Namaku Ephan

Namaku Ephan

EPHAN bernasib mujur. Meskipun ia lulus dari SMK dengan nilai pas-pasan, tapi ada orang yang menawarinya pekerjaan, yaitu tetangganya yang bernama Yuli. Yuli menawari Epan bekerja di toko yang menjual asesoris handphone karena salah satu teman Yuli dipecat gara-gara panjang tangan. Beberapa kali teman Yuli ini mencuri asesoris handphone, lalu dijual ke toko yang lain.

Yuli, wanita ini sudah punya 2 anak yang masih kecil-kecil. Ia sangat dipercaya oleh Ko Yanto. Yuli lalu membawa Ephan untuk diwawancarai oleh Ko Yanto. Tanpa banyak omong, Ko Yanto langsung menerima Ephan bekerja di tokonya. Ephan diberi gaji 2 juta rupiah sebulan oleh Ko Yanto. Ephan menerimanya dengan senang hati, karena Ephan belum pernah memegang uang sebesar itu seumur hidupnya.

Ibu Ephan, Fatimah hanya sebagai tukang cuci gosok pakaian tetangga, sedangkan bapak Ephan bekerja sebagai satpam di sebuah perumahan tak jauh dari rumahnya, tentu tidak bisa memberikan Ephan banyak duit.

Ko Yanto meminjamkan Ephan sebuah sepeda motor yang boleh dibawa pulang oleh Ephan, karena tugas Epan selain melayani pembeli di toko asesoris handphone, Ephan juga diminta oleh Ko Yanto setiap hari mengambil makan siangnya di rumah.

Pagi itu, Ephan yang baru saja sampai ke toko, langsung disuruh oleh Ko Yanto ke rumahnya mengambil barang yang ketinggalan. Setiba di rumah Ko Yanto, Bik Siti, pembantu keluarga Ko Yanto berkata pada Epan,: “Tunggu sebentar ya, Phan. Nyonya lagi mandi,” Yang disebut Bik Siti ‘nyonya’ adalah istri Ko Yanto.

Ephan pun duduk menunggu di dapur sambil minum teh manis yang disuguhkan oleh Bik Siti. Sekali-sekali Bik Siti menanyakan Ephan tentang keluarga dan pacar. “Pacar belum punya, Bik. Belum sanggup mengongkosi!” jawab Ephan polos.

“Hmm… pacaran sama Bibik mau nggak, Phan? Nggak usah keluar ongkos, nanti malah Bibik kasih kamu yang enak-enak!” goda Bik Siti yang sudah berumur 40 tahunan itu ke telinga Ephan.

“Nanti aku pulang tanya Ibu dulu ya, Bik!” jawab Ephan polos.

“Uuhh…!” ejek Bik Siti. “Masa pacaran harus tanya ibumu dulu, emangnya kamu anak kecil, masih netek? Lebih enak netek sama Bibik! Nih…!” Bik Siti mengangkat kaosnya ke atas memperlihatkan teteknya yang terbungkus BH hitam pada Ephan.

Ephan tidak tertarik dengan tetek Bik Siti. Ephan lebih tertarik melihat istri Ko Yanto yang keluar dari kamar mandi. Si cantik bertubuh putih mulus langsing bermata sipit itu hanya mengenakan handuk.

Istri Ko Yanto berlalu, Ephan merasa mau kencing. “Bik, aku mau kencing, di mana kamar mandinya, ya?” tanya Ephan.

“Tuh, pakai aja kamar mandi Nyonya, nggak apa-apa!” kata Bik Siti. “Bibik juga suka pakai kamar mandi itu untuk mandi, untuk kencing, untuk berak…”

Ephan bangun dari tempat duduknya, lalu melangkah ke kamar mandi. Sewaktu Ephan melangkah masuk ke dalam kamar mandi, masih tercium bau wangi bekas mandi istri Ko Yanto. Tapi ketika, Epan mau menutup pintu kamar mandi, langsung mata Ephan terbelalak ketika dilihatnya celana dalam dan pakaian bekas istri Ko Yanto tergantung di belakang pintu.

Air kencing Ephan langsung surut kembali ke dalam kantong kemihnya karena kontolnya menjadi tegang dengan seketika. Lalu dengan tangan gemetar, Ephan menurunkan celana dalam berwarna merah yang bentuknya kecil itu dari gantungan.

Ephan ingin mengetahui aroma memek istri Ko Yanto. Kemudian Ephan mencium celana dalam istri Ko Yanto. Uughh… bau memek istri Ko Yanto rupanya begini ya, desah Ephan dalam hati, karena disangkanya bau memek wanita yang cantik dan kaya itu wangi, tapi ternyata baunya amis. Tapi Ephan sangat menyukai bau celana dalam istri Ko Yanto. Ephan menggosok-gosokkan ke kontolnya yang tegang.

Sejak pagi itu, Ephan selalu mengharapkan Ko Yanto menyuruhnya ke rumah lagi mengambil sesuatu pada pagi hari, karena pada siang hari Ephan pergi mengambil makan siang Ko Yanto, ia sudah tidak menemukan lagi celana dalam istri Ko Yanto tergantung di belakang pintu kamar mandi, karena sudah dicuci oleh Bik Siti.

Waktu begitu cepat berlalu. Sudah hampir 1 bulan Ephan bekerja. Malam itu, setelah tutup toko, Yuli berlari mengejar Ephan di tempat parkir sepeda motor. “Pan, Mbak ikut kamu pulang, ya.” kata Yuli.

“Ya boleh, Mbak!” jawab Ephan sigap.

Tidak lama kemudian, sepeda motor Ephan yang membonceng Yuli sudah berada di jalan raya. Mula-mula pantat Yuli berada di ujung boncengan sepeda motor Ephan.

Malam sudah larut, tapi jalan raya tetap saja ramai oleh kendaraan bermotor, sehingga Ephan membawa sepeda motor jadi tidak stabil. Kadang-kadang berada di jalur tengah, kadang-kadang berada di jalur kiri, bahkan kadang-kadang Epan menyalib kendaraan yang berada di depannya.

Yuli sengaja memakai kesempatan itu. Kedua tangannya segera memeluk ke perut Ephan erat-erat. Dagunya ia topangkan di bahu Ephan. Sementara itu di depan, Ephan merasa dadanya sesak. Bagaimana tidak, kalau Ephan merasa punggungnya dihimpit oleh 2 tetek Yuli yang besar dan padat itu?

Setiba di depan rumah kontrakan Yuli, Ephan baru merasa dadanya lega. “Mampir dulu ya, Phan!” ajak Yuli.

“Sudah malam Mbak, nanti dicari Mak,” jawab Epan.

“Allaa… rumahmu hanya tinggal sejengkal saja dari sini, ngapain pula kamu takut dicari sama Makmu? Makmu mau kasih kamu netek takut kemaleman?”

Karena Epan segan sama Yuli yang memasukkannya bekerja di toko Ko Yanto, Ephan merasa berhutang budi, lalu Ephan mendorong masuk sepeda motornya ke halaman rumah kontrakan Yuli. Tapi setelah Yuli menyalakan lampu rumahnya, baik di luar maupun di dalam, Yuli menyuruh Ephan memasukkan sepeda motor ke dalam rumah.

Epan menurut. Rumah Yuli hanya ada 2 ruangan sempit, tak beda jauh dengan rumah Ephan. Ephan harus tidur berdesakan dengan kedua adiknya dalam satu tempat tidur sempit, sedangkan Fatimah tidur dengan anak bungsunya di kasur yang digelar di ruang tamu.

Yuli juga menggelar kasur di ruang tamu. “Phan, kamu yang mandi duluan, apa Mbak?” tanya Yuli.

“Nanti aku mandi di rumah saja, Mbak!”

“Apa bedanya mandi di rumahmu, sama mandi di rumah Mbak?” tanya Yuli sambil melepaskan celana jinsnya. “Apa kamu masih dimandiin sama Makmu?”

Ephan tidak sanggup menjawab Yuli lagi ketika dilihatnya bagian bawah tubuh Yuli terbalut celana dalam saja serta paha Yuli yang besar dan mulus. Yuli pura-pura tidak tahu. Setelah ia melepaskan celana jinsnya, ia melepaskan kaosnya.

Waduhh… Ephan yang saat itu memandang Yuli, perasaannya blingsatan campur aduk antara malu dan terangsang. Malu karena Yuli adalah tetangga Ephan dan sejak Ephan bekerja di toko Ko Yanto, Ephan sudah menganggap Yuli seperti kakaknya sendiri, tapi Ephan juga seorang laki-laki. Bukankah ia masih penasaran dengan istri Ko Yanto, apalagi sekarang di hadapannya Yuli hanya memakai BH dan celana dalam?

Yuli melangkah begitu saja ke belakang. Sebentar kemudian, sudah terdengar suara air dari kamar mandi. “Phan, tolong dong ambilin handuk Mbak di gantungan.” suruh Yuli mengeluarkan kepalanya dari pintu kamar mandi.

Tanpa curiga, Ephan beranjak bangun dari duduknya di kasur. “Yang warnanya kuning ya, Phan.” kata Yuli.

Ephan menarik handuk berwarna kuning di gantungan handuk. Setelah itu, ia membawa kepada Yuli yang masih menongolkan kepalanya di pintu kamar mandi. Setelah Ephan mendekati pintu kamar mandi, Yuli membuka lebar pintu kamar mandi.

Ughhh…

Ephan hampir mau jatuh pingsan ketika dilihatnya tubuh Yuli yang telanjang bulat. Tetek Yuli yang besar menggelantung di dadanya yang putih dan mulus. Di selangkangannya tampak jembut hitam yang lebat. Yuli mengambil handuk yang disodorkan oleh Ephan berlagak bodoh.

“Mbak sudah! Gantian kamu yang mandi.” kata Yuli membungkus tubuhnya yang telanjang dengan handuk. Tapi handuk yang kecil pendek itu, hanya mampu menutupi secuil tubuh Yuli yang padat gemuk pendek.

Sekali lagi, Epan tidak mampu menolak permintaan Yuli. Yuli keluar dari kamar mandi, Ephan segera melangkah masuk dan ketika ia mau menutup pintu kamar mandi, upss… di belakang pintu kamar mandi tergantung BH dan celana dalam Yuli.

Epan tidak mau menunggu lama lagi. Seusai melepaskan pakaiannya, Ephan segera menurunkan celana dalam Yuli. Ephan membayangkan Yuli berlari kian kemari sepanjang hari di area penjualan hape yang luas itu ketika pembeli ingin mencari acesoris hape yang tidak dijual di toko Ko Yanto.

Memek Yuli pasti tergesek-gesek di celana dalamnya dan banyak keringat yang menyerap di celana dalam berwarna hijau itu. Sehingga ketika Ephan menciuminya, hmmm… bau celana dalam Yuli persis seperti bau kembang setaman. Harum dan wangi!

Tokk… tookk… Yuli mengetuk pintu kamar mandi. “Phan, ini handuk buat kamu!” kata Yuli.

Ephan yang lagi enak-enaknya mengocok kontolnya dengan celana dalam Yuli, langsung menggantungkan kembali di belakang pintu, lalu membuka sedikit pintu kamar mandi. Tapi Yuli yang masih memakai handuk itu mendorong pintu, lalu melangkah masuk ke kamar mandi. Ephan kelabakan tidak sempat lagi menutup kontolnya yang telanjang.

“Waduhh… Phan, kontolmu besar banget!” kata Yuli memandang kontol Ephan.

“Hee… hee…” tawa Ephan malu. “Masa segini besar sih, Mbak?”

“Ya besarlah, Phan! Punya suami Mbak nggak segini…” kata Yuli sambil menggantungkan handuk buat Ephan di belakang pintu kamar mandi.

Setelah itu, Ephan hanya bisa berdiri dengan tegang ketika kontolnya dipegang oleh Yuli. “Mbak, mandiin kamu ya, Phan?” kata Yuli.

Bagaimana caranya Ephan menolak Yuli? Tidak bisa lagi, karena Yuli langsung mengambil air menyiram tubuh Ephan yang telanjang. Setelah itu, Yuli menggosok bagian belakang tubuh Ephan dengan sabun mandi cair. Ephan menerimanya dengan malu, tapi senang.

Bagian belakang tubuh Ephan sudah bersih, Yuli melepaskan handuknya. Kemudian Yuli berdiri dengan tubuh telanjang berhadapan dengan Ephan. “Apa kamu pengen pegang tetek Mbak, Phan?” tanya Yuli. “Pegang aja!”

“Kalau ketahuan sama suami Mbak, bagaimana?” tanya Ephan takut tapi pengen.

“Kamu tol*l, ya… suami Mbak di kampung sama 2 anak Mbak. Mana dia tau sih…!” ujar Yuli yang sudah terangsang melihat tubuh Ephan yang atletis berotot, apalagi kontol Ephan yang keras, besar dan panjang. Yuli pengen kontol Epan cepat-cepat masuk ke dalam lubang memeknya.

Yuli segera membersihkan bagian depan tubuh Ephan dengan sabun. Ketika sampai di kontol Ephan, Yuli mengocok kontol Ephan. Ephan hanya bisa berdiri diam, tapi ketika melihat Ephan mau mengejang, Yuli melepaskan kontol Ephan yang dikocoknya.

Ephan penasaran. Lagi nikmat-nikmatnya dilepaskan. Yuli melanjutkan menyabuni bagian tubuh Ephan yang belum disabuni. Setelah itu, Yuli menyiram air ke tubuh Ephan. Ephan merasa tubuhnya segar, lebih segar dibandingkan ia mandi sendiri. Apalagi kemudian tubuhnya dikeringkan oleh Yuli dengan handuk.

Kemudian Yuli menarik tubuh telanjang Ephan ke kasur. Ephan hanya bisa menuruti apa yang diperintahkan Yuli. Ephan berbaring, lalu kontolnya dimasukkan ke dalam mulut oleh Yuli. Yuli mengisap kontol Ephan yang wangi sabun.

Ephan merasa nikmat. Begitu Ephan merasa air maninya mau keluar, kontolnya dilepaskan oleh Yuli dari mulut. “Phan, tolong jilat memek Mbak, ya?” pinta Yuli menghadapkan selangkangannya ke wajah Epan.

Pertama Ephan ragu-ragu, tetapi setelah ia membayangkan memek istri Ko Yanto, mulailah lidah Ephan hilir mudik di memek Yuli, meski hanya dipermukaan saja. “Phan, jilat biji yang terletak di atas memek Mbak itu…” pinta Yuli. Yang dimaksudkan Yuli ‘biji’ itu adalah kelentitnya, itil. Tapi Ephan tidak menemukan kelentit Yuli.

Selanjutnya, Yuli beranjak bangun mengangkang di atas kontol Ephan yang berdiri tegak. Ketika pantat Yuli turun, Ephan merasakan kontolnya memasuki lubang yang menjepit dan basah. Semakin masuk ke dalam lubang, Ephan merasa kontolnya semakin nikmat. Apalagi kemudian kontolnya dikocok-kocok oleh memek Yuli dan dilihatnya tetek Yuli berayun-ayun ke atas ke bawah ke kiri dan ke kanan, Ephan yang belum punya pengalaman ngewek, langsung menembakkan air maninya ke memek Yuli.

Croott… crroott… crroottt… Yuli segera menduduki kontol Ephan kuat-kuat, biar air mani Ephan menghangatkan rahimnya yang kedinginan.

Setelah itu, Yuli mencium pipi kiri dan pipi kanan Epan. “Kamu sangat hebat, Phan!” puji Yuli, “Tapi kamu harus sering-sering berlatih ya, biar lebih hebat lagi.”

“Ya, Mbak!” jawab Ephan.

“Besok malam, pulang kerja kita main kayak gini lagi, mau nggak?” tanya Yuli.

“Siap, Mbak!” jawab Ephan ketagihan.

Hampir jam 11 malam, Ephan sampai di rumah. “Mak, Epan main ke rumah Mbak Yuli,” kata Ephan ketika Fatimah membuka pintu rumah.

“Ya, Mak nyangka kamu ke mana, biasanya setengah sepuluh kamu sudah sampai di rumah,” ujar Fatimah.

“Mak jangan suka mengkhawatirkan Ephan. Ephan malu kalau diejek sama teman-teman Ephan. Masa sih Ephan diomongin masih netek sama Mak?”

“Biarin aja teman-temanmu mengejek kamu, Phan! Emangnya salah kalau kamu menetek sama Makmu sendiri?” tanya Fatimah.

“Nggak sih, Mak! Tapi, apa Mak mau kasih Ephan netek?”

“Haa.. haa.. “ Fatimah tertawa. “Badan kamu wangi,” kata Fatimah. “Kamu mandi di rumah Yuli, ya?”

“Ya , Mak! Ephan tidur dulu, ya?”

“Ganti baju kamu dulu. Masa baju kerja dibawa tidur? Nih, Mak udah siapin bajumu.” kata Fatimah.

Ephan mengganti pakaian di kamar mandi. Selesai mengganti pakaian dengan kaos dan sarung, Ephan diajak tidur oleh Fatimah di ruang depan. Mereka berbaring berhadap-hadapan di bawah lampu yang tidak begitu terang.

“Dua hari lagi kamu gajian ya, Pan?” tanya Fatimah.

“Ya, Mak! Mak mau minta apa, nanti Ephan beliin.”

“Mak pengen ke mol, Phan!” jawab Fatimah.

“Iya Mak, nanti kita ke mol sama adek ya, Mak!” janji Ephan.

Fatimah memeluk Epan. “Nih Pan, kalau kamu mau netek.” kata Fatimah mengeluarkan teteknya dari balik dasternya.

Epan malu apalagi terbayang olehnya barusan ia menghisap tetek Yuli. Tapi menolak juga ia segan, takut Mak-nya marah. Lalu dihisapnyalah puting yang besar berwarna coklat tua itu.

“Nggak ada yang ganggu kamu, isep pelan-pelan… sepuasmu.” bisik Fatimah menikmati setiap kenyotan mulut Ephan pada pentil teteknya yang membuat darah Fatimah berdesir-desir nggak karuan.

Pelan-pelan dibukanya belitan sarung Ephan. Setelah longgar, tangan Fatimah menyusup masuk ke dalam sarung Ephan. Ephan kaget tapi senang ketika kontolnya yang tegang dipegang tangan Mak-nya. Fatimah mengelus, Fatimah meremas, Fatimah mengocok kontol anaknya.

“Makk… hukk… hukkk… “ tiba-tiba Kodir, adik Ephan keluar dari kamar menangis.

Kodir yang baru berumur 5 tahun tidak tau apa yang sedang terjadi antara Mak-nya dan kakaknya. Kodir berbaring memeluk Fatimah dari belakang.

Fatimah terpaksa tidak jadi memasukkan kontol Ephan ke memeknya.

Malam itu, Ephan tidak bisa tidur nyenyak. Ephan membayangkan Yuli… membayangkan Mak-nya, Fatimah….

ooo0ooo​

Malam berikutnya, Ephan mampir ke rumah Yuli lagi. Ephan dan Yuli kembali memacu birahi. Ephan sudah tidak selugu kemarin malam. Kenyotan mulutnya dan jilatan lidahnya sudah mampu membuat birahi Yuli bergejolak gak karuan. Yuli merintih, Yuli mengerang dan Yuli orgasme berkali-kali saat kontol Ephan menggenjot lubang memeknya.

Malam itu, Ephan tidak mandi di rumah Yuli. Sudah kemalaman, selesai mencumbui Yuli. “Kamu mandi air dingin, Phan?” tanya Fatimah saat mendengar suara air di kamar mandi.

“Iya, Mak.” jawab Ephan.

“Sudah malam, mandi air anget aja.” kata Fatimah.

Sebentar kemudian, Fatimah sudah membawa air panas dari termos ke kamar mandi. Ephan membuka pintu kamar mandi dengan telanjang dan membiarkan Fatimah masuk ke kamar mandi membawa ember berisi air panas. Fatimah mencampur air panas dengan air dingin dari bak.

“Sini, Mak mandiin kamu.” kata Fatimah.

Ephan mengunci pintu kamar mandi. Setelah itu membiarkan tubuhnya disabuni oleh Fatimah dan dibersihkan dengan air hangat. Ephan benar-benar dimanjakan Fatimah, apalagi kemudian kontolnya diurut.

Ephan lalu melepaskan daster Fatimah yang sudah setengah basah dan melucuti celana dalam Fatimah. Anak dan ibu bertelanjang bulat. Ephan langsung menghisap dan meremas tetek Fatimah sambil berdiri.

Sebagaimana ia sudah belajar dari Yuli, setelah puas memainkan tetek Mak-nya, Ephan membalik tubuh telanjang Fatimah ke bak mandi. Kedua paha Fatimah dikangkang Ephan lebar-lebar untuk menyelipkan kepalanya dan kontolnya nanti.

Setelah itu, Ephan menjilat-jilat memek Fatimah yang sudah dibanjiri lendir nikmatnya. Lendir nikmat itu sampai mengalir ke sela paha Fatimah. “Ooooohhh… mmmmhhh…. aaaghhh…. “ desah Fatimah nikmat.

Fatimah hampir berteriak ketika kelentitnya disedot dan digigit Ephan. Addduuuhhhhh…. nikmatnyaaa…..!!! Fatimah menggelinjang hebat. Seingat Fatimah baru kali ini ia merasakan bermain seks yang begitu nikmat sepanjang pernikahannya dengan Supri yang sudah berjalan hampir 21 tahun.

Kemudian sekujur tubuh Fatimah bergetar hebat. “Ooooooooooo….. ooooooooooo…… oooooooooooo….. oooooooooooooo…… “ kali ini Fatimah tidak bisa mengerem lagi teriakannya saat orgasmenya datang.

Ephan tidak tahu Fatimah orgasme. Ia belum diberi tahu oleh Yuli apa itu orgasme. Ephan langsung mencucukkan batang kontolnya yang sangat keras ke lubang memek Fatimah. Fatimah terdorong ke depan saat kontol Ephan yang besar mendesak masuk.

“Oooooo….. Ephannnnn….. Ephannnnnn….!!” teriak Fatimah antara merasa sakit dan nikmat.

Mungkin memekku koyak, batin Fatimah. Begitu penuh terasa di lubang memeknya. Kemudian Ephan menggenjot.

“Ssttttttt…. aauuugggg…. aaauugggg…. mmmmhhhh….” desah Fatimah.

Ephan tidak menggenjot pelan-pelan kontolnya. Pantat tepos Fatimah sampai bergerak mundur-maju. “Ooooohhhh…. Maakkk… enakkk…. pepek, Makk… kita bikin anak ya, Mak.” desah Ephan.

“Oooooo….. eyaaahhhh….. ooooohhhhh…. “ balas Fatimah. Suaranya seperti kelelahan.

Fatimah bisa sedikit legah saat Ephan mencabut kontolnya. Tapi Ephan tidak berhenti sampai di situ. Kontolnya ditekan ke anus Fatimah. “Oohhhh…. Phaannnn…. lubang itu jangan Phan, nanti Mak gak bisa berak…” kata Fatimah.

Bodoh amat, pikir Ephan.

Didorongnya terus kontolnya ke anus Fatimah. Perlahan tapi pasti, kontol Ephan menancap di dalam anus Fatimah yang ketat. Kemudian digoyangnya pelan-pelan kontolnya.

“Adduuhhh…. Ephannn…. Ephaannnn…. ssssshhhh…. oooooogghhh… aauughhh… ooogghhhh….” Yang dirasakan oleh Fatimah adalah rasa sakit bercampur geli-geli nikmat.

Fatimah bertahan demi membahagiakan putranya. Ephan terus saja menggenjot kontolnya di lubang anus Fatimah. Setelah beberapa saat, pertahanan Ephan pun jebol.

“Oooooohhhhh…. Makkkkk….. eeeehhhhh…. aaahhhhhhh….” erang Ephan.

Croott…

Crroottt…

Crrooottt… crroottt… crrooott

Croott…

“Ephannnn…. enakkk…. hangattt…. nikmatt…. anus Mak, Phaannnnn…..” rintih Fatimah genit.

Selesai menyemburkan air maninya di anus Fatimah, Ephan memeluk Fatimah. Anak dan ibu itu berciuman mesra.

“Tinggalin Bapak, Mak. Kita nikah!” kata Ephan.

Ephan mengharap malam semakin panjang. Pulang kerja ia bisa menikmati tubuh Yuli dan pulang ke rumah ia bisa menikmati tubuh Fatimah.

oooOooo​

Setelah 2 bulan bekerja, Ephan menjadi biasa dengan rumah Ko Yanto. Yuli tidak masuk kerja, Ko Yanto juga tidak nampak batang hidungnya. “Phan, mumpung toko sepi.” kata Cik A Sui, istri Ko Yanto yang nungguin toko. “Kamu pulang ke rumah gih, itu pohon jambu di depan rumah tolong di tebang.”

“Iya, Cik.” jawab Ephan.

Sialan, omel Ephan menendang sepeda motornya yang tidak mau hidup distater berkali-kali. Ephan pergi ke depan mall mencari angkot. Turun di depan gang, Ephan berjalan di panas terik matahari ke rumah Ko Yanto.

Pintu pagar yang tidak digembok dibukanya. Setelah menutup pintu pagar, ia masuk ke garasi. Sejenak langkahnya diperlambat ketika ia mendengar suara aneh yang keluar dari jendela.

Pelan-pelan dan dengan hati-hati penuh kewaspadaan, ia menyibak sedikit kain jendela dengan ujung jari telunjuknya. Ooohhh…. mata Ephan terbelalak, mulutnya terbuka ingin menjerit tapi tidak keluar suara.

Di tempat tidur, Ko Yanto sedang bergelut dengan Yuli. Tubuh mereka telanjang bulat. Ko Yanto memompa kontolnya di memek Yuli sambil bibir mereka saling berpagut. Gilaa…. gilaa… ternyata….

Ephan berlari keluar dari garasi dan kembali ke toko. “Kenapa muka kamu pucat, Phan?” tanya Cik A Sui.

“Nggg… ngg… kepanasan, Cik…”

“Bener nggak, kepanasan?” ledek Cik A Sui tersenyum. “Pohon jambunya sudah di tebang?”

Nah lho….!

“Bee…. belum, Cik…”

“Kenapa? Ya kan, bukan kepanasan karna matahari, tapi kepanasan melihat yang di kamar, ya?”

Deggg….

“Bener, nggak?” tanya Cik A Sui.

“Iii… ya, Cik. Ko Yanto dan Yuli sedang bergulat…”

“Haa… haa… sudah lama encik tau, Phan. Sejak kamu belum kerja di sini, mereka sudah bergulat…”

“Kenapa encik biarkan?” tanya Ephan.

“Nanti kita bales, Phan!” jawab Cik A Sui.

Sekitar jam 3-an Ko Yanto datang ke toko. Sebentar kemudian, Cik A Sui berberes. “Nanti Papi pulang pakai motor Ephan ya, Mami mau pakai mobil.” kata Cik A Sui pada Ko Yanto.

Ephan yang sedang ngopi di warung tak jauh dari toko Ko Yanto, ditarik pergi oleh Cik A Sui. Tanpa banyak bertanya, Ephan duduk di samping Cik A Sui yang menyetir mobil.

Kaca mata hitam bertengger di hidung mancung Cik A Sui. Wajahnya kemerah-merahan dengan bintik-bintik jerawat yang kecil-kecil menambah kecantikan Cik A Sui. Kukunya yang lancip di cat dengan kutek warna hijau metalik. Usia Cik A Sui belum 40 tahun. Anaknya 3 orang, 2 belajar di Singapur, 1 masih SD.

Mereka pulang ke rumah. Cik A Sui membuka pintu dengan kunci yang dibawanya. “Siti pulang kampung, makanya Ko Yanto berani bergulat sama Yuli begitu…” kata Cik A Sui pada Ephan.

Mendengar nama Yuli disebut, panas di hati Ephan melonjak lagi. Ia telah menaruh jiwanya pada Yuli. Ehhh… nggak taunya…. jika saat itu ia ketemu Yuli, mungkin wajah Yuli akan dibogem mentah sama Ephan. Gigi Ephan gemeretek.

Amarah Ephan sedikit meredah ketika Cik A Sui membawa 2 lembar celana jins untuknya. “Coba sana di kamar…” suruh Cik A Sui menunjuk kamar yang terbuka pintunya.

Saat Ephan mau memasukkan celana jins baru ke kakinya, Cik A Sui masuk ke kamar. Ephan tidak keburu menutupi celana dalamnya. Cik A Sui membuat Epan terpesona beberapa detik. Cik A Sui mengenakan celana pendek seperti celana boxer yang kelihatan hampir semua pahanya yang putih mulus, dan dipadu dengan tanktop pendek dan tipis hingga kelihatan pentil teteknya dan pusernya.

“Ganteng kamu pakai celana jins begini,” kata Cik A Sui memuji Ephan. “Sudah punya pacar belum kamu?” tanya Cik A Sui.

“Belum, Cik…”

“Cepetan dong cari pacar… kan sudah bisa cari duit sendiri?”

“Gaji segitu mata cukup buat pelihara bini, Cik?”

“Iya sih… mmm… mmm… bulan depan… encik tambahin ya? Tapi kamu jangan ngomong-ngomong sama teman-temanmu, apalagi sama Yuli. Ya?” balas Cik A Sui. “Udah tuh celana, dicopot!” kata Cik A Sui kemudian dengan tersenyum sambil duduk di tepi tempat tidur.

Kemudian Ephan melepaskan jins barunya. “Sini, encik lipatin…” kata Cik A Sui menjulurkan tangan.

Ephan membawa celana jinsnya mendekati Cik A Sui. “Hmmm… burungmu itu…” desah Cik A Sui menjulurkan tangan ke tonjolan celana dalam Ephan.

Ephan terdiam antara malu dan terangsang. Apalagi ketika tangan Cik A Sui meremas tonjolan itu, celana jins ditangan Ephan terlepas ke lantai. Kontol Ephan langsung ngaceng!

Cik A Sui menarik Ephan ke tempat tidur dan melepaskan celana dalam Epan. Cik A Sui mengocok kontol Ephan yang keras. Mata Ephan terpejam menikmati kemulusan tangan Cik A Sui. Namun kemudian ia merasa kepala kontolnya digelitik.

Uuaaahhhh….

Lidah Cik A Sui menjilat-jilat kepala kontol Ephan. Nikmatnyaaaa…. oooohhhhhh…. ooohhhhh…. desah Epan dalam hati, segera dilupakannya Yuli dan juga Fatimah yang hampir setiap malam memberikan Ephan kenikmatan.

Yuli kalah… Fatimah lewat…!

Cik A Sui melepaskan kaos Ephan, hingga tubuh Ephan telanjang. Lalu Cik A Sui melepaskan tank top-nya. Waduuhhhh…. mata Ephan sampai tidak bisa berkedip memandang tetek Cik A Sui yang putih mulus, padat bulet dan ditengah-tengahnya dihiasi pentil yang kecil itu.

Cik A Sui menjepit kontol Ephan dengan kedua teteknya, lalu dikocoknya. Mendapatkan pelayanan seperti itu, kontol Ephan langsung berkedut-kedut. Sebentar kemudian, spermanya muncrat. Crroott… crrooottt… crrooott… kencang sekali pancarannya sampai kena wajah Cik A Sui.

Sperma Ephan yang meleleh turun dari wajahnya itu, langsung dijilati Cik A Sui, bahkan kemudian kontol Ephan dikemot Cik A Sui dengan mulutnya. Ketika kontol Ephan kembali tegang, Cik A Sui melepaskan celana pendeknya dan celana dalamnya.

Sekali lagi mata Epan terpana melihat selangkangan Cik A Sui yang bersih tanpa bulu sehelaipun itu sehingga lipatan nonok Cik A Sui tampak dengan jelas. Cik A Sui kemudian berbaring terlentang di tempat tidur.

Dengan gelisah Ephan bangkit dari baringnya. Diciuminya tetek Cik A Sui, diciuminya puser Cik A Sui, lalu diciuminya juga belahan nonok Cik A Sui. Setelah itu, lidahnya menyapu paha Cik A Sui, menyapu betis Cik A Sui.

Kemudian kaki Cik A Sui diangkat, lalu telapak kakinya diciumi, dan dijilati. Cik A Sui menggelinjang. Betapa nikmat rasanya ketika telapak kakinya dijilati oleh lidah Ephan yang kasar.

Setelah itu, Ephan menghisap jempol kaki Cik A Sui. Cik A Sui menggeliat-geliat. Nonoknya terasa berdenyut-denyut hebat seperti kesetrum listrik ribuan watt.

Ko Yanto belum pernah memperlakukannya seperti itu. Cik A Sui benci…. benci kalau terbayang wajah Yuli. Kemudian dibukakannya kedua pahanya lebar-lebar dan menyodorkan nonoknya untuk dijilat Ephan.

Lidah Epan menyapu permukaan nonok Cik A Sui yang tembem dan basah. Lendir nikmat Cik A Sui rasanya gurih, beda dengan lendir Yuli atau lendir Fatimah yang berbau basi kencing dan kadang-kadang berbau amis.

Sambil lidahnya menjilat, tangan Ephan juga meremas tetek Cik A Sui. Cik A Sui menggelinjang-gelinjang. “Enak sekaliii…. Ephaannnn…. enaakkkk… “ rintih Cik A Sui dengan suara tertahan-tahan. Napasnya memburu.

Ephan mengeluarkan segala pengalaman seksnya. Lidahnya masuk mengebor lubang nonok Cik A Sui. Dinding nonok Cik A Sui rasanya menggerindil. Lidah Ephan menjelajah sampai dinding rahim Cik A Sui. Cik A Sui menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan.

“Ephaannnnn…. ooohhh… Ephannnnn….!” serunya.

Ephan semakin semangat. Kelentit Cik A Sui yang sudah tegang digigitnya. “Aaaaahhhhhhhhhhhhhhhhh……. !!!!” teriak Cik A Sui tidak peduli suaranya kedengaran tetangga.

Pantatnya naik dari kasur, kedua pahanya kejang-kejang. Cik A Sui orgasme! Tapi Cik A Sui belum selesai orgasme, Epan sudah mendorong kontolnya masuk ke lubang nonok Cik A Sui. Lubang nonok yang ketat. Ephan harus bekerja keras memompa kontolnya.

“Kontolmu besar Phan, masukinnya pelan-pelan ya?” kata Cik A Sui.

Ephan mencium bibir Cik A Sui. Mereka saling mengulum bibir, sehingga tanpa terasa kontol Ephan sudah tenggelam di dalam nonok Cik A Sui. Ephan memompa, Ephan menyodok, sementara pantat Cik A Sui meliuk-liuk. Kontol Ephan seperti mengaduk-aduk dinding nonok Cik A Sui.

Selanjutnya, Ephan membalik tubuh Cik A Sui ke atas. Cik A Sui menduduki kontol Ephan, lalu dipacunya seperti benteng liar. Tetek Cik A Sui berkedut-kedut naik-turun menambah erotis sanggama Ephan. Kedua tangan Ephan meremas tetek Cik A Sui yang padat. Jari jemarinya memelintir pentilnya. Cik A Sui memacu kontol Ephan semakin cepat.

“Ooooohhhh…. ooooohhhhhh….. ooooohhhhhh….” desahnya.

Pertahanan Ephan pun jebol. Merasakannya, Cik A Sui menurunkan tubuhnya memeluk Ephan dan pantatnya menekan kuat ke kontol Ephan. Ephan melumat bibir Cik A Sui dengan kuat saat spermanya menyembur ke rahim Cik A Sui.

oooOooo​

Ephan tidak menanggapi ketika Yuli mengatakan padanya bahwa ia tidak haid. Ephan tidak mau bertanggung jawab jika Yuli hamil, karena memek Yuli juga dipakai oleh Ko Yanto.

“Kalau mau tau anak siapa di rahimmu, ya tes ke rumah sakit..“ kata Ephan.

“Gue hanya sama kamu, Phan!”

“T*ik kucing… lo hanya sama gue! Di dalam memek lo itu juga ada sperma Ko Yanto!”

Mata Yuli terbelalak ketika Ephan menyodorkan layar hape ke depan matanya. Memeknya sedang disodok kontol Ko Yanto. “Ini bukti buat gue ngelaporin lo ke suami lo!” kata Ephan.

“Aku mohon jangan, Phan!” Yuli memeluk Ephan. Hati Ephan luluh. Ia masih mencintai Yuli. Dikecupnya bibir Yuli dengan lembut.

Seterusnya….

“Phan, nanti kamu pulang kerja, beliin Mak tespack, ya?” kata Fatimah.

“Tespack itu apa, Mak?”

“Itu, buat tes kehamilan…”

“Buat siapa, Mak?”

“Iya buat Mak-lah, buat siapa lagi? Mak nggak datang bulan….”

“Waduuhhh…”

“Kenapa kamu waduh? Bukannya kamu pengen anak dari Mak? Bukannya kamu pengen jadiin Mak istrimu?”

“Cik A Sui juga hamil, Mak!”

“Apa? Kamu main sama Cik A Sui juga? Kebangetan kamu!” teriak Fatimah menarik kuping Ephan.

Ephan memeluk Fatimah, lalu dengan kecepatan kilat, Ephan menunduk lalu menggigit pentil tetek Fatimah yang menyembul di depan kaos Fatimah.

”Adddaauuuuhhhhh…. “ teriak Fatimah. “Putus deh pentil tetek Mak!” Fatimah menaikkan kaosnya.

Ephan menyerbu tetek Fatimah yang telanjang. “Ooooohhh…. Phaannn… aaahhh… iihhh…. eeehhhh….. ssstttt….” desah Fatimah ketika pentil teteknya dihisap Ephan.

Ephan merobohkan Fatimah ke lantai. Ibu dan anak itu kemudian bergulat erotis. Sepasang mata milik Esah, adik Epan mengintip dengan desahan lirih dan sekali-sekala jari jemari mungilnya mengusap celana dalamnya yang lembab…. nonok Esah berdenyut-denyut basah… melihat kontol kakaknya keluar-masuk di lobang nonok Mak-nya, Fatimah…

Ephan dalam lingkaran setan ketiga wanita itu, Yuli, Fatimah dan Cik A Sui. Ephan mencintai Yuli, tapi enggan melepaskan Fatimah, dan di antara kedua wanita itu Cik A Sui selain memanjakan Ephan dengan nonoknya, juga memanjakan Ephan dengan duitnya.

Tetapi, Cik A Sui mana ia mau mengerjakan wanita hamil di tokonya, apalagi Cik A Sui tau bahwa di dalam rahim Yuli mengandung benih Yanto, suaminya?

Yuli terpaksa harus pulang ke kampung halamannya bersama perutnya yang hamil sudah 12 minggu dan sejumlah uang pesangon serta sisa air mani Ephan di lubang nonoknya.

Ephan berjanji akan menikahi Yuli jika Yuli sudah melahirkan. Sementara perut Fatimah semakin membesar.

Esah tau bagaimana caranya membuat Ephan bertekuk lutut menjauhkan dirinya dari Fatimah. Esah keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil membalut tubuhnya yang sintal. Bulu kemaluannya yang lebat sengaja tidak dikeringkan.

Ia mendekati Ephan yang sedang berbaring di kasur bermain games. Otomatis air dari bulu jembutnya yang basah jatuh ke lantai. “Kak, beliin Esah BH yang sexy, dong…” kata Esah.

“Tapi harus ada gantinya.” ujar Ephan.

“Apa?”

“Nonok kamu, mau…?”

“Neh…” Esah mengangkat handuknya menunjukkan bulu jembutnya pada Ephan, lalu berlari pergi sambil tertawa cekikikan.

Ephan terpancing. Ephan mengejar Esah ke kamar. Esah pura-pura menjerit saat tubuhnya didorong ke kasur oleh Ephan dan handuknya dicabik.

Ephan menghunuskan kontolnya yang tegang lalu ditikamnya ke lubang nonok Esah. “Awwwwhh…” teriak Esah serasa nonoknya pecah.

Entah kebetulan atau kepiawaian Ephan ngentot wanita, hanya dengan sekali tikam nonok adiknya robek.

Ephan mendiamkan kontolnya di lubang nonok Esah yang sempit. Napas Esah terengah-engah. Ia sudah tidak perawan. Lubang nonoknya yang suci sudah diterobos kontol Ephan.

“Akan aku laporkan sama Bapak. Aku nggak tau apa, Kakak ngentot sama Mak…?” ancam Esah.

Ephan tak gentar. Terus saja disetubuhinya Esah. Tetek Esah yang mengkal diremas. Pentil Esah yang baru mekar dihisap sambil kontolnya mengaduk-ngaduk lubang persemaian Esah.

Tikaman demi tikaman Ephan melancarkan serangan ke lubang nonok Esah. “Yeaahh… aaahhh… ahhh… Kaakk… auuwhh… trusss… Kak… seperti Kakak ngentot Mak…” desah Esah mulai nikmat nonoknya diacak-acak kontol Ephan.

Ephan benar-benar seperti kuda liar merajam nonok Esah. Tiba-tiba handphone Erphan berbunyi.

Cik A Sui…

“Ko Yanto mati, Phan…” tangis Cik A Sui.

Kebetulan air mani Ephan mau keluar. Lalu Ephan pun menyemburkan maninya terlebih dahulu di lubang nonok Esah.

Setelah otak Ephan segar, Ephan baru kaget. Ko Yanto mati???

Ephan harus menerima kenyataan itu. Setelah Ko Yanto meninggal 100 hari, Ephan menikah dengan Cik A Sui meski umur mereka jomplang. Ephan berumur 20 tahun, sedangkan Cik A Sui berumur 41 tahun.

Yuli datang ke pernikahan Ephan bersama suami serta membawa bayinya yang berumur 2 bulan. Fatimah juga sudah melahirkan, sedangkan Cik A Sui menikah dalam keadaan perut besar yang tersembunyi di balik gaun pengantinnya.

Tapi secara sembunyi-sembunyi nonok Esah masih sering mendapatkan kontol kakaknya, Ephan.

Sampai di sini kisahku.

Salam

( E p h a n )