Caligula Retreat

Akhirnya setelah berbagai rintangan mulai dari komputer ngadat dan kesibukan dunia nyata, karya ini akhirnya selesai juga di detik-detik terakhir. Semoga menghibur. Selamat membaca!
“Lu yakin ini bakal membawa perubahan?” tanyaku semakin berdebar-debar seiring semakin mendekatnya tujuan kami. “Hopefully say… this is our last effort” kata Ricky sambil menggenggam telapak tanganku dengan hangat, ‘kalau sampai ini gak berhasil en kita harus cerai, kita masih teman baik kan?” dia menoleh ke arahku, kami saling pandang. Aku tersenyum kecil dan mengangguk, “belum merit dulu kita emangnya teman baik, mungkin udah takdir kita sebagai teman bukan sebagai suami istri, eh… jalan tuh!” kataku menyadari lampu hijau sudah menyala dan mobil di belakang mengklakson. Ricky buru-buru menjalankan mobil meneruskan perjalanan. Hari itu Sabtu, cuaca cerah namun tidak dengan hati kami, kegundahan memenuhi hatiku dan suamiku ini. Empat tahun lebih pernikahan kami sedang di ujung tanduk menuju perceraian. Secara materi kami bisa dibilang sangat berkelimpahan, Ricky mempunyai karier mapan, dalam usia 34 ia telah menjabat wakil direktur di perusahaan multinasional yang bergerak di bidang konstruksi. Aku sendiri Helen (29 tahun), dikarunia wajah yang cantik oriental dengan tubuh ideal berpostur sedang. Semua mengatakan kami pasangan yang sempurna, yang pria tampan dan yang wanita cantik, dan sudah hidup mapan pula. Ooohh… seandainya saja mereka tahu yang sebenarnya, semua tidaklah seindah yang mereka lihat. Ingin rasanya aku berteriak pada mereka, “WHAT DO YOU KNOW, BITCH!!??”. Buah hati yang belum kunjung lahir adalah awal segala masalah, Ricky adalah satu-satunya anak laki-laki di keluarganya sehingga orang tuanya sangat berharap cucu darinya. Ini yang menyebabkan mama mertuaku sering sinis padaku. Kami sudah berusaha dan berkonsultasi dengan beberapa dokter, namun semua hasilnya tidak memuaskan, ada dokter yang mengatakan masalahnya di Ricky yang spermanya lemah, tapi dokter lain mengatakan ada masalah di rahimku. Aku tidak tahu mana yang benar, sejauh ini kami berhubungan intim normal-normal saja. Di tengah kesibukan Ricky yang karirnya makin menanjak dan diriku yang mengelola bisnis catering dari rumah, waktu kami berdua semakin berkurang, sehingga yang ada malah pertengkaran yang dipicu hal-hal sepele. Setelah berkonsultasi ke psikiater dan juga pendeta, kami mulai saling terbuka satu sama lain untuk mendekatkan diri. Dari situ keluarlah pengakuan bahwa kami masing-masing pernah melakukan selingkuh selama empat tahun pernikahan kami. Ricky pernah melakukan dua kali dengan wanita panggilan ketika perjalanan bisnis ke luar negeri, sedangkan aku sendiri dengan mantan pacarku yang sudah tinggal di kota lain. Kami berhubungan lagi lewat medsos dan aku bercinta sekali dengannya ketika ia datang ke kota ini sekalian mengunjungiku. Kekhilafan yang terjadi karena kesepian dan jenuh dengan rutinitas ini memang akhirnya kusesali. Saat itu aku merasakan hatiku hancur dan aku tahu Ricky juga merasakan hal yang sama sampai kami kehilangan kata-kata waktu itu. Malam itu kami sepakat untuk mengakhiri saja pernikahan kami. Namun besok lusanya, Ricky berubah pikiran, ia cerita padaku setelah curhat dengan sepupunya di Bandung, sang sepupu mengusulkan sebuah solusi terakhir. Sebuah solusi yang nyeleneh kalau tidak mau dibilang gila. Menurut sepupu suamiku itu, kami mengalami kejenuhan dalam pernikahan ditambah tekanan karena belum memiliki keturunan (kuakui yang satu ini memang benar), sehingga kami memerlukan sebuah retreat. Namun ini bukan retreat biasa yang diisi dengan meditasi atau doa untuk menenangkan diri, ini adalah retreat dimana peserta dapat melampiaskan birahi seliar-liarnya bahkan di depan pasangan. Eksplorasi seksual seperti ini membuat peserta lebih jujur ke pasangan sekaligus mendapat kenikmatan yang berbeda. “Sinting!” itu yang pertama keluar dari mulutku setelah mendengar penuturannya, “lu yah, masa dengerin si Ryan yang sex maniac itu” “Helen honey… “ ia menggenggam tanganku dan menatapku, “ini kan cuma ide, jangan marah gitu dong” “Rick… gimana gua gak marah, suami gua pengen gua ML sama orang lain, termasuk threesome, orgy, sama kegilaan lainnya!” Aku memang pernah bercinta dengan dua orang mantan pacarku dan sekali terlibat one night stand dengan teman sebelum menikah dulu. Tapi soal cuckold, threesome, gangbang bahkan orgy tidak pernah terpikir olehku untuk melakukannya, memang ada fantasi ke arah sana namun aku tidak punya cukup keberanian untuk itu. Terlebih setelah menikah, Ricky adalah satu-satunya yang pernah bercinta denganku, kecuali sekali kekhilafan dengan mantanku itu. “But we did it anyway, right? Gua… lu… thats why kita sampai ke tahap ini kan? Terus apa bedanya kalau terjadi lagi di level yang lebih tinggi, kita sama-sama tahu bahkan saling menyaksikan, sensasi rasa cemburu itu yang bikin kita makin hot sama pasangan.” “Jadi untuk itu kita berdua harus sama-sama melakukan penyelewengan?” “Gua tanya lu dulu, apa definisi menyeleweng itu? Seseorang itu dikatakan menyeleweng kalau dia melakukan hal di luar pengetahuan pasangannya, dengan kata lain dia melakukan secara sembunyi-sembunyi sehingga pasangannya gak tahu dan gak pernah menyetujuinya. Beda dengan event ini. Semuanya terbuka dan melalui persetujuan bersama antara kedua pasangan suami-istri itu”, jawab suamiku. Aku terdiam meresapi kata-katanya, mungkin ada benarnya juga, kami perlu hiburan yang tidak biasa, perlu mencoba sesuatu yang baru untuk me-refresh hubungan kita. “Emang si Ryan udah pernah nyoba ke acara itu? Terus hasilnya gimana?” “Justru dia udah pernah makanya dia cerita, katanya sex life dia sama bininya ML lebih bergairah setelah ikutan acara itu” “Jadi Ryan melihat si Viona ML sama cowok lain?” “Yep… dan sebaliknya, kadang juga mereka tukar pasangan atau rame-rame dengan orang lain.” Aku mengernyitkan dahi mendengarnya, aku baru tahu ada klub yang membuat event segila itu di Indonesia. “Kalaupun ga ada hasilnya, ya anggaplah itu pesta perpisahan buat kita, gimana?” Ricky merangkul tubuhku dan mendekapnya. Aku menghela nafas dan mengambil rokoknya yang ia letakkan di bibir asbak lalu menghisapnya. “Ya udah, kalau gitu lu atur aja, gimana emang cara ikutnya?” “Ini ga bisa sembarang ngedaftar, mereka dapet peserta itu lewat rekomendasi member, kalau kita mau ikut gua besok hubungi Ryan minta rekomendasi dari dia, udah gitu baru kita dihubungi sama mereka” “Oke then, I’m just waiting” jawabku kembali menghisap rokok di jariku. “Hei…. sejak kapan lu ngerokok lagi? Sini!” Ricky merebutnya dari tanganku. “Sejak barusan… gak liat?” aku melepaskan pelukannya dan beranjak dari sofa, “gua mau cuci muka sikat gigi dulu, cape pengen bobo” Dalam hati aku diam-diam tersenyum, ia masih perhatian padaku seperti jaman pacaran dulu, aku selalu dilarangnya menyentuh rokok alasannya demi kebaikanku. Ia masih mencintaiku sebagaimana aku masih mencintainya di tengah ujian dalam pernikahan kami. Tiga hari kemudian, Ricky memberitahu bahwa ia telah menerima email persetujuan atas rekomendasi dari sepupunya. Kami bersama melihat email tersebut dan mempelajari keterangan lengkapnya dalam dokumen PDF. Caligula Retreat, itulah yang tertera pada kepala dokumen, nama dari seorang kaisar Romawi, yang terkenal akan kehidupan seksnya yang nyeleneh dan pemerintahannya dipenuhi skandal amoral. Ricky pernah mengajakku nonton filmnya sehingga aku masih ingat tokoh tersebut. Kami mempelajari dokumen yang berisi kontrak dan peraturan-peraturan yang wajib ditaati, antara lain: peserta harus berusia 18 tahun ke atas, dilarang membawa anak-anak dan orang lain yang bukan peserta/ member ke lokasi retreat, dilarang membawa dan mengkonsumsi narkoba, serta dokumentasi dalam bentuk apapun dilarang keras. Juga tercantum biaya yang terbilang mahal, untuk menjadi peserta satu paket per event saja dua puluh lima juta/ pasangan/ tiga malam, sementara untuk menjadi member dikenai biaya tahunan dua ratus juta/ pasangan, bisa mengikuti acara kapan saja dengan koordinasi dengan pihak penyelenggara terlebih dahulu. Dengan biaya setinggi itu, sudah dapat dipastikan yang menjadi member/ peserta pastilah kelas menengah atas. Urusan selanjutnya, Ricky lah yang mengurus, kami memutuskan mencoba paket tiga hari dua malam. Setelah mengurus administrasi via online dan WA kami akhirnya mendapat tempat dua minggu kemudian. Kembali ke awal cerita, akhirnya tibalah kami pada hari yang ditentukan, mobil kami sudah memasuki gerbang kompleks perumahan elite di pinggir ibukota, sesuai alamat yang diberikan. Kini kami tinggal mencari kantor marketing propertinya. Tidak sulit menemukan tempat tersebut yang terletak di kompleks ruko di depan gerbang masuk, bangunannya yang bertingkat tiga dengan papan nama besar mencolok. “Siang… saya mau bertemu dengan Bu Grace, udah janji atas nama Ricky Setiadi” kata suamiku pada resepsionis “Baik Pak, ditunggu sebentar ya!” si resepsionis segera mengangkat telepon untuk menghubungi, “… ah iya Bu, baiklah!” Resepsionis itu menutup telepon lalu berkata, “bapak ibu langsung saja ke lantai dua, ruangan Bu Grace yang di depannya ada bangku panjang!” Kami pun segera ke atas dan baru juga sampai di lantai dua, pintu yang dimaksud sudah membuka dan keluarlah seorang wanita cantik berambut sebahu dihighlight kemerahan tersenyum ke arah kami. “Halo…. Ricky dan Helen kan?” sapanya menghampiri kami dan mengulurkan tangannya, “saya Grace, kita selama ini udah berhubungan lewat WA” Kami berjabatan tangan, wanita itu nampak lebih cantik dari di picture profile WA, usianya kira-kira pertengahan tiga puluhan, sebaya dengan kami. Profil tubuhnya juga ideal, dengan tingginya sekitar 160an, terlihat seksi tapi anggun dalam gaun putih lengan panjang dengan V-neck serta potongan bawah yang rendah memamerkan keindahan pahanya. Kulihat Ricky curi-curi pandang ke bagian terbuka itu, aku sudah maklum dengan naluri pria seperti itu. “Mari kita masuk dulu, ada beberapa hal yang harus diurus sebelum kita ke ke sana!” katanya ramah. Di dalam ia mempersilakan kami duduk di sofa. Mataku memandangi ruangan ini dengan kagum. Sebagai public relation, kantor Grace lumayan mewah dan lega dilengkapi furniture berkelas. Setelah mengambil sebuah kotak jinjing dari dalam lemari, ia duduk di hadapan kami. “Sebelumnya saya ucapkan selamat datang dulu di Caligula Retreat!” katanya, “Apa ada yang mau ditanyakan dulu?” “Pertama-tama saya mau tahu dulu profil perusahaan yang mengadakan event ini, kok bisa ya ada bisnis seperti ini di Indonesia, itu yang bikin saya penasaran” tanya Ricky Grace tersenyum, nampaknya ia sudah biasa menghadapi pertanyaan seperti ini, kemudian ia mulai menjelaskan bahwa klub retreat dan kompleks elite ini berada di bawah perusahaan yang sama, yang juga bergerak di bidang security, hiburan, dan perhotelan. Lebih lanjut lagi, ia mulai bercerita lebih jauh tentang Caligula Retreat ini. “Proyek ini tadinya hanyalah percobaan, namun di luar dugaan peminatnya ternyata banyak dan hingga kini sudah berjalan tujuh tahun, dan terus mengalami perkembangan. Kami menangkap peluang pasar kaum menengah atas akan kebutuhan rekreasi yang tidak biasa, rekreasi erotis yang biasa kita temui di beberapa negara Eropa Barat dan Jepang, namun karena budaya di kita belum bisa menerimanya, maka klub ini bisa dibilang semi underground, hanya untuk kalangan tertentu yang sudah terseleksi saja, dan kami sangat menjamin privasi dan kerahasiaan setiap klien kami.” “Eeerr… siapa saja yang menjadi klien kalian?” berikutnya aku yang bertanya “Oh sangat beragam dan dari berbagai kota di Indonesia, bahkan ada beberapa dari luar negeri, termasuk ekspatriat, seingat saya ada dari Singapura, Australia, Taiwan… macem-macem. Dan seperti yang kalian ketahui, pangsa pasarnya adalah kelas menengah atas. Kami memiliki klien pejabat, anggota dewan, selebritis” “Selebitis? Jadi ada artis atau musisi juga?” tanyaku lagi. Grace mengangguk, “juga tercatat ada seorang atlet nasional, baru masuk tahun lalu, mereka mengambil VIP membership sehingga yang ikut hanya kalangan mereka saja, tidak ada orang luar, karena privacy sangat penting bagi tokoh publik kan” “Tempat retreat ini, apa hanya di sini aja?” tanya Ricky. “Ya untuk pulau Jawa dan ada satu lagi di Bali, we have secret beach there, ke depannya kemungkinan akan bertambah lagi tempatnya” Kami terdiam menghadapi kenyataan bahwa bisnis erotis seperti ini ternyata sudah ada di Indonesia dan kami akan segera menjadi bagian di dalamnya. Setelah menerangkan cukup detail mengenai event ini, ia membuka laci mejanya dan mengeluarkan dua kotak kecil berisi cincin platinum bergaris biru yang elegan. “Ini adalah tanda pengenal peserta retreat dan menjadi milik kalian, harap dipakai selama acara!” Kami pun mengambil benda itu dan memakai di jari masing-masing, ukurannya pas. Pantas saja di formulir pendaftaran kami harus mengisi ukuran cincin, ternyata untuk ini. “Peserta memakai cincin seperti itu, sementara aktor-aktor kami yang akan meramaikan acara memakai cincin hitam seperti ini” ia membuka smartphone dan menunjukkan gambar sebentuk cincin berwarna hitam, “jadi kalau bertemu yang memakai ini dan melakukan sesuatu yang membuat terkejut, tenang saja, itu hanya skenario, keamanan dan kenyamanan kalian selama di retreat kami jamin sepenuhnya.” “Satu lagi hal penting, di kontrak sudah tertulis bahwa dokumentasi dalam bentuk apapun dilarang di retreat, untuk itu bila kalian membawa kamera, smartphone, atau apapun untuk merekam harus dititip di sini” kata wanita itu berjalan ke arah lemari mengeluarkan dua buah kotak, “kami telah menyediakan smartphone khusus agar kalian bisa tetap berkomunikasi dengan keluarga, selain itu admin acara akan selalu berhubungan kalian lewat pesan WA, sekarang pindahkan chip kalian dan tukar dengan smartphone kami!” Smartphone itu adalah type Samsung pada umumnya, hanya telah dimodifikasi sehingga kameranya tidak berfungsi. Kami pun mengeluarkan chip dan memasukkannya ke smartphone yang diberikan oleh Grace. “Kalau misalnya ada yang nakal diam-diam bawa alat buat dokumentasi acara gimana?” tanya Ricky sambil mengganti chip. “Maka besoknya tubuhnya akan mengambang di Citarum” jawaban itu membuat kami terhenyak dua detikan hingga akhirnya Grace tersenyum nakal melihat reaksi kami, “bercanda hihihi…. itu tidak akan terjadi karena kami punya semua rekaman CCTV kegiatan peserta, jadi baik perusahaan dan member memegang kartu as-nya masing-masing, tinggal ikuti saja peraturannnya, that simple” Setelah menerima kuitansi untuk mengambil barang kami bila mau pulang nanti, Grace mengajak kami ke tempat retreat.

DAY 1​
Kami mengikuti Xpander putih Grace dari belakang menyusuri rumah-rumah megah di kompleks ini. Suasana di sini begitu asri dan tenang dengan pepohonan yang banyak tumbuh di pinggir jalannya. Kami terus mengikuti mobil Grace ke wilayah yang agak menanjak hingga mobilnya menepi di pos security di seberang sebuah gerbang besar. “Member maupun aktor wajib lapor sebelum masuk, sekarang kita akan mendaftar dan mengambil kunci. Security tersedia 24 jam, mereka hanya akan masuk ke dalam kalau dipanggil, intercom langsung ke sini tersedia di setiap pondok dan juga sudah ada nomor security di smartphone kalian” kata Grace setelah turun dari mobil. Dua pria berpakaian safari dan bertubuh kekar keluar dari pos menyambut kami. Tanpa bertele-tele, setelah petugas memasukkan data kami ke komputer dan menyerahkan kunci, kami pun bersiap masuk ke dalam Dari luar sudah terlihat tempat itu sangat megah. Gerbang besar itu membuka menyambut kami. Begitu masuk terlihat sebuah taman yang indah dan artistik dikelilingi tembok dan pepohonan tinggi. Kolam ikan, jembatan kecil dan patung-patung yang menghiasi beberapa sudut memperindah taman itu, kalau saja smartphone kami tidak ditahan aku pasti sudah berfoto-foto dulu di sini. Ricky memarkirkan mobil di pelataran parkir yang bisa menampung lebih dari selusin mobil di sebelah mobil Grace. “Kita ke sana!” kata Grace menunjuk ke sebuah gedung aneh berlantai dua yang dikelilingi tembok lebih rendah berlapis marmer merah. “Udah ada yang datang selain kita belum?” tanya Ricky “Ada sepasang yang datang kemarin dari Surabaya” jawab Grace menuntun kami ke arah bangunan tersebut. Aku semakin terkagum-kagum melihat di balik tembok itu, seperti sebuah kampung kecil dengan lima pondok minimalis satu lantai mengelilingi gedung aneh berlantai dua yang megah itu. Sebuah jalan kecil yang muat satu mobil membelah tiga pondok dan dua pondok plus gedung itu saling berseberangan. Taman kecil di depan setiap pondok semakin memperindah suasana. Tempat ini menyerupai kota benteng mini dengan dua lapis tembok, mungkin lahan sebesar ini lebih cocok untuk sebuah sekolah internasional. “Di hari-hari biasa tempat ini bisa berfungsi sebagai tempat meeting, arisan, retreat, pesta kebun, shooting film, foto pre-weeding atau prosesi penjemputan mempelai” kata Grace menjelaskan, “aahh… itu mereka! Ayo saya kenalin!” ia mengajak kami ke pondok sebelah gedung itu yang pintunya terbuka dari dalam. “Grace!” sapa seorang wanita berparas cantik yang keluar dari dalam diikuti seorang pria tambun berkumis berusia setengah baya. “Siang Mbak Wulan! Pak Satrio” balas Grace, “ini tamu baru kita, kenalin Ricky dan yang cantik itu istrinya, Helen!” Kami berkenalan dan berjabat tangan dengan pasutri yang berasal dari Surabaya itu. Mereka begitu ramah dan penuh kehangatan menyambut kami yang baru datang ini. “Pak Satrio dan Mbak Wulan ini anggota lama, udah… berapa kali ikut acara?” “Ini yang kelima” kata Pak Satrio “Ya… lima kali, jadi kalau ada perlu kalian bisa tanya-tanya atau minta tolong ke mereka Selanjutnya Grace mengantarkan kami ke pondok yang akan kami tempati di seberang pondok pasutri itu. Interior di dalam bertype minimalis dan elegan. Kulkas sudah terisi makanan dan minuman yang sudah termasuk biaya, demikian pula beberapa botol minuman keras di lemari minibar. “Disini bisa memasak sendiri, bisa dari catering kami yang di sebelah kantor, juga bisa memesan dari luar, delivery akan diantar ke pos security dan mereka yang mengantarkannya ke sini!” Grace menjelaskan bahwa setiap sudut tempat ini terpasang hidden camera resolusi tinggi sehingga kita dapat melihat spot yang ingin kita lihat melalui TV. “Kalian dapat melihat pasangan kalian bercinta dengan siapa dan dimana, tinggal cari saja spotnya dengan remote TV ini, kecuali di toilet, kami tahu tidak nyaman dan tidak etis tertangkap kamera dalam keadaan sedang buang air” Grace menjelaskan sambil memberi contoh dengan menekan-nekan remote TV. Mbak Wulan dan Pak Satrio yang mengikuti kami juga menjelaskan ini itu berusaha mendekatkan diri dengan kami yang pendatang baru ini. “Omong-omong sebentar lagi akan ada aktor yang datang” kata Grace melihat smartphonenya, “apa masih ada yang belum mengerti?” Ricky menggeleng, “nanti saya hubungi aja kalau perlu!” “Tenang aja, kan ada kita toh yang bisa bantu!” sahut Pak Satrio. “Baiklah kalau begitu saya tinggal dulu, have fun all!” pamit Grace lalu keluar dari pondok kami meninggalkan kami berempat. “Kalian mau istirahat dulu atau liat-liat??” tanya Mbak Wulan “Eeerr… gimana yah enaknya?” aku bingung mau menjawab apa. “Gini aja deh, Len yuk kita jalan-jalan, aku kasih liat sekitar sini! Ricky sama Mas Satrio, gimana?” usul Mbak Wulan. Wanita itu menggandeng tanganku ke gedung bertingkat dua itu. Begitu masuk kami tiba di bangsal utama sebesar lapangan basket yang menurutnya biasa dipakai untuk resepsi atau acara lain. Sebuah pintu kaca di seberang menghubungkan ke area kolam renang indoor berukuran sedang. Di sana terdapat dua buah tangga, yang kiri mengarah ke lantai dua dimana terdapat ruang fitness dan yang kanan mengarah ke ruang rapat. “Di sini kita bisa main di mana aja, gak selalu di kamar juga, jadi kan ndak bosenin gitu” paparnya “Kamu sebelumnya belum pernah ML sama orang lain selain suami?” tanyanya yang kujawab dengan anggukan kepala. “Kamu pasti nervous” katanya menebak isi hatiku yang memang benar, “kita berenang aja dulu supaya lebih segar yuk!” “Tapi saya gak bawa swimsuit” “Swimsuit, ah siapa yang perlu!” Mbak Wulan lalu dengan santai melepas bajunya sendiri hingga telanjang. Tubuh wanita berdarah Jawa itu masih indah dan langsing, perutnya pun tak nampak lipatan lemak padahal sudah beranak dua dan usianya sudah kepala empat. Selangkangannya ditumbuhi bulu-bulu hitam lebat. “Eeehh… Mbak!!” aku meronta dikit ketika ia mencoba melepas bajuku. “Enjoy aja, ojo canggung!” katanya dekat wajahku. Ia memelukku dan memagut bibirku, baru pertama kali dalam hidup aku berciuman dengan wanita. Aku ingin berontak namun entah mengapa aku tidak melakukannya, malah mulai menikmati pagutan bibir wanita itu dan balas memeluknya. Ciuman lembut dan rabaannya terhadap tubuhku membuatku lebih rileks, aku mulai memainkan lidahku membalas lidahnya yang menjilati bibirku. Aku pun pasrah ketika ia melucuti satu demi satu pakaianku hingga tak terasa aku pun sudah telanjang. “Badan kamu bagus Len!” pujinya memandangi tubuhku sambil meremas payudara kiri. “Mbak juga” balasku dengan wajah memerah. “Yuk ke air aja!” ajaknya menggandeng pergelangan kiriku. “Heeii…. aaww…. jjbbuuurr!!” jeritku kecil ketika di bibir kolam wanita itu menarik lenganku hingga kami berdua tercebur ke kolam. Aku timbul ke permukaan dan menyeka rambut basahku ke belakang, air merendam tubuhku hingga leher. Mbak Wulan mencipratkan air dan kubalas mencipratnya sambil tertawa cekikikan. “Susumu gede toh ya?” kata Mbak Wulan mengagumi melihat payudaraku yang membusung indah. “Lebih gede punya mbak kali, punya saya sedang aja kok” Ia mendekatiku dan meraih payudara kananku. “Bentuknya bagus, kencang lagi” katanya sambil meremas lembut. Kami beradu lidah lagi hingga aku berinisiatif untuk mencium payudaranya. “Yah jilati punyaku!!” rintih Mbak Wulan menikmati ciuman dan jilatanku pada payudaranya. Tak lama kemudian kami berganti posisi, kusandarkan punggungku ke dinding kolam dan Mbak Wulan menjilat payudaraku, jemarinya yang lentik keluar-masuk mengobok-obok liang vaginaku. “Mmh.. enak Mbak!” rintihku tak tahan lagi dengan permainan Mbak Wulan yang membuaiku. “Sekarang kamu naik Len!” perintahnya yang langsung kuturuti tanpa banyak tanya. Aku naik dan duduk di bibir kolam dan ia merenggangkan pahaku kemudian membenamkan wajahnya di sana. Lidah wanita itu terus-terusan menyapu bibir vagina dan dinding di dalamnya. Oooh… ternyata jilatan seorang wanita tidak kalah nikmat dari pria, nikmat yang sulit kulukiskan dengan kata-kata. “Ssshhh… yah Mbah, jilat disitu, jangan lepas…” rintihku meminta agar ia menjilati klitorisku. Sepulu menit kemudian, aku mengalami orgasme. Tubuhku mengejang dan erangan nikmat keluar dari mulutku. Mbak Wulan melahap cairan kewanitaanku hingga terdengar bunyi seruputnya. Ohh… lidahnya mengais-ngais ke dalam dan menghisap seakan tidak ingin menyia-nyiakan setetespun cairanku. “Gimana, enak nggak?” tanya wanita itu setelah orgasmeku reda. Aku mengangguk “Enak juga yah” “Dah lebih rileks toh sekarang?” tanyanya sambil naik ke bibir kolam duduk di sebelahku. Aku mengangguk dan tersenyum lemas. Lalu ia tarik lenganku sambil membaringkan dirinya di bibir kolam. “Giliran kamu yah!” katanya. Aku mengerti apa yang dimaksudnya, kumulai dengan memagut bibirnya dan beradu lidah sejenak, lalu turun ke leher terus ke payudaranya. Putingnya kugigit lembut dan kuhisap sehingga membuatnya mendesah nikmat. Tanganku mengelusi lekuk tubuhnya hingga tiba di selangkangannya. Aku belum pernah melakukan seperti ini dengan sesama jenis, namun kubiarkan birahi dalam diriku mengarahkanku mengikuti arus permainannya. “Len… teruss jilat… aaahh…”, ia mendesah nikmat ketika aku menyusu pada payudara kirinya sambil mengais-ngais vaginanya dengan jariku Tubuh Mbak Wulan menggeliat-geliat, wajahnya menggambarkan dengan jelas kalau dirinya terangsang hebat. Tak lama kemudian kurasakan kedua pahanya mengejang dan dinding vaginanya berkontraksi lebih cepat. Sebagai wanita, aku juga mengerti ia telah di ambang orgasme. Perlahan tubuhku bergerak turun ke arah selangkangannya dan mendekatkan wajahku ke liang vaginanya. “Ngghkk… ooohh… ”, ia melenguh sejadi jadinya ketika aku mencucup bibir vaginanya. Aku melakukan apa yang biasa suamiku lakukan padaku pada saat seperti ini. Lidahku terus menjilati klitorisnya dan jariku terus mencucuk-cucuk hingga akhirnya Mbak Wulan mendesah panjang dengan tubuh menggelinjang. Aku menyeruput cairan cinta Mbak Wulan hingga tak tersisa. Kami berguling ke samping dan menceburkan diri ke air. “Ooh…”, keluh Mbak Wulan muncul ke permukaan bersamaku lalu memelukku mesra. “Udah ga nervous lagi kan?” tanyanya pelan sambil menatap wajahku dan menyibakkan rambut basahku. Aku mengangguk sambil tersenyum lemas “Ini baru pemanasan say… bakal ada yang lebih seru lagi…”, kata Mbak Wulan dengan nada menggoda sambil melingkarkan kedua tangannya ke belakang punggungku, kami pun berpelukan di air. Belaian tangan Mbak Wulan pada rambutku membuatku merasa nyaman. Aku menyusupkan wajahku di dalam rambut basahnya yang terhampar di sisi kiri kepalanya. Aku sudah siap menghadapi acara retreat selanjutnya. ———————– POV Ricky Pak Satrio mengajakku ke pondoknya untuk ngobrol sambil menunggu aktor yang dijanjikan Grace tadi. “Aktornya tuh bukan cowok kan? Ogah saya main pedang-pedangan” tanyaku. “Ada yang cowok ada yang cewek, nanti juga dikabarin sama admin kok!” jawab Pak Satrio sambil menuangkan white wine ke dalam gelasku. Kami mennyentuhkan gelas kami, lalu kami teguk isinya sebagai tanda perkenalan kami, berikutnya pastilah kami memasuki sisi-sisi pribadi dalam kehidupan masing-masing. Pria berusia sebaya dengan adik laki-laki papaku yang bungsu ini ternyata enak diajak ngobrol, dia banyak tahu segala hal mulai dari bisnis, politik, dan isu terkini. Pria berusia 57 tahun ini adalah pensiunan pejabat pemerintahan, di masa pensiunnya beliau tinggal menikmati hasil usahanya dalam bisnis kost-kostan mahasiswa dan distributor sembako. Sebelum menikah dengan Mbak Wulan ia pernah menikah dan mempunyai seorang anak. Istri pertamanya ia ceraikan setelah wanita itu tertangkap basah selingkuh. Tujuh tahun kemudian barulah ia menikahi Mbak Wulan yang beda usianya lumayan jauh dan memperoleh dua anak darinya. “Mau liat ndak nih, istri-istri kita mungkin lagi action” beliau mengambil remote TV dan menyalakannya. “Ah beneran ternyata di sini!” kata Pak Satrio menemukan channel di kolam renang yang membuatku merinding dan terperangah melihatnya. Terlihat jelas Helen duduk di bibir kolam, telanjang dengan tubuh basah sedang menikmati vaginanya dijilati oleh Mbak Wulan yang masih di air. Nampak kepala Helen menengadah dengan mata terpejam menikmati jilatan Mbak Wulan. Aku menuangkan wine lagi ke gelasku tanpa melepas pandangan ke layar TV. “Lagi pemanasan sama istri saya tuh hehehe” kata Pak Satrio Saat itu smarphone kami berbunyi pada saat bersamaan, aku mengambil dan membuka pesan. Dari admin retreat, “para pria diharap ke parkiran, ada yang butuh pertolongan!” “Wah, waktunya nih, yuk!” ajak Pak Satrio yang juga mengecek smartphonenya Ia mematikan TV dan menepuk lenganku agar ikutan. Kami pun keluar dari pondok, lalu melangkah ke teras depan keluar dari tembok dalam menuju parkiran. Aku mulai degdegan, terutama saat melihat mobil sedan kuning yang terparkir di seberang mobilku. Di jok kemudi nampak seorang wanita cantik berumur pertengahan dua puluhan nampak sedang menstarter namun mesin mobil tidak kunjung menyala juga. “Siang… ada masalah?’ sapa Pak Satrio. “Iya ini mobilnya ga bisa start” jawab si wanita. “Hhmm… coba dibuka depannya kita periksa!” kata pria berkumis itu. Wanita itu membuka kap depan mobil lalu turun sehingga kami dapat melihat sosoknya yang indah, perawakannya sedang dibungkus jumpsuit mini warna biru dengan potongan dada rendah yang memamerkan lekuk tubuhnya membuatku menelan ludah, di jari manis kirinya tersemat cincin hitam tanda ia adalah aktor dalam retreat ini. “Hai” sapaku, “gua Ricky!” sambil mengulurkan tangan. “Erlin” balasnya seraya menjabatku sehingga dapat kurasakan kelembutan tangannya. “Rick! Bantu periksa, pacarannya nanti!” panggil Pak Satrio “Oh iya Pak, ok!” sahutku buru-buru memeriksa apa yang tidak beres. Aku lumayan mengerti mesin mobil sehingga baru melihat saja aku sudah tahu ada kabel ke accu yang sengaja dicabut. “Pak coba distart!” sahutku setelah kupasang kembali kabel itu. Pak Satrio menstarter dan walhasil mesin pun menyala lagi. “Beres nih!” kataku pada Erlin sambil menutup kembali kap depan. “Eeerr… makasih yah… “ kata wanita itu, “now what?“ dia nampak agak gugup menyaksikan kami dua pria yang menatapinya. Pak Satrio yang baru keluar dari mobil langsung mendekap wanita itu dan memagut bibirnya, tangannya meremas pinggulnya. Wine yang kuminum ditambah live show lesbian istriku membuat birahiku naik dengan cepat dan berani mendekati mereka. Kudekap tubuh Erlin dari sisi yang lain dan kuremas payudaranya. Erlin melepas ciumannya dari Pak Satrio dan memagut bibirku. Wanita itu ahli memainkan lidahnya, lidahnya lebih agresif menyapu rongga mulutku daripada aku. Tanganku mulai menyusup ke belahan dadanya yang rendah dan meremas bongkahan payudaranya yang lembut itu. Kurasakan tangan wanita itu meremas selangkanganku dari luar. Aku dan Pak Satrio melucuti jumpsuit yang dipakainya hingga tinggal tersisa celana dalam hitam. “Ke mobil aja yuk!” ajak Erlin Kami pun masuk ke jok belakang mengapit wanita itu kanan dan kiri. Pak Satrio menarik lepas celana dalamnya sehingga terlihat vaginanya yang ditumbuhi bulu tercukur segitiga. Erline membuka baju dan celanaku dan langsung menggenggam batang penisku, tangan kanannya menggenggam penis Pak Satrio yang sudah membuka pakaiannya sendiri. Kini kami bertiga sudah telanjang di jok belakang, tangan-tangan kami menggerayangi tubuh mulus Erlin. Aku menunduk agar dapat menjilat dan menghisap puting kirinya, Pak Satrio pun tidak mau kalah, dari berpagutan bibir, ia pun ikut melumat payudara yang kanan. Aksi kami membuat desahan Erlin semakin tak karuan. Tangan Pak Satrio merambah selangkangan wanita itu dan jari tangannya mulai mencucuk-cucuk liang senggamanya sehingga membuatnya semakin merintih dan menggelinjang. “Ssshhh… aahhhh… hisaap.. pentilku aahh….yyyahhh!” desah Erlin sambil terus mengocok penis kami. Selama beberapa saat lamanya tubuh Erlin menjadi bulan-bulanan kami, bergantian ia berciuman dan beradu lidah dengan aku dan Pak Satrio, bekas cupangan dan air liur nampak pada leher, pundak dan terutama dadanya. “Udah ah… masukin aja, ntar keburu keluar duluan!” katanya menghentikan kocokan pada penis kamu, “mau siapa dulu nih?” “Bapak dulu aja!” kataku membiarkan yang lebih senior mengambil jatah duluan. “Oke, bapak dari luar aja ya, biar lega!” katanya lalu membuka pintu mobil dan keluar sambil menarik pinggul Erlin hingga menghadap keluar mobil. “Aaahh!!” desah Erlin merasakan desakan penis pria itu pada vaginanya Tanpa menunggu lama lagi, Pak Satrio dengan berpegangan pada pinggul Erlin mulai menggenjot vaginanya. Sementara Erlin yang posisinya membentuk huruf T dengan posisiku meraih penisku dan mulai menjilati serta mengulum penisku membuat birahiku semakin memuncak. Aku dibuatnya merem-melek merasakan sapuan-sapuan lidahnya pada kepala penisku, belum lagi hisapannya yang dahsyat itu. Tanganku meraih payudaranya dan meremasinya dan memilin-milin putingnya. Desahan nikmat kami pun terdengar sahut-menyahut. Seru sekali sensasi bercinta di tempat terbuka seperti ini yang belum pernah kulakukan sebelum ikut acara ini. “Sslrrpppp… ssslrrrppp…eeemmm…!” Erlin sibuk menservis penisku Kulihat Pak Satrio semakin cepat menggenjot wanita ini, nampaknya ia mau orgasme. Demikian pula Erlin, tubuhnya mulai mengejang dan hisapannya terhadap penisku makin bersemangat. “Ooooohhhh… saya keluaaaaar… aaahhhh….” erang Erlin. Pak Satrio masih menggenjot hingga kurang dari lima menit kemudian, dimana pria itu menggeram dan menekan penisnya sedalam mungkin pada vagina Erlin. “Aaarrhh… mantap…!” erangnya dalam kenikmatan hingga akhirnya mencabut penisnya. Akhirnya tubuh Erlin rebah di sofa setelah mencapai orgasmenya, tangannya masih menggenggam batang penisku. Nafasnya memburu namun berangsur-angsur mereda, matanya yang terpejam merasakan hempasan gelombang nikmat itu mulai terbuka. “Sini Lin!” kunaikkan tubuhnya ke pangkuanku dalam posisi memunggungi Ia nampak masih bersemangat, tangannya meraih penisku dan mengarahkan ke vaginanya. Mula-mula dioles-oleskannya kepala penisku pada bibir vaginanya yang basah, lalu ia selipkan kepala penisku di bibir tersebut. Dengan perlahan ia menekan turun pantatnya hingga sleeeppp… penisku pun menyeruak masuk ke dalam liang senggamanya. Liang itu terasa sangat erat menjepit penisku, desahan kami pun memenuhi mobil ini. Pak Satrio masuk kembali ke mobil dan melumat payudara Erlin sehingga membuatnya semakin menceracau. Wanita itu mulai menambah kecepatan genjotannya sehingga makin mengempoti penisku. “Tolong dimiringin dikit posisinya koh!” pinta Erlin, “bapak geseran sana!” Aku mengikuti apa yang dimintanya, masih berpangkuan, kami memiringkan tubuh. Wanita itu ternyata ingin mengoral penis Pak Satrio. Dengan posisi begini aku bisa lebih aktif menggerakkan pinggulku menggenjot vaginanya. Sambil menikmati servis oral Erlin, Pak Satrio meremasi kedua payudara wanita itu diselingi dengan pilinan-pilinan lembut di kedua putingnya. Sementara aku tak hanya mengenjot, tanganku berusaha mencapai selangkangannya dan berhasil menangkap klitorisnya yang lalu kuelus dengan lembut, ini biasa kulakukan saat bercinta dengan Helen. Kulihat Pak Satrio terpejam-pejam menikmati penisnya dioral oleh Erlin. Hampir setengah jam kami melakukannya di mobil hingga tubuh kami bermandi keringat. Aku tidak tahan lagi, ini terlalu nikmat, empotan vaginanya akhirnya mengantarku ke puncak kenikmatan. Dengan sebuah lenguhan panjang, penisku menyemprot-nyemprotkan sperma ke vagina gadis itu. Spermaku begitu banyak hingga meluber keluar vagina wanita itu bercampur dengan cairan kewanitaannya. Pak Satrio pun mengalami hal yang sama, penisnya yang sedang berada di dalam mulut Erlin akhirnya menyemprot-nyemprotkan cairan kental dan hangat. Cairan itu meleleh sedikit di pinggir bibir wanita itu. Kami bertiga pun terkapar lemas di mobil “Sungguh hidangan pembuka yang memuaskan” kataku dalam hati merasakan serunya bercinta di tempat yang tidak biasa dan dengan skenario unik seperti ini. “Kamu masih kuliah Lin?” tanya Pak Satrio sambil mulai berpakaian lagi. Wanita itu menggeleng, “saya jualan pakaian sama make up online, kadang terima order endorsement juga” jawabnya lalu mengambil air mineral dan meminumnya. “Udah lama jadi aktor?” tanyaku “Dua tahun lebih, part time kaya ojek online kan sistemnya, pemasukannya lumayan, but… bulan depan udah gak kerja ini lagi kayanya” “Oh napa? Mo merit?” “Eeehhm” Erlin mengangguk, “ada waktunya kita harus berhenti untuk memulai yang baru kan?” “Selamat yah kalau gitu” kata Pak Satrio, “kita gak bisa ketemu lagi kayanya” “Iihh… si bapak, emangnya mau mati, kok gak bisa ketemu lagi, kita masih bertemu tapi bukan di retreat ini” Kami pun tertawa-tawa. Setelah memulihkan tenaga dan kembali berpakaian, aku dan Pak Satrio turun dari mobil. “Senang bertemu kalian, have fun yah! saya duluan!” pamit Erlin pada kami lalu menyalakan mobilnya Kami pun melambai padanya hingga mobil itu meninggalkan parkiran. “Piye?” tanya Pak Satrio menepuk pundakku, “asyik toh?” “Mantap kalee!” jawabku Kami pun dengan hati puas kembali ke dalam. ————- Pukul 19.07
POV Helen Kami bersama pasutri Surabaya itu menikmati makan malam di tempat mereka, suasananya terasa hangat dan penuh dengan keakraban walau kita baru saja saling mengenal tadi siang. Pak Satrio yang paling sepuh di antara kami banyak memberi masukan pada aku dan Ricky mengenai hubungan kami. ‘Menu pembuka’ tadi siang juga menjadi pembicaraan hangat di meja makan, Ricky ternyata telah menyaksikanku bercinta sesama jenis lewat CCTV. Rasanya malu tapi sekaligus terangsang membayangkan diriku bercinta dengan orang lain disaksikan suami tercintaku. Ricky juga bercerita bahwa ia bersama Pak Satrio telah melakukan threesome dengan wanita cantik yang berperan sebagai aktor. Ricky mengatakan itu adalah welcome service yang paling seru. “Rick, makan lebih banyak! Entar gak ada tenaga lho!”, kataku menyodorkan sepiring lauk agar ia mengambil lagi. “Iya… katanya bakal ada aktor lagi, harus bugar!” timpal Mbak Wulan. Aku baru ingat, memang ada pemberitahuan dari admin via WA akan ada aktor yang datang malam ini, tapi tidak diketahui siapa atau kapan tepatnya. “Biasanya kalau yang dateng sebelumnya cewek, yang kali ini pasti cowok!” tebak Mbak Wulan “Kalian benar-benar pasangan serasi ya. Sudah empat tahun menikah tapi mesranya kayak masih pengantin baru aja hehehe…”, goda Pak Satrio “Udah toh… ojo digodain terus, biar mereka makan dulu”, kata istrinya. Kami pun makan malam dengan gembira. “Omong-omong kalian kan dari Surabaya lebih dekat ke Bali, kok jauh-jauh ke sini?” tanya Ricky “Kami tuh udah tiga kali pertama itu di Bali, makanya mau cari suasana baru, yang sebelum ini juga ke sini” jawab Mbak Wulan. “Terus saya kebetulan harus ke Jakarta kemarin itu, ada urusan bisnis, jadi disekaligusin aja, check in ke sini jadinya kepagian, untungnya dikasih masuk juga” Setelah menyelesaikan makan malam, kami meneruskan bercengkrama, tapi tiba-tiba… BRAAKKK!! “JANGAN BERGERAK!!! SEMUANYA DIAM DAN JANGAN MELAWAN!!” bentak seorang pria tak dikenal yang tiba-tiba saja mendobrak masuk ke ruang makan. Pria berkumis yang itu mengancam sambil menodongkan sepucuk pistol bersama dua temannya yang memegang parang. Aku dan Mbak Wulan menjerit ketakutan, Ricky dan Pak Satrio berdiri kelihatan seperti mau melawan tapi… kedua pria lain sudah terlebih dulu menempelkan parang ke leher suami-suami kami sebelum keduanya sempat bangkit. Mereka pun takluk di bawah ancaman senjata tajam. “Sabar… sabar… jangan pakai kekerasan, kita gak ngelawan!” kata Pak Satrio mencoba berdiplomasi dengan mereka. “Duduk! Jangan macam-macam kamu!” bentak yang berkepala botak “Tenang, mereka aktor” bisik Wulan padaku, “berakting aja, ikuti gamenya” Aku sedikit lega melihat cincin hitam yang melingkar di jari ketiga pria bertampang sangar itu, namun ketegangan itu masih ada karena seumur hidup aku belum pernah menghadapi situasi seperti ini “Apa mau kalian? Kalian boleh ambil semua yang kalian mau, tapi tolong jangan usik keluarga kami.”, kata Ricky yang nampaknya juga sudah mengetahui skenario ini. “Hahaha… gitu dong! Selama kalian nurut tidak ada satu orang pun yang akan terluka. Zul… ikat yang laki-laki!”, kata si kumis yang adalah pemimpin mereka pada pria yang berambut cepak. Dia segera mengikat suami-suami kami dengan tali yang sepertinya sudah mereka siapkan. “Ka… kalian mau apa sekarang?” tanya Mbak Wulan berakting. “Kamu! sini!” kata si kumis Mbak Wulan segera berjalan ke arah si perampok. Begitu sudah berjarak selangkah, pria itu menarik sambil memutar tubuhnya, sehingga ia memeluk Mbak Wulan dari belakang dan ia menempelkan moncong pistolnya parangnya ke leher wanita itu. “Weeitts… mantap nih bodinya!” kata si kumis meremas payudara kiri Mbak Wulan, tangannya mempreteli kancing dasternya hingga terlihatlah belahan dadanya yang membuat pria itu dan kedua temannya terkesima “Aahh… jangan!!” Mbak Wulan berakting meronta dan menolak. “Jangan sampai kami berbuat kasar sama kalian, lebih baik kalian berdua bekerjasama dengan kami!” ancam pria itu sambil tangannya menyelinap ke balik dada Mbak Wulan. Darahku mulai menggelegak dengan apa yang mereka lakukan pada teman baru kami itu. “Oohh… lepasin!” jeritku saat si botak mendekapku dari belakang. “Hehehe… boleh juga nih toked…”, seloroh pria botak itu menggerayangi payudaraku yang masih terbungkus piyama Remasan itu disertai dengan pilinan terhadap putingku yang sudah tidak mengenakan bra di balik piyama berbahan suteraku. “Hehe… mending kamu nikmati aja cantik”, kata si botak. Sreett… si cepak menyibak cup bra Mbak Wulan dengan kasar menampakkan payudaranya yang membusung. Si kumis dan si cepatk terpana melihat kedua gunung kembar itu, putingnya yang kecoklatan bergerak naik-turun seiring nafasnya “Kurang ajar!! Lepasin!!” bentak Mbak Wulan “Huehehe… gua demen model toket yang ginian, saya mimik cucu dong!” seloroh si cepak memonyongkan mulut ke dada Mbak Wulan. “cuupp… cuppp… mmuuahhh” pria itu melumat payudara Mbak Wulan dengan rakusnya, sementara tangan si kumis meremas payudara yang satunya. “Lo orang berdua ambil yang itu dulu, yang amoy ini bagian gua dulu, ok!” sahut si botak. “Sip, bro… nanti kan kebagian juga yang penting!” sahut si kumis. “Siapa nama kamu cici cantik?” tanya si botak meremasi payudaraku. “Hel…. Helen!” jawabku gugup “Nah.. Ci Helen, dengar baik-baik perintah saya, kamu harus bertingkah seperti lonte yang doyan ngentot dan melakukan apa saja yang kami suruh. Atau suami kalian kita habisi! Ngerti?” “Iya… iya… saya nurut!” aku terbata-bata, mereka begitu lihai dengan aktingnya sehingga aku merasa sedang disantroni pemerkosa sungguhan. Aku melihat Mbak Wulan sudah telanjang dan tubuhnya yang dibaringkan di sofa sudah dijarah oleh kedua perampok itu. “Hehehe… kalau ibu nurut, pistol daging saya bakal ngasih enak ke ibu, tapi kalau ibu ngelawan… jangan salahin kalau pistol ini menembak memek ibu!” si kumis menggesekkan moncong pistolnya ke vagina Mbak Wulan sambil tangan yang satu mengocok vaginanya. “Aaahh…. aahhh… tolong hentikan!!” desah Mbak Wulan yang kedua payudaranya diremasi dari belakang oleh si cepak yang mendekapnya. “Sekarang buka bajunya! Cepat!” bentak si botak membuatku tersentak. Dengan gemetaran aku melucuti pakaianku di depan mereka, Ricky terpaku menatapku, entah apa yang ada di pikirannya melihat istrinya diperlakukan seperti ini? Aku bisa melihat kekaguman dan nafsu yang terpancar dari mata si botak saat tinggal celana dalam yang tersisa di tubuhku. “Kok diem? Ayo buka semua!” bentaknya lagi saat aku menyilangkan tangan menutupi payudaraku. Dengan berat aku pun membuka pakaian terakhir yang tersisa di tubuhku itu. “Hehehe… ini nih baru jaminan mutu, gak salah gua pilih duluan! Iya gak?” kelakar pria botak itu. “Emang Baygon, jaminan mutu? Pokoknya jangan semprot peju di badan atau mukanya loh sebelum gua nikmatin!” sahut si kumis sambil terus menggesekkan pistolnya ke bibir vagina Mbak Wulan. “Ci Helen sini berlutut! Ayo sepongin kontol saya!” perintah si botak. Aku kembali menengok ke arah Ricky yang pandangannya tidak lepas dariku, kulihat ia mengangguk sedikit sehingga aku pun berlutut di depan pria itu dan membuka sabuk dan celananya. Penis besar bersunat itu tertodong tepat di depan wajahku begitu kuturunkan celana dalamnya. Darahku berdesir melihat batangnya yang berurat dan sedikit lebih panjang dari milik suamiku itu, belum lagi terasa begitu keras ketika kugenggam. “Ayo ci, sepong! Awas jangan digigit!” perintah pria itu menempelkan bagian tumpul parang ke leher sampingku menimbulkan sensasi dingin. Aku mengikuti perintahnya, kumulai dengan kocokan lembut, kemudian kujilati batang hingga kepalanya. Perasaanku sungguh campur-aduk melakukannya, antara takut, malu, dan terangsang. Kubayangkan saja melakukannya dengan Ricky walau jujur saja, penisnya agak beraroma tidak sedap. Kumasukkan benda itu ke mulutku dan kugerakkan kepalaku maju-mundur mengulumnya. “Aahh… mantap kali servisnya si encik satu ini!” lenguh pria itu sambil meremas rambutku. Sambil terus mengoral, kugerakkan mataku ke samping melihat si kumis sudah telanjang dan menggenjot vagina Mbak Wulan yang menungging sambil mengoral penis si cepak yang duduk bersandar pada sandaran tangan. Payudaranya tidak lepas dari jamahan tangan kedua pria itu. Slurp… slurp…, lidah dan mulutku yang melayani penis si botak membuat suara-suara seksi yang memanaskan suasana. Teknik oralku ini biasanya membuat Ricky blingsatan dan itu juga dirasakan oleh pria ini. “Doyan nyepong yah cik? Enak banget soalnya aahh!!” kata si botak dengan suara bergetar. Setelah hampir sepuluh menit, kurasakan kepala penis pria ini semakin berkedut-kedut. “Aaaghhh…. tahan dulu, cukup! Saya sekarang mau coba memek cik!” katanya sambil mencabut penisnya. Ia menelentangkan tubuhku di karpet dan membentangkan kedua belah pahaku lalu berlutut di antaranya. “Tolong jangan kasar!!”, pintaku “Tenang cik, abang gak bakal nyakitin, malah bikin cik ketagihan deh! Huehehehe!” katanya mengarahkan penisnya yang ereksi maksimal ke bibir vaginaku. Aku penasaran apa yang ada di pikiran Ricky dan Pak Satrio menyaksikan istri-istri mereka digarap orang lain di hadapan mereka. Sensasi cuckold, aku pernah membaca di sebuah artikel seks, yaitu sensasi terangsang ketika melihat pasangan sendiri bercinta dengan orang lain. Suami-suami kami agaknya kini sedang menikmati sensasi tersebut. Aku merasakan vaginaku makin basah setelah pria botak itu menggesek-gesekkan batangnya selama beberapa saat hingga akhirnya ia mulai melesakkan kepala penisnya. “Akhhh…pelan..akhh…” desahku ketika benda itu melesak masuk ke vaginaku “Uuuhh memek ncik masih seret, belum punya anak yah?” tanyanya di antara pompaan penisnya yang sudah menancap penuh di vaginaku, aku hanya menjawabnya dengan anggukan kepala. Vaginaku terasa sangat sesak, lebih sesak saat bercinta dengan suamiku. Mulutku mulai mendesah saat pria itu mulai melakukan gerakan maju mundur menggenjot vaginaku. “Memek ncik bener-bener mantap”, dengus si botak sambil terus menggenjotku. Desahan Mbak Wulan semakin keras, aku menoleh ke arahnya mendapatinya masih tetap dalam posisi nungging tadi namun disodoki lebih keras oleh si kumis. Wajah cantik Mbak Wulan penuh cipratan sperma si cepak yang kini penisnya yang setengah loyo dikocok oleh wanita itu. Kelihatannya mereka akan orgasme bersama karena si kumis pun semakin melenguh, ia semakin intens menyodoki vagina Mbak Wulan. “Ouuugghhh…” Mbak Wulan mengerang keras saat mencapai orgasme. Tidak sampai semenit, si kumis juga menghujam keras penisnya hingga mentok sambil melenguh panjang. Keduanya telah sampai di puncak kenikmatan, tubuh mereka mengejang dahsyat hingga akhirnya ambruk bertindihan. Saat itu aku tengah sibuk dengan si botak yang menggumuli tubuhku, penisnya yang keras itu menjelajah setiap mili liang vaginaku. Bahkan kenikmatan yang berpadu dengan rasa malu dan direndahkan itu memberi sebuah sensasi aneh yang luar biasa yang membuat birahiku semakin menggelegak, aku mulai merasa tidak ada lagi perkosaan ataupun akting, aku merasakan sedang berpacu dalam nafsu dengan orang lain di depan suamiku sendiri. Tangan kasar pria itu tidak pernah lepas menggerayangi payudaraku, putingku diplintir, dicubit atau ditarik olehnya. Sedang enak-enaknya menikmati genjotan si botak, tiba-tiba tubuhku diangkat dari belakang. “Permisi cik, saya ikutan yah!!” ternyata orang itu adalah si kumis, ia sandarkan punggungku dalam dekapannya. Wajahku diputar ke samping belakang lalu ia pagut bibirku. Tanpa risih aku membuka mulutku membiarkan lidah pria itu mengais-ngais mulutku. Dua pasang tangan kasar semakin liar menjamahi tubuhku. Aku tidak malu-malu lagi beradu lidah dengan si kumis. Kubuka mataku sedikit dan melihat ke arah Ricky, ia dan Pak Satrio nampak menggigit bibir terpaku melihatku sedang dithreesome, aku yakin perasaannya pun campur-aduk seperti yang kualami. Tak lama kemudian aku merasakan ada yang mau meledak dari dalam tubuhku. “Ooooohhh!!” aku pun melenguh panjang menyambut terpaan gelombang orgasme. Sssrrrr… ssrrrrr… vaginaku menyemburkan cairan hangat bertepatan dengan penis si botak yang menghujam dalam-dalam. Ia mendiamkan penisnya di dalam sana untuk memberiku kesempatan menikmati orgasme, aku juga merasakan dinding vaginaku meremas-remas batang penisnya. Tubuhku mengejang dalam dekapan kedua pria itu hingga akhirnya melemas kembali. Kulihat di sofa Mbak Wulan sudah mulai ronde berikutnya dengan si cepak. Ia menaik-turunkan tubuhnya di pangkuan pria itu dengan liar, agaknya kali ini ia lah yang memegang kendali, dipagutnya bibir pria itu dengan penuh nafsu sementara tangan si pria mengelusi punggung dan bongkahan pantatnya. Si botak yang masih belum orgasme melanjutkan genjotannya terhadapku. Kali ini ia baringkan tubuhku menyamping, kaki kiriku ia naikkan ke bahunya sebelum ia lanjut menggenjot vaginaku. Si kumis menyelipkan bantal besar ke bawah kepalaku agar aku lebih nyaman berbaring menyamping sambil mengoral penisnya. Pergumulan kami berlangsung dalam tempo sedang hingga akhirnya si botak semakin cepat menyodokkan penisnya dan melenguh nikmat. Sejenak kemudian, cairan hangat mengisi vaginaku, tangannya meremas payudaraku lebih keras menimbulkan sensasi nyeri tapi anehnya… nikmat. “Pheeww… mantap abis memeknya! Lu harus coba!” sahutnya sambil mencabut penis itu dari vaginaku. Kata-katanya itu sungguh merendahkan dan jorok, tapi entah mengapa hal itu malah membuat darahku makin berdesir, sensasi seperti ini tidak pernah kudapatkan bila bercinta secara konvensional baik dengan Ricky maupun mantanku dulu. “Bener yah… giliran gua sekarang pengen cobain!” kata si kumis, “ayo nungging cik!” perintahnya sambil mengangkat tubuhku. Aku menunggingkan pantatku dan menyandarkan kedua tangan pada meja kayu di ruang tengah. “Aaakkrhh!” desahku saat merasakan penis si kumis menyeruak masuk ke vaginaku. Jujur… bercinta dengan cara tak lazim seperti ini ternyata fantastis sekali, dalam hati aku berpikir bisa-bisa kelak aku malah ketagihan. Tanpa menunggu lama, si kumis mulai membombardir vaginaku dengan cepat sambil meremasi kedua payudaraku yang menggantung. “Uuugghh… keluar Bu!!” terdengar si cepak melenguh di sofa, ia sudah tidak sanggup lagi menahan goyangan liar Mbak Wulan yang terus menggoyang tubuhnya, pasti sperma pria itu banyak tertumpah di vaginanya. Kulihat Mbak Wulan tersenyum setelah berhasil menaklukkan pria itu, ia turun dari pangkuannya hingga alat kelamin mereka terpisah. “Ayo sekarang kamu!” katanya pada si botak yang baru saja minum Ia segera berlutut meraih penis si botak yang setengah ereksi dan langsung melahapnya. Di belakangku, penis si kumis begitu lancar merojok-rojok vaginaku yang sudah banjir. Aku pun mulai berani bersikap aktif, kuliuk-liukkan pinggulku sehingga pria itu merasakan batang penisnya dibesot-besot oleh liang kewanitaanku. “Aaaa…. aaaah beneran memek cik emang sip, kaya punya gadis!” kata pria itu tersengal-sengal. Setelah belasan menit, kurasakan pria itu akan orgasme, ia mendengus-dengus dan meningkatkan genjotannya padaku, sesekali tangannya menampar dan meremas pantatku. Ketika vaginaku berkedut-kedut dan kembali mengucurkan cairan kewanitaan, pria itu membenamkan penisnya sedalam-dalamnya hingga terasa medesak rahimku, lalu terasa benda itu menembak-nembakkan hangat yang begitu banyaknya sampai sebagian meluap ke luar. Oooh… harus kuakui, ini indah sekali. Setelah si kumis mencabut penisnya, si cepak yang mulai pulih menghampiriku. “Berbaring aja di sofa cik, sambil istirahat!” kata pria itu yang hanya kujawab dengan anggukan kepala. Aku pasrah saja ia mengangkat tubuhku dan dibaringkan di sana. Ia menindihku dan merentangkan kedua tanganku ke atas. Mulailah ia menjilati tubuhku yang sudah berkeringat ini, terutama di bagian-bagian sensitif seperti leher, ketiak dan payudara. Ia begitu gemas melumati payudaraku yang membusung indah. Aku pun menggelinjang merasakan sensasi seperti melayang-layang di atas awan. Saat itu si kumis dan si botak berdiri menghimpit tubuh Mbak Wulan, si botak di depannya menghela pinggulnya sehingga penisnya mengaduk-aduk vagina wanita itu. Dari belakang, si kumis mendekap tubuhnya sambil menciumi leher jenjang dan bahu wanita itu. Setelah puas melumat payudaraku hingga meninggalkan bekas cupangan dan jejak liur, ia naikkan kaki kiriku ke pundaknya. Penisnya yang sudah keras ia gesek-gesekkan pada bibir vaginaku. Aku menggigit bibir bawah saat benda itu sedikit demi sedikit memasuki vaginaku. Pria itu mendiamkan penisnya tertancap di vaginaku, sepertinya ia ingin meresapi kenikmatan yang menjalar dalam dirinya dari pijatan-pijatan dinding vaginaku. “Hufffftttt… legit banget ci!!” ceracaunya. Habis berkata barulah ia mulai memaju-mundurkan batangnya hingga semakin cepat. Tempo gerakannya kini sudah mulai stabil, sedang dan mantab sehingga aku mulai menikmatinya dan tidak ingin ini buru-buru berakhir. Kulingkarkan kedua kakiku ke pinggang pria yang bahkan namanya pun tidak kutahu ini. Birahiku makin bergelora menyaksikan tatapan Ricky dan Pak Satrio pada kami dan juga Mbak Wulan yang sedang dithreesome. “Aakh… uuuhh… terusss bang…” spontan itu terlontar dari mulutku yang menyuarakan hasrat terdalamku tanpa sengaja. Pria itu menyetubuhiku selama lima belas menitan hingga aku merasakan sebentar lagi akan mencapai orgasme lagi. Mataku membeliak ke atas hingga memutih dan saat orgasme itu akhirnya datang, tubuhku pun melengkung. “Aaaaahhhh… baanngg… saya sampai!!” aku mengerang keras menyambut terpaan gelombang nikmat itu. Si cepak menghentikan gerakannya sejenak, ia mengecup dan memagut bibirku yang kubalas mesra sebagai ungkapan terima kasih sudah membawaku terbang ke atas awan kenikmatan. Lagi-lagi aku memikirkan Ricky, apa yang dipikirnya melihat aku mencium mesra ‘pemerkosa’ istrinya di hadapannya. Plop… pria itu mencabut penisnya dari vaginaku lalu menaiki dadaku. Penis yang masih ereksi dan basah oleh cairanku itu ia jepit di antara kedua payudaraku dan ia maju-mundurkan di situ. Tidak sampai lima menitan, ia melenguh sambil meremas payudaraku lebih kencang. Cairan putih kental menyemprot membasahi wajahku, beberapa kali cipratannya masuk ke mulutku sehingga aku pun menelannya. Terasa sekali aromanya yang tajam dan rasanya yang asin, oohh… aku merasa seksi sekali disiram sperma di depan suamiku sendiri, sungguh hasrat liar yang selama ini terpendam itu telah muncul ke permukaan. Saat itu, Mbak Wulan sedang duduk di sofa menggenggam penis si kumis dan si botak yang ia oral dan kocok bergantian sampai tak lama kemudian si botak melenguh panjang dan menyemburkan penisnya ke wajah wanita itu. Mbak Wulan membuka mulutnya menangkap cipratan sperma si botak sambil terus mengocok penis si kumis. Penis itu lalu ia masukkan ke mulutnya dan dihisap hingga pipinya kempot. “Oooohhh… bbbuuu… anjrit edan!!” ceracau si botak. Kini Mbak Wulan tidak nampak seperti diperkosa, lebih terlihat seperti ia menaklukkan kedua “pemerkosa” itu. Akhirnya ia melepaskan penis si botak yang sudah menyusut dan beralih ke si kumis yang juga dibuatnya melenguh nikmat oleh hisapannya. Kepala Mbak Wulan maju mundur mengoral penis pria itu. “Ouugghhh…” erangan pria itu mencapai orgasme. Dengan rakusnya Mbak Wulan menghisap penis yang kupastikan sedang menyemburkan sperma di dalam mulutnya. Mata pria itu membeliak-beliak merasakan teknik oral Mbak Wulan yang mumpuni. Tubuh Syane melemas sesaat, napasnya terdengar tersengal-sengal, matanya menatap sayu ke arah. Tiga pria itu ambruk sudah, dekikian pula aku, tubuhku kurasa begitu penat. Tiga pria itu meninggalkan kami setelah pamit. Ricky menghampiriku yang masih terbaring lemas setelah ikatannya dilepaskan oleh Mbak Wulan. Menurutku di bagian akhir akting tiga pemerkosa itu kurang meyakinkan, kok jadi sopan sampai pamitan segala, mana balik didominasi oleh Mbak Wulan pula, tapi overall ini pengalaman seks yang seru. “Lu gimana Len? Baik-baik aja?” tanyanya. “Yah… as you see lah!” jawabku lemas, “uuhh… gua perlu mandi dulu, udah lengket-lengket nih!” Aku memejamkan matanya, meresapi hangatnya air shower mengguyur tubuhku. Bayangan tentang yang baru terjadi tadi masih demikian jelas, tubuhku dijarah tiga pria di hadapan suamiku sendiri. Pikiranku tengah bertualang. “Kok bisa sih kita ikutan retreat seperti ini?” tanyaku dalam hati sambil menengadahkan kepala merasakan siraman air pada wajahku. Tiba-tiba pintu terbuka dan aku melihat ke samping menemukan Ricky masuk. Ia sudah telanjang dan menghampiriku, dipeluknya tubuhku dari belakang. “Tadi itu pengalaman ter-edan dalam hidup gua” kataku sambil menggenggam tangannya “Tapi lu nikmatin ga?” tanyanya mempererat pelukan Aku tak tahu harus menjawab apa, hanya menghela nafas panjang. “Lu sendiri gimana perasaan lu setelah liat tadi itu?’ tanyaku. “Hard to say… campur aduk” jawabnya sambil mencium pundakku. “Kita sama-sama udah nyobain ML sama orang lain, kedudukan kita sama kan?” “Lu ada ML sama Mbak Wulan, sama tiga cowok lagi, lu lebih dong!” “Yeee… itu pemanasan masa mau lu itung juga?” Kami tertawa, Ricky lalu mengambil sabun dan membalurinya ke tubuhku. Kami berpagutan bibir lalu aku berlutut meraih penisnya yang ereksi. “Perlu gua lemesin?” aku menawarkan diri. Dia menggeleng, “gak usah, sekarang istirahat aja, masih ada besok” Aku merasa beruntung memiliki suami yang pengertian, dari penisnya yang ereksi aku tahu ia masih birahi dan butuh penuntasan, namun ia tidak memintanya karena tahu aku lelah setelah melayani tiga pria. Aku harus melakukan yang terbaik baginya. “Ya udah pake mulut aja yah, sebentar, supaya tidurnya juga enak hihihi” kataku lalu mulai menjilati batang itu sebentar sebelum kumasukkan ke mulut. Kusedot-sedot penis suamiku itu dan kumainkan lidahku sedemikian rupa agar bisa menyapu bagian kepala dan lehernya. Tanganku pun tak diam, kuurut-urut benda itu hingga terasa bergetar dan akan segera menyemburkan isinya. Sekitar sepuluh menitan kuoral, Ricky pun mengerang nikmat dan memegangi kepalaku. Spermanya muncrat di mulutku dan segera kuhisapi hingga mauk, kutelan seluruh cairan putih kental itu. Setelah menyelesaikan mandi kamipun naik ke ranjang bersama. Sebenarnya dianjurkan agar setiap pasangan selama retreat ini harus tidur dengan pasangan lain, bukan pasangan sendiri. Namun pasutri Surabaya itu agaknya mengerti keadaan kami yang pendatang baru yang belum terlalu siap untuk tidur dengan yang bukan pasangan. Malam itu kami sudah lelah, ngobrol-ngobrol sedikit dengannya aku pun terlelap ke alam mimpi dalam dekapan hangat suamiku.

Day 2​
POV Ricky Pesan WA dari admin retreat yang masuk pagi itu ke smartphoneku menyuruhku untuk jogging di halaman depan, sendirian, tanpa ditemani Helen. Maka setelah menikmati sarapan roti selai dan kopi yang disediakan Helen, aku pun pamit untuk itu. Kami berciuman bibir selama lima menitan sebelum aku melepaskannya dan menepuk pinggulnya. “Oke, see you yah!” pamitku “See you too!” balasnya. Memang olah raga ringan ini perlu kami lakukan, supaya tidak jenuh berada di dalam pondok terus. Nyaman rasanya berolahraga pagi di halaman depan yang hijau dan dikelilingi pepohonan rimbun sehingga udaranya pun sejuk dan bersih dari polusi, tidak seperti di ibukota. “Hai Ricky!” sapa sebuah suara wanita setelah aku berputar satu putaran. “Mbak Wulan, sendirian aja?” sapaku. Ibu beranak dua itu tampil cantik dengan rambut panjangnya diikat ke belakang memakai kaos longgar dan celana pendek. “Iyalah, kan disuruh gitu sama admin” Aku baru mengerti, ternyata kami sedang dipasangkan dengan pasangan lain. Kami mengobrol sambil berlari kecil mengelilingi pekarangan. Di sekeliling kami yang terdengar kicauan burung menyambut pagi dan semilir angin, adem sekali suasananya. “Ntar siang bakal ada yang datang lagi, pasti mulai rame hari ini” kata Mbak Wulan. “Ooh iya, kemaren Grace juga ngomong gitu ke kita” kataku, “eeemm… Mbak, mau tanya, setelah ikut retreat ini hubungan kalian gimana pengaruhnya?” Ia tersenyum membuatnya semakin manis, “pengaruhnya ke kita yah, as you can see, Mas Satrio itu tadinya udah kurang bergairah soal seks, ya maklum lah ya, udah ampir kepala enam, tapi setelah ikut ini dia jadi lebih semangat yang pada akhirnya hubungan kita juga makin hangat, pokoknya Rick, ini tuh cuma main badan aja, jangan sampe main hati, di sini tuh kita melakukan sesuatu di luar norma-norma yang bikin kita makin terbuka dan juga makin hangat” tuturnya dengan logat Jawa Timur yang medok. Aku mengangguk-angguk, “dulu siapa yang ajak ikutan ini?” “Teman aku, waktu itu kita juga lagi jenuh sama sex life, kalau kamu gimana?” “Sepupu saya hehehe… Ryan namanya, mungkin Mbak pernah ketemu dulu” “Ryan… yang kacamata, nama istrinya Viona?” “Itu dia, lho Mbak tau yah?” “Iya… itu waktu pertama kali kita ikutan retreat ketemu dia, kuat juga loh dia. Oalah… jadi kamu tu sepupunya toh” Kami bercengkrama sangat akrab hingga akhirnya memelankan lari kami “Capek?” tanyaku sambil memeluk pinggang rampingnya. “Lumayan, istirahat bentar di situ yuk!” ajaknya menunjuk ke sebuah bangku panjang dari batu di bawah sebuah pohon rindang. Ia meraih tanganku dan menuntunnya ke sana. “Minum mbak?’ tawarku setelah membuka botol air minum. “Thanks!” katanya menerima dan meneguk isinya, lalu menyodorkannya lagi padaku. “Pheeww… enak yah suasanya” kataku setelah meneguk air dan menyeka keringat di dahiku dengan handuk kecil yang kubawa. “Kamu masih kuat?” tanya Mbak Wulan. “Kuat apa nih? Lari atau…. “ pancingku. Ia tersenyum penuh arti dan kami saling berpandangan hingga akhirnya ia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku langsung menanggapi, kami pun berciuman penuh gairah. Tanganku mulai merayapi paha mulusnya, bahkan lalu menyelinap ke bawah kaosnya. Ia juga meraih selangkanganku menggenggam batang penisku dari luar membuatku merinding. Kami mulai hanyut dalam hasrat yang mulai terbangkitkan. Mbak Wulan adalah good kisser, ia melumat bibirku dengan lahapnya sehingga awalnya aku agak gelagapan. Setelah adaptasi barulah aku bisa mengimbanginya dengan permainan lidah yang saling belit dan saling bertukar ludah. Kami berhenti sebentar, ia mengangkat tangan untuk membiarkanku meloloskan kaosnya. Wow… ternyata ia tidak memakai bra sehingga payudara montok dengan puting coklat itu langsung terlihat. Berikutnya aku melucuti celana pendeknya, sama seperti atas, bawahannya pun ia tidak memakai dalaman. “Sini! masa aku thok yang telanjang!” ia ganti melucuti pakaianku Kini kami telah telanjang bulat di taman, serasa Adam dan Hawa di Eden, butir-butir keringat nampak membasahi tubuh kami. “Wow…udah ngaceng gini Rick!” katanya sambil menggenggam batang penisku. “Iya, punya Mbak juga udah basah gini…masukin aja yuk!” kataku sambil memegangi selangkangannya yang mulai basah. “Ojo buru-buru dong! Kamu berdiri dulu!” perintahnya. Aku ikut saja yang diperintahkan wanita itu. Dengan lembut ia mulai mengocoknya sehingga akupun mendesah nikmat. Tanganku meraih payudara Mbak Wulan dan meremasinya, putingnya kupencet-pencet hingga mengeras. Sebentar kemudian, ia mulai mengulum dan menghisap penisku. “Sshh… aduh Mbak… enak banget sepongannya… aah!!” desisku. Ia mengoral penisku hingga sepuluh menit kemudian, “ayo Rick, sekarang aja, udah pengen nih!” pintanya sambi terus mengocok lembut penisku. Aku yang sudah horny berat tentu mengiyakannya, maka kuajak dia ke bawah pohon. Wanita itu menyandarkan kedua lengannya pada batang pohon besar tersebut dan menunggingkan pantatnya ke arahku. Langsung saja kutempelkan moncong penisku ke mulut vaginanya dan kudorong hingga melesak masuk. Tanpa buang waktu aku mulai mengayun penisku, vaginanya juga bereaksi, makin lama makin basah sehingga makin lancar gerak maju-mundurku. Angin pagi yang sesekali bertiup menimbulkan gemerisik dedaunan seolah mengiringi keindahan senggama di alam terbuka ini. Mungkin pada jaman purba dulu beginilah manusia melakukan hubungan seks karena belum mengenal rumah dan pakaian. “Lebih cepet Rick!!” pintanya di tengah desahan Sesuai permintaan, aku pun mempercepat ayunan penisku dalam jepitan liang kewanitaannya, tanpa sungkan-sungkan lagi ia merespon dengan goyangan pinggulnya yang liar. Persetubuhan di alam bebas seperti ini sungguh memberi sensasi tersendiri, sungguh sesuatu yang indah. Tanganku tiada hentinya meremas-remas payudaranya sehingga aku merasa persetubuhanku dengan wanita itu lengkap nikmatnya. “Duh…. Rick, punyamu ini enak tenan…” ucap Mbak Wulan di sela-sela genjotanku. Setelah agak lama, kami berganti gaya, Mbak Wulan bersandar pada batang pohon dan satu kakinya kuangkat lalu kembali kutusuk vaginanya dengan penisku. Ia memelukku erat, dadaku bergesekkan dengan payudaranya, kuciumi bibirnya sehangat birahiku yang sedang melayang-layang di sorga kenikmatan. Akhirnya pada suatu saat Mbak Wulan berbisik terengah di dekat telingaku “Rick… aku… udah mau…” “Kita barengin ya mbak… gua juga udah mau” “I… iya Rick… biar enak…” Aku pun menggenjot dengan gerakan yang lebih cepat sampai akhirnya aku merasa seperti melayang tinggi penuh kenikmatan. Mbak Wulan mulai mengejang, kurasakan kuku di jarinya menggores punggungku. “Aaahhh!!” rintihnya kencang. Aku pun makin mempergila ayunan pinggulku, sambil mencengkram kedua bongkahan pantatnya. Dan akhirnya kami seperti manusia kerasukan, sama-sama merintih agak kencang. Aku mendengus sambil membenamkan penisku sedalam-dalamnya. Pada saat yang sama, cairan hangat mengucur dari vagina Mbak Wulan menghangatkan penisku yang berkali-kali memuntahkan cairan kental hangatnya, liang vaginanya berkontraksi cepat meremasi penisku yang masih merojok-rojoknya. Sungguh nikmat orgasme pertamaku bersama wanita beranak dua ini, kami berpagutan menikmati sisa-sisa gelombang kenikmatan yang mulai surut. “Masih mau lanjut?” tanyaku. “Udah dulu lah, simpen tenaganya, waktu kita masih panjang, acaranya juga masih banyak!” ia melepaskan diri dari dekapanku dan memunguti pakaiannya, “ingat di acara ini harus hemat tenaga biar bisa nikmatin semuanya!” Setelah berpakaian, kami pun bergandengan kembali ke pondok.

POV Helen Lima menit setelah Ricky meninggalkanku untuk jogging sesuai arahan dari admin via WA. Pesan lain masuk ke smartphoneku. “Masuk ke kamar mandi lalu mandi tanpa menutup pintu kamar mandi, tunggu yang terjadi…” demikian arahan dari admin. Setelah skenario perampokan kemarin, aku mulai lebih rileks dan menikmatinya. Maka kutanggalkan semua pakaian yang melekat di tubuhku dan menuju ke kamar mandi, tidak lupa pintu kubiarkan terbuka sesuai arahan admin. Kran shower yang menempel di plafon mengucurkan air hangat mengguyur tubuhku. Sambil membasuh tubuhku aku memikirkan kejutan apa yang akan terjadi kali ini? Darahku berdesir memikirkan fantasi erotis yang melintas di benakku ditambah lagi memori ‘pemerkosaan’ terhadap kami semalam menambah rangsangan bagiku. Bekas cupangan memerah pada payudara dan leherku masih belum hilang bahkan masih agak nyeri di beberapa bagian. “Eeehhmm… pagi Helen!” sahut sebuah suara dari samping. “Aaaahh!!” refleks aku menyilangkan tangan ke dada menutupi ketelanjanganku. Ternyata Pak Satrio yang datang, beliau masih mengenakan pakaian semalam berdiri di ambang pintu. Kekagetanku berkurang, pria ini kan kemarin sudah melihat tubuhku bahkan melihatku disetubuhi, untuk apa harus setegang itu. “Eeehh… pagi Pak!” sapaku. “Boleh bapak ikut mandi?” tanyanya, “sekalian kita ngobrol-ngobrol” Aku terdiam beberapa detik hingga akhirnya mengangguk, “ii… iya, silakan” karena bukankah ini tujuan kami mengikuti retreat ini, mencari pengalaman seks yang tidak biasa. Pria itu pun membuka pakaiannya hingga telanjang memperlihatkan perutnya yang agak maju dan penis ereksi yang menggantung di selangkangannya. Ia gantungkan bajunya pada gantungan di samping pintu lalu menghampiriku yang semakin deg-degan, karena semakin terbayang apa yang akan segera terjadi di antara kami berdua. Dipeluknya tubuh basahku dari belakang. “Kamu shock semalam?” tanyanya “Shock sih ngga Pak, ya kaget aja, soalnya saya belum pernah diperkosa” “Lama-lama kamu bakal enjoy kok, ini cuma hubungan badan, ambil enaknya aja” kata pria itu lagi lalu bibirnya menciumi tengkukku, kurasakan kumisnya menyapu kulitku menimbulkan sensasi geli. “Kamu belum sabunan yah?” tanyanya, yang hanya kujawab dengan gelengan kepala, “biar bapak mandiin kamu yah, kamu kaya masih tegang, santai aja!” Ia mengurangi kucuran shower dan mengambil shampoo dan membalurinya ke rambutku. Uuuhh… pijatannya terhadap kepalaku enak juga sampai aku terpejam dan mendesis pelan menikmatinya. Setelah membiarkan rambutku penuh busa, tangan pria itu menekan kotak sabun cair di sebelah. Mulailah tangannya membaluri sabun itu ke tubuhku sambil menggerayanginya. Jemarinya memilin-milin putingku hingga terasa mengeras. Birahi yang naik membuat tanganku secara refleks meraih batang penis pria itu dan mengocoknya lembut. “Enak?” tanyanya “Eeehhhmm!!” aku mengangguk mengiyakannya Setelah menyabuhi tubuh atasku dari punggung hingga dada, ia kembali mengambil sabun cair itu dan berjongkok di belakangku. Tangannya menyabuni pantat, paha hingga akhirnya selangkanganku, jemarinya mengelus terkadang menyelusup ke dalam. “Kamu cantik, badan kamu juga bagus banget!” puji Pak Satrio membuatku merasa tersanjung. Tiba-tiba kurasakan sesuatu yang hangat menyapu vaginaku “Ooohhh…. Paaak… geliiii….” desahku “Ssluuurpp… mmmhh….” pria itu menjilati vaginaku dari belakang, “biar licin… suami kamu sama istri bapak pasti lagi kaya kita juga!” katanya. Perasaan cemburu menyergapku, terbayang apa yang sedang dilakukan oleh Ricky kepada istri pria yang sekarang menggarapku ini. Berulangkali, lidah Pak Satrio menggelitik bibir vaginaku membuatku menggelijang keenakan. Selain menjilat, jarinya juga mengorek-ngorek liang kewanitaanku itu, rasanya sungguh luar biasa. Kumisnya yang tebal menambah nikmat ketika bergesekkan dengan bibr vagina atau klitorisku. “Oohhh… Pak… duh mau keluar nih!!” erangku dengan tubuh mulai bergetar Sebelum aku benar-benar mencapai orgasme, beliau menghentikan jilatannya lalu berdiri dan menyorongkan batang penisnya ke liang senggamaku. Saat itu tubuhku sudah basah karena guyuran air dan sabun sehingga tak sulit bagi Pak Satrio mempenetrasi vaginaku. Aku menggeliat dan sedikit menjerit saat penisnya melesak masuk dan menghantam dasar rahimku. “Uuuhh… enak rasanya punya kamu” erang Pak Satrio sambil mulai menggerakkan penisnya. Dengan mata terpejam dan menggigit bibir, aku meresapi kenikmatan ini. Penis Pak Satrio mulai bergerak-gerak maju-mundur dengan mantapnya, seolah sedang mengaduk-aduk liang senggamaku. Ini membuat mataku membeliak-beliak dan tubuhku tergoncang-goncang. Aku tidak menyangkal genjotan pria yang usianya hampir sebaya ayahku itu rasanya nikmat sekali? Apakah karena kami sedang melakukan selingkuh, meski dengan izin pasangan masing-masing? Entahlah, yang jelas aku semakin lupa daratan, terlebih ketika ia menggenjotku sambil menjilati leher, daun telinga serta memainkan putingku. “Pak… enak banget… aaaah… lebih keras lagi Pak… aaah… oohh!” tanpa canggung aku meminta di antara nafas kami yang tersengal-sengal “Yang kamu juga enak… emang beda punya wanita belum melahirkan… uuugghh” desah pria itu. Aku merespon genjotannya dengan goyangan pinggulku seperti layaknya ketika bercinta dengan suamiku. Batang penis Pak Satrio terus bergesekan dengan klitorisku hingga akhirnya ku mulai merasakan gejala-gejala akan mencapai orgasme. Kali ini aku tidak bisa menahannya lagi, tubuhku pun berkelojotan dan mendesah panjang menyambut terpaan gelombang nikmat itu. “Udah keluar Len?” tanya Pak Satrio “Iyaaah… Pak” sahutku dengan mata tetap terpejam sambil menikmati indahnya orgasme ini, kurasakan dinding vaginaku berkedut-kedut dan lendirku meleleh membasahi liang kenikmatan dan paha dalamku. Pria itu mendiamkan penisnya di dalam vaginaku turut menikmati kontraksi dinding vaginaku. Sesaat kemudian ia mulai menggenjotku kembali dengan perkasanya. Aku pun sudah bergairah kembali untuk menikmati genjotannya. Kuputar kran shower, air hangat pun memancar membilas busa sabun dari tubuhku. “Boleh… dilepasin di…dalam?” tanya Pak Satrio di tengah genjotannya yang semakin ganas. “Boleh,” sahutku, “Bapak udah mau keluar?” “Iyah, dikit lagi nih…. uuuhhh…” Sodokan-sodokan pria itu semakin keras, remasannya terhadap payudaraku juga makin brutal. Suara erangan erotis kami pun berpadu dengan kucuran air shower Dan pada suatu saat Pak Satrio berucap terengah, “Bapak… mau sampai nih!!” “Sayah juga… sama-sama ya Pak!” sahutku sambil mempercepat goyangan pinggulku Tak lama kemudian, kami seolah kerasukan, pria itu memeluk tubuhku makin erat seolah ingin meremukkannya. Ia hujamkan penisnya sedalam mungkin, sementara liang vaginaku bekontraksi lagi, sambut-menyambut dengan kedutan penis pria itu yang tengah menyemprot-nyemprotkan spermanya. Cairan kental dan hangat mengaliri liang senggamaku. Oh… ternyata swinger ini menaburkan nikmat yang tidak biasa, sulit dilukiskan dengan kata-kata, bahkan diam-diam membuatku ketagihan. Agaknya obrolan semalam bahwa kami butuh rekreasi seksual memang benar. Teringat lagi kata-kata Pak Satrio kemarin, bahwa persetubuhan dalam perselingkuhan jauh lebih nikmat daripada persetubuhan yang sah dengan pasangan. Setelah merasakannya, kini aku harus mengaminkan kata-kata itu. Setelah mencabut penisnya, Pak Satrio berkomentar, “Luar biasa… ini salah satu ngeseks paling mengesankan di acara ini” Aku cuma menanggapinya dengan senyum. Jujur saja, aku juga merasa puas sekali dengan pergumulan barusan “Sekarang ganti saya sabunin bapak yah!” tawarku yang langsung diiyakannya. Aku merasa wajib membalas kepuasan yang diberikan itu dengan memberinya kemesraan. Aku pun mulai menyabuni tubuh tambunnya itu, sesekali kugesekkan payudaraku ke tubuhnya, kadang kami juga berciuman mesra. Aku mulai menyabuni area bawah dan aku pun berlutut mulai menyabuni selangkangannya. Pria itu melenguh nikmat saat kusabuni buah zakar dan batang penisnya yang setengah loyo itu. Yang seperti ini sebelumnya hanya kulakukan pada suamiku, ada sedikit rasa tidak enak juga memberi pelayanan khusus ini pada pria lain, tapi setelah kupikir lagi, toh saat ini suamiku pun sedang melakukan hal yang sama dengan istri pria ini. Setelah kubilas penis itu dengan air, aku mengocok lembut penis tersebut sehingga batang itu mulai bangkit lagi. Lidahku mulai menyapu kepalanya yang bersunat membuat pria itu bergetar menahan nikmat. “Kita lanjutin nanti” pria itu menahan kepalaku saat aku baru mau memasukkan penisnya ke mulut, “masih banyak waktu dan acara, jangan terlalu boros tenaga” Aku mengangguk lalu memutar kran shower untuk membilas sisa-sisa air sabun yang masih menempel di tubuh kami. Setelah mengeringkan tubuh kami dengan handuk, tiba-tiba… “Aaaww!!” jeritku kecil karena Pak Satrio mengangkat tubuhku. Tubuhnya yang besar itu masih kuat menggendong tubuhku di usianya yang sudah setengah abad. “Hehehe… kita ke kamar yah! istirahat aja dulu” katanya Aku tersenyum dan mengangguk, kami pun keluar dari kamar mandi tanpa sehelai benang di tubuh. Baru saja beberapa langkah dari pintu kamar mandi, pintu depan membuka. Ricky masuk sambil menggandeng tangan Mbak Wulan dengan mesra. Baik aku dan Ricky saling terperangah menyaksikan pasangan masing-masing mesra dengan orang lain, sementara pasutri ini terlihat biasa saja, Pak Satrio malah tersenyum pada mereka seolah bangga telah mencicipi tubuhku. ——————– POV Ricky Jam sembilanan, ketika sedang menikmati snack pagi sambil bercengkrama santai bersama pasutri Surabaya itu, terdengar suara lain dari luar. Helen menengok ke jendela untuk melihat “Itu tamu berikutnya, sama si Grace” katanya. Kami berempat keluar ke depan pondok kami menyambut kedatangan mereka. “Hai semua!!” sapa Grace terlebih dulu, “nah ini peserta kita berikutnya, jadi semua sudah lengkap!” Grace memperkenalkan kami semua, ada sepasang suami istri Chinese yang sebaya dengan kami, mereka berasal dari Bandung, yang pria berkacamata bertubuh gempal, namanya Gary (37 tahun) dan istrinya bernama Elvina (35 tahun), Chinese Kalimantan dan juga memiliki darah Dayak dan Melayu sehingga parasnya tidak terlalu ‘amoy’ seperti istriku, ia sudah memiliki seorang putri. Walau baru bertemu, kami sudah terasa akrab dengan pasutri itu, terutama Elvina yang terbuka dan talk active. “Nah… dan yang satu ini, Natalia!” Grace memperkenalkan wanita cantik seumurannya yang sejak tadi mendampinginya, kulihat di jarinya ada cincin biru yang menandakan dirinya adalah peserta retreat, “masih single, dan Nat ini adalah seorang psikolog, tujuannya mengikuti retreat ini adalah untuk penelitian tesisnya mengenai seksualitas dan psikologi manusia. Bisa dibilang Nat ini bonus buat kalian, soalnya kalian boleh konseling ke dia, di sini gratis, kalau di luar kan bayar, ya gak sis?” Wanita itu tersenyum lalu memberi salam pada kami semua, “hai semua, mohon dukungan dan kerjasamanya! Saya sedang mengerjakan tesis yang temanya kebetulan berhubungan dengan seks, jadi tolong kesediaan kalian meluangkan waktu dikit untuk menjawab beberapa pertanyaan saya nanti. Dan tentunya kita juga bisa have fun karena saya sekarang statusnya peserta” ia menunjukkan tangannya yang memakai cincin biru. “Gimana hari pertama kemarin?” Grace bertanya pada aku dan Helen “Ngeri-ngeri sedap, hahaha… ngagetin” jawabku “Yah… agak shock juga, belum pernah diperkosa soalnya” jawab istriku disambut tawa yang lain. “Baiklah, sekarang semua sudah lengkap, acara akan lebih seru, kalian tunggu aja pemberitahuan lewat WA” kata Grace setelah kami saling berkenalan, “kalau ada perlu apa silakan hubungi saya atau admin, saya tinggal dulu, masih ada urusan lain! Have fun!” pamitnya, “sis, gua tinggal dulu yah!” katanya pada Natalia. “Sure… “ balas Natalia yang tiba-tiba menarik lengan Grace dan memagut bibirnya. Mereka berpagutan bibir sambil saling meraba selama beberapa saat di hadapan kami. “Wow… apa sebenernya hubungan kalian?” tanya Gary. “Friend” jawab Natalia singkat, “ya kan sis?” “Yah… friend, the very special one” kata Grace lalu berbalik badan meninggalkan kami. “Eh bentar yah, gua ada perlu” kataku pada Helen “Mau apa emangnya?” tanya istriku “Bentar aja deh pokoknya, lu ngobrol-ngobrol aja dulu oke!” aku lalu berlari kecil meninggalkan Helen dan yang lain. Aku berlari kecil menyusul Grace dan menemukannya di tempat parkir mobil saat ia baru meletakkan sesuatu di bangku belakang mobil Xpander putihnya dan baru mau menutup pintu gesernya. “Eeii… cari apaan?” sapanya melihat kedatanganku. “Cari lu hehehe… “ kataku agak terengah. “Oohh… emang ada apa nih?” “Excuse me!” kataku sambil kuraih tangan kirinya, “cincin hitam, jadi kamu…. “ aku memperhatian bergantian wajah dan cincin hitam yang melingkar di jari manis kirinya. “Ada yang nyadar juga ternyata” Grace tersenyum. “Jadi, apa aturannya masih berlaku?” tanyaku. “Well…. sebenarnya gua ada rapat” jawabnya sambil melihat ke arloji, “but, kita masih ada waktu sedikit” Aku langsung menyergap pinggang rampingnya dengan pelukan hangat, lalu kucium bibirnya dengan bergairah. Tanganku bergerak ke bawah mengelus pahanya dan menyingkap roknya yang pendek. Kubuka pintu belakang mobilnya dan kududukkan dia di jok. Buru-buru kutarik celana dalamnya lalu kubentangkan kedua paha mulusnya sehingga dapat melihat vaginanya yang tercukur bersih tanpa bulu dengan bibirnya yang kemerahan. Mulutku lantas melumat kewanitaannya itu membuatnya mendesah dan menggeliat. “Oohh… terus Rick, jilat di situ enak!!” Grace membuka pahanya lebih lebar agar aku lebih leluasa menjelajahi wilayah intimnya. Aku pun semakin intens menyapu dan menyedot-nyedot vagina Grace sehingga wanita itu terkejang-kejang, terutama saat kuhisapi klitorisnya. Jari tanganku pun ikut bermain, menggesek-gesek bibir vaginanya sehingga membuatnya basah kuyup dengan cepat. “Ooo…. ooooooooh… ” desah Grace menggeliatkan tubuhnya. Vaginanya mengucurkan cairan kewanitaan yang langsung kuseruput dengan rakus. “Udah nge-crot lagi?” godaku setelah puas melumat vaginanya “Iyah” sahutnya tersipu, “abis gila banget jilatinnya… ” “Gua baru mau mulai loh!” kataku sambil membuka celana dan mengeluarkan penisku yang mengacung dengan gagahnya. Grace setengah terbelalak, tangannya lalu meraih penisku dengan lembut seolah mengaguminya. “Sini! Masuk aja!” ditariknya aku ke dalam Kini ia duduk di pangkuanku di bangku belakang mobil. Kami berciuman dan tanganku mengobok-obok bagian dalam liang kewanitaannya. Ia mengarahkan vaginanya menduduki penisku yang sudah ereksi maksimal. “Be gentle yah!” katanya “Tenang, memek lu kan udah basah juga” “Akhhh… yeeesshhh…” rintih Grace menurunkan tubuhnya sehingga penisku pun melesak masuk ke vaginanya. Akhirnya dengan posisi berpangkuan, Grace memicu tubuhnya di pangkuanku. Kubuka kancing bajunya lalu kusingkap bra hitamnya. Sebelum lanjut ia melepas dulu pakainnya agar tidak kusut dan menggantungnya di sandaran jok kemudi, sehingga kini yang tersisa di tubuhnya hanya bra hitam yang tersingkap ke atas payudaranya. Sambil menikmati genjotannya, kulumat payudara montoknya yang berputing coklat itu. “Akhhh… hisap terus Rick… aahh enakkk…” desahnya meremasi rambutku sambil terus menaik-turunkan tubuhnya. Setelah beberapa saat lamanya, kami berganti gaya. Tanpa melepas penisku dari vaginanya, kurebahkan tubuh Grace di jok belakang dan dengan gerakan pendek-pendek aku mulai menggenjotnya. Kedua kakinya yang terlipat melingkari pinggangku. Genjotanku makin bertenaga, kurasakan kepala penisku menyundul-nyundul dasar liang vaginanya yang memberi kenikmatan luar biasa. Tubuh Grace bergetar-getar dan mulutnya menceracau tak karuan karena genjotanku. “Uuuhh…. gak nyangka punyalu enak gini Rick…” desahnya lirih, wajah cantiknya bersemu merah membuatnya semakin seksi Beradunya alat kelamin kami membuat kami seolah melayang-layang di alam yang teramat indah. Kedua tanganku pun tiada hentinya meremas-remas, baik payudara maupun pantatnya, bibir kami saling lumat dengan gairah dan kenikmatan tiada tara. Aku mulai merasakan gejala-gejala hendak orgasme. “Gua udah mau crot nih!” kataku dekat telinga wanita itu “Sama… terusin Rick, kita sama-sama yah!!” Aku mengatur ritme agar kami bisa sama-sama mencapai puncak kenikmatan sampai kurasakan dinding vaginanya semakin meremasi penisku dan banjir. Pada detik-detik yang paling indah itulah kubenamkan penisku hingga mentok. Kami menggelinjang dan mendesah bersamaan menyambut gelombang nikmat yang menerpa tubuh kami. Dalam kepuasan sedalam lautan, aku tetap menghujam-hujamkan penisku di dalam liang senggamanya yang sudah banjir. Penisku sendiri menyemprot-nyemprotkan sperma di dalam liang kewanitaannya… sungguh luar biasa nikmatnya. Kami melemas kembali setelah mengejang selama beberapa saat lamanya. ————————— Setelah ditetapkan, selama di retreat ini aku dan Elvina adalah pasangan. Aku membawakan koper Elvina ke pondoknya. “Gimana hubungan kalian setelah ikutan acara ini?” tanyaku membuka percakapan setelah meletakkan kopernya di kamar. “Hhhmm… positif, kehidupan seksual kita makin bergairah pastinya!” “Kalian sendiri memilih ikut retreat ini apa alasannya?” tanyanya “Hhhmm… kita sih…. “ akhirnya aku menceritakan secara blak-blakan bagaimana kami bisa ikut dalam acara ini. Awalnya agak risih harus buka-bukaan urusan pribadi suami-istri dengan orang yang baru kukenal seperti ini. Namun teringat lagi kata Grace dan Mbak Wulan, bahwa acara ini justru agar peserta bisa saling berbagi urusan ini dan menemukan sesuatu yang baru dalam kehidupan seks, aku pun semakin lepas bercerita tentang segalanya, apalagi Elvina pendengar yang baik dan karakternya supel, mudah mengakrabkan diri dengan orang yang baru kenal. “Well… “ katanya setelah aku menyelesaikan ceritaku, ia juga merapatkan tubuh denganku dan menggenggam tanganku, nih cewek agresif juga ternyata, “menurut gua sih, selain lu perlu nyedian lebih banyak quality time, kalian juga memang perlu refreshing. Swinger di jaman sekarang udah lumrah, apalagi kalian di Jakarta, kalau kita di Bandung sih belum terlalu yah, makanya kita jauh-jauh ke sini buat ikut ini. Hubby gua tuh orangnya keliatan alim, tapi dia suka cuckold, suka liatin gua digituin cowok lain. Dari situ dia direkomendasiin sama temannya buat ikutan retreat ini. Ntar liat deh setelah pulang ke Jakarta, pasti lu bakal lebih buas ke istrilu” Aku termenung, teringat aku pernah membaca sebuah artikel seks mengenai akibat positif tentang pasangan suami istri yang pernah melakukan swinger/ cuckold, dengan catatan kedua belah pihak terbuka/ setuju untuk melakukannya. Dikatakan bahwa rasa cemburu yang timbul saat menyaksikan pasangan digauli orang lain menjadi rangsangan yang hebat membuat kehidupan seks semakin bergairah. “Tadinya gua juga polos soal seks, gara-gara selera hubby gua agak nyeleneh, gua mulai berani eksplorasi seks, dia bilang hubungan seks gak ada hubungannya dengan cinta.” “Amin!” sahutku menyetujuinya. Tiba-tiba Elvina menepuk lenganku sambil bertanya, “Hei… mau liat gak pasangan kita lagi apa?” ia berdiri mengambil remote TV lalu kembali duduk di sebelahku. Dinyalakannya TV plasma yang menggantung di seberang ranjang. “Mana nih orangnya?” Elvina mengganti-ganti chanel melihat semua ruangan di pondok suaminya dan Mbak Wulan kosong. “Aahhaa…” chanel di TV menunjukkan adegan di kamar pondok Natalia, si psikolog Adegan di layar memperlihatkan Gary sedang di ranjang mendoggie style Mbak Wulan yang pada saat bersamaan sedang menjilati vagina Natalia yang berbaring selonjoran bersandar pada kepala ranjang. Tangan Gary nampak menggerayangi payudara Mbak Wulan yang menggantung sambil sesekali menampar pantat wanita itu. Sementara Natalia nampak mendesah-desah nikmat sambil meremasi payudaranya sendiri. Kulihat mata Elvina nampak terpaku beberapa saat menonton suaminya menggarap dua wanita lain, lalu senyum aneh tergurat di wajah cantiknya. “Dasar… baru dateng udah dapet dua sekaligus” katanya “Jealous?” tanyaku “Pasti adalah, tapi justru itu sensasinya Rick, itu yang bikin turn on-nya” katanya “mau liat wife lu gak?” ia memindah chanel dengan remote. “Aahhh… aahhh!!” aku sudah familiar dengan desahan Helen. Nampak di layar istriku sedang menaik-turunkan tubuhnya di atas selangkangan Pak Satrio yang meremasi kedua payudaranya. Liukan pinggulnya yang khas yang membuat penis serasa diplintir itu ia berikan juga ke pria setengah baya itu. Sesekali Helen melihat ke arah kamera juga, apakah ia tahu aku menyaksikannya lewat CCTV dan sengaja membuatku cemburu? Yang pasti birahiku langsung on menyaksikan adegan bokep yang diperankan istriku sendiri itu. “Rick… kita bayar mahal untuk acara ini bukan cuma buat curhat dan nonton pasangan kita kan?” tanya Elvina dekat telingaku dengan nada menggoda. Aku baru sadar sejak tadi kami sudah banyak menghabiskan waktu untuk ngobrol sementara yang lain sudah mulai duluan. Aku memang dilanda cemburu, tapi bukankah aku mendapatkan Elvina sebagai kompensasi. Kami saling tatap, kubuka ikat rambutnya sehingga rambut hitam panjang wanita itu tergerai bebas membuatnya semakin terlihat seksi. Bibirnya yang tersenyum mendekati bibirku. Aku hanyut dalam perasaan tak menentu ketika bibir itu mengecup bibirku. Tak cuma itu, tangannya juga menyelusup ke balik celanaku meraih batang penisku sehingga aku hanya bisa memejamkan mata dalam desiran hasrat sambil membalas permainan lidahnya. Kurebahkan tubuhnya ke ranjang sambil tanganku menyingkap roknya, tanganku mengelusi naik paha indahnya hingga kuraih celana dalamnya dan kutarik lepas. Setelahnya Elvina berguling ke samping menindihku lalu dilucutinya pakaianku sebelum ia membuka gaun dan branya hingga kami telanjang. Ia kembali memagut bibirku sambil menggesekkan payudaranya di dadaku dan mengocok lembut penisku. Ciumanku lalu merambat turun melumat payudaranya bergantian kiri dan kanan selama beberapa saat hingga ia naik ke wajahku. “Jilatin Rick, gua juga servis yang lu!” katanya. Kami pun bergaya 69, kuciumi vaginanya yang berbulu jarang sambil jariku menyibakkan bibirnya yang sudah basah. Lidahku mengais-ngais liang senggamanya yang terasa harum, pastinya hasil perawatan rutin yang mahal. Pada saat yang sama Elvina juga menjilati batang penisku hingga buah zakarku. Tubuhku bergetar nikmat saat ujung lidahnya menyentil-nyentil lubang kencingku. Elvina seorang type wanita yang agresif dan dominan dalam bercinta. Tak mau kalah, aku pun balas menjilati vaginanya sambil mencucuk-cucukkan jari ke liang tersebut. Di sela kegiatanku aku melihat di layar TV istriku dan Pak Satrio sudah berganti gaya, kini pria tambun itu tengah menyetubuhi istriku dalam posisi menyamping. Adegan itu ditambah hisapan Elvina yang mahir membuatku tak sanggup lagi menahan ledakan birahi. “Na… aaauuuhh…. gila keluar nih!!” lenguhku tanpa bisa menahan sperma yang muncrat melalui penisku. Elvina justru terus menghisap penisku dan melahap cairan yang keluar, teknik oralnya sungguh luar biasa sampai membuatku menggeliat-geliat nikmat di bawah tindihan tubuhnya. Ia terus melakukannya hingga penisku menyusut di dalam mulutnya dan berhenti menyemprotkan spermanya. Aku tidak melihat setetespun cairan putihku meleleh di bibirnya, ia melahapnya habis. Selanjutnya, sambil menunggu penisku bangkit lagi, aku mengenyoti payudaranya lalu turun ke vaginanya. Bibirku bermain di kewanitaannya, lidahku menggelitik klitorisnya lembut. “Aaaahhhh.. Rick!!” desahnya sembari meremas rambutku. Sesekali mata kamu bertatapan, wajahnya nampak makin cantik saat larut dalam birahi. Sedang asyik-asyiknya menjilati vagina Elvina, tiba-tiba bel musik berbunyi disertai ketukan di pintu. “Kayanya aktor, biarin masuk aja, kita bisa threesome” kata Elvina lalu turun dari ranjang. “Na… ga pake baju?” tanyaku melihatnya dengan cuek keluar dari kamar dengan tubuh polos. “What for? Bukannya kita ke sini untuk itu?” katanya santai lalu menuju ke pintu, “ya! Siapa?” “Permisi! Pizza delivery!” sahut suara dari luar. Dari kamar kulihat Elvina membuka pintu tanpa canggung. Tamu itu, pemuda dua puluhan berkulit sawo matang pun terhenyak melihat ketelanjangan yang langsung terpampang di hadapannya. “Eehh… si mas ini, masih kerja ini yah” kata Elvina yang sepertinya mengenal pria itu, “Mas… siapa namanya?” “Saya Hamdi… ini Ci Ivana kan kalau ga salah?” “Elvina… Ivana siapa lagi? Ah iya Mas Hamdi, ayo sini masuk aja!” Elvina menarik tangan pria itu dan menutup pintu. Dituntunnya pria itu ke kamar dan memperkenalkannya padaku, kulihat di jarinya tersemat cincin hitam yang menandakan dia aktor dalam retreat ini. “Kalian udah kenal yah?” tanyaku “Iyah… di retreat kemaren Mas Hamdi ini perannya jadi tukang kebun yang rapiin rumput di depan rumah hihihi!” tutur Elvina “Terus lu yang goda dia? Atau si mas yang perkosa lu?” tanyaku bercanda, kami bertiga pun tertawa. “Udah ah… gak usah buang waktu lagi!” kata Elvina mulai membuka kancing seragam karyawan pizza yang dipakai Hamdi. Sebentar saja Elvina sudah menelanjangi pemuda itu dan mengajaknya naik ke ranjang. “Sini Rick, lu sebelah sini!” panggilnya setelah menyadarkan kepalanya di atas dua bantal tersusun. Tangan lembutnya meraih penis Hamdi yang berlutut di sebelah kiri dan aku yang berlutut di kanan. Secara bergantian ia mengoral dan mengocok penis kami. “Jadi aktor di sini udah lama mas?” tanyaku pada Hamdi sambil menikmati sapuan lidah Elvina pada kepala penisku. “Saya udah dua tahun lebih Koh, part time uuuhh!!” jawab Hamdi lirih, “lumayan banget lah gajinya” Sambil menikmati penis kami diservis Elvina aku menyempatkan diri ngobrol dengan Hamdi sambil tanganku meremasi payudara kanannya. Ternyata ia adalah mahasiswa arsitektur yang sedang menyelesaikan skripsi sambil magang di perusahaan. Di tengah kesibukannya, ia mendapat pekerjaan ini lewat seorang temannya. Menurutnya gaji sebagai aktor itu lebih dari lumayan namun ia tidak menyebutkan nominal. “Udah ah…. ngobrol melulu, fokus dong!” protes Elvina, “Rick kamu berbaring!” perintahnya. Kuturuti perintah wanita yang dominan itu, lalu ia menaiki selangkanganku serta mengarahkan penisku yang sudah ereksi lagi ke vaginanya. “Hhhoohh… oohh!!” desah Elvina saat penisku menerobos liang senggamanya. Tanpa buang waktu lagi, wanita itu mulai menaik-turunkan tubuhnya membuat penisku serasa dihisapi oleh vaginanya. Hamdi memeluk tubuh Elvina, diciuminya leher, pundak hingga bermuara di payudaranya yang ia lumat dan remas bergantian. Makin lama goyangan Elvina makin liar hingga akhirnya ia berhenti sejenak. “Di kamu tusuk dari belakang! Gentle yah!” perintah Elvina menginginkan double penetration. “Siap ci!” pemuda itu segera ke belakang mengarahkan penisnya ke dubur wanita itu. Elvina mencondongkan tubuhnya ke depan agar pantatnya lebih menungging sehingga payudara montoknya itu tepat di depan wajahku. “Aaarrggh!!” rintihnya saat Hamdi melesakkan penisnya lewat anal. Kulumat payudara Elvina agar memberinya rasa nikmat di tengah penetrasi ke analnya. “Udah siap digoyang ci?” tanya Hamdi setelah beradaptasi sejenak penisnya menancap di dubur wanita itu. “Hee… ehhh….! ayo! Tunggu apa lagi!” kata Elvina tidak sabaran Melihat gaya Elvina yang begitu bossy di ranjang, aku menduga wanita ini pasti yang paling berkuasa di rumahnya, apalagi suaminya nampak begitu kalem. Kami mulai memicu tubuh kami, penisku dan penis Hamdi merojok-rojok kedua liang Elvina membuatnya menceracau tak karuan, mungkin suaranya sampai terdengar keluar sana karena jendela kami biarkan setengah terbuka. Sesekali Hamdi memagut bibir wanita itu, sementara aku sibuk mengenyoti payudara dan merambahi tubuh mulusnya. Cukup lama aku dan Hamdi men-sandwitch Elvina hingga kami bertiga bermandi keringat. “Ayooh… lebih cepat… udah mau dapet nih!” kata Elvina tersengal-sengal Aku menyentak-nyentak pinggulku ke atas berusaha memenuhi keinginan Elvina. Dinding vaginanya makin meremasi penisku, makin basah hingga akhirnya tubuhnya bergetar hebat, cairan cintanya membanjir membasahi selangkangan kami. Ia menyambut orgasmenya dengan sebuah erangan panjang. Agaknya saat itu Hamdi juga mencapai orgasmenya, ia melenguh nikmat dan menghujam penisnya dalam-dalam menyemburkan spermanya di dubur wanita itu. Aku yang sudah tinggal sedikit lagi menyusul mereka menelentangkan tubuh Elvina dan mengocok penisku hingga menyemburkan spermanya membasahi dadanya. Ia melakukan cleaning service terhadap penisku hingga menyusut di mulutnya sebelum kami bertiga terkulai lemas di ranjang. ———————— Kolam renang gedung serbaguna
Pukul 16.24

POV Helen Sesuai arahan admin lewat pesan WA, kami semua berkumpul di pinggir kolam renang indoor itu menduduki kursi santai bersama pasangan masing-masing yang tersusun membentuk huruf U mengelilingi si psikolog cantik, Natalia, yang duduk di tengah. “Sebagai psikolog dan sekarang sedang mendalami seksualitas, kamu pasti udah khatam sama tulisan-tulisan Sigmund Freud?” tanya Mbak Wulan. Dari beberapa pertanyaan yang diajukan, Mbak Wulan yang dulu pernah kuliah sospol, menunjukkan dirinya sebagai seorang terpelajar dan berwawasan. “Freud… “ Natalia mengembangkan senyum, “untuk profesi seperti kami, beliau itu nabinya dan tulisannya adalah bible” “Eeerrr… ci…!” aku mengangkat tangan kanan hendak bertanya “Call me Nat sayang!” katanya ramah, “kita cuma beda sedikit, gak usah seformal itulah” “Eehh…. iya Nat, apakah melakukan seks dengan bebas atau bisa dibilang selingkuh terang-terangan seperti di acara ini, akan berpengaruh positif dalam hubugan pasutri, mengingat budaya di sini dan sejak kecil kita sudah diajarkan untuk menjauhi yang seperti itu.” tanyaku sehubungan masalah yang sedang aku dan Ricky gumulkan. “Good question!” kata Natalia, “jadi gini… menurut pandangan para seksiolog, dalam kehidupan pernikahan, ada saat-saat tertentu mengalami periode rawan dimana perkawinan mengalami krisis. Krisis ini apabila tidak disadari, lalu ditambah lagi masalah-masalah eksternal yang terus datang, maka akan masuk ke tahap yang lebih parah yaitu hilangnya kegairahan dalam perkawinan. Nah ini yang bahaya!” pungkasnya. “Bahaya gimana nih? Dan menurut kamu baiknya gimana?” Ricky nampak mulai tertarik dengan diskusi ini, aku pun meraih tangannya dan menggenggamnya. “Bahaya kejenuhan dalam perkawinan, dimana hubungan seks antara suami-istri tidak lagi menyala-nyala yang disebabkan oleh berbagai faktor. Hubungan badan akhirnya terasa menjadi hambar dan hanya menjadi rutinitas saja. Untuk itu, dibutuhkan pergantian suasana atau variasi dalam kehidupan seks. Secara psikologis, pria itu memiliki hasrat terhadap wanita lain dan keinginan untuk melakukan hubungan badan dengan lebih dari satu wanita, baik secara sadar maupun tidak. Celakanya, kecenderungan inilah yang menjadi sumber konflik dalam kehidupan perkawinan. Sampai sini dulu, kalian setuju? Atau ada sanggahan maybe?” Penjelasan psikolog cantik ini sangat memukau hingga kami semua terdiam mendengar penjelasannya. “No… lanjut… lanjut! Mulai rame ini!” sahut Gary. “Baiklah… maka dari sini, dibuatlah norma-norma, segala peraturan dalam hubungan pria dan wanita yang melarang ini dan itu. Nah, retreat ini menarik menurut saya, karena disinilah potensi konflik akibat penyelewengan itu dicegah, baik pria maupun wanita sama-sama berhak mendapat kenikmatan dari orang lain. Sejak kecil kita semua sudah ditanamkan pemahaman bahwa seks itu harus dilakukan dengan cinta, padahal keduanya itu ibarat teh dan susu” “Teh dan susu? Coba jelasin analoginya!” kata Elvina agak heran. “Begini..” Natalia melanjutkan “analoginya adalah teh itu cinta dan susu itu kenikmatan seks. yaitu antara unsur ‘cinta’ dan unsur ‘kenikmatan seks’. Kedua unsur ini saling melengkapi dalam hubungan perkawinan seseorang. Kita dapat menikmati dengan cara berbeda-beda, minum teh saja enak, minum susu saja juga enak, atau kita juga bisa mencampurnya menjadi Thai tea, tinggal pilih sesuai selera saja, ya kan?” Aku manggut-manggut mendengar ceramah Natalia, ini benar-benar pemikiran yang out of the box. “Cinta merupakan merupakan faktor yang dominan yang membentuk ikatan batin antara dua insan yang berlainan jenis. Sedangkan kenikmatan seks adalah merupakan unsur penunjang yang dapat memperkokoh dan mewarnai unsur cinta tersebut. Adanya nafsu birahi ini dalam diri kita sebagai mahluk hidup adalah wajar dan bukan sesuatu yang memalukan” “Jadi Nat, yang gua tangkap yah… retreat ini bertujuan untuk membuat keadaan yang adil dan berimbang di antara pasutri. Keduanya mempunyai hak yang sama dalam hubungan seks, Istri juga boleh memilih kehendaknya, apakah ingin minum ‘teh’ saja, atau ’susu’ saja, atau ‘Thai tea’. Retreat ini merupakan wadah untuk mewujudkan semua itu secara terorganisir dan rahasia karena yang seperti ini belum diterima oleh mayoritas masyarakat kita.”, aku mencoba mencerna esensi retreat ini. “You got it all Len!” kata Natalia, “cepat juga lu mengerti, oke… ada yang mau ditanyain lagi?” Semua diam… tidak ada yang bertanya. “Okeh kalau gitu sekarang giliran saya yah minta tolong ke bapak ibu sekalian!” katanya, “pertama-tama saya tanya dulu ke ibu-ibu nih” ia memandangi kami tiga wanita di ruangan ini yang penasaran dengan permintaannya, “apa ibu-ibu bertiga bersedia kalau… saya pinjam suami-suaminya untuk “minum susu” (sambil memberi tanda kutip dengan tangannya) dengan saya?” “Sekarang? Di sini?” tanya Mbak Wulan yang dijawabnya dengan anggukan kepala “Jadi kita bertiga main sama lu seorang gitu?” tanya Ricky, Natalia mengangguk lagi. “Saya akan juga akan sedikit mewawancarai kalian setelahnya, saya berharap sekali kerjasamanya” “Sure, why not?” kata Elvina mengiyakan, “keliatannya kamu belum puas setelah threesome dengan suami gua sama Mbak Wulan tadi” “Silakan, bojoku juga kayanya wis kepengen kok!” kata Mbak Wulan menepuk pundak Pak Satrio yang cengengesan. Natalia lalu memandang ke arahku setelah dua wanita itu setuju. Akhirnya aku pun menganggukkan kepala. Belum juga mulai darahku sudah berdesir membayangkan suamiku menggangbang wanita lain. “Ayo! Gak usah sungkan-sungkan!” Natalia mulai membuka pakaiannya sendiri hingga menyisakan bra dan celana dalam kuning, memamerkan tubuh indahnya di depan kami. Ricky berinisiatif maju dan mendekap psikolog cantik itu dan memagut bibirnya. Saat keduanya berciuman Pak Satrio mendekat dari sisi lain dan meremas payudaranya, Natalia melepaskan ciumannya dan ganti mencium pria berkumis itu, namun tangannya menyusup ke balik celana boxer suamiku itu dan pasti menggenggam penisnya. Gary menyusul lalu berjongok di depan Natalia dan membuka celana dalamnya, sementara Ricky membuka bra wanita itu. Setelah ditelanjangi mereka membaringkan Natalia pada kursi santai. Ketiga suami kami juga membuka pakaian mereka hingga telanjang sebelum meneruskan. Ricky mengambil posisi di antara kedua belah paha Natalia, dijilatinya paha jenjang itu hingga sampai di pangkal pahanya yang ditumbuhi bulu-bulu. Wanita itu menjilati penis Pak Satrio yang berdiri di kanan, lidahnya menelusuri batang hingga buah zakar hingga naik lagi menjilati kepalanya yang bersunat sebelum akhirnya ia masukkan ke mulut mungilnya. Gary yang duduk di sebelah kiri mengenyoti dan meremas payudaranya. Ricky yang membenamkan wajahnya di selangkangan Natalia bukan hanya menjilat dan menghisap, kulihat jarinya juga mengobo-obok liang kewanitaannya sehingga wanita itu pun menggeliat-geliat dengan desahan tertahan. “Len!” panggil Elvina sehingga aku menoleh ke samping, “seru gak hihihi” “Yaa… gitu deh, gimana yah” aku tidak tahu harus menjawab apa karena perasaanku campur-aduk. “Ini selingkuh resmi namanya, daripada pasangan kita diem-diem di belakang, kalau terang-terangan gini dan kedua pihak menerima kan jadinya saling menikmati” kata Elvina “Ssssshh! Jangan berisik” kata Mbak Wulan Kami pun kembali menonton suami-suami kami menggarap Natalia. Kini Ricky berlutut di antara kedua belah paha Natalia dan memposisikan penisnya di vagina wanita itu. “Aghhhh!” desah Natalia sambil menggeliat ketika penis suamiku menyeruak masuk ke dalam liang senggamanya. Ricky mulai memompa penisnya dengan konstan, pelan lalu mulai cepat dan bertenaga membuat Natalia mengerang tak karuan setiap penis itu menghujam. Puas mengenyoti payudara Natalia, Gary bangkit dan menyodorkan penisnya ke depan wajah wanita itu yang langsung menggenggam dan menjilatinya sementara tangannya tidak lepas menggerayangi payudara wanita itu, sementara tangan kanan Natalia mengocok penis Pak Satrio. Dijarah tubuhnya oleh tiga pria, Natalia pun semakin ribut. Desahan, erangan, dan suara gesekan kelamin bersahut-sahutan di kolam renang indoor ini, sukses membuat kami para istri terperangah antara cemburu dan horny. Beberapa kali aku menggesekkan pahaku karena merasa gatal pada vagina, kulihat si sebelah Elvina juga meremas payudaranya sendiri dan Mbak Wulan menggigit bibir bawah dan juga meremas payudara sendiri. “Naatt… gua mau ngecret nih..” erang Ricky “Di daleem aja!” pinta Natalia yang masih bergantian mengoral dan mengocok penis Gary dan Pak Satrio. Natalia dan Ricky mendesah berbarengan tak lama kemudian. Tubuhku terasa meriang membayangkan sperma suamiku mengisi liang vagina wanita itu. Ricky masih menggenjot selama beberapa saat sebelum mencabut penisnya yang lemas dari vagina Natalia. Tanpa disuruh, Gary segera mengambil alih tempat suamiku. “Kamu berbaring aja sini!” kata Natalia sebelum Gary memasukkan penisnya. Mereka pun ganti posisi, Gary berbaring menyandar, kemudian Natalia menaiki selangkangannya memunggunginya dan berhadapan dengan kami. Tangannya mengarahkan penis pria itu ke vaginanya yang becek itu. “Uuugghh!!” desahnya saat menurunkan tubuh hingga penis Gary melesak masuk. “Sini Rick… gua bersihin yang lu!” ia memanggil suamiku yang masih lemas. Ricky berdiri di kanan membiarkan wanita itu menjilati penisnya yang berlumuran sperma dan cairan kewanitaan. Tanpa menunggu lagi, Natalia mulai menaik-turunkan tubuhnya di selangkangan Gary. Pak Satrio duduk di sebelah kiri mengenyoti payudara dan menggerayangi tubuh mulusnya. “Suamiku tuh paling demen netek kaya gitu” kata Mbak Wulan Aku fokus memperhatikan bagaimana wanita itu mengoral penis suamiku, bagaimana ia mengulum buah zakarnya, menjilati batang hingga kepala penisnya hingga membuat Ricky mendesah-desah nikmat dan penisnya mulai ereksi lagi. Tak lama kemudian, Gary mengernyit, mulutnya menganga dan urat-uratnya tampak tercetak di dahinya. “Aahhh… Nat… mau keluar nih!” lenguhnya “Keluarin aja…” kata Natalia terus memicu tubuhnya “ohhh… cepat keluarin aja!” “Yessshh… keluar nih!” Gary mendesah kelabakan, “Aahhh… ngecrot nihhh!” Pria tambun itu menekan tubuh Natalia, sambil meremas kuat payudaranya. Ia pasti sedang menyemburkan spermanya di vagina Natalia. “Oohhh… mmhhh… yaahhh… gitu enakk!” Natalia membeliak-beliak merasakan semprotan sperma Gary, tangannya makin cepat mengocok penis suamiku. Berikutnya giliran Pak Satrio, ia meminta Natalia menungging dengan wajah menghadap kami. Meskipun sudah berumur, pria itu kelihatan bersemangat menggenjot vagina Natalia, tangannya mengelus-elus paha terkangkang wanita itu, menikmati kulit mulusnya. Sisa-sisa sperma suamiku dan Gary nampak meluap keluar di paha dalamnya “Mau dong Nat dicleaning service sama lu!” Gary menyodorkan penisnya ke wajah Natalia. Tanpa ragu, Natalia pun memasukkan penis pria itu ke mulutnya. Gary mengayuh pinggulnya dengan lembut, menyetubuhi mulut psikolog cantik itu. Sesekali Natalia menggeleng-gelengkan kepalanya, merasakan gesekan penis Gary di setiap dinding mulutnya. Saat itu Ricky berjongkok di samping menyusu dari payudara Natalia yang menggantung. Pak Satrio semakin cepat menyodok vagina Natalia, nampaknya ia akan orgasme sebentar lagi. “Udah mau yah Pak?” Natalia menengok ke belakang, “siram ke saya yah! ayo kalian juga!” Ia berlutut di lantai mengajak para suami kami mengelilinginya. Pak Satrio yang sudah di ambang orgasme adalah prioritasnya, dikulumnya penis itu sambil tangannya terus mengocok penis Gary dan suamiku. Tak lama kemudian, pria setegah baya itu pun melenguh panjang. Creett… creett… cairan putih kental berhamburan dari kepala penisnya membasahi wajah cantiknya, ia membuka mulut membiarkan cipratan sperma itu masuk ke mulutnya. Ricky menyusul mencapai puncak kenikmatan dengan kocokan wanita itu pada penisnya. Spermanya pun muncrat membasahi wajah dan sebagian rambut wanita itu. Tidak sampai lima menit, Gary yang di sebelah kiri menyusul tak sampai lima menit setelahnya. Semprotan sperma yang mendarat di wajah wanita itu membuatnya semakin basah kuyup. Bukan hanya wajah dan rambut, pundak, leher, dan payudara Natalia pun penuh cipratan cairan putih susu. Natalia membersihkan ketiga penis suami kami sebelum semuanya lemas dalam kepuasan. Nampak senyuman nakal di wajah Natalia yang belepotan sperma, sepertinya ia puas telah menaklukkan suami-suami kami. “Thanks ladies… suami-suami kalian gak mengecewakan” kata Natalia bangkit berdiri, “siap-siap diinterview ya, sekarang saya mau mandi dulu!” ia memunguti pakaiannya dan berjalan dengan cuek ke ruang bilas kolam. Natalia menginterview kami, para istri, satu persatu secara pribadi, setelah mandi. Tidak ribet, paling hanya setengah jam, itu pun diselingi ngobrol dan aku juga berkonsultasi dengannya masalah rumah tangga kami sehingga banyak mendapat masukan darinya. Overall, ia wanita yang smart dan enak diajak diskusi. Dalam obrolan kami, ia juga mengakui bahwa Grace adalah pasangan lesbinya, walau ia mengatakan dirinya cenderung biseksual. ———— Pukul 19.25 Ini adalah malam terakhir, admin retreat telah memberitahukan agar kami bersiap untuk acara malam yang tidak diberitahu persis kapan waktunya. Para wanita diimbau memakai pakaian yang siap untuk dirobek sehingga jangan mengenakan pakaian kesayangan atau yang mahal. Poin ini memang sudah disebutkan dalam dokumen yang diemailkan ke kami mengenai barang-barang yang harus dibawa. Aku pun mengenakan tank top hitamku yang sudah agak lama dan hotpants. Mbak Wulan, Elvina dan Natalia juga nampak mengenakan pakaian santai yang siap untuk dirobek. Kami bertujuh duduk di meja panjang bangsal utama menikmati makan malam yang didominasi seafood dengan beberapa botol minuman keras impor. Rasa cemburu mengisi diriku melihat Ricky yang duduk di sebelah Elvina nampak akrab bercengkrama. Kubalas dengan mengakrabkan diri dengan Gary yang duduk di sebelahku. Di tengah obrolan pasca makan, tiba-tiba pintu ganda bangsal ini membuka dan masuklah seorang wanita cantik berkemeja putih dan celana panjang hitam dengan sarung pistol melingkari tubuh dan bahu lengkap dengan pistolnya, tidak ketinggalan cincin hitam di jari manis kirinya. Sosoknya dengan kecantikan oriental itu mengingatkan para jagoan wanita di film-film Mandarin. “Selamat malam semua! Nama saya Eva” ucapnya memperkenalkan diri seraya meletakkan kedua telapak tangan di meja, “tolong duduk tenang… jangan panik… dengarkan baik-baik yang saya katakan, situasi sedang gawat di luar” Bersamaan dengan itu terdengar rekaman lagu yang terdengar mencekam lewat audio system di ruangan ini. Kami pun mulai tegang mendengar apa yang akan disampaikannya. “Ada sekumpulan zombie di luar sana dan mereka akan segera sampai ke sini!” “Oohh… tema haloween toh, pas ini bulan Oktober” bisik Mbak Wulan yang duduk di sebelahku “Untuk itu saya minta pada bapak-bapak, bantu saya mengangkat barang dari belakang sana untuk menahan pintu!” “Ayo!” Gary di sebelahku berdiri paling pertama disusul Ricky lalu Pak Satrio. Mereka mengikuti Eva ke belakang meninggalkan kami empat wanita yang saling bertukar pandang. “Gua dulu pernah ikut yang skenarionya penyanderaan” kata Elvina, “sekarang zombie, kok jadi serem bayanginnya hihihi” “Jadi kita bakal diperkosa zombie nih mbak?” tanyaku pada Mbak Wulan. “Tenang ini skenario aja, nikmatin aja!” katanya menepuk-nepuk tanganku menenangkan “Len… Len… kamu…” panggil Elvina namun belum juga ia meneruskan kata-katanya tiba-tiba terdengar suara alarm dari audio system disusul pintu depan dilabrak dan segerombolan zombie berhamburan masuk dengan mengeluarkan suara geraman yang membuat kami refleks menjerit kaget. Aku mengikuti Elvina lari ke pintu kaca tempat suami-suami kami masuk tadi tapi dihalangi oleh tiga zombie yang mengepung kami. “Aaww!” jeritku ketika zombie berpakaian polisi menerkamku dan menghimpitku ke tembok. Breett… pakaianku direnggut hingga robek memperlihatkan bra tanpa tali bahu di baliknya. Zombie itu langsung meremasi payudaraku dengan gemas. Harus kuakui cosplay zombie ini keren sekali make-up nya, mereka memakai soft lens putih dan efek kulit yang busuk itu terbuat dari karet dilumuri cairan merah seperti darah sehingga nampak seperti asli. “Jangan!!” jeritku saat zombie itu membetot bra-ku dan langsung melumat payudaraku, “ooohhh… aaahh!!” zombie itu menggigit-gigit kecil putingku dan tangannya meremas payudaraku yang lain. Di dekatku Elvina sedang (berakting) menjerit-jerit karena dikeroyok dua zombie di lantai. Satu zombie menangkap kakinya yang menendang-nendang lalu membentangkannya sehingga terlihat celana dalam dan paha indahnya, zombil lainnya yang botak mendekapnya dari belakang meremas-remas dadanya yang masih tertutup gaun terusan mini. Hei… kuperhatikan lebih jelas bukankah zombie botak itu adalah pria yang kemarin berperan sebagai perampok di malam pertama. Zombie itu juga melihat ke arahku dan tersenyum, ya memang aktor yang sama. Di tempat lain, dua zombie menaikkan tubuh Mbak Wulan yang pakaiannya sudah robek sana-sini ke atas meja. Zombie yang memakai kaos singlet membetot celana dalam Mbak Wulan hingga robek lalu langsung menggerayangi selangkangannya, zombie satunya yang kurus sedang melumat payudaranya. Nasib Natalia pun serupa, ia terbaring di lantai dengan pakaian sudah robek-robek, satu zombie memagut bibirnya dan mengais-ngais rongga mulutnya, sementara zombie yang satunya menciumi dan menggerayangi tubuhnya. Kuhitung total ada tujuh aktor zombie, setiap wanita kecuali diriku digarap oleh dua zombie. Konsep acara seperti ini tidak pernah terbayangkan olehku sebelumnya, memberi sensasi seks diperkosa zombie, sungguh pengalaman unik sepanjang kehidupan seksualku. “Eemmhh…. eemmm!!” aku mendesah tertahan saat zombie yang menggumuliku melumat bibirku. Aku yang sudah pasrah membiarkan lidahnya menyeruak masuk ke mulutku, menyapu-nyapu rongga mulut dan memainkan lidahku. Tangan zombie itu meremasi payudara dan tangan satunya sudah mulai menyusup masuk ke balik hotpantsku. Ooh… tangan kasar itu akhirnya menjamah vaginaku, badanku pun bergetar saat jemarinya mengelusi bibir vaginaku. “Aaahh… lepasin saya!” desah Elvina yang saat itu vaginanya sedang dilumat zombie Payudaranya yang sudah terbuka diremasi dan dipencet-pencet putingnya dari belakang oleh zombie lain yang menjilati leher jenjangnya. ————– POV Ricky Kami mengikuti Eva ke belakang untuk mengangkat benda-benda berat guna mengganjal gerbang bangsal. “Ini aja!” katanya menunjuk kursi-kursi santai di pinggir kolam. Kami segera mengangkat kursi-kursi santai itu, namun baru saja beberapa langkah, tiba-tiba terdengar suara alarm dari audio system. “Apaan tuh?” tanyaku pada Eva lalu saling pandang dengan Pak Satrio dan Gary. “Gawat!” wanita itu mencabut pistolnya dan berlari ke pintu kaca Aku meletakkan kembali kursi santai yang kubawa dan berlari ke pintu kaca bersama dua pria lainnya. Kami terperangah menyaksikan zombie-zombie menyeruak masuk ke bangsal dan memangsa istri-istri kami. Yang pertama kulihat adalah Natalia didekap dari belakang oleh seorang zombie dan meronta-ronta. Zombie lain dari depan menarik pakaiannya dan breett… kaos itu robek memperlihatkan bra pink di baliknya. Kemudian zombie yang dibelakangnya juga menarik bra-nya hingga putus. “Aaaww!!” jerit wanita itu ketika zombie itu mencaplok payudaranya dengan gemas. Di dekatnya Mbak Wulan terpepet dekat meja makan lalu disergap oleh dua zombie. Ia meronta (akting tentunya) dan dinaikkan ke meja hingga beberapa piring berjatuhan. Dua zombie itu mulai melucuti pakaiannya dan menggerayangi tubuh indahnya. Sementara Helen dan Elvina tidak terlihat, mereka agaknya di sudut lain yang tidak tertangkap pandangan kami. “Jangan kesana! Sudah terlambat!” sahut Eva merentangkan kedua tangan di depan pintu menghalangi kami. Kini sedang terjadi sesuatu yang membuat darah kami menggelegak bahwa istri kami sedang diperkosa gerombolan ‘zombie’. Dari terperangah darah kami turun ke bawah dan pandangan kami mulai beralih ke Eva. “Eh… kalian kenapa?’ tanya Eva merasa salah tingkah. Kami bertiga mengepungnya di pintu kaca dan mulai menggerayanginya. “Hei… lepasin, apa-apaan ini!” berontaknya saat tangan-tangan kami mulai menjamahi tubuhnya, aku sendiri meremas payudaranya. “Hehehe… ga adil dong bini kita dientot, lu ngga!” kata Gary mengelusi payudara Eva yang satunya. Pak Satrio membuka kancing kemeja wanita itu dan memasukkan tangannya ke balik bra putih serta meremas payudara kirinya. Kami mulai melucuti pakaian Eva satu persatu, wanita itu meronta namun tentunya itu hanya akting sehingga malah membuat kami lebih bernafsu. Sebentar saja seluruh pakaiannya telah terlepas dan ia berdiri telanjang menyilangkan tangan menutupi dada dan selangkangannya. Kami juga melepas semua pakaian kami hingga telanjang sebelum kembali mendekati dan menjarah tubuh telanjang wanita itu. Aku melumat bibir Eva dengan bernafsu, tanganku menggerayangi selangkangannya yang berbulu jarang. Pak Satrio meremasi payudara kirinya dan menciumi pundak dan lehernya. Gary berjongkok mencium dan menjilati paha indah dan pantatnya. Birahi Eva mulai naik, ia membalas permainan lidahku dan tangannya meraih penis Pak Satrio yang lalu dikocoknya lembut. Sejenak kemudian Eva berlutut memegangi penisku dan Pak Satrio yang dioral dan dikocoknya bergantian. Sementara Gary mendekap tubuhnya dari belakang, menciumi pundak dan meremasi payudaranya. Ciuman Gary terus turun menyelinap ketiak Eva dan melumat payudara kanannya, tangannya sibuk menggerayangi selangkangan wanita itu sehingga tubuhnya bergetar-getar akibat sensasi nikmat. “Wah udah becek banget nih Va, udah siap disodok ya?” tanya Gary mengeluarkan jarinya dari selangkangan Eva yang belepotan cairan. “Mmmmhh” Eva mengangguk sambil tetap mengulum penis Pak Satrio Gary pun mengarahkan penisnya ke vagina wanita itu, ditekannya ujung penisnya ketika sudah tepat. “Aaahh!!” desah Eva merasakan sodokan pada vaginanya. Gary mendiamkan sejenak penisnya di vagina Eva, sementara wanita itu terus menjilat dan mengocok penisku dan Pak Satrio seperti menjilati permen. Aku melenguh nikmat merasakan kehangatan mulut Eva dan sapuan-sapuan lidahnya pada kepala penisku. Perlahan Gary menggerakkan penisnya keluar masuk membuat Eva merem-melek merasakan nikmat di vaginanya. Gary meremasi payudara Eva sambil terus menggenjot. Setelah beberapa lama, Eva tiba-tiba mengerang keras, punggungnya menegang, genjotan Gary telah mengantarkannya ke puncak kenikmatan. “Hehe cepet amat lu keluarnya Va, enak ya genjotan gue?” kata Gary bangga. “Emmh” gumam gadis itu mengangguk Ronde berikutnya aku berbaring di kursi santai lalu Eva naik ke selangkanganku. Payudaranya yang sekel tersaji tepat di wajahku yang langsung kukulum dan kumainkan putingnya. Eva mengarahkan penisku ke vaginanya lalu menurunkan pinggul hingga amblaslah penisku ke vaginanya diiringi erangan nikmat kami. Aku menikmati goyangan wanita itu di penisku sambil meremas payudara kanannya, sementara yang kiri dikenyoti oleh Gary dengan rakus dan mulutnya sedang sibuk berpagutan dengan Pak Satrio, keduanya nampak beradu lidah dan bertukar ludah, tangan Eva menggenggam penis pria itu dan mengocoknya. Goyangan Eva yang ganas membuatku tidak bisa bertahan lama, lima belas menit saja aku sudah melenguh nikmat mencapai orgasmeku yang luar biasa. Spermaku menyembur di vaginanya sampai meleleh keluar di sela bibir vaginanya. Pak Satrio langsung mengambil alih dengan menunggingkan pinggul wanita itu dan melesakkan penisnya. “Uuughh… masih seret yah memek kamu!” komentar Pak Satrio Eva menikmati genjotan Pak Satrio sambil membersihkan penisku dengan jilatan dan hisapannya. Di akhir ronde kami menyiramkan sperma kami membasahi tubuh Eva, terutama wajah, payudara, leher,dan perutnya. Eva terbaring dengan nafas tersengal-sengal di kursi santai, demikian pula kami yang telah orgasme dengannya. Acara masih berlanjut dengan turut bergabungnya kami dengan para ‘zombie’ menggarap para wanita (selain istri sendiri) di bangsal hingga akhirnya kami semua benar-benar ambruk dalam lemas dan puas. ———————— POV Helen “Aaahh!!” jerit Natalia ketika vaginanya dipenetrasi penis zombie yang menggerayangi tubuhnya. Zombie itu mulai memaju-mundurkan penisnya di dalam vagina Natalia. Zombie yang satunya juga membuka celana mengeluarkan penisnya, lalu berlutut di sebelah kepala wanita itu. Tangannya yang satu mengangkat kepala Natalia dan tangan satunya menyodorkan penisnya yang bersunat ke mulutnya. “Hhmm… mmmm….!” Natalia mendesah tertahan sambil mengulum penis si zombie sambil menikmati sodokan penis zombie yang satunya. Tangan-tangan mereka tidak pernah absen menggerayangi lekuk-lekuk tubuh psikolog cantik itu. Di dekatku, Elvina berlutut sambil mengulum penis zombie botak dan tangannya mengobok penis zombie yang satunya. Di atas meja, Mbak Wulan menggeliat-geliat karena vaginanya sedang dijilat dan difingering oleh seorang zombie sementara zombie yang satunya terus melumat payudaranya. Zombie yang menggarapku kini memeloroti hotpants yang kupakai, dengan pasrah kugerakkan kakiku membantunya melepaskan hotpants beserta celana dalamku. Kini aku telanjang bulat bersandar pada tembok. Si zombie berlutut di hadapanku dan… “Ooohh… “ desahku ketika ia mendekatkan wajahnya ke selangkangan dan menjilati bibir vaginaku. Zombie itu menaikkan kaki kananku di bahunya agar lebih leluasa menjilati vaginaku. Kedua payudaraku tidak luput dari remasan-remasan tangannya ditingkahi dengan pilinan dan gesekan jarinya yang membuatku semakin mendesah kenikmatan. Tanganku meremasi rambut si zombie yang berjongkok menjilati klitorisku dan menghisap-hisapnya. Aku sungguh tak sanggup menahan desah nikmatku, tubuhku bergetar menahan laju nikmat yang sangat luar biasa. “Ooh… terus… terus jilat… aahh!!” spontan aku memohon seperti itu, desahan-desahan nikmat keluar tanpa henti dari mulutku Vaginaku semakin basah akibat perlakuan zombie itu, cairan pelumasku semakin banyak keluar, membasahi jari-jarinya yang sedang keluar masuk di liang senggamaku. Tubuhku meliuk-liuk menahan arus nikmat yang luar biasa, pantatku mengejut-ngejut saat zombie itu menghisap klitorisku. “Aaaakkhh!” Mbak Wulan merintih saat zombie itu menusukkan penisnya dalam posisi doggie. Zombie itu segera menyodok-nyodokkan penisnya dengan cepat sambil meremasi kedua payudaranya yang menggelantung. Zombie yang satunya berlutut tepat di hadapan Mbak Wulan dan menyodorkan penisnya ke mulut yang langsung disambut oleh wanita itu dengan penuh nafsu. Diserang dari dua arah membuat Mbak Wulan mendesah-desah tertahan dengan tubuh menggelinjang. Sementara aku sendiri merasakan vaginaku akan segera banjir oleh jilatan, hisapan dan tusukan jari zombie di bawahku ini. “Ooohh… saya udah gak tahan… mau keluar!! Aahh!!” desahku keras. Ssrrr… cairan vaginaku mengucur deras dan langsung diseruput oleh si zombie itu dengan rakusnya. Ssrrllpp…. gggrrhh… ssrrllpp…. dilahapnya cairan kewanitaanku itu dengan rakus. “Gggrrhhh!!” geram zombie itu bangkit berdiri setelah melahap cairanku. Wajah dengan efek busuk dan darah itu tidak jauh dari wajahku memberiku sensasi seram sekaligus horny. Ia menjulurkan lidahnya menjilat pipiku lalu memagut bibirku. Aku pasrah mengikuti permainan yang dipimpinnya. Kurasakan kaki kiriku diangkat dan kepala penisnya menempel di bibir vaginaku. “Aaakkhh!” zombie itu menyodokkan penisnya agak kasar hingga melesak ke vaginaku membuatku menjerit. Vaginaku yang banjir mempermudah keluar-masuk penis zombie itu yang dengan bertubi-tubi menghujam liang senggamaku. Tanpa bisa kutahan, aku mendesah-desah keenakan, tubuhku melenting matanya terbelalak saat ujung kepala penisnya menghantam dinding rahimku. Di dekatku, Elvina terbaring di lantai dengan zombie yang mengerjainya menyodok-nyodokkan penisnya di liang senggamanya dengan ganas. Tubuh Elvina tersentak-sentak akibat sodokan bertenaga itu, kedua payudaranya bergoncang-goncang seirama sodokan zombie itu. Tangan Elvina mengocok penis zombie yang satunya yang sedang meremas-remas payudaranya. Zombie itu merem-melek dan menggeram ketika Elvina mendekatkan penis itu ke mulutnya dan mulai menjilati. “Ouugghh… sshhh… aahhh.. cepetin… puasin aku!” Mbak Wulan menceracau menerima sodokan-sodokan si zombie. Natalia juga sedang merasakan kenikmatan yang luar biasa, ia sudah ganti gaya WOT, naik-turun di atas penis zombie yang tadi menggenjotnya sambil mengulum penis zombie yang satunya. Rintihan, jeritan, dan desahan kami sahut-menyahut di bangsal ini, keringat sudah membanjiri tubuh kami, bunyi suara beradunya alat kelamin menambah ramai suasana. Tak lama berselang aku melenguh panjang, kakiku bergetar hebat dan kupererat pelukanku terhadap si zombie. Gelombang birahi yang menerpa tidak dapat kubendung lagi. Tusukannya masih belum berhenti, ia terus memompa hingga lima menit berikutnya. “Aaarrgghh…. aaarrr!!” tubuhnya mengejang lalu ia menghela pinggulnya hingga penisnya mentok ke vaginaku. Di dalam sana kurasakan cairan hangat menyembur deras, memberi sensasi nikmat tak terlukiskan. Zombie itu melepaskanku dan beralih menghampiri Elvina, ia memberi syarat pada temannya yang lalu menghampiriku bersama zombie lain yang telah orgasme dengan Natalia. Ohh… ini masih belum berakhir… pertempuran kami masih berlanjut tukar-menukar pasangan beberapa kali hingga kami semua ambruk bersimbah keringat dan sperma. Kami benar-benar bertarung habis-habisan sampai tubuh serasa luluh-lantak. Malam itu aku tidur dengan Gary yang dengan gentle mengangkat tubuhku yang sudah lemas ke pondoknya. Orgy bertema zombie ini adalah pesta seks yang tidak akan pernah terlupakan olehku dan tentu juga tidak akan dilupakan oleh suamiku dan peserta lainnya. Orgy ini terus berlanjut, saling tukar pasangan,
DAY 3​
Paginya merupakan hari terakhir bagi kami untuk bersama-sama di retreat ini. Gary, Elvina dan Natalia masih ingin di sini, baru check out jam tiga sore nanti. Pak Satrio dan Mbak Wulan harus memburu pesawat jam 11.30. Ricky juga harus pulang karena ada panggilan mendadak dari perusahaan untuk menggantikan rekannya yang sakit menghadiri rapat penting. Kami berpisah dengan pasutri Bandung itu setelah bertukar kartu nama dan nomor WA, kemudian kami mengantarkan Pak Satrio dan istrinya ke bandara dan berpisah di sana. Dalam perjalanan pulang kami begitu mesra mengobrol dan merencanakan apa yang akan kami lakukan setelah retreat ini. Perjalanan lancar, kami tiba di rumah pada jam makan siang. Home sweet home… akhirnya di rumah lagi setelah dua hari penuh kegilaan. “Say… mau makan siang dulu ga??” tanyanya Aku menggeleng, “ntar aja, belum lapar, lu lapar?” “Belum juga, jadi?” Aku mendekatinya, kutatap matanya, “dua hari ini gua udah banyak minum susu, gua mau Thai tea dari lu sekarang, boleh?” Kami bertatapan, sorot penuh cinta di matanya masih dapat kurasakan, bibir kami pun makin mendekat dan kami berciuman penuh nafsu dan cinta. Kecemburuan yang menumpuk selama diretreat kami lampiaskan sekarang. Kami saling menelanjangi, pakaian pun berceceran di sekitar kami. Diangkatnya tubuhku ke kamar dan dinaikan ke ranjang. Kami bercinta dengan penuh gairah, lama dan habis-habisan. Sungguh aku tidak ingin berpisah darinya baik fisik maupun hati. I love you forever…. Rick!
EPILOG​
Dua tahun lebih berlalu setelah Caligula Retreat yang kami ikuti, tiga hari dua malam yang mengubah hidup dan pandangan kami tentang seks. Hari itu aku sedang di Gramedia di sebuah mall, mampir sebentar setelah membeli beberapa kebutuhan bayi. Tiba-tiba pandanganku tertumbuk pada sebuah buku di rak best seller, judulnya “Post-modern Sexual Revolution (sebuah analisis psikologi mengenai perilaku seks masa kini)”, nama pengarangnya tertulis di tengah atas Maria Natalia Susanto Ph. D. Kulihat cover belakangnya… “Ternyata memang dia” kataku dalam hati melihat foto penulisnya yang terpampang di sudut kiri atas. Kami hanya pernah bertemu di retreat itu saja, di foto ia masih cantik, bedanya kini rambutnya dicukur pendek. Kubuka buku itu untuk membaca sekilas, di kata pengantar Natalia menjelaskan bahwa buku ini merupakan tesisnya yang ia sadur dengan bahasa yang lebih sederhana sehingga dapat dicerna pembaca awam, juga pada penutup ia mencantumkan beberapa nama yang membantunya sehingga buku ini tersusun. Senyuman mengembang di bibirku melihat namaku dan Ricky tercantum, juga ada nama pasutri Surabaya dan Bandung yang bertemu dalam retreat perdana dulu. “Waaa… maaa… maa!” suara imut dari stroller yang kubawa membuatku meletakkan buku itu. “Eee… udah bangun!” senyumku pada Nathan, putraku yang akan berusia dua tahun bulan depan, yang terbangun dari tidurnya, “mau minum?” aku mengeluarkan botol berisi ASI dan langsung diraih tangan kecilnya. Segera kubawa buku tadi ke kasir dan membayarnya. Baru beberapa langkah keluar dari Gramedia, smartphoneku berbunyi, Ricky memanggil, agaknya pesanan kami sudah datang. Segera kudorong stroller berisi bayiku itu menuju ke sebuah kafe di mana kami akan makan siang. Ketika tiba, kulihat Ricky sedang mengobrol dengan seorang pria dan wanita yang memunggungi posisiku. “Eee… kalian!” sapaku ketika mendekat dan dapat melihat wajah mereka “Aahh… ini dia nyonyanya!” kata si pria yang bernama Tedi “Wah, ini anaklu, lucu yah!” istrinya, Widya, memandang gemas ke arah Nathan dan melambaikan tangan. Aku menjabat tangan Tedi lalu memeluk Widya serta cipika-cipiki sejenak. Di jari tangan mereka, selain cincin kawin, juga melingkar cincin platinum biru yang sama seperti di jari kami. Ya… kami semua adalah member Caligula Retreat. Aku dan Ricky memutuskan mendaftar sebagai member dua minggu setelah retreat perdana kami, kami memperbaharui hubungan kami dan tidak jadi bercerai. Hubungan kami makin hangat ketika aku positif hamil seminggu setelahnya, di masa awal-awal kehamilan, kami sempat dua kali mengikuti retreat serta sekali lagi di Bali sambil bulan madu kedua di masa kehamilan. Kelahiran Nathan sungguh mendatangkan sukacita bagi kami, mertuaku sedikit lebih membaik walau sifat sok ngaturnya masih belum hilang. Terlebih Ricky yang begitu bahagia menyambut kelahiran putra kami ini, padahal aku sendiri tidak yakin Ricky adalah ayah biologisnya, hingga kini masih misteri, bibit siapa yang membuahiku saat retreat dulu. Ricky pun menyadarinya, namun tidak mengurangi kasih sayangnya padaku dan Nathan. Nah, Tedi ini adalah mitra usaha Ricky, dari suamiku itulah ia dan istrinya mendapat rekomendasi bergabung dengan Caligula Retreat, dimana aku juga merasakan bercinta dengannya dan istrinya yang biseks. Dari retreat ini kami tidak hanya mendapatkan kepuasan dan pengalaman seks, tapi juga teman dan memperluas jaringan. “Wah bobo nih!” kataku melihat anaknya yang lebih tua sedikit dari Nathan terlelap di strollernya. “Iyah udah cape jalan-jalan, makannya belum sempat udah keburu teler deh” kata Widya, “udah berapa bulan tuh?” tanyanya melihat perutku yang mulai membesar karena hamil kedua. “Tiga… “ jawabku. Aku berharap yang kukandung sekarang adalah bibit Ricky, harusnya begitu karena sebulan sebelum hamil aku hanya berhubungan seks dengannya. Namun bagaimanapun hasilnya, kami sepakat ia tetap anak kami dan kami akan menyayanginya sepenuh hati. Kami mengajak mereka bergabung makan bersama saja, namun mereka menolak halus karena mereka juga baru makan sebelum bertemu dengan Ricky di kafe ini. “Jadi yang itu lu urus aja ke Grace, ok!” sahut Ricky ketika mereka hendak beranjak, “kalau diiyain kabarin ya, biar kita retreat bareng lagi, udah delapan bulan ya terakhir” “Sip bro! Ntar calling-calling lagi!” kata Tedi, mereka pun lalu meninggalkan kami bertiga. “Apa yang urus sama si Grace?” tanyaku sambil menyendok sup ke mangkuk untuk Nathan. “Itu, jadi mereka tuh udah cerita soal retreat ke keluarganya, nah si keluarganya ini juga mau ikutan” “Keluarga? Siapa maksudnya? Kan anaknya masih baby gitu?” “Yeee… bukan yang baby lah, papanya, terus dia ada dua saudara perempuan plus keluarganya, mereka juga tertarik mau ikutan, termasuk ada anak-anaknya, emang udah di atas delapan belas, tapi kan aturannya ini tuh buat pasutri yah, kalau mau tanya anak-anak yang belum nikah terus masih keluarga gitu ya gua gak bisa jawab, si Grace aja yang urus” “Hah? Apa?” aku mengernyitkan dahi sampai berhenti menyedok, “anak-anaknya? Papanya? Emangnya mereka…. incest?” aku memelankan suaraku. Ricky mengangguk, “jadi mereka sekeluarga tuh emang suka ngelakuin hubungan sedarah, Tedi sendiri udah gituin saudara-saudara perempuannya, keponakannya, buat mereka itu biasa, malah katanya itu tuh tradisi mengakrabkan antar anggota keluarga” “Wow” itu yang keluar dari mulutku, sulit mempercayainya, ternyata ada yang lebih gila dari Caligula Retreat kami. “Udah… udah sekarang makan aja! Nih masih hangat!” kata Ricky menaruh udang asam manis kesukaanku di piringku, “gua laper nih!” Aku mengangguk, ini adalah quality time kami, jangan sampai ada masalah lain yang mengganggu. Kuletakkan mangkuk sup di meja, sambil menunggu tidak terlalu panas lagi aku mulai menyuapkan makanan ke mulutku. “Beli buku apaan?” tanya Ricky melihat kantong Gramedia yang menggantung di handle stroller. “Oh ini…. pasti lu kenal deh yang ngarangnya!” kataku seraya menyodorkan kantong itu padanya. “Weiss… si Natalia, jadi penelitiannya udah dijadiin buku ternyata” “Itu best seller, ada nama kita disebut juga” sambil menyuap sup ke mulut Nathan. “Kayanya rame nih, gua juga pengen baca ah” katanya. Tiba-tiba Ricky tersenyum dan melambai pada seseorang di luar kafe. Aku mengikuti arah matanya, seorang wanita cantik mendorong stroller bersama suaminya. “Siapa?” tanyaku “Aktor di retreat, namanya Erlin” “Hah, rasanya gak pernah liat wajah itu?” aku mencoba mengingat. “Iya lu emang ga pernah ketemu, dia yang pertama kali kita dateng, waktu itu lu lagi lesbongan sama Mbak Wulan itu” “Oooh itu orangnya yah” “Udah gak jadi aktor, waktu itu dia bilang mau resign kok” Kami makan dengan gembira dan ngobrol seperti layaknya keluarga. Nathan nampak sudah tertidur lagi setelah menghabiskan supnya. Biarlah dia banyak istirahat setelah baru sembuh dari flu beberapa waktu lalu. Seorang wanita yang beRicky tersenyum pada seorang wanita yang lewat di koriKami sudah selesai makan dan baru saja hendak berdiri setelah Ricky membayar dan membiarkan uang kembalian di folder sebagai tips untuk pelayan, ketika sepasang suami istri mendekati meja kami. “Aaahh… maaf sepertinya kita dari klub yang sama yah?” sapa si pria meletakkan satu tangannya di meja agar jarinya yang memakai cincin biru terlihat oleh kami, “tadi waktu cuci tangan kebetulan saya liat cincinnya” Kulihat istrinya pun memakai cincin yang sama dengan kami. Usia mereka sebaya dengan kami atau mungkin sedikit di atas. “Caligula?” tanya Ricky memelankan suara. “Yes… benar!” jawab pria itu “Orang Jakarta? Atau luar?” tanya suamiku “Sama kok sama-sama orang sini” jawabnya, “ga pernah ketemu ya waktu retreat?” “Iya hehe… dunia sempit yah…” Kami pun berjabat tangan berkenalan dengan pasutri bernama Arga dan Aryanti itu. Mereka menjadi member baru enam bulan dan sudah empat kali ikut retreat, cukup sering juga untuk ukuran yang baru masuk. Kulihat Ricky dan Arga sudah cukup nyambung walau baru kenal, demikian pula Aryanti yang saat itu sedang hamil muda. Ini kedua kalinya cincin platinum biru di jari kami membuka hubungan dengan anggota lain. Sepuluh menit ke depan kami sudah berada di nursery toilet yang ukurannya lebih luas dibanding toilet biasa. “Eeemmh… nngghh!!” aku menutup mulut agar desahanku tidak terlalu keras dengan satu tanganku bertumpu pada tembok saat Arga menyetubuhiku dari belakang dalam gaya berdiri. Sementara di sebelah, Ricky menggenjoti vagina Aryanti sambil mengangkat paha kirinya dan berciuman penuh nafsu. Nathan terlelap di strollernya di sudut ruangan. Di luar sana orang pasti mengira kami adalah keluarga yang sedang mengganti popok bayi dibantu temannya. Sejak mengikuti Caligula Retreat, aku merasa seks adalah sesuatu yang seolah tak ada habisnya untuk diekspolasi dan berbagai petualangan seks menjadi bumbu penyedap dalam pernikahan kami.
THE END​