9th Story : Lust Game Sinka & Naomi

Disclaimer

Menanggapi pertanyaan dari agan insyafcoli dan agan lainnya yang ingin saya membuat story dengan personel JKT48 dan memasukkannya dalam jajaran story sekaligus meramaikan page 1 yang didominasi oleh JKT48. Mohon maaf, saya sebisa mungkin menyajikannya menurut pemahaman saya. Terlebih lagi, sebenarnya saya enggan karena sudah banyak karya orang lain yang jauh lebih baik dari buatan saya. Maybe I am not the best. At least I am trying.

P. S.

I am sorry for an inappropriate scene and lacks of photos

Part 1

Pesan teks dari Selena

“kangen nih, harus dateng pokoknya.”

Pasti ujung – ujungnya ngeseks juga. Setelah peristiwa kemarin, dia sering memintaku untuk bertemu. Kadang kulakukan, kadang juga tidak. Dan pasti kembali ke awal, seks. Dia kembali mengirim pesan.

“nanti shopping ke fx dulu. Syuting bentar nanti aku hubungin lagi.”

Tempatnya mengingatkanku pada seseorang yang tidak kusangka bahwa adalah publik figur di kemudian hari. So, here’s the story.

Saat itu aku masih bekerja di perusahaan plumbing (pemipaan). Aku masih belum mengenal Asyifa ataupun Yara. Disana, aku baru saja menghadiri pertemuanku dengan klien. Usai pertemuan, kuhabiskan waktu berkeliling di dalamnya. Udara dingin membuatku bergegas mencari kamar mandi. Tuntas dengan urusanku, aku membasuh tangan di wastafel.

“halo? Ada orang? Tolongin aku! Aku kekunci.” suara dari salah satu WC.

Aku mendekati pintunya yang tertutup. Tidak ada panel ataupun handle.

“tunggu. Aku dobrak nih pintu.”

Aku mendorong tapak sepatu di dekat pengunci pintu. Akhirnya, beberapa kali percobaan pintu itu terbuka. Seseorang dengan jaket hoodie, berkacamata dan bermasker. Kutaksir umurnya masih belasan tahun.

“makasih udah nolongin aku. Untung kamu ada di sini.”

“kamu cewek? Ini kan kamar mandi cowok.”

“tadi yang cewek penuh. Udah kebelet, malah kekunci.”

“ya udah kalo itu alasannya.”

“makasih banget udah nolongin aku. Kamu minta apa dari aku?”

“enggak minta apa – apa. Ya udah buruan keluarin eh maksudnya keluar dari sini.” Sial, aku salah ngomong di depan dia.

“kakak mau dikeluarin? Tapi, bayar loh.” Dia memancingku.

“enggak deh kalo bayar.”

“becanda koq, kak. Kalo gitu biar Sinka yang keluarin.”

“eh aku enggak minta kali. Entar dicariin. Sono gih keluar.” Aku berusaha menolaknya.

“enggak. Aku keluarin kakak dulu baru aku keluarin dari sini. Itung – itung balas jasa kakak udah nolongin.”

Ponselku berdering. Nomor yang tidak dikenal.

“Halo. Grha disini.”

“Honey? Do you miss me?” suaranya mengingatkanku pada Asyifa.

“Asyifa. Darimana kamu tahu nomor aku?”

“Zizi ngasih tahu kamu masih hidup. Aku seneng banget. Ini beneran kamu kan?”

“Iya, ini aku. Aku baru ganti nomor aku.”

“sombong enggak ngabarin aku. Aku kan kangen.”

“kapan – kapan ya kita ketemu.”

“janji? Awas kalo enggak. Aku bakal nyamperin kamu gimanapun caranya.”

Asyifa menghubungiku lagi setelah sekian lama. Huh, bahasa yang serupa dengan Selena. Aku kembali dimana aku pertama kali dengan sosok yang kupanggil Sinka.

Di dalam kamar mandi, tanpa ragu dia membuka resleting dan mengeluarkan penisku dari celana.

“Punya kakak gedean ih.”

Jarinya lentik melingkar dan melaju mundur di penisku. Terkamannya membuat gairahku naik. Sesekali, dia menjilatnya tanpa jijik.

“Enak banget, sumpah!”

“Kakak juga.”

Dia mulai berani mengulum penisku sebagian membasahinya dengan liur.

“clllluuurrrrppppphhhhh……….ccccccclllllluuuuuurrrrrrppppppphhhhh……ccccccccllllluuuuurrrrrrrrppppphhhhh…….”

Dia berjongkok memberiku permainan luar biasa. Kepalanya maju mundur melahap penisku. Sesekali, jemarinya membantu mengocok. Aku yang bersandar di dinding melenguh keenakan. Ponselnya berbunyi dan dia mengangkatnya masih dalam mengulum penisku.

“ya…halo…”

“Kak Sinka dimana sih? Udah ditungguin.” Suara seseorang dari seberang telepon.

“tanggung….bentar….lagi….uuhuk….uhuk…” dia memaksakan diri untuk terus mengulumku.

“Kak Sinka sakit? Enggak ngomong sih!”

“bentar….lagi…sampe…”

Dia menutupnya dan mempercepat kulumannya. Lidah, mulut dan tangannya bekerja keras.

“aku enggak kuat. Aku keluar….”

“cccccrrrroooootttttttssssss………ccccccrrrrrroooooottttssssss…….”

Dia membuka mulut seolah memperlihatkan pejuhku telah berada dimulutnya dan ditelannya singkat.

“Lega banget..”

“Kakak udah keluar. Banyak banget juice nya.”

“bisa aja kamunya.”

Kami berdua merapikan diri.

“kakak siapa namanya? Aku Sinkaranda. Panggil aja Sinka.”

“Grha nama aku.”

“Kak, minta nomornya dunk. Nanti Sinka kasih sesuatu.”

Aku memberikan nomorku. Aku sendiri tidak berharap dia akan menghubungiku lagi.

“emang mau ngasih apa?”

“Rahasia dunk.”

Dia keluar dari kamar mandi. Aku tidak percaya apa yang terjadi barusan. Aku menenangkan diri dan mengumpulkan energi.

Waktu masih lama sebelum aku memenuhi janjiku dengan Selena. Masih ada waktu, aku akan mempersiapkan diri. Mobil pinjaman Selena terlihat kotor di luar garasi.

“aku akan mencuci mobil untuk nanti malam.”

Mencuci mobil tentu saja bukan hal yang asing untukku. Hal yang paling bisa kulakukan saat ini adalah mencuci mobil. Tiba – tiba, teringat lagi dengan kenangan bersama Sinka.

“Kak Grha?” Sinka meneleponku.

“Ini Sinka ya? Ada apa?”

“kak, bisa minta tolong?”

“Tolongin apa. Kalo bisa bantu ya kakak bantu.”

“Kakak bisa bantuin nyuci mobil?”

“nyuci mobil? Tinggal bawa ke cucian aja sih. Lagi kerja nih!”

“enggak sempet, kak. Ini aja masih di luar. Malem aja abis kerja juga enggak apa – apa. Aku kasih sesuatu deh nanti.”

“aku kan enggak tahu rumahnya.”

“nanti aku share lokasinya. Sinka tunggu ya. Bye kak Grha.”

Dia menutup teleponnya. Apa yang kamu mau, Sinka? Aku bertanya – tanya dalam hati. Aku harus fokus ke pekerjaanku dulu.

Lokasinya berada di perumahan mewah yang tidak kukenali. Aku berhenti di rumah dengan 2 mobil hatchback berwarna yang terparkir di pelataran yang agak tinggi dari jalanan. Aku memberi kabar bahwa aku telah sampai. Dia membuka pagar dan menyambutku.

“Kak Grha pasti capek. Masuk dulu aja.”

Aku masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu. Sesaat kemudian, seorang perempuan menyajikan minuman dan cemilan untukku.

“Silahkan dinikmati, Kak Grha.” Sapanya.

“siapa ya? Aku belum pernah ketemu kayaknya.”

“emang belum. Kenalin, aku Naomi.” Dia menjabat tanganku menebarkan senyumnya.

“jangan lama – lama salamannya. Huh, Kak Shinta nih.” Sinka tidak terima dan melepaskan jabat tangan kami.

“Ini cowok yang kamu ceritain? Lumayan juga.” Naomi seperti sedang melakukan penilaian.

“oh iya. By the way, itu mobil yang di luar yang mau dicuci? Aku bisa bawa mobilnya ke cucian. Tadi di jalan, ada yang buka 24 jam.” Aku mencoba pembicaraan.

“jangan di luar nyucinya, kak. Kita pengen bisa nyuci mobil.” Ungkap Sinka.

“bisa ngajarin sekalian bantuin kita nyuci? Ada imbalannya koq.” Naomi menimpali.

“aku enggak punya pilihan lain. Apalagi, dari kalian. Kita mulai sekarang.”

“kita ganti baju dulu kalo gitu.” Naomi bangkit dari duduknya.

“oke. Aku siapin dulu alat – alatnya.”

Aku menuju garasi dan mengambil alat seperti spons, sabun, lap dan selang air. Di dalam rumah, Sinka dan Naomi tampak mempersiapkan sesuatu yang tidak kuketahui.

“Kak Shinta nantang nih ceritanya?”

“Kalo takut ya berarti aku yang menang.”

“siapa takut! Aku bakal buktiin ke kak Shinta.”

“Iya, Adek aku, Sinka.”

“kakak jangan nyesel ya. Punya dia gede loh, kak.”

“oh ya? Masa’?”

Mereka keluar dari rumah dengan pakaian serupa. Kaos oblong yang longgar. Panjangnya hampir menutupi paha mereka.

“aku udah basahin mobilnya. Waktunya di cuci pake sabun.”

“baik, kak!” seru mereka bersamaan.

Mereka mengambil ember berisi air dan sabun di dekatnya.

“koq enggak keluar sih? Padahal dikocok juga.” Sinka memegang botol sabun dan menuangkannya dengan cara dikocok.

“Dek, itu di pencet kayak gini.” Naomi memencet botol sabun miliknya dan cairan itu menyemprot kena bajunya.

“ih kakak sukanya muncrat belepotan. Kalo aku kan dikit – dikit biar enak.” Sinka mengocok botolnya hingga keluar isinya sedikit demi sedikit.

Apa yang mereka lakukan sedikit banyak membuatku terangsang. Naomi suka disemprot. Sedangkan, Sinka pelan – pelan asal keluar. Ya ampun, apa yang kupikirkan. Mereka mulai menyabuni kendaraan mereka masing – masing.

“Naomi, begini caranya nyuci atap mobilnya.” Aku memperagakan caranya.

“aku coba ya!” serunya di sisi mobil yang lain.

Kaca mobil milik Naomi cukup transparan. Dadanya menempel di kaca dan tertekan. Aku mencuri pandang melihatnya. Apalagi, saat benda itu berputar – putar seperti mengelap kaca. Sepertinya aku melihat putingnya samar. Aku menelan ludahku sendiri.

“kena kamu!” pikir Naomi yang masih melanjutkan godaannya.

“Kak Shinta, dasar.” Gumam Sinka.

Sinka mengambil tindakan.

“Kak Grha, bantuin aku!” teriak Sinka.

Aku berpindah ke Sinka yang kubantu untuk naik ke atas kap mobil. Pantatnya hampir saja mengenai mukaku.

“tadi gini ya caranya ngelap kaca mobil?” dia meniru gerakanku.

“iya, Sinka. Begitu caranya.”

Dengan sengaja, dia memperlihatkan dadanya yang menggantung bebas lewat lubang masuk kepala. Bergulir kesana – kemari. Aku tidak bisa melepaskan pandanganku darinya.

“Yes! Liatin terus, kak!” gumamnya.

Naomi melihat Sinka yang cukup berhasil mengganggu konsentrasiku. Dia mengambil selang dan menyiram air ke mobil.

“Kak! Udah selese nih! Bantuin dunk.” Naomi memegangi selang.

Aku meninggalkan Sinka dan membantu Naomi menyiram mobil.

“kalo nyiramnya itu dari atas ke bawah biar debunya turun.”

“harus ngalir ya kak? Kalo aku biasanya disemprot di atas aja.” Dia menggodaku dengan menyilangkan tangannya sehingga memajukan dadanya. Kaosnya basah karena sabun. Kaosnya transparan memperlihatkan di dalam kaosnya.

“kalo di atas aja ya enggak bersih, Naomi.” Aku berusaha mengalihkan perhatianku dari dadanya yang sengaja ditonjolkan.

Diam – diam, Sinka menuju keran dan memampetkan aliran air selang dengan menginjaknya.

“loh. Koq airnya begini?” tanyaku.

“bisa begitu? Biasanya lancar.” Naomi pun kebingungan.

Dia melihat ke arah lubang selang dan air menyembur deras membasahi wajah dan pakaiannya. Sinka tertawa melihat Naomi basah.

“Adek! Awas ya!” Naomi mengejarnya dengan menyemprotkan air ke Sinka.

Aku sengaja tidak memisahkan mereka. Kulihat lekuk tubuh Sinka semakin tercetak jelas di balik bajunya. Begitu juga dengan Naomi yang dibalas semprotan oleh Sinka. Dibalik kaos basah mereka, Naomi bertelanjang dada dengan g-string minim. Dadanya membuat lekuk yang keindahannya tidak dapat kulewatkan. Pantat Naomi juga tidak kalah seksinya. Sinka malah lebih nekat. Sengaja, dia tidak memakai apapun dan aku bisa melihat dada dan vaginanya yang berbulu jarang. Langsung saja, penisku bereaksi melihat mereka.

“Kak, udahan yuk. Udah dingin.” Naomi menonjolkan dadanya dengan menyilangkan tangannya kedinginan.

“udah bersih juga mobilnya.” Sinka malah tidak peduli bahwa kaosnya basah membuatnya telanjang di depanku.

“I-iya, Sinka. Aku be-beresin dulu.” Kegugupanku tergambar jelas di deoan mereka yang sudah melangkah pergi.

Di rumah, mereka nampak riang setelah berhasil menggodaiku.

“aku berhasil kan, kak?”

“iya, dek. Kamu berhasil. Nekat juga sampe segitu usahanya.”

“abisnya kakak udah mau menang sih. Malem ini, aku duluan pokoknya.”

Aku menunggu mereka selesai membersihkan diri. Sedikit cemilan bisa memberiku energi.

“Kakak bisa mandi di kamar aku soalnya kamar mandi tamu lagi rusak.”

“enggak apa – apa, Sinka?”

“Iya. Aku udah siapin, koq.”

Masuk ke dalam kamarnya, suasana kamar perempuan begitu terasa. Aku segera membersihkan diri. Sementara, Sinka sibuk dengan ponselnya.

“ah. Segarnya.” Aku baru keluar dari kamar mandi.

“wangi banget sih, kak.” Sinka menyambutku.

Penampilannya dengan kaos ketat dan mini skirt jeansnya membuatnya cantik natural.

“harus dunk, Sinka. Kalo enggak wangi entar kamunya ngambek.”

Aku memegang ujung kaosnya dan mendekatkan diri di tubuhnya.

“kamu juga wangi, Sinka. Imbalannya mana nih?” aku menempelkan dahiku padanya.

“kakak nakal. Sinka jadi gerah nih.” Dia berusaha menolakku.

“Dibuka aja kalo berani.”

Dia menarik leherku dan kami melakukan ciuman pertama kami. Bibirnya lembut dipadukan dengan hisapan lembut di lidah membuatku bergairah.

“ccccccccllllluuuuuupppphhhhh…….cccccccccllllllluuuuuuuuuppppppphhhhh……ccccccclllllluuuuuuuuppppppphhhhh……..”

Tangannya berusaha meraih punggungku. Tanganku sendiri menaikksn bajunya lewat pinggang hingga underboob. Kemudian turun lagi dan naik lagi. She’s not wearing any of bra. Lidahku mencampurkan air liurnya di mulutku sebagai pengganti dahaga. Dia melakukannya penuh nafsu untuk seumurannya.

“adek pasti lagi enak nih. Ngintip aja lah.” Naomi dengan piyamanya melangkah malas.

Aku dan Sinka berpindah di atas kasur setelah sebelumnya saling menelanjangkan diri. Aku melipat lututku dan bertumpu di atasnya. Sinka mulai memanjakan penisku dengan kocokan tangannya disertai lidahnya. Dibasahi seluruhnya kemudian dihisapnya kuat.

“sssssssllllluuuuuuurrrrrpppphhhhh…….ssssssslllllllluuuuuuurrrrrppppphhhh……sssssssslllllluuuuurrrrrppppphhhh…..”

Diremasnya zakarku hingga tegang. Dia mulai mengulum penisku dan kepalanya maju mundur searah penisku. Aku turut mendorong penisku dan memegangi rambutnya.

“sssssssslllllloooooorrrrrrppppphhhhh……….ccccccccllllllloooooorrrrrrpppppphhhhhhh……..sssssssssllllllllooooooorrrrrrrrrpppppppphhhhhh……..ccccccccllllllllooooooorrrrrrrrppppphhhhh……”

Dari balik pintu kamar Sinka yang terbuka sedikit, sepasang mata Naomi melihat Sinka yang mengoralku. Aku melihat Naomi yang mengintip. Kubiarkan saja dia menikmati pemandangan ini.

“Untung banget si adek. Dapetnya mana yang gede sih.”

Tidak sadar kekesalannya berbuah pada nafsunya. Naomi mulai meraba vaginanya dan menusuknya dengan jari. Masturbasi dengan melihat Sinka tengah kucumbui.

“Kak, langsung aja. Udah basah akunya.” Pintanya.

Aku memasukkan penisku ke vaginanya. Kedua kakinya bertumpu di pahaku.

“kak….pelan – pelan….sakit…..” rintihnya sampai menggenggam seprai berlebihan. Kepalanya memberontak kesana kemari.

“tahan, Sinka. Bentar lagi masuk koq.” Aku menenangkannya sambil mendorong pinggangku masuk.

“uuuuggghhhhhhh……..udah masuk. Kerasa banget di meki aku.” Desahnya parau.

Aku mendiamkannya sejenak.

“entotin Sinka, kak. Entotin!” inginnya.

Pinggangku mulai mengebor vaginanya dengan penis. Dia menatapku penuh kesakitan.

“uuuuggghhhh…….aaaaaaahhhhhh…….uuuuuggghhhh…….oooooohhhhhh……..ssssshhhhhh…….sssshhhh……”

Aku memberinya dorongan yang memberinya kepuasan seksual. Penisku bertumbuk di dalamnya menimbulkan bunyi gercap kelamin yang beradu.

“enak….banget…..enak…..terus….sodok…..terus…..”

Aku memindahkan kakinya rapat di bagian bahu kananku dan menghujamnya terus. Tubuhnya terus menerima perlakuanku.

“uuuuuuccccchhh……makin…….sssssshhhh……enak………oooooohhhhh……..terussss……”

“rasain tuh, Sinka!”

“ampun…….kak……..terussss…..enak…….uuuuuuucccchhhhh……..oooooohhhhhhhh…….ampun…..”

Di luar, Naomi semakin intens melakukan fingering pada vaginanya. Dia tengah membayangkan jika itu adalah dirinya.

“mmmmmmmmmhhhhhhhhhh………….mmmmmmmmhhhhhhhhh……….mmmmmmmhhhhh……”

Sodokanku semakin tajam. Aku membelah kakinya sehingga berpangku di kedua bahuku. Dia merengkuh badanku membuatku menindihnya.

“aaahhhhhhh…….makin……sempit……….meki…..aku…….oooohhhhh…….punya…….kakak………enak……..sssssssssshhhhhhhh……..”

Aku menciumnya penuh nafsu.

“Cccccccccuuuuuuuurrrrrppppphhhh………cccccccccuuuuurrrrrrpppppphhhhh………ccccccccuuuuuuurrrrrrppppppphhhh….”

“Kak…..Sinka…..mau…..keluar…..” Bisiknya di telingaku.

“Kakak juga mau keluar.”

Aku bersemangat menggenjotnya hingga titik penghabisan. Dia semakin erat menjepit penisku dalam.

“kyaaaaa……..”

“gggggaaaaaahhhhh…….”

Aku menyemburkan pejuhku bersamaan dengan Sinka di dalam vaginanya. Aku melakukan hujaman terakhir menguras pejuh yang tersisa. Naomi juga mengakhiri fingeringnya. Tangannya basah akibat melihatku usai bersamaan dengan Sinka. Kemudian, ia kembali ke kamarnya.

“juice kakak anget. Sinka suka banget.”

“kamu juga enak banget, Sinka.”

“biarin di dalem ya, kak. Nyaman rasanya.”

“iya, adek Sinka.”

Kami berdua saking tersenyum dan saling berpelukan hingga tertidur.

Usai mencuci mobil, aku melongok ke dapur mencari kudapan yang bisa kumakan.

“sebaiknya aku memasak makanan.”

Di dapur juga lah, pertemuanku dengan Naomi berlanjut.

Tengah malam, aku terbangun. Sinka masih terlelap dalam kondisinya semula. Aku pergi ke dapur untuk mencari air minum.

“nyari air minum?” sapa Naomi.

“yeah. Aku sedikit haus.”

Dia duduk di depan meja dapur bertipe bar ini.

“aku ngeliat kamu sama Sinka kayaknya nikmat banget.” Akunya padaku.

“boongin pake tangan emangnya enak?”

“enggak enak sih. Tapi, udah nafsu banget.”

“aku suka cewek yang ngomong apa adanya kayak kamu, Naomi.”

“jangan muji kayak gitu ah. Malu akunya.”

“kamu laper enggak? Aku bisa masak makanan kalo kamu mau. Kebetulan, ada bahannya nih.” Kataku sambil mengeluarkan bahan makanan dari kulkas.

“emang bisa masak? Boleh aja sih.”

Setelah mengolah bahan makanan menjadi masakan yang cukup untukku dan Naomi, kami bersantap malam mengisi perut yang kosong.

“enak deh masakan kamu. Jadi iri pengen bisa masak kayak gini.”

“biasa aja, Naomi.”

“kali ini biarin aku yang nyuci piringnya.”

Naomi beranjak dari kursi menuju tempat cuci piring. Aku mendekatinya dan langsung menciumi leher dan tengkuknya.

“Naomi, kamu itu menggoda banget tadi.”

“Aku iri sama Sinka yang udah kamu entotin duluan.”

“aku suka banget pantat kamu. Seksi banget.” Aku meremas pantatnya dengan tanganku.

Tidak tahan, dia berbalik dan mencium bibirku. Aku telah bersiap menyambutnya.

“ccccccllllllluuuuuupppphhhhhh…..”

“Grha…..”

“Naomi…..”

“cccccccccccllllluuuuuuuuuupppppppppphhhhhhh……….ccccccccccccllllllllllluuuuuuuuuppppppphhhhhhhh….”

Aku menunggingkan Naomi di depanku dan melucuti celana piyamanya. Pantatnya seksi menggugahku untuk menciuminya.

“oooooggghhhhhh……ooooooogggghhhhhh………oooooogggghhhhhh…..”

“kiss….my….ass…….yeahhhh…….kiss them…..”

Anusnya kujilat tanpa memedulikan apapun itu. Naomi mengejang nikmat.

“ooooogggghhhhhh………hhhhhhhmmmmmm…….fffffuuuuucccckkkk……ssssshhhhhiitttt……..”

Setelah puas menjilatinya, aku menampar pantatnya keras hingga berbekas.

“sssspppllllaaatttt…….ssppppllllaaatttt…….sssspppplllllaaatttt…….ssssssppppplllllaaaatttt…..”

“mmmmhhhhh…..mmmmmhhh…….spank….me…..harder……..ooooogggghhh…….ssssssshhhhhh…….more………harder……………”

“do you take it up in the ass, Naomi?”

“yes. I do. Do it now!”

To be continued………

— Apapun yang terjadi, aku bakal ketemu sama kamu —
Part 2

Aku melumasi penisku dan menyeruak masuk ke dalam anusnya. Jepitannya luar biasa.

“I’m going in hard.”

Aku menghujamnya masuk hingga penuh. Kupegangi rambutnya dan menjambaknya ke belakang.

“gonna ride you like horse, bitch!”

“sssssllllloooopppphhhh……..sssssslllllloooopppphhhhh…….sssssllllllooooopppphhhh….”

“ooooggghhhhhhh……..ffffuuuucccckkk…….oooooggghhhhhh……..sssssshhhhiiiiiitttttt……..”

Aku tidak berhenti menggenjotnya. Pesonanya membuatku lupa diri. Kupegangi kedua tangannya agar stabil.

“jjjjjjjllllllloooooopppppphhhhhh………jjjjjjjjjjllllllllooooooppppppphhhhh………jjjjjjjllllooooooopppppphhhhhh……”

Intens, aku memacunya kencang dengsn memegangi pinggulnya. Seperti di atas angin, aku menunggangi Naomi tanpa beban.

“more……more……fffffuuuuuccckkk…….harder……”

Gerakanku semakin kaku. Aku akan berejakulasi. Naomi langsung menjepit penisku keras.

“ggggggwwwwaaaaaahhhh…….”

“cccccccrrrrrrroooottttttsssss……….ccccccccrrrrrrrooootttttssss……”

Penisku mengeluarkan pejuh di dalam anusnya.

“ah…ahh…aahhh….are…you…fucking….cum….inside…me?”

“do you….mad at me?”

Aku menggiringnya untuk berjongkok.

“make it dry! Bitch!” perintahku sambil menjambaknya.

“yes, I will do.” Naomi pasrah.

Dia mengulum penisku membersihkan sisa – sisa pejuhku. Menjilatinya seperti anjing. Rambutnya kugunakan untuk mengeringkan penisku. Aku membangkitkannya dan menciumnya lagi.

“Naomi, kamu enggak apa – apa?.”

“aku suka cara kamu anal ke aku.”

“anal sama kamu luar biasa rasanya.”

Aku menggendongnya dan mendudukkannya di atas meja.

“gimana caranya kamu tahu aku suka english?” Naomi membelai – belai rambutku.

“kaos kamu tadi nunjukkin kalo kamu suka english. Piyama ini motifnya koran new york times, right?”

“next time, should we play with this tits?” dia memegangi dadanya.

“absolutely yes.” Kataku.

“and a little drama will add up.”

Sepanjang malam, we’re cuddling di sofa. Midnight anal seks dengan Naomi jadi pengalaman yang tidak terlupakan untukku.

Pikiranku kemana – mana. Entah mengapa bisa terpikirkan peristiwa seperti itu. Ketika permainan itu dimulai, semuanya terbalik 180 derajat.

Bangun – bangun, aku mendapati diriku di sebuah ruangan bawah tanah. Tangan dan kakiku terikat di sebuah rantai yang terpatri di ujung tembok.

Dengan lingerie latex hitam, Sinka dan Naomi memandangiku.

“pagi, kak. Gimana ngeanal kak Shinta? Enak?”

“Ass still hurts, Adek aku.”

“lepasin gue, Sinka , Naomi. This is not funny anymore.”

“nanti setelah kita puas baru kita lepasin.” Ujar Naomi.

Seluruh tubuhku terasa lemas. Kecuali, penisku yang sudah ereksi dan dipasangi sabuk yang menjaganya tetap ereksi. Mungkin, mereka menginjeksikan semacam obat kepadaku. Percuma aku menolak mereka dengan kondisi seperti ini.

Naomi datang dengan semacam penjepit yang langsung dijepitkan di puting dadaku. Rasa nyeri langsung menjalar.

“is it enough, Sinka?” tanya Naomi.

“not good enough. Kayaknya, kita tambahin ini deh.” Sinka membawa sebuah penjepit yang terhubung dengan kabel.

Naomi memegang sebuah remote control dan menyalakannya. Seketika, aliran listrik mengalir masuk ke dalam tubuhku.

“gggyyyaaaaaahhhh…….”

Melihatku tersengat, Sinka dan Naomi terpuaskan birahinya. Dia mematikannya beberapa saat kemudian dan mengatur rantai yang mengikatku sedemikian rupa sehingga posisiku mendekati Sinka dalam posisi mengangkang.

“kuat banget sih kakak.” Sinka membelai wajahku dan mencium pipiku setelahnya.

“Boy, I loSinka it when someone could pass it.” Naomi memegang daguku dan menciumku di bibir.

Naomi mengambil sebuah fleshlight (vagina buatan) dan mengocok penisku dengan benda tersebut.

“mungkin enggak seenak yang asli. Tapi, sempitan ini. Plus, udah ada lubricant nya.” Naomi menggerakan benda tersebut.

Dalam kesakitanku, ada perasaan nikmat yang muncul dari itu.

“cccccrrrrrrooookkkkkhhhhhhhh………ccccccccrrrrrrroooookkkkkkkhhhhhh………cccccccrrrrrrrooookkkkkhhhh…….”

Sinka memakai strap on dengan dildo (penis buatan) dan memosisikan diri hendak memasukkan benda tersebut di anusku.

“kakak tahan ya. Rasanya pasti sakit.”

Benda itu masuk tanpa pelumas apapun. Rasa sakit yang ditimbulkannya itu luar biasa. Naomi membelai – belai wajahku seolah ini hal yang wajar.

“hhhhaaaaaggghhhh………hhhhhhaaaaaggggghhhhhhh……..hhhhhhhaaaaaaaggggghhhhh…….”

“Naomi, hentiin semua ini. Aku mohon.”

“Fetish aku sama Sinka sama. Puas kalo liat cowok tersiksa secara seksual.”

“udah masuk nih kak. Abis ini pasti ini seru.” Seru Sinka.

Baru kali ini, Sinka melumasi dildonya. Rasa perih bercampur dingin yang mengiritasi. Benda itu memperkosaku. Bukan benda itu. tapi Sinka. Dia benar – benar memperkosaku. I am getting fucked up. Naomi sibuk dengan fleshlightnya.

“aaaggghhh…..aaaaaggghhhh….”

“ccccccrrrrroooooottttttssss……..cccccccrrrrrrooooottttssss…..”

Aku berejakulasi di dalam fleshlight.

“Yuck. Don’t worry. You’ll erected soon. Your juice will make it easier.” Naomi melihat leleran pejuhku yang merembet keluar.

Sinka mulai memakai semacam tongkat estafet dengan cambuk yang berumbai. Dipecutkannya di badanku. Aku mengaduh kesakitan. Meski tidak terlalu sakit, intensitasnya membuat takluk juga.

“ccccppppllllaaakkkkk…….cccccccpppppppllllaaaaakkkkk…….ccccccpppplllllaaaaakkkk……..”

Penderitaanku semakin bertambah saat Naomi turut meneteskan lilin tepat di atas penisku.

“sssssttttt……don’t be noisy, boy.” Katanya di dekatku.

Tetesan demi tetesan menbuatku semakin terbiasa. Sensasi aneh muncul dari diriku. Ini bukan aku yang biasanya.

“do you like it?”

“y-yes, I like it.”

“will you obey me, Slave?”

“I will. Punish me as you wish, master.”

“take this reward as your obedience.” Dia mengeluarkan isi dadanya dan mengunci bibirku di putingnya.

Perkataanya benar. Aku tidak butuh waktu lama untuk berereksi. Naomi tetap mengocokkan fleshlight di penisku sambil menyusuiku. Sinka lebih suka memerawani pantatku dengan dildo berbagai ukuran dan bahan.

“kakak pasti suka di anal kayak gini.”

“kakak seneng banget nih ditetekin.”

Entah berapa kali, aku berejakulasi. Bahkan, di penisku terpasang katup otomatis yang memaksa penisku tetap stabil dan berejakulasi. Tawa mereka yang awalnya menyenangkan. Berubah, menakutkan telingaku. Sodomi yang dilakukan Sinka dan Masturbathon oleh Naomi menurunkan mental dan tenagaku. Kesadaranku mulai menipis.

“can’t….stand…..anymore…..”

“kak, bangun…..kak?”

Aku lelah tidak kuat lagi.

Rantai dan cambuk. Hal itu sempat membelokkan fetish ku. Tapi, itu tidak berlangsung lama.

“temuin aku jam 21.00 di tempat biasa. Kayaknya kita enggak jadi ke fx. Aku udah open room di daerah xxxx di selatan kota.” Pesan teks dari Selena.

Aku mengambil Kemeja putih, jas dan celana hitam di lemari pakaian. Sebentar lagi, aku akan menemuinya.

Aku terbangun di sebuah kamar. Aku mengenakan pakaian rapi berjas. Mereka menungguiku dengan gaun putih ala pernikahan.

“syukurlah, kakak udah bangun. Kita udah cemas dari tadi.” Sinka memegangi tanganku.

“Kakak tadi udah muasin fetish kami. Sekarang, kita berdua adalah bride-nya kakak.” Naomi mendekat ke sisiku.

“apa yang terjadi tadi? Aku enggak ngerti.” Aku masih kebingungan.

“kakak enggak usah bingung. Kali ini, kita bakal service kakak.” Sinka menjelaskan.

Efek obat tadi sepertinya sudah hilang. Aku masih bisa merasakan sakit di pantatku. Walau sedikit mereda, masih terasa perih. Mereka mengajakku keluar kamar dan Yu makan bersama.

“kak, aku kan bride-nya kakak nih. Malam pertamanya buat Sinka yah.” Mohon Sinka padaku.

“enak aja, dek. Aku juga bride-nya. Aku dulu yang malam pertama.” Sergah Naomi.

“pokoknya adek dulu!”

“kakak dulu!”

“kakak ngalah dunk yang lebih muda.”

“kakak yang lebih berhak, dek.”

Mereka meributkan siapa dulu yang akan menemaniku.

“berisik kalian berdua!” aku memukul meja memecah ketegangan mereka berdua.

Setelah mereka terdiam tertunduk. Aku mulai mengambil tindakan.

“aku enggak bakal milih dari kalian berdua. Aku pergi dari sini setelah ini.” Tegasku.

“kak, Sinka mohon banget. Kita udah dandan buat kakak.”

“kakak juga katanya pengen maen sama titty-nya aku.” Goda Naomi.

“enggak! Aku enggak tertarik. Permainan macam apa yang kalian lakukan padaku! Kalian siapa sebenernya?”

“kita enggak bisa kasih tahu kita siapa sekarang. Nanti juga kakak tahu sendiri.” Naomi berterus terang.

Mereka berpikir agar aku tetap tinggal.

“Dek, kayaknya kita harus berbagi deh.”

“Iya, kak Shinta.”

Mereka menarikku ke sebuah kamar yang sudah di dekorasi ulang. Mereka mempersilahkanku duduk. Mereka duduk berdampingan di tempat tidur. Kuakui, paras mereka menarik perhatianku. Permainan yang mereka lakukan kupikir terlalu serius. They can do eSinkarythings.

“kakak nunggu apalagi? Kita udah siap diapa – apain sama kakak.” Sinka berkata.

Aku mendekati mereka.

“aku enggak tahu harus mulai dari mana. Terserah kalian juga.”

Sinka dan Naomi langsung mencium bibirku berebutan. 2 lips in mine. NeSinkar expecting them. Mula – mula, Sinka menciumku setelah itu baru Naomi yang melakukannya. Kadang mereka saling berciuman juga. Aku berebutan juga menciumi mereka penuh nafsu.

“cccccuuuuuuppppphhhhh……..cccccccuuuuuuulllllllpppppphhhhh…….cccccccllllllluuupppppphhhhhh……..ccccccccllllllllluuuuuurrrrrpppppphhhhhh…….”

Sinka langsung membuka celanaku dan mengocok dan mengulum penisku. Tidak ketinggalan, Naomi yang mengulum zakarku.

“aaaarrgggghhhhhh……..”

“ssssssllllluuuurrrrrrppphhhhhhhh………..cccccccccllllllooooorrrrrrppppppphhhhh………..sssssssspppppplllllllooooorrrrrppppppphhhhhhhhh…..”

Mereka bertukar posisi. Tetap saja, sensasi yang berbeda bercampur menjadi satu.

“ssssssllllluuuurrrrrrppphhhhhhhh………..cccccccccllllllooooorrrrrrppppppphhhhh………..sssssssspppppplllllllooooorrrrrppppppphhhhhhhhh…..”

Aku membaringkan mereka. Vagina mereka aku fingering bersama.

“ccccccpppppplllllooookkkkkkhhhhh…….ccccccccrrrrrrrrooooookkkkkhhhhhh……..ccccccccppppprrrrrroooookkkkkhhhh……..ccccccooooooooorrrrrrrppppppphhhhh……”

Mereka saling bertatap pandang.

“Kak….Shinta….”

“Adek……”

Mereka berciuman mesra. Kubiarkan saja mereka melakukannya. Aku sibuk dengan vagina mereka. Aku menggesek – gesek bibirnya, kemudian menggelitiki klitorisnya. Jemariku masuk ke dalam mencari titik lemahnya. Kulihat, mereka saling raba dada mereka sendiri.

“oooogggghhhhh…….sssssssshhhhhhh……mmmmmmmmhhhhhh………..uuuuuuuuuuuuucccccccchhhhhh……”

“kakak…..kakak…..enggak….kuat……”

Sinka mengejang. Tubuhnya menjengkang karena squirt. Sayang, Naomi belum bisa mencapainya. Aku memeluk Sinka dan menyusuinya. Tidak terlalu memuaskanku. Setidaknya, aku lebih bernafsu dengannya.

“kak….masukkin….” pinta Sinka

Aku melihat Naomi yang kelelahan.

“kamu aku puasin terakhir ya….”

“iya…”

Aku mencekik Sinka sembari memasukkan penisku. Squirtnya memudahkanku menggenjot tubuhnya.

“sssssslllllleeeeeeppppphhhhhh…….sssssssslllllleeeeeeppppphhhhh…….sssssllllllleeeeeppppphhhh…..”

“ooooggghhhhh……..kak…..terus………sssssssssshhhhh……”

Tidak mau ketinggalan, Naomi menduduki wajah Sinka agar vagina dapat dirangsang oleh Sinka dan wajahku dibenamkan di dadanya.

“aaaaaahhhh……aaaaahhhh…….aaaaahhhhh……..suck……them…..” racau Naomi.

Aku mengulum dan menggigiti putingnya dan menyusunya. Di bawah, Sinka yang tengah kusodok harus memuaskan kakaknya juga. Dioralnya vagina itu dan ditusuk – tusuknya dengan jari. Kami larut dalam kesenangan kami sendiri – sendiri.

“ssssllllooopppphhh……sssssslllloooopppphhhh…….ffffffllllloooopphhhhh…….fffffflllllloooopppphhhh……….sssssrrrrruuuttttt…………..ssssssrrrrruuuuuuupppppphhhhh……..ssssssssssllllllluuuuuurrrrrpppppphhhhhh………..”

Kami berganti posisi. Sinka dalam posisi doggie dan aku menghujamnya dari belakang. Naomi dibawahnya menampung ciuman Sinka dan kocokannya di vaginanya. Remasan lembut di dadanya menambah aksi tersebut.

“ooogghhhh…..oooooggghhhh…..oooggghhhhh……terus…..sssssshhhhh……..mmmhhhhhhh…….”

“mmmmmmmhhhhh………mmmmmmmmmmhhhhhh……..ssssssssshhhhhhh……”

Sinka berinisiatif untuk merebahkanku di kasur. Dia hendak menunggangiku dari atas. Dia mengangkangiku dan menjepit penisku dari atas.

“aaaaarrrggghhhh…….”

“Sinka…..pipis…..Sinka……pipis……lagi…….”

Naomi berada di atasku. Dia menggapai Sinka dan membantunya di atas.

“Terus…dek…..terus….sampe…..mentok….kakak…..bantuin….” ucap Naomi.

Sinka yang kelelahan mencoba untuk tetap bertahan. Vagina Naomi begitu dekat dengan wajahku hingga aku mampu mengendusnya.

“kyyyaaaaa…….geli…..” dia melihat ke arahku yang telah memegangi pantatnya dan mengendus vaginanya.

“Sinka….mau…..anal….”

Perasaan sesak memenuhi penisku. Aku akan memerawani pantatnya Sinka. Lebih sesak dari punya Naomi. Naomi dengan sengaja menggesekan pantatnya agar pikiranku teralihkan.

“hhhhhmmmmmmppppphhhhhhh………hhhhhhmmmmmppppppphhhhh…..hhhhhhmmmmmpppppphhhhh……”

“uuuuggghhhh…..kak…..enak…..banget…….tembus…..dalem…..”

Sinka baru kali ini merasakan sensasi anal seks. Wajahnya berkerut – kerut merasakan setiap kedutan – kedutan manja di anusnya. Tidak kuasa, aku menggerakkan penisku agar tidak pasif.

“uuuuuggghhhh…….gerak….gerak…..”

Tubuh perempuan itu memacu penisku bergerak naik turun dan Naomi memberikan dadanya untuk disusui Sinka.

“Sinka…udah enggak kuat lagi…..mau keluar…” pekikku.

“Sinka….mules….sakit…..”

Naomi menjauh dan aku memacu Sinka hingga berejakulasi.

“ggggggaaaaahhhhhh………”

“kyyaaaa……”

“ccccccccccrrrrrrroooootttttttsssssssssss…………cccccccccccrrrrrrroootttttttssssss…….”

Aku menuntaskan pejuhku di dalam Sinka.

“enggak…kuat….mules….”

“bbbbbbbrrrrroooootttt…….bbbbbbbrrrrrrooottttssssss……bbbbbbbbrrrroooottttsssss…….”

She’s shitting over my body. Very shit.

“Adek….jorok!” Naomi menutup hidung kemudian pergi dari kamar.

“enggak bilang kalo mau berak sih!” kesalku.

“maaf..kak…udah enggak tahan…”

Aku melepaskan diri dari Sinka menuju kamar mandi. Aku tidak menemukan Naomi. Setelah bersih, aku membersihkan seprai yang kotor. Sinka sepertinya kelelahan hingga langsung tertidur.

“Naomi! Naomi! Naomi!” panggilku mencarinya di luar kamar.

Dia berada di kamarnya dan mengenakan seragam sekolah.

“hello, Naomi, Miss drama! What’s the story?”

“you’re going to rape me, bad.”

Aku mengunci pintunya.

“siap atau enggak. Kamu bakal ngerasain enak!”

“jangan, kak! Jangan!” aktingnya sambil berusaha menghindariku.

Naomi bersembunyi di balik selimut dan kutarik selimutnya.

“kamu enggak bakal bisa lari kemana – mana.”

Aku menangkapnya dan menubrukkannya di atas kasur. Kedua tangannya kupegangi di atas kepalanya. Aku menjilat lembut wajahnya.

“kamu mau ngapain lagi.”

“jangan apa – apain Shinta. Shinta masih perawan.”

“enggak peduli. Bakal aku perawanin kamu.”

Aku memelorot celana dalamnya. Aku mengangkat rok dan merobek bajunya hingga seperti aku memperkosanya. Naomi pasrah sampai mengeluarkan air mata. Aku masih menganggapnya sebagai akting. Aku sudah bersiap akan memerawaninya. Kupikir, dia sudah tidak perawan lagi.

Aku menindihnya dan bersiap memasukkan penisku. Naomi mencegahku.

“kak Grha…..ini bukan akting….aku masih perawan….kakak mau merawanin aku? Kakak belum puas sama Sinka? Tapi, enggak apa – apa kalo kakak belum puas. Aku relain perawannya aku buat kakak seorang. Aku siap, kak.”

Aku memasukkan penisku ke dalamnya.

“nnnngggghhhhhh………”

“oooogggghhhhh…..kakak….enggak….masukin….di….meki…..aku?”

“aku udah tahu kamu masih perawan. Aku enggak mau ngerusak perawan kamu.”

Aku menggenjot penisku dalam posisi misionaris. Kurasa, aku harus memperlakukan Naomi lebih istimewa.

“apa yang kamu lakuin itu terlalu kelewat batas, Naomi.”

“sssssslllllllooooopppppphhhhhhh………sssssslllllooooooopppppphhhhhh…….ssssssslllllllooooooooppppppphhhhhh…….”

“uuuuggghhhhhh…..oooooogggghhhhh…….aku…sama…Sinka….ngadain….Lust…***me….udah…..lama….”

“Lust game?”

“kami….punya….fetish….macem…macem….makanya…aku….ngadain….ini…..bareng…..dia….”

Aku memacunya lembut. Tidak ingin membuatnya tersentak.

“tapi kamunya jangan sampe ngorbanin perawan kamu.”

“perawannya..Sinka…ilang….gegara….jatoh….dia…bisa….bebas….ngapain….”

Aku memiringkan badan dan melakukan spooning dari samping badan. Aku memeluknya dari belakang.

“oooooohhhhh…….yyyyeeeeaaaaahhhh……..mmmmmmmhhhhhh………uuuuuuugggghhhhh…….”

“sssssssssllllllleeeeeerrrrrppppphhhhh………sssssssssllllleeeeeeerrrrrrpppppphhhhh……..sssssssslllllleeeeeeerrrrrrppppppphhhh…….”

“kamu lagi taruhan sama Sinka?”

“i-iya….aku…..mesti……pecah……perawan…..sama…..kakak…..”

“aku bakal bikin kamu menang, Naomi.”

“caranya…..”

“kita tuntasin dulu ini.”

Aku menciumnya bibirnya sambil terus menghujamnya dari belakang. Kini, aku menindihnya dari atas. Dia memunggungiku. Aku masih bisa menghujamnya dari belakang.

“jjjjllllloooooppppphhhhh……..jjjjjjjjlllllllloooooopppppphhhhh……..jjjjjjjjjlllllllloooooopppppphhhhh……..”

“Naomi, ini hadiah dari aku.”

Aku membalik badannya dan mengarahkan semprotan pejuhku ke vaginanya yang perawan.

“cccccccccrrrrrrrroooooottttttssssss……..cccccccrrrrrrrrooootttttsssssss………ccccccccrrrrrrrrrooootttttttssssss……..”

“Kakak…makasih….”

“I love you, Naomi.”

“Love you, kak Grha.”

Kami saling berciuman mengakhiri pergumulan kali ini.

Aku berangkat menuju lokasi yang telah ditentukan. Semoga, aku tidak terlalu terlambat. Acara dengan Selena tidak boleh kulewatkan.

“setelah ini kompilasi lagu dari JKT48 bakal diputerin untuk kamu. So, Stay tune di……” suara gemerisik radio di mobil.

Pagi – pagi, setelah memberikan bukti aku berhasil memerawani Naomi dengan bekas seprai yang ternoda darah dari jemariku dan dia menceritakan bahwa dia dan Sinka tergabung dalam idol group JKT48 dan Lust Game adalah hal yang wajar di kalangan personel mereka. Aku baru saja mendengar nama idol group tersebut dan segera meninggalkan mereka setelah urusanku selesai.

Selena menungguku di lobi dan segera masuk ke dalam mobil.

“Sorry, aku agak telat.”

“sejak kapan kamu suka JKT48?”

“oh. Enggak tahu. Sengaja kunyalain biar enggak ngantuk.”

“jangan ngantuk dunk. Kan abis ini bakalan begadang.”

“emang kita mau ngapain sih?”

“berlagak enggak tahu nih, dasar!”

Mobilku melaju menuju hotel yang telah direservasi sebelumnya. Aku dan Selena menghabiskan waktu dalam hubungan intim yang menggairahkan. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya di masa depan.

Jika aku mendengar JKT48, mungkin aku merasa kasihan dengan personel mereka yang sengaja membuat Lust Game sebagai pelarian dari aturan yang mengekang. But, that’s not my business. Dunia berjalan seperti apa semestinya. We’ll walk in our pathway. Sinka, Naomi, you’re just a part of my journey of life. A night to remember for life. If we’re crossed path again, I hope you’re better than first time.

Terima kasih atas perhatiannya.

— Apapun yang terjadi, aku bakal ketemu sama kamu —