampe nempel ke badan gitu…
Bukannya menyimak omongan Melina, Suyat malah membayangkan yang aneh-aneh.
“Ah… kayaknya asyik juga ngecrot di muka dan badannya. Lama-lama jadi horny juga ngelihatin dia ngoceh. Pengen deh cobain ngentot ama dia. Tapi yang model begini biasanya maunya sama yang kaya… yang punya banyak duit. Eh…aku kan lagi banyak duit sekarang?”
“Kalau ikut sekarang, setoran awalnya bisa lebih kecil…” Melina terus menjelaskan prospek bisnis MLM-nya tanpa berhenti.
“Stop stop,” kata Suyat. Dia sudah tahu apa yang mau dilakukannya.
Suyat meraih tas yang tadi dititipkan kurir perusahaan, mengambil segepok uang, lalu menaruhnya di depan Melina. Melina bengong, tidak tahu apa maksudnya.
“Eh… Mas Suyat ini uang maksudnya buat apa?”
“Cukup nggak sejuta?” tanya Suyat. “Aku udah punya duit, jadi nggak perlu lagi ikut em-el-em kamu, Tensh*t atau apa itu namanya. Ini baru sebagian kecil dari yang kupunya. Kalau mau lagi aku masih punya banyak.” Melina memperhatikan uang yang ditaruh di depannya.
“Iya, tapi…”
“Aku mau beli badan kamu buat hari ini. Segini cukup nggak?” ujar Suyat sambil nyengir lebar.
“Uuhh…” Wajah cantik Melina berubah merah padam karena marah. Sedetik kemudian dia meledak. “SEMBARANGAN!! Emangnya aku bisa dibeli? Mentang-mentang kamu punya duit, terus kamu kira bisa beli segalanya? Jangan macam-macam ya!?” Jelas Melina murka akibat ditawar oleh Suyat.
Suyat menghadapi Melina yang naik pitam dengan santai. Tanggapannya bukan dengan membalas makian Melina, melainkan dengan melempar lagi segepok uang ke hadapan Melina.
“Masih kurang ya?”
Hardikan Melina berhenti, tapi wajahnya masih kelihatan marah. Suyat kemudian berdiri dari tempat duduknya, mengambil uang yang ditaruhnya, lalu dengan tak sopannya dia sisipkan gepokan uang tadi di belahan dada Melina yang sedari tadi membuatnya gemas. Melina kaget dan berusaha menahan tangan Suyat.
“Eh, Melina… Kan kamu tadi yang bilang kita mesti punya duit biar bisa ngejar mimpi? Aku udah punya duit. Mimpiku sih nggak macem-macem,” komentar Suyat. “Rasain aja. Enak gak rasanya duit? Kalau mau lagi, aku masih punya.”
“Kamu tinggal ngelayanin aku aja, nanti semua ini bisa buat kamu,” kata Suyat, sesudah mengambil segepok lagi dan menggunakannya untuk menampar-nampar lembut pipi Melina.
Melina mulai terdiam, mulai tergoda… “Mendingan gini kan, daripada kamu sibuk ngajak-ngajakin orang ikutan bisnis ga jelas ini?”
Suyat lalu meninggalkan Melina. “Aku mau mandi dulu ya. Kamu pikirin aja dulu, mau apa nggak.”
*****
Selagi Suyat mandi, Melina melongo memandangi tiga gepok uang di hadapannya. Tiga juta. Kalau dia kerja normal, mungkin itu setara dengan gaji sebulan… Tapi pekerjaannya sekarang, mencari orang untuk ikut MLM, benar-benar berat dan menyebalkan, apalagi dia belum juga mulai mendapat penghasilan langsung dari bisnis yang dia jalani. Kebetulan dia tinggal sendirian, dan uang tabungannya mulai menipis… Akhirnya Melina memutuskan.
*****
Suyat keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk sebagai ganti celana. Dilihatnya Melina masih duduk dengan wajah resah di ruang depan kontrakannya. Wajah Melina memerah. Tiga gepok uang yang tadi dipakai Suyat untuk membelinya tergeletak tak tersentuh di depan Melina.
“…iya deh… mau…” bisik Melina, nyaris tak terdengar.
“Nah, gitu dong, pinter,” kata Suyat sambil mendekat.
Berhubung sudah konak dari tadi, dia tak berlama-lama, dan langsung melepas handuknya. Melina memandanginya dengan kebingungan, sebentar lihat sebentar tunduk, dengan muka yang terasa panas saat melihat suguhan diselangkangan suyat, sebuah batang mengacung tepat di hadapan wajah Melina yang cantik merona.
“Ya udah, mulai, jilatin tuh,” perintah Suyat. “Pernah nyepong nggak?”
Melina belum pernah melakukan oral seks sebelumnya, pengalamannya dalam seks tidak banyak. Tapi sebagai perempuan muda yang sehat, hormon kelaminnya mulai bekerja membuat dia mulai tergoda. Dengan ragu-ragu, ia membungkuk dan menjilat barang Suyat yang sudah mengacung ke depan. Melina mulai menjilati kemudian mengulum penis Suyat yang terus membesar. Suyat menyuruh Melina menggunakan tangan untuk mengocok dan memainkan lidahnya, dan Melina mengikuti semua itu. Lalu Suyat mulai meraba payudara Melina yang masih tertutup baju. Pijatan dan rabaan itu membuat Melina mulai terangsang, selangkangannya terasa basah. Melina juga makin terangsang karena merasa bisa membangkitkan gairah Suyat. Dia mulai tak peduli bahwa dalam keadaan normal, dia tak bakal melirik Suyat yang memang tak ada ganteng-gantengnya, ataupun kenyataan bahwa dia hanya melayani Suyat karena uang. Ditambah lagi, posisi mereka berdua rawan, karena lingkungan rumah kontrakan Suyat cukup ramah dan mereka ada di depan, bagaimana kalau ada orang tiba-tiba datang? Suyat mulai mendesah keenakan dan menggerak-gerakkan pinggulnya selagi Melina terus mengisap kemaluannya. Tiba-tiba penis Suyat menyentak di dalam mulut Melina dan Melina kaget merasakan semprotan cairan hangat di dalam mulutnya. Sebagian cairan mani Suyat sampai meluber keluar mulut Melina, menetes ke bajunya.
“Mmmmhhh… enaaak…” desah Suyat sambil menarik keluar penisnya dari mulut Melina.
Melina terduduk dengan mani mengalir dari mulutnya.
“Bagus… Ayo sekarang dipangku,” kata Suyat.
Melina masih berpakaian lengkap ketika dia menuruti perintah Suyat. Suyat kemudian menyuruhnya bergoyang, dan Melina menggoyang-goyangkan pantatnya menggoda kemaluan Suyat. Melina sudah bukan perawan, dia pernah berhubungan seks dengan seorang pacarnya sebelumnya, tapi pengalamannnya tidak banyak. Suyat kembali menggerayangi payudara Melina, menikmati kelembutan dada dan pantat Melina yang merapat ke tubuhnya. Suyat lalu membuka blazer Melina, lalu membuka rok Melina. Melina merasakan vaginanya mulai basah selagi Suyat meremas-remas payudaranya dan menggesek-gesekkan penis ke selangkangannya.
“Eh, kumasukin ya?” Suyat siap menyetubuhi Melina yang dipangkunya, dia menempatkan kepala burungnya di depan kewanitaan Melina.
Suyat melepas celana dalam Melina, menggosok-gosokkan kepala burungnya, membuka bibir kemaluan Melina, lalu mulai mempenetrasi ke atas. Melina masih sempit walaupun sudah bukan perawan, sehingga Suyat mesti pelan-pelan, sampai akhirnya bisa memasukkan seluruh batangnya ke liang Melina. Melina tak bisa menahan diri, dia mengerang keenakan ketika senjata Suyat menembusnya. Suyat mulai menggerakkan kemaluannya di dalam vagina Melina, keluar masuk, tusukan-tusukannya merangsang Melina lebih lanjut. Walaupun awalnya enggan, makin lama Melina makin menikmati. Pinggul Melina mulai bergerak mengimbangi gerakan Suyat, mencoba mendapat lebih banyak kenikmatan. Ketika melihat ke bawah, Melina melihat penis Suyat terbenam di dalam tubuhnya lalu keluar lagi, berulangkali. Suyat makin bersemangat menggenjot Melina, suara kulit bertemu kulit memenuhi ruangan. Suyat serasa ada di surga. Melina tidak hanya cantik, tapi vaginanya juga masih rapat. Suyat bisa merasakan gairahnya sendiri terus meningkat, menuju puncak. Melina juga merasakan hal yang sama, tusukan-tusukan Suyat dan cengkeraman tangan Suyat di pantat dan dadanya membuatnya kewalahan. Dia menggeliat sambil mendesah-desah keenakan,
“Oh… ohh… lagi…”
Suyat mengubah posisi, dia mendorong Melina sehingga merunduk ke depan dan akhirnya tersungkur dalam posisi merangkak. Keduanya jadi berposisi doggy style, Suyat menyetubuhi Melina dari belakang.
“Ahh… sebentar lagi nih… Udah mau keluar nihh…!!” seru Suyat selagi dia menggenjot makin cepat. “UUAHHH!”
Suyat tiba-tiba mencabut kejantanannya, mendorong Melina, lalu membalik tubuh Melina. Rupanya Suyat sengaja… Ketika Melina sudah menggeletak telentang di lantai, Suyat berhenti menahan ejakulasinya dan memuncratkan maninya ke wajah perempuan itu.
“Aaah…. Ah… hahahaha…”
Suyat tertawa puas ketika dia melihat wajah Melina yang tadinya bermake-up tebal telah dia bikin berantakan dengan semburan maninya. Melina terengah-engah, masih juga tak percaya dia mau merelakan orang ini menyetubuhinya hanya karena uang.
“Oke, ronde ketiga…” Suyat sudah siap-siap menikmati tubuh Melina lagi.
Melina berusaha memprotes, “Ah… jangan duluh… istirahat dulu…” tapi protesnya hilang terhapus jeritan yang muncul ketika Suyat mencubit pentilnya. “Jangaaaaannnn…” tolak Melina ketika Suyat menjilati leher dan dadanya. Tapi badannya berkata lain, Melina kembali terangsang. Pikirannya ikut-ikut berkata lain, tiga juta buat sekadar ngentot sama orang lumayan juga, lagian aku nikmatin juga kan?
“Kalau boleh ngentot bo’olmu, kutambah lima ratus ribu,” bisik Suyat.
Melina cuma memelototi Suyat dengan tak percaya. Dia belum pernah melakukan seks anal sebelumnya.
“Udah sejauh ini, kan? Sekalian aja…” kata Suyat lagi.
Tanpa menunggu, Suyat langsung memasang ereksinya di pintu terlarang Melina.
“Yok anal yook…tung ning nang ning nung!” canda Suyat.
“Eh tunggu! Aku belum bilang mauuAUAAHHH!!”
Melina tidak sempat menyelesaikan kata-katanya, dia keburu menjerit ketika anusnya diterobos paksa Suyat. “SAKITTT!! AHHH!!” Melina sampai memejamkan mata dan meringis akibat saluran belakangnya terasa pedih didesak terbuka oleh Suyat, mendengar jeritan Melina Suyat malah semakin bernafsu mendesakkan batangnya , kontan saja mata Melina melotot saat batang itu menjebol liang Anusnya.
“Huuhhh… uhhhhuhhh…”
Melina merasa seperti mau menangis ketika menahan sakit disodomi Suyat. Suyat malah protes.
“Eh kan aku bayar, jangan kayak kesakitan gitu dong! Kalo nggak menikmati, kamu pura-pura keenakan aja, napa?”
Tapi Melina benar-benar kesakitan, dan wajahnya menunjukkan rasa benci.
“Eh… apa nih maksudnya?” tanya Suyat. “Bayarnya masih kurang? Bilang aja. Aku mesti bayar berapa biar kamu jadi suka dianal?”
Melina terdiam sejenak, menahan sakit, berpikir, dan…
“Tiga juta lagi,” katanya mantap.
“Bungkusss,” ujar Suyat sambil tersenyum lebar.
Dan seketika ekspresi Melina berubah. Demi tambahan itu dia bersedia pura-pura doyan disodomi. Melina mulai mendesah-desah seksi dan memain-mainkan payudaranya sendiri.
“Ahh… anh… enak…” desahnya.
Suyat mengayunkan batangnya menikmati liang dubur Melina yang menggigit kuat benda di selangkangannya, seret dan peretnya liang anus Melina membuat Suyat menggeram-geram nikmat sementara Melina meneruskan reaksi pura-pura sukanya, padahal sebenarnya pantatnya terasa nyeri.
“Enak… dibo’ol enak… Ayo lagi Mas… sodok pantat Melina…”
Dan makin lama reaksi Melina makin hebat, sampai Suyat mulai tidak percaya bahwa Melina pura-pura.
“AHH! Gede… banget… kontol Mas… ada di… pantatKU…HH!! AH! AW! TERUS MAS! TERUS! DIKIT LAGI… IAH… AH! AAAHHHH!!!”, Suyat memacu batangnya dengan semakin kuat
Tak tahunya, Melina malah orgasme betulan selagi disodomi Suyat!
“Sudah massss,”
“waduhhhh, jangan ngeluh melulu dongg, aku kan udah bayar mahal, kalo gini caranya sihhh, bisa rugi Bandar…., berdiri….”
“berdiri ?? kemana massss….”
“yaaa mau ngentot lagi, masa mau jalan-jalan…, udahhh nurut ajaaa..”
“b-bentar mass bentarrrr…”
Dengan tak sabaran suyat menarik pergelangan tangan Melina didudukkannya gadis itu di atas sebuah meja kecil sambil menyuruh Melina membuka kedua kakinya lebar lebar. Mata Suyat melotot sambil mengejar selangkangan Melina yang becek oleh lender-lendir licin beraroma harum, berkali-kali lidah Suyat mengait-ngait daging mungil yang terselip di belahan bibir vagina bagian atas. Dengan spontan kedua kaki Melina yang jenjang melejang nikmat saat mulut Suyat melumat selangkangannya, setelah puas melahap vagina Melina, Suyat duduk di atas kursi dan meminta Melina untuk duduk di atas batangnya.
“Ayo sinii…”
“tapi mass, aku capek sekalii”
“ahh capek apanya ?? kamu kan cuma ngangkang, sini ngak, kalo nggak mau berarti batall…lhoo” Suyat mengancam Melina
“yeee, Mas Suyat, masa begitu sich…, yawdah, mas Suyat maunya apa, aku turuti….”
“nahhh gitu dong baru sipppp… he he he”
Dengan hati dongkol Melina menghampiri Suyat, agak risih juga rasanya ketika harus menurunkan vaginanya pada batang Suyat yang masih tegak perkasa,
Melina kini berpegangan pada bahu Suyat, dengan perlahan ia menurunkan vaginanya. Semakin turun vagina gadis itu semakin turun pula buah empuk di dada Melina mendekati mulut Suyat.
“Oufffhhh…hssshhh Mas Suyattt”
Reflek Melina menarik dadanya kebelakang saat merasakan kepala Suyat terbenam di belahan payudaranya, nafas laki-laki yang baru dikenalnya itu menghembus keras dan terasa hangat. Gairah nakal membuat Melina makin merinding, tangan kirinya menjambak rambut Suyat sementara wajahnya yang cantik terangkat ke atas merasakan hisapan mulut lelaki itu yang tengah menikmati puncak payudaranya, pangutan-pangutan kasar dan jilatan lidah membuat gundukan buah dada Melina membuntal semakin indah. Sesekali Melina meringis merasakan gigitan gemas Suyat pada buntalan payudaranya kemudian mendesah panjang merasakan nikmat saat mulut suyat mengulum putting susunya yang meruncing. Laki-laki itu begitu rakus menyusu di dadanya. Tangan Suyat mencekal pinggang dan menarik pinggang Melina ke bawah hingga vagina Melina bertemu dengan kepala kemaluannya. Nafas keduanya terdengar berat saat berusaha menyatukan alat kelamin mereka, belahan bibir vagina Melina yang peret masih terasa sulit untuk ditembus oleh batang Suyat.
“Massss…!!”
“OUGGHH…..oenakkkkkk…”
Keduanya saling berpelukan erat saat kepala kemaluan Suyat mendesak masuk ke dalam belahan bibir vagina Melina. Inci demi inci batang Suyat tenggelam semakin dalam hingga akhirnya selangkangan Melina bergesekan dengan rimbunnya rambut kemaluan Suyat. Entah kemaluan siapa yang berkedutan, batang Suyatkah yang berkedut ataukah dinding vagina Melina yang seret berkontraksi meremas – remas benda asing yang mengganjal di dalamnya.
“slleeepppp.. slepppp… blllsssshhh…” terdengar suara becek yang menggoda saat liang vagina Melina bergerak turun naik mengocok-ngocok batang penis Suyat yang terjepit di antara belahan bibir vaginanya. Gerakan keduanya semakin lancar, Melina terlihat menikmati menaik turunkan vaginanya pada batang Suyat sementara Suyat menikmati menyentak-nyentakkan batang kemaluannya ke atas menyambut turunnya vagina Melina.
“ahhh.. ahhh hhhhnnnnn ahhhh”
butir-butir keringat Melina membalut basah tubuh moleknya yang sedang bergerak turun naik di atas tubuh Suyat. Harumnya tubuh gadis itu berbaur dengan aroma cairan vagina yang meleleh keluar
“plakk. Plakkk auhhh hssshh ahhh plakkkk” terdengar suara lenguhan dan rintihan saat Suyat menampar buah pantat Melina agar gadis itu bekerja dengan lebih giat lagi.
Suara tamparan terdengar dengan lebih keras pada buah pantat Melina yang memar kemerahan dan Melina semakin cepat menaik turunkan pinggulnya, tubuh Melina seperti sedang tersengat listrik hingga mengejang , bibirnya merintih merasakan vaginanya berdenyut dengan nikmat, Suyat memeluk tubuh Melina yang kelelahan sementara mulutnya terus bekerja menciumi bibir Melina yang sedang merintih hebat di dalam amukan badai kenikmatan.
“crutttt.. cruttttt…. Ennnhhhhh…”
Melina membiarkan Suyat menjilati batang lehernya juga membiarkan tangan Suyat menggerayangi lekuk liku tubuhnya. Kecantikan Melina dan tubuh moleknya yang indah membuat nafsu syahwat Suyat bergolak berkali kali lipat dan batangnya tetap jreng berendam dalam nikmatnya kepitan vagina Melina yang sempit peret. Kali Ini Melina menungging di atas kursi sofa dan Suyat menaiki buah pantatnya, batang yang masih keras itu ditempelkan oleh pemiliknya pada kerutan liang anus Melina. Rasa lelah membuat Melina sulit untuk berpura-pura.
“OWWWWWW…. Akhhhhhh”
Melina merasakan sakit sesakit sakitnya saat batang Suyat merobek liang anusnya yang terluka. Di atas kursi sofa yang dibeli dengan uang panas itulah tubuh Melina tersungkur-sungkur. Tangan Suyat mencengkram pinggul Melina kuat-kuat, gerakan batang penisnya semakin cepat terayun menyodoki liang anus Melina yang mengerang kesakitan.
“PLOKK PLOKK PLOKKKK…”
“OUHHH, Hssshhh ahhhh M-masss Awwwwww….”
Keluh kesah Melina terdengar di antara suara benturan buah pantatnya dengan selangkangan Suyat, mirip seperti suara orang sedang merengek. Suara rengekan Melina membuat suyat semakin bernafsu menghentak-hentakkan batang penisnya, suara pekik Melina membuat suyat kesetanan menjejal-jejalkan batangnya menikmati anus Melina yang menggigit kuat benda di selangkangannya.
“Hnnngehhhhh, M-massss, di depan aja mass…”
Melina menarik pinggulnya hingga batang kemaluan Suyat terlepas dari jepitan liang anusnya. Mata Suyat mendelik melihat susu Melina dan melotot tambah besar melihat belahan vagina Melina yang dihiasi rambut-rambut tipis yang tumbuh merintis. Sebelah kaki Melina tertekuk mengangkang dan yang satunya lagi jatuh terjuntai di pinggiran sofa
Dengan jantung yang berdetak kencang Melina menunggu batang itu melesat dan Jrebbbb..
“Ahhhhhhhhhhhhhhhhh…. Nikmattttt….”
Tusukan – tusukan suyat yang prima dipadu dengan goyangan vagina Melina membuat gerakan itu tampak serasi, putih dan cantiknya wajah Melina terlihat kontras dengan wajah suyat yang semrawut dan acak-acakan. Tubuh Melina terguncang oleh desakan batang suyat yang menggenjot kuat belahan vaginanya.
“Hhhh Hhhhh Hhhhh Hhhhhh…” nafas Melina terhembus keras setiap kali batang Suyat menyodok kasar selangkangannya yang mengangkang
Tangan Melina memengangi perutnya yang rata karena mulai merasa kram, ia seperti sedang menahan sesuatu, dan sesuatu itu semakin sulit untuk dikendalikan ataupun untuk ditahan. Akhirnya sebuah letupan lendir kenikmatan membuat tubuh Melina melenting nikmat, gerakan tubuhnya yang indah membuat suyat kagum sekaligus bergairah. Suyat merasakan batang kemaluannya semakin menegang dan akhirnya Crotttttt…, menyemburlah lahar panas menyirami liang vagina Melina. Tubuh Suyat melengkung keenakan dan ambruk menindih tubuh Melina yang termegap kehabisan nafas, terlhat mulut Suyat melumat bibir Melina yang memejamkan kedua matanya sambil membalas lumatan bibir Suyat, lama keduanya tertidur.
“aaa-ahhhh Mas Suyat…hoammmm”
Melina yang masih mengantuk tampak pasrah saat Suyat menyeretnya ke bawah. Ia terlentang di bawah lantai kontrakan Suyat, kedua kakinya dicekal mengangkang ke atas oleh tangan laki-laki itu. Matanya mengerjap-ngerjap saat merasakan belahan vaginanya didesak oleh suatu benda tumpul yang hangat.
“Pleppp Pleppp Plepppp…”
Dengan santai Batang Suyat menusuk-nusuk liang vagina Melina, buah dada Melina terguncang mengikuti ritme tusukan batang Suyat. Melina merasakan tubuhnya kembali menghangat, dan peluh kembali meleleh disekujur tubuhnya seiring dengan semakin kuat tubuhnya yang molek terguncang. Dengusan nafas keras terdengar mengisi kembali ruangan itu, dengan keliaran nafsu birahi suyat melahap tubuh Melina yang mulus, digenjotnya liang vagina gadis itu yang kewalahan menghadapi kebuasannya sebagai seorang lelaki yang tengah mencari kenikmatan.
“ahhh ahhh massss suyyahhhh crettt crettttt…,aduh-duh mass ahhh”
Rasa ngilu mulai terasa, gesekan batang kemaluan Suyat yang terlalu kuat menggenjot membuat Melina merintih keras. Ia meringis dengan mata mendelik seolah tak percaya seberapa cepatnya batang kemaluan Suyat mengobrak-abrik kehormatannya, matanya yang indah mendelik-delik dan tubuhnya yang molek menggeliat kesana kemari karena tak tahan merasakan rasa nikmat disodok oleh batang laki-laki itu hingga akhirnya keduanya kembali mengejan nikmat, entah menuju sorga atau neraka. Melina yang cantik menyerahkan tubuhnya yang molek di bawah gepokan uang dengan 5 angka nol, kehormatannya tunduk di bawah lembaran uang seratus ribuan, uang?? yah uang bagaikan pisau dengan dua sisi yang tajam,di satu sisi uang bisa untuk menolong manusia namun di sisi lain uang juga dapat menjerumuskan manusia, semuanya tergantung pada bagaimana cara kita menggunakannya.
*****
Sesudahnya, Suyat melempar uang tunai senilai 6 juta kepada Melina yang tergeletak di lantai kontrakannya, dengan telanjang, wajah dan kemaluan dan dubur berleleran sperma.
“Hehehe,” Suyat tertawa, “Enak juga bisa ngebeli kamu hari ini. Tuh lihat, mendingan kerja begini kan? Daripada kamu capek-capek ngebujuk orang ikut bisnis apaan itu. Kalo jual diri, duitnya langsung.”
Melina tidak menjawab, hanya terengah-engah kelelahan. “Kalau mau lagi,” kata Suyat, “datang lagi aja kapan-kapan.”
“…kapan…??” bisik Melina sambil tersenyum malu.
“besok…” Jawab suyat sambil mencuil hidung Melina.
*****
–epilog–
Sesudah hari itu, Melina beberapa kali lagi bertemu Suyat, hubungan mereka berdua tambah akrab hingga akhirnya mereka berpacaran dan kemudian menikah. Sementara itu karier Suyat tetap aman dan dia terus melakukan pekerjaan kotornya sebagai perantara sogokan dari pengusaha kepada pejabat-pejabat atasannya. Tapi sayang sepak terjang Suyat sebagai koruptor kelas teri segera berakhir ketika beberapa tahun kemudian Suyat tertangkap basah ketika namanya disebut-sebut sebagai bagian dari mafia pajak oleh Siswo Duadi, seorang polisi korup yang ‘bernyanyi’ ketika sedang disidik. Suyat yang saat itu sudah membeli rumah mewah untuk ditinggali bersama istrinya, Melina, langsung disorot media karena seharusnya pegawai setingkat Suyat tak mampu membeli rumah berharga miliaran. Melina pun ikut terseret-seret akibat sejumlah uang haram suaminya pun mampir di rekeningnya dan ia pun menikmati uang itu.
Selama beberapa bulan Suyat ditahan dan kasusnya simpang siur sampai media mulai melupakannya (ya seperti biasalah kasus di negeri ini mudah dilupakan begitu saja) hingga akhirnya kembali menghebohkan ketika ditemukan seseorang yang mirip dirinya sedang menonton kontes waria internasional di sebuah night club gay di Bali. Seorang wartawan yang kebetulan meliput berhasil menangkap gambar orang yang diduga Suyat itu dengan kameranya. Yang lebih heboh lagi, wartawan itu, dengan gaya seperti paparazi tulen, berhasil menangkap gambar Suyat sedang berjalan ke sebuah hotel sambil merangkul seorang waria yang adalah salah satu kontestan lomba itu. Nama Suyat kembali bergaung di pelosok negeri ini, para pakar pun cuap-cuap membandingkan foto yang terpampang di media dengan dirinya yang hanya beda model rambut dan kacamata saja (aneh katanya pakar, tapi bedain gitu saja sulit ya?). Setelah semua aparat dan pejabat heboh, Suyat pun akhirnya mengaku sambil tersenyum mesem malu-malu anjing di pengadilan bahwa dia memang membayar para penjaga untuk dilepaskan sementara dan jalan-jalan ke Bali. Ia juga mengaku selain ke kontes waria itu, dirinya juga bertemu dengan seorang pengusaha sekaligus politisi busuk bernama Bakir untuk membicarakan perihal penyimpangan pajak yang pernah dilakukannya. Dari kejadian ini bukan saja instansi pajak yang tercoreng tapi juga menyingkap moral polisi yang rendah. Jadi silakan jawab sendiri, di negeri ini benarkah uang bisa beli segalanya?