Keponakanku Pembawa Keberuntungan

Keponakan Pembawa Keberuntungan

KAKAK iparku membawa bayinya yang baru berusia 4 bulan datang menginap di rumahku, bersama ibunya.

Sekitar jam 9 pagi mereka sampai di rumahku. Siangnya aku mendengar tawa ramai di kamar kakak iparku. Aku jadi ingin tau apa yang terjadi sampai mereka ramai tertawa sepertinya senang sekali.

Sewaktu aku menjulurkan kepalaku ke pintu kamar yang terbuka, secepatnya kutarik kembali kepalaku.

Untung ketiga pasang mata wanita itu sedang terfokus pada si bayi yang sedang berada di pangkuan mama dari kakak iparku, karena saat itu si bayi sedang menetek di tetek mama dari kakak iparku. Maka itu mereka ramai tertawa sampai terpingkal-pingkal karena saking lucunya.

Seorang cucu yang masih bayi mau menghisap tetek neneknya.

Sebenarnya saat itu kalau aku mau ikut nimbrung, mereka juga tidak akan berani menyuruh aku pergi, cuma aku merasa rikuh.

Nah, pada sore harinya kakak iparku pergi belanja ke mini market dengan Mami sekalian Mami mau membeli lauk untuk makan malam, di rumah hanya tinggal aku dengan mama dari kakak iparku dan keponakan kecilku, Booby.

Mama dari kakak iparku sedang duduk di sofa ruang tengah menggendong cucunya sambil nonton televisi.

Melihatnya, aku datang duduk di sampingnya. “Ihh… lucu ya Booby, Tante…” kataku mencolek pipi tembem Booby.

“Mirip kamu nggak?” tanya mama dari kakak iparku.

“Nggaklah Tante, mirip aku jelek. He.. he..” jawabku.

“Tadi siang kamu kemana? Nggak ada di rumah, ya?”

“Ada, Tante. Kenapa?”

“Booby membuat kami semuanya tertawa… dia mau netek masa… sama Tante…”

“Apa…?!” tanyaku pura-pura kaget. “Memangnya tetek Tante ada ASI-nya?”

Sengaja kupandang dada mama dari kakak iparku. Tidak besar teteknya, dari luar kelihatan sudah menggantung.

“Sudah gak ada lah… maka itu… ngisepnya enak lagi…” jawab mama dari kakak iparku.

“Coba kasih lagi Tante…, Toni pengen ngeliat, pasti lucu…” kataku dengan jantung berdebar.

Mana ada nenek yang tidak bangga dengan kepintaran cucunya? Termasuk mama dari kakak iparku.

Kalau pancinganku kena, waww… aku bisa melihat ‘payudara asli‘ seorang wanita dari jarak dekat.

Benar saja. Mama dari kakak iparkupun mengangkat ke atas kaos yang dipakainya. Langsung aku bisa melihat BH-nya. Aku tidak tahu nomor berapa BH yang dipakai mama dari kakak iparku. Jantungku tambah berdebar.

Apalagi kemudian dia menaikkan cup BH-nya yang berwarna coklat muda berbusa tebal dan keras itu, sssttt..

Uppss…

Payudara dari mama kakak iparkupun keluar dari cup BH-nya.

Melihatnya penisku tegang sekali sampai terasa ngilu karena saking kerasnya berhubung selama ini aku melihat payudara wanita hanya lewat gambar atau video porno, tetapi sekarang ditayangkan secara ‘live‘ dari sumber aslinya, meskipun ukuran payudara dari mertua kakakku itu kecil, kira-kira hanya setangkup telapak tangan orang dewasa. Sudah tidak ada aerolanya. Hanya tinggal putingnya saja yang panjang berwarna coklat berdiri mencuat di payudaranya yang putih mulus menggantung. Tetapi tetap saja mengundang gairah lelakiku.

Namun begitu mulut kecil keponakanku itu ‘mingkem‘ saja walaupun sudah disodor-sodorkan dan ditempel-tempelkan puting neneknya. “Ayo buka mulutnya, sayang. Ini nih… susu Oma… ayo, isep sayang… tadi mau kok sekarang nggak mau…” rayu si nenek.

“Tadi siang Tante masih wangi kali, sekarang Tante belum mandi baju Tante bau keringat… coba buka kaosnya Tante, mau kali dia ngisep…”

“Iya ya…” jawab mama dari kakak iparku. “Coba deh kamu buka kaos Tante, Ton…”

Dari belakang aku meloloskan leher kaos dari kepala mama kakak iparku sehingga di tubuh yang setengah telanjang itu hanya tinggak selembar BH kecil bercup bulat tebal.

Lalu apakah keponakanku itu mau ngisep tetek neneknya?

Tetap tidak, malahan ia tidur. “Dia nggak mau, Ton.” kata mama dari kakak iparku seperti putus asa tidak berhasil merayu cucunya menetek seperti tadi siang.

Bukan keberuntunganku kali, tetapi aku merasa tetap beruntung bisa melihat tetek dari mertua kakakku secara ‘live‘ dan full HD.

“Ya sudah Tante, kalo gitu…” jawabku. “Lain kali saja… mungkin dia lagi nggak ‘mood’…”

“Tante bawa masuk dulu, ya…” kata mama dari kakak iparku, kaosnya ditinggalkan di sofa dan payudaranya dibiarkan telanjang, ia membawa masuk cucunya ke kamar.

Aku mengikuti.

Mama dari kakak iparku menaruh cucunya di kasur yang sudah dilapisi dengan ‘perlak bayi‘.

Setelah itu, dia turun dari kasur. Payudaranya yang masih telanjang keluar dari BH-nya itu mau dia masukkan kembali ke cup BH-nya.

Aku memberanikan diri menjulurkan tanganku ke dada ibu mertua kakakku itu. Belum sampai sih tanganku. “Toni jadi pengen, Tante… he.. he..” kataku.

Kalau dia tolak ya sudah, bukan nasibku. Tapi yang jelas dia tidak berani melapor pada mami atau pada anaknya.

“Pengen apa, Ton? Pengen pegang apa pengen ngisep…?” tanya mama dari kakak iparku. “Kalau diisep, Tante nggak mau ah… geliii… diisep sama orang dewasa…”

“Kalau gitu, nggak jadi deh, Tante…”

Aku mau melangkah pergi dari kamar, mama dari kakak iparku memanggil aku, “Ton…”

Aku tidak tau kenapa dia memanggil aku kembali, aku memeluknya.

“Nanti mereka pulang…” katanya.

“Lamaaa… Tante, kalo Mami pergi belanja…” jawabku menurunkan mulutku ke buah dada ibu mertua kakakku.

Lalu kuhisap putingnya. “Ssssttthhh…. oooooohhhh… Too…oonn…” desisnya panjang. “Ohhh…”

“Tante masih berhubungan sama Om…?” tanyaku.

“Kamu mau ngapain bertanya begitu sama Tante?” tanya ibu mertua kakakku mulai curiga.

“Mau ngajak Tante main…”

“Uhhh…” mama dari kakak iparku mencolek pipiku. “Tante sudah tua, masa diajak main sama anak muda? Nggak salah kamu? Nanti Tante disangka doyan daun muda lagi…”

“Haa.. haa.. siapa yang sangka Tante suka daun muda, kita hanya berdua di sini…” kataku.

Entah dari mana aku jadi pandai bersilat lidah, padahal kata telan-temanku aku adalah seorang laki-laki yang pendiam.

“Huzzz… nanti Booby bangun…!”

Kupeluk ibu mertua kakakku dan secepatnya kucium bibirnya, karena dia mau kucium, terus kuremas payudaranya.

Aku melepaskannya, lalu segera aku menanggalkan celana pendek dan celana dalamku.

Dia juga melepaskan celana 3/4-nya dan BH-nya, lalu berbaring di tempat tidur hanya memakai celana dalam. Celana dalamnya berwarna coklat itu, celana dalam mahal dari merek terkenal.

Kucium telapak kakinya. Kucium betisnya. Kujilat pahanya yang mulus putih sampai ke pangkalnya, lalu sewaktu kumau cium selangkangannya yang masih tertutup celana dalam, katanya, “Kotor, Ton…. baa..uuk…”

“Tenang, Tante. Toni suka bau itu…” kataku mencium celana dalamnya yang hangat dan lembab.

Baunya menjijikan karena sangat menyengat hidung.

Usia ibu mertua kakakku baru 44 tahun. ‘Hormon estrogen‘nya masih aktif. Vaginanya masih mengeluarkan lendir, maka itu vaginanya beraroma najis. Kulepaskan celana dalamnya lalu kujilat vaginanya.

“Emmmh… ohh, Too..on…” desahnya.

“Dijilat sama Om nggak, Tante… kalo maen…?” tanyaku sembari memandang tubuh telanjangnya yang terpampang di depanku. Bulu kemaluannya hanya tipis.

“Awal-awal iya, kesininya sudah gak…”

“Sekarang… Tante mau langsung Toni masukin, apa dijilat dulu…?”

“Kelamaan… nanti keburu mereka pulang…” jawabnya seperti tak sabar ingin cepat-cepat kumasukkan penisku ke lubang vaginanya yang masih tertutup bibir vaginanya yang berwarna coklat keriput.

Aku juga sudah tak sabar. Segera aku berlutut di antara kedua pahanya yang terbuka, lalu dengan jariku kubuka lebar bibir vaginanya.

Setelah kudapatkan lubang sanggamanya, terus kumajukan penisku yang mengacung tegang kesana, setelah itu kutekan penisku.

Sreett…

“Ohh… Too..on…”

“Sempit, Tante…”

“He.. he.. ayo lagi, Ton…”

Slurrppp… blleeesss…

“Ouuuggghh… Tooo…onn…” jerit ibu mertua kakakku sewaktu penisku terjepit di lubang vaginanya yang seret.

Selanjutnya aku menindihnya, memeluknya, mencium bibirnya, lalu mulai memompa lubang ‘prett’ milik ibu mertua kakakku itu maju-mundur.

Tak kusangka, tapi realitanya begitu. “Ohhh… Too..oon… trusss, Ton… enak, Too..onn…”

Plopp… ploopp… chepp… chepp… plopp… ploop… chepp…

“Ohhh… Too…onn… Tante maa..uu kek…keluar, Too..oonn…”

Sebentar kemudian dinding vagina ibu mertua kakakku berkedut-kedut meremas batang penisku dan basah.

“Sudah selesai, Tante…?”

“Enak, Too..oon… emmhh..” ibu mertua kakakku memagut bibirku.

“Senang ya Tante, sudah lega…?” kataku kembali aku memompa lubang vaginanya yang basah dengan cepat… plokk… plokk… lebih cepat… plokk… plokk… plokk… ceplokk… plokk… plokk…

“Ohhhh…. Too… oonn…”

“Yess… Tante….”

Crrooottttt…. crroootttt… crroootttt… crrooottt…

“Ahhh… Too..onn… enak, Ton… hangaaa..aat…”

Crrooottttt…. crroootttt… crroootttt… crrooottt…

“Toni ingin Tante hamil…”

“Nakal deh kamu… awas, kalo Tante hamil… kamu harus tanggung jawab ya, Tante gak mau tau…” katanya.

Kucabut penisku.

Tak lama kemudian, Mami dan kakak iparku pulang belanja. Aku sudah mandi, sedangkan ibu mertua kakakku belum.

Dia ngobrol dengan Mami, suaranya biasa-biasa saja, padahal lubang vaginanya yang belum dicuci itu mungkin masih mengandung air maniku.

Saat aku berbaring di tempat tidurku hendak tidur malam itu, lamat-lamat aku masih merasakan kedut-kedut vagina ibu mertua kakakku di penisku.

Tidak kusangka… kok bisa, ya…?

Tidak usah heran, jangan merasa aneh… peristiwa seperti ini bisa terjadi dimana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja, cuma pernah terekspos atau tidak… kebanyakan tidak terekspos, bukan?

Sekarang gantian kugoda Mami.

Paginya mami mau ke pasar, tapi kakak iparku yang baru selesai mandi mengatakan dia saja yang ke pasar dengan mamanya. Mamanya mau membeli jajanan pasar.

Karena kakak iparku terburu-buru, ia mau mencuci pakaian jadi tidak sempat. Pakaian kotornya ia letakkan di atas mesin cuci.

Setelah kakak iparku pergi ke pasar bersama mamanya, aku mengambil daster kakak iparku lalu kucium. Aku seperti mencium tubuh kakak iparku, dan di dalam dasternya terdapat BH dan celana dalamnya pula.

Lengkap sudah. Aku seperti benar-benar menikmati seluruh tubuh kakak iparku. Setiap inci BH besarnya yang bernomor 38B dan berbau susu itu kucium.

Demikian juga dengan celana dalamnya yang berbau pesing kuusap-usap ke wajahku. Terakhir kulumuri dengan air maniku. Setelah itu aku mandi.

Mami bermain dengan Booby, aku pergi ke kamar kakak iparku.

Kucium pipi Mami sambil tanganku memegang payudaranya dari luar kaosnya. Mami selalu pakai BH. Payudaranya besar, mirip payudara menantunya.

“Ih… iseng banget itu tangan…” kata Mami. “Om pengen mik cucu ya, Boob… pegang-pegang cucu Oma…”

“Coba dikasih Mi, mau gak dia?” kataku.

“Nggak, nanti kamu mau juga…” jawab Mami.

“Kan ada dua… seorang satu… aku satu, Booby satu… hi..hi…”

“Tapi jangan cerita-cerita, ya… nanti maminya marah lho, anak orang dijadikan mainan… kemarin dia mau sih ngisep punya omanya….”

Kalau ini dapat, huuhh… ini ikan besar, kataku dalam hati.

Kemarin ibu mertua kakakku itu masih ikan tenggiri, tetapi ini mami, ikan hiu!

Lalu Mami menaikkan kaosnya. Jantungku berdebar-debar kembali sewaktu kulihat BH Mami. Bentuk cup BH Mami bukan bulet, tapi lancip.

Dan saat Mami mengeluarkan teteknya, Mami bukan mengeluarkan dari bawah BH-nya seperti ibu mertua kakakku kemarin, tetapi dirogoh dengan tangan dari bagian atas cup BH-nya.

Upps…. kudekatkan mulutku. “Jangan ganggu dulu, ahh…” teriak Mami.

Ini benar-benar ikan hiu, karena puting Mami bulat sangat besar seperti anggur, aerolanya juga lebar berwarna hitam. Maka itu Mami selalu menutup rapat-rapat teteknya dengan BH yang cup-nya lebar.

Mungkin Mami malu dengan bentuk teteknya yang jelek. Menurutku sebenarnya tetek Mami itu sexy.

Sekarang tetek Mami jadi bukan rahasia lagi karena sudah terbuka di depanku.

Seperti kemarin, puting Mami juga tidak mau disentuh oleh mulut mungil Booby.

“Ayo buka mulutnya, sayang… kalau gak mau, nanti Oma kasih Om jelek, ya…” kata Mami pada Booby.

Seorang bayi, mana mengerti bahasa orang dewasa? Mami yang masih menelanjangkan payudaranya segera kusergap putingnya dan kuhisap.

“Ittss… aduhh… aduuhh… gila kamu, Ton…! Tantemu pulang, lepasin Ton…! Duhh… gila… nanti Mami keluar, Ton…! Aahh… ini ada Bobby, Ton…! Nanti Mami keluar, ahh… Toni…” racau Mami.

Kulepaskan puting Mami yang kuhisap. Penisku menjadi sangat keras sekeras batang kayu…

Mami meletakkan Booby yang tidur di kasur.

Setelah itu Mami turun dari kasur merapikan BH-nya dari luar kaosnya.

“Mi…”

“Ada apa, sayang… kamu kayak Bobby aja ya…”

“Mami pelit…”

“Ini mamimu, sayang… kamu sudah dewasa… ngerti dong, sayang…”

“Ya sih Mi, tapi payudara baru pertama kali aku lihat Mi, apa aku tertarik nggak boleh, Mi…?”

“Tapi jangan hisap kuat-kuat kayak tadi, ya…” kata Mami.

Kalau kalian berada dipihakku, bagaimana perasaan kalian kalau mendengar ibu kalian berkata begitu?

Lalu ibu kalian mengeluarkan payudaranya untuk kalian?

“Isep nih, sayang…” kata Mami kalian mengeluarkan seluruh payudaranya dari BH-nya.

Akupun menghisap susu Mami sambil berbaring di tempat tidur, seperti kakak iparku memberikan payudaranya untuk dihisap oleh Booby sambil ia berbaring di kasur yang diletakkan di lantai, dia nonton drakor di sebuah televisi swasta berbayar.

Lama-lama ia tertidur. Booby juga tertidur, lalu kulihat puting payudara yang dihisap Booby terlepas dari mulut Booby.

Puting bekas hisapan Booby itu besar panjang berwarna coklat tua, aerolanya lebar juga berwarna coklat tua terdapat bintik-bintik putih di aerolanya tersebut.

Pelan-pelan kulepaskan celana pendek kakak iparku. Hmmm… dia tidak memakai celana dalam.

Suara televisi yang begitu keras dia tidak terbangun. Aku tidak memikirkan kakakku lagi. Kupentangkan lebar-lebar paha kakak iparku yang mulus putih itu, lalu dengan jari kusibak bibir vaginanya sampai kelihatan lubang vaginanya yang berwarna kemerah-merahan.

Sebentar kemudian penisku yang tegang sudah masuk ke lubang vagina kakak iparku yang menjepit erat penisku yang berdiamter kira-kira 3 sentimeter itu..

Aku terlalu berani mengambil resiko kalau sampai kaksk iparku menjerit kedengaran Mami atau mamanya yang sedang bikin kue di dapur, sama aku bnuh diri.

Aku tindih kakak iparku dan memeluknya bersamaan dengan itu aku hisap putingnya yang keluar ASI. ASI-nya terasa seperti susu UHT full cream. Lalu mulai kusodok lubang vaginanya maju-mundur.

Saat itulah mata kakak iparku terbuka terbelalak, tetapi tetap kusodok lubang vaginanya karena aku sudah sangat tidak tahan, air maniku sudah terasa mau keluar.

“Kaa… kaa… mu, Bin… teganya kamu… saat aku tidur kamu cabuli aku… di samping anakku pula… kamu tega, Bin…” kata kakak iparku menangis.

“Aku tidak tahan melihat kamu menetek Booby…”

“Kamu kan bisa minta baik-baik sama aku… kenapa sampai kamu mencabuli aku. Apakah kamu merasa puas dengan mencabuli aku…?”

“Kalo aku bilang aku khilaf, rasanya ‘absurd’ ya…?”

“Kamu luki-laki bang**t, Obbi… tapi enak juga kontolmu… genjot lagi sampai aku keluar…” suruhnya.

“Berapa lama lagi? Aku sudah mau keluar, nih…” jawabku.

Lalu ia meliukkan pantatnya. Aku mencium bibirnya. Dia memagut bibirku. Lidahnya merangsek masuk ke dalam mulutku. Kami saling bertukar ludah. Sementara di bawah sana penisku menghentak-hentak menikam lubang vagina yang sudah mencair basah.

Aku tidak tahan lebih lama lagi. “Ouuugghhhh…” dengusku. “Ak… aku keluar….”

Crrrooottt…. crrroootttt… crrrooootttt….. crooottt…

“Aggghhhh…” rintih kakak iparku dengan mata merem melek karena merasa nikmat sewaktu air maniku yang kental hangat itu secara pelan-pelan merembet masuk ke rahimnya.

Aku mau cabut penisku.

Booby bangun menangis. Aku bangun dari tubuh kakak iparku pergi ke kamar mengambil sarung sewaktu kakak iparku menyodorkan putingnya ke mulut Booby.

Kututup tubuh kakak iparku yang dari pinggang sampai ke bawah tubuhnya yang telanjang. Setelah itu aku menonton Booby menetek.

Mami datang dari dapur. “Mia…” kata Mami. “Kok nggak kamu usir sih… kayak nungguin apa aja… kasih aja daripada nanti ia ngacay…”

“Mana ia mau tetek yang seperti ini Mi, tetek pacarnya lebih bagus…”

“Tol** kamu,” kata Mami. “Tetek Mia kamu nggak mau, maunya tetek Mami…”

“Aku pengen ngehek boleh, Mi…?”

“Astagaaaaa… berani kurang ajar ya kamu sama Mami… kamu minta netek sama Mami ternyata untuk itu, ya… dulu Mami gak mau kasih ya kayak gitu…”

“Nggak boleh ya sudah Mi… nggak usah marah-marah… aku kan nggak maksa Mami… aku minta baik-baik sama Mami… kalau masih nggak mau kasih ya sudah, itu hak Mami…”

“Mami sayang sama ‘burung’mu itu, Bi… masa masih perjaka kasih sama Mami, sama yang perawan dong…”

“He.. he…”

Mami melepaskan celana dalamnya. “Ayo cepetan…!”

Aku melepaskan celana pendekku naik ke tubub Mami yang masih berbalut daster.

Mami mengambil penisku yang loyo, lalu digesek-gesekkan ke vaginanya. Merasa nikmat sambil membayangkan vagina Mami, peniskupun tegang.

Kemudian Mami menekan kepala penisku masuk ke lubang vaginanya yang seret. “Masukkan pelan-pelan…” suruh Mami. “Burungmu besar… nggak sayang ya kamu, burung gagah gitu masuk ke lubang Mami bukan masuk ke lubang gadis…”

“Ah… Mami mau juga alasannya banyak…” kataku sambil menekan penisku perlahan dan sedikit demi sedikit… sreettt… srreettt…

“Oohhh… mmmhh… Biii…” desah Mami memejamkan matanya.

Penisku kian masuk ke lubang vagina Mami. Akhirnya, kutekan penisku sekaligus, blleesssss…

“Awwwwhh…” teriak Mami entah nikmat apa sakit lubang vaginanya dijebol oleh penis besar anaknya sampai mentok ke rahimnya.

“Rasain kontol besar anakmu…” kataku.

“Kualat kamu…! Najis melahirkan anak kayak kamu… amit-amit deh…” omel Mami.

Penisku yang sudah pernah masuk ke lubang 2 perempuan itu langsung kutarik-dorong keluar-masuk menyetubuhi Mami.

“Oohhh… ooohhh… oohhh…” rintih Mami.

“Ayo, mau sumpahin aku anak najis lagi nggak…? Nikmat kan kontolku membesot-besot lobang memekmu…” racauku terus menggenjot lubang vagina Mami yang sudah basah.

Karena sudah pernah bersetubuh dengan 2 wanita, aku sudah bisa mengatur napasku dan mengontrol irama permainanku.

Kubalik Mami ke atas. Mami yang masih memakai daster segera melepaskan dasternya, lalu dasternya dibuang ke lantai. BH-nya juga dilepaskan.

Setelah itu dengan tubuh telanjang Mami menggenjot penisku dari atas. Pantatnya naik-turun, sekali-sekali ia maju-mundur.

“Ooohh… aaahh… ahhh…” rintihnya saat kuremas-remas kelapa puan yang menggelantung di dadanya.

Aku juga menikam-nikam lubang vaginanya dari bawah.

Tak lama Mami di atas, kemudian aku membaringkannya kembali di tempat tidur, kutikam lagi lubang lahirku itu dari atas.

“Ooohhhh…. Biiiii…. Mam… mii… mmaa…uu… kluaaa…aarrr, Biiii…iiii…” teriak Mami.

Mami mengencangkan otot pinggulnya. Sebentar kemudian dinding vaginanya sudah meremas-remas penisku.

“Oooooohhh… oooohhhh… oooohhhhh….” dengus Mami.

Kubiarkan Mami orgasme tanpa menggerakkan penisku di vaginanya untuk beberapa saat.

Sementara itu kakak iparku sudah tidak bisa ditinggalkan berdua denganku di rumah. Habis ciuman kami telanjang lalu melakukan posisi seks 69.

Kelentitnya kujilat dan lubang vaginanya kukocok-kocok dengan jari sementara kakak iparku menghisap penisku. Pangkal penisku dipegangnya sementara batang penisku dikocok-kocoknya dengan mulut.

Kami bukan kakak ipar dan adik ipar, tetapi lebih cocok kami disebut suami istri.

Nyatanya memang demikian. Mami membiarkan aku berdua pergi ke mall berboncengan sepeda motor sementara Mami menjaga Booby.

Mami membiarkan kami berdua di kamar. Tetapi yang hamil duluan adalah ibu mertua kakakku.

Setelah ibu mertua kakakku hamil 2 bulan, baru disusul oleh kakak iparku. Mami memakai spiral, sehingga air maniku tidak bisa tembus sampai ke rahim Mami.

Mami yang selamat dari keganasan air maniku, nanum begitu kakakku tidak berani menuduh aku yang menghamili ibu mertua dan istrinya.

Pasti malulah mereka kalau mengakui bahwa di rahimnya itu benih-benihku.

Sampai disini saja kisah ini…​