DIANA DAN JALAN HIDUP YANG DIA PILIH

Sedikit info
Ini adalah Thread pertama aku, jangan dibanding bandingkan dengan yang lain yaaa.
Cerita ini hanya fantasy semata, jangan pernah tiru pada kehidupan nyata.
Cerita ini bergenrekan gore, jadi kalau yang yang engga suka bisa skip, ingat lho aku sudah peringati!!!!!

DIANA DAN JALAN HIDUP YANG DIA PILIH​
Cough……cough……uhuk……uhuk…… mendengar itu ibuk yang tadinya di ruang langsung menghampiriku di kamar, dielapnya hidung dan mulutku yang sedikit mengeluarkan noda darah, keadaanku makin hari makin memburuk, aku tak tahu sakit apa yang kuderita sudah hampir 6 bulan aku berada di kamar dan tak kemanapun. tes….tes…tes…. Air mata Ibuk jatuh membasahi dahi dan pipiku, kemudian ibuk kembali mengelapnya. “Maafkan Ibuk ya Nduk, Ibuk tidak punya uang untuk ke dokter” Ibuk menangis sambil mengatakan hal tersebut. “Iya Buk, Diana nggak apa apa kok cuma batuk kecil” Aku yang coba menenangkan Ibukku Aku hidup di pedesaan, cukup jauh memang jaraknya dari kota, rumah-rumahnya sangat tradisional, listrik belum ada dan jika malam tiba gelap selalu menjadi teman baikku di kamar, sebetulnya ada lampu ublik api tapi hanya orang yang mampu saja yang punya. Jalanan disini belum beraspal, masih berupa batu-batu yang ditata rapi. Disini tidak ada dokter, biasanya jika orang yang sakit akan dibawa ke tempat Tetua Desa, Jika Tetua bilang seseorang bisa disembuhkan maka dia akan diberi obat herbal secara berkala, tapi jika Tetua Desa sudah berbicara jika orang ini tidak bisa diselamatkan maka dia akan dijadikan tumbal untuk Roh Sang Penguasa Kuno di Desaku. Inilah alasan Ibukku untuk tetap memaksa diriku berada dirumah dan tak mau berobat ke Tetua Desa, karena sakit mesterius yang kuderita makin hari makin parah Ibukku berfikir jika nanti aku ke tempat Tetua Desa yang ada, aku akan ditumbalkan. Bapakku pergi meninggalkanku 3 bulan yang lalu, waktu itu dia seperti hari hari biasanya, pergi bekerja di sawah yang sedang ia garap, namu ketika sore hari dia tak kunjung pulang, tetangga yang sempat melihat jika dia pergi meninggalkan desa. Untuk sekarang ibukku lah yang menajdi tulang punggung di keluargaku, Hasil dari ibukku bekerja tidaklah banyak, hanya upah yang tidak seberapa. Dia bekerja sebagai pembantu di rumah orang mampu. Untuk hidup orang orang di desa kami mengandalkan Pertanian Perkebunan dan juga Peternakan, biasanya jika ingin menjual hasil dari Perkebunan dan juga Peternakan harus pergi ke kota dulu. Sebetulnya aku tidak mau membuat Ibukku menderita, melihat anak perempuansemata wayangnya sakit-sakitan. Setiap harinya aku dan ibukku hanya makan ubi rebus, kadang kalau lagi apes makannya singkong karena belum panen. Waktu bapakku masih ada disini aku dan ibukku makan nasi dengan lauk tempe dilengkapi sayur sebagai temannya tapi semua sirna, sungguh ironi bukan untuk diriku yang sakit ini harus makan makanan yang tidak memenuhi gizi. Beberapa hari kemudian……….. . SAKIT . DADAKU SESAK . MATAKU BERKUNANG-KUNANG . Kupanggil Ibukku “Ibuuk Ibuuk kesini buuk……. aku sudah tidak tahan lagi dengan sakit ini….. tolong bawa aku ke Eyang buk kumohon” Ibukku memelukku dengan erat “Nduk Ibuk tidak akan menyerahkan dirimu ke Eyang, ibuk nggak mau kehilangan dirimu nduk” Ujar ibukku. “Tak apa Buk, aku tidak akan menderita lagi, Ibuk juga tidak akan merasa sedih lagi jika nanitnya aku memang pantas ditumbalkan” kemudian aku memeluk ibukku. “Pikirkanlah dulu baik-baik Nduk,” Ujar Ibukku “Keputusanku sudah matang buk” aku membalas dengan lirih, aku tau hati ibukku akan terluka tapi ini demi kebaikannya terlebih aku juga sudah tidak tahan dengan keadaan ini. *Eyang adalah nama dari Tetua Desa Kesokan harinya di pagi” buta, sekitar pukul 03.30 WIB pagi aku bersama ibukku pergi ke pondok tua Eyang. perjalan ke sana sebenarnya tidak jauh namun medannya sulit dilalui & karena ibuku harus bekerja maka kami berangkat cukup dini. Cough……cough……uhuk……uhuk……

Cough……cough……uhuk……uhuk……

Cough……cough……uhuk……uhuk…… Disepanjang perjalanan aku terus saja batuk, tanganku penuh dengan noda darah yang keluar dari mulut dan hidungku, ibukku membantu dengan mengelapnya sesekali kulihat dia masih menangis tersedu-sedu sambil mengelap. “Nduk kita masih bisa kembali jika kau berubah pikiran” Tanya Ibukku meyakinkan diriku. Aku hanya menggelengkan kepala “Ibuk jika kau mau kembali, kembalilah aku bisa berjalaan sendiri” jawabku sedikit kesal “Maafkan Ibuk Nduk, Ibuk akan mengantarkan kamu ke tempat Eyang” Tok…tok…tok…tok “Masuklah…” Laki laki bernama Eyang itu menyuruh kami masuk, aku sempat terkejut melihatnya begitu tua walau begitu dia masih sehat, dia saat ini sedang duduk seperti sudah menunggu kedatangan kami. “Eyang tolong obati anakku ini Eyang, dia sudah sakit sejak 6 bulan yang lalu, sakitnya makin parah dari hari ke hari aku tidak tahu penyakit apa yang diderita anakku ini” Tanya Ibuuku menjelaskan kepada Eyang “Hemmmm Hmmmmmm Mmmmmm” Eyang hanya bergumam melihatku, tampak dia melotot, kepalanya berpindah dari bawah ke atas melihat tubuhku, dari ujung kaki sampai ujung kepalaku, aku takut. . . Eyang kemudian memberikan ku segelas berisikan air jamu “Ini nduk minum dulu” “Apa ini Eyang? ” tanya ku “Ini adalah ramuan kebenaran” ujar Eyang Aku yang tak tau soal minuman ramuan itu apa langsung menguknya ke mulutku, rasanya begitu pahit…. selang beberapa menit aku memuntahkan semua minuman yang tadi masuk ke mulutku, warna muntahan ku bercampur dengan darah yang begitu pekat, ibuku menangis melihat keadaan ku dari samping dan dia menghampiriku dan mengelap mulutku yang bercerean muntahaan. sembari mengelap ibuku memohon kepada Eyang agar aku disembuhkan. Eyang berdiri dan menuju kamar belakangnya. “Kemarilah wahai ibuk dari anak itu…” panggil Eyang kepada ibukku. ibukku segera menghampiri, terjadi percakapan disana aku tak begitu mendengar dengan jelas, tapi yang kulihat lagi lagi ibukku menangis tersedu-sedu lagi. dia kembali membawa kotak kecil aku tak tau apa isinya, dia kemudian memelukku. “Nduk ibuk pulang dulu ya, kamu selama disini jaga sikap mu sama Eyang, patuhi semua perkataannya ya Nduk” “Iya buk, ibuk hati hati di jalan” Aku sudah mengerti apa yang akan terjadi selanjutnya, mungkin ini pertemuan ku yang terakhir dengan ibuk, sembari melihat dia pergi dari kejauhan, maafkan aku ibuk…. sudah menyusahkan ibuk selama ini…..​

Eyang menjelaskanku apa sebenarnya Ramuan Kebenaran itu, orang yang meminum ramuan itu dikhususkan untuk dua jenis penyakit. Pertama jika reaksinya baik tubuh hangat dan tidak ada penolakan maka obat herbal akan cocok dikonsumsi sampai tubuh benar benar sehat. Tapi jika orang dengan reaksi memuntahkan minmuman itu maka tidak ada pilihan lain selain menunggu kematian. beberapa saaat aku termenung menunggu nasib kematianku. “Nduk kematianmu akan menjadi sesuatu yang sangat spesial bagi dewa kita, tapi dirimu harus iklas dan rela tanpa ada rasa penolakan, jika kau memang bersedia ritual akan dimulai 3 jam lagi” ujar Eyang “Eyang bagaimana jika aku menolak dan memilih untuk hidup” tanyaku sembari berfikir kalau aku sebenarnya masih ada keinginan untuk hidup. “Kau akan kukembalikan ke ibumu, sebagai gantinya ibumu juga akan mengembalikan emas dan uang serta barang beharga yang dibawanya saat pulang, dan kau akan membuat ibumu menderita melihat kondisimu yang makin buruk seperti yang sudah sudah, yang kedua adalah karena penyakitmu itu misterius aku khawatir jika nantinya kau akan menularkan itu kepada penduduk desa nduk. Pikirkanlah matang” nduk. Dengan pikrian yang kalut, aku siap menjadikan diriku sebagai persembahan untuk dewa, dengan lantang tanpa keraguan Aku siap eyang menjadi tumbal.
“Ayo Nduk segera kita mulai ritualnya, pertama lepaskan semua pakaian yang melekat pada tubuhmu” “Iya Eyang” jawabku Aku menuruti semua perkataan Eyang, kulepas baju, celana panjang, yang terakhir bra dan cd, Eyang juga melarangku menggunakan anting anting jadi kulepas juga. Sekarang aku sudah telanjang bulat dihadapan lelaki tua ini, kutupi payudara kecil dan vaginaku dengan tangan kanan memegang bagian atas dan kiri bagian bawah, eyang melihatku bagai makanan yang siap di satap. dihadapanya Eyang berkata padaku untuk tidak menutupi payudara dan vaginaku, dia juga meminta diriku untuk berputar guna melihat bagian belakangku. kudengar pintu Eyang ada yang mengetok, sepertinya ada tamu lain, aku langsung bergas mengambil lagi sempak dan bra ku tapi eyang mengambilnya dengan cepat, wushhh, disembunyikanlah pakaianku di dalam pakaian eyang, aku bersikeras memintanya kembali namun… “Masuk…” Ujar Eyang “Permisi Eyang” jawab tamu eyang Mata mereka melongo melihat diriku telanjang bulat seperti ini, saat ini posisi ku berada di belakang eyang untuk menutupi tubuhku. “Perkenalkan ini nduk Diana, dia akan menjadi persembahan untuk dewa kita, Diana perkenalkan mereka berempat adalah muridku” Ujar Eyang Aku melihat ada dua orang laki laki dan dua orang perempuan, usia mereka jelas lebih tua dariku, tapi mereka masih tampak muda dan produktif. Eyang kemudian menyuruh kedua murid perempuannya untuk menyiapkan air kembang untuk diriku mandi, sebelum itu Eyang mengatakan padaku kalau aku harus melepaskan keperawananku untuk Eyang, katanya agar darah kotor yang ada didalam diriku bisa disucikan. Tanganku ditarik masuk kedalam kamar eyang, disana sudah terbaringkan jarik sebagai alas diaatas kasur eyang, diriku kemudian ditidurkan dalam posisi telentang, di tahannya kedua tangan dan kaki ku oleh dua laki laki murid eyang tadi. Disini Eyang mulai mencumbuiku tanpa batas, kenapa aku bisa bilang tanpa batas semua bagian luar tubuh dijilati puas oleh Eyang, pertama dia mengemut telinga ku rasanya geli, kemudian jidat dan keningku, dilanjutkan pipi kanan dan kiri disaat ini aku sudah ngos ngosan karena nafas Eyang yang beberapa kali kuhirup, (uhhhh bau khas orang tua) tak berhenti disitu Eyang juga menjulurkan lidahnya masuk ke dalam rongga hidung ku >,< geliiiii kanan dan kiri bergantian. tangan dan kakiku terus berontak karena tak kuasa menerima jilatan serta cumbuan pria tua itu, tapi apa daya tangan dan kaki ku saat ini sedang di pegang oleh murid eyang, Eyang kemudian memindahkan posisi kepalanya di ketiakku, dijilatinya Ahahahahahahhaah aku tak kuat menahan tawa “Eyang geliiiiiiii” Ujar ku kelejotan “Ketiakmu baunya wangi nduk, wangi harum, mbah suka” ujar eyang Tibalah Eyang di dadaku, iya payudaraku memang tidak berukuran besar, karena pada dasarnya aku ini masih remaja yang dalam masa pertumbuhan, cukup sampai disitu Eyang kemudian memainkan pentilku dengan tangan dan lidahnya, dihisapnya dalam dalam membuat vagina ku basah kanan kiri secara bergantian, ditarik menggunakan mulut ke atas kemudian ia lepas hempas kan begitu saja, mirip seperti bayi yang baru punya gigi saat menyesui dan tubuhku dibuat kembali kelejotan oleh Eyang. “Eyang pentil diana sakit kalau digigit gitu” Pinta ku pada eyang untuk tidak menggigitnya “Udah nduk kamu nikamti saja, Sluurppp sluurrpppp “Ahhhhhhh” aku tak bisa lagi menahan desahan ini Eyang yang sudah puas dengan payudaraku kemudian berpindah menuju vaginaku, dia mencolek” serta meraba” klitorisku dengan kencang, untuk yang sekian kali aku orgasme… Eyang kemudian melepas celana hitamnya, kulihat benda Eyang begitu besar dan panjang warnanya mirp dengan celananya, hitam legam berseri, penis itu kemudian masuk ke vaginaku, memeku yang sempit menolak penis Eyang, butuh perjuangan untuk menembus memek ku yang masih perawan, darah di vaginaku mulai keluar sedikit tandanya penetrasi sudah dimulai, kurasakan kepala penis itu sudah masuk, walau rasa awalnya sakit tapi sesaat Eyang menggenjotku dengan perlahan rasa sakit itu berubah menjadi enak, entahlah bagaimana aku mendeskripsikannya tapi Eyang mulai mempercepat genjotannya, ougghhh auuuwww aaahhhh aahhh aahhhhhhhhhhh. 10 menit berlalu ahirnya eyang mengeluarkan spermanya dalam rahimku, hangat rasanya. aku yang tak kuat menerima gempuran Eyang pingsan atau kata yang tepat mungkin adalah tertidur di kamar Eyang, belum ada 5 menit aku tertidur, 2 murid perempuan Eyang menghampiri kami di kamar Eyang, merekab bilang airnya sudah siap. Diriku kemudian dibopong oleh salah satu laki laki tadi menuju kamar mandi Eyang disana aku dimandikan oleh kedua perempuan tadi, saat ini aku ber lima dengan murid Eyang, kami mandi bersama di kamar mandi itu, ruangannya begitu sempit bahkan sesekali murid eyang yang laki laki meremas payudara dan bokongku, mereka bahkan mencium bibirku juga, sedangakan murid perempuan Eyang, tangan mereka masuk kedalam memekku untuk memberishkan sisa sperma yang tadi dikeluarkan eyang >,< , aku juga merasakan jari jari kecil mereka masuk kedalam anusku >,< setelah selesai mandi, wangy dan bersih, eyang memberikan ku jarik untuk dikenakan, aku tak tahu kemana hilangnya semua pakaianku, mungkin disembunyikan Eyang, tapi tak mengapa toh aku juga tidak memerlukannya lagi, kan sebentar lagi aku mau mati hihihi Eyang meberikanku jamu tidur, dia tak menjelaskan bagaimana caraku mati nantinya, kuminum jamu itu segelas sampai habis ougggggghoeeek rasanya benar benar mngerikan, pahit dan getir. aku duduk di pangkuan eyang, mirip cucu dan kakeknya kurasakan penis eyang berdiri mengenai bokongku yang ditutupi dengan selembar jarik ini >,< , Dalam pangkuan Eyang, beliau berkata, “Nduk kamu harus bangga bisa menjadi persembahan dewa kita nduk” ujar Eyang Aku hanya bisa menganngguk karena terlalu ngantuk untuk menjawabnya. 30 menit berselah aku benar benar tak sadakan diri, tubuhku dibopong menuju ranjang eyang di kamar yang lain, hanya itu yang kurasakan.

*Pov ini adalah dari sudut pandang penulis yang tahu segala ceritanya ya! Jarik yang yang tadinya dipakai Diana dilepas oleh murid Eyang, dijadikanlah alas untuk Diana berbaring. Tangan dan kaki Diana diikat di tiap bagian samping kasur, meskipun Diana dalam keadan tidak sadar dia masih mampu merasakan tubuhnya. Eyang kemudian menjampi jampi dengan menyipratkan air pada tubuh diana, mata Diana hanya bisa merem melek merem melek karena efek jamu itu. Diambilnya pisau genggam dengan ukuran sedang, diiris pergelangan tangan kanan Diana, tebelalak mata diana melihat tanganya dipotong, jleb sruttt sruttt sruttt srekkkkkk Eyang memaju mundurkan pisaunya, darah mengucur deras dari pergelangan gadis itu. Sekarang telapak tangan Diana benar benar terpisah dari tubuhnya. “Eeeeengggghhhhhhhh” Diana hanya mengerang kemudian matanya kembali merem. Eyang beralih ketangan satunya, dengan sigap Eyang mingiris pergelangan gadis itu dengan cepat seperti mengiris buah. srekkkkkk sreeeekkk srekkkkkk darahnya benar benar mengucur deras membasahi jarik yang sudah Diana pakai sebelumnya. plukkkk telapa tangan satunya juga sudah terpisah. . “Ougghhhhhh” Sekali lagi Gadis itu hanya bisa mengerang. . Para murid Eyang kemudian meminggirkan telapak tangan Diana ke pinggir ruangan, sekarang Eyang akan memotong lengan Diana, Kali ini Eyang menggunakan Golok yang sudah diasah jauh jauh hari, ditempelkanlah alat itu pemotong itu ke ketiak Diana, Ceplaaassss tangan Gadis itu sekarang benar benar putus… dilanjutkan dengan lengan sebelahnya, Ceplassss!!!!!!! “Engghhhmm” Erangan Diana tak sekeras sebelumnya, makin lama kesadarannya akan semakin menghilang. Sekarang Diana tangan Diana benar benar buntung. Bagaimanapun juga ritual itu akan terus berlanjut, alat yang akan digunakan oleh selanjutnya adalah gergaji untuk memotong paha kaki gadis itu… Sreeekkk srekkkk srekkkk srekkkkkk tenaga Eyang cukup kuat sampai membuat kasur yang dibuat tidur diana bergetar. “Eeeeyyyaaannggg apa yang terjadi padaku, eeeeyyaaaannggg tolongg badanku sakit semuaaaa” Tanya Diana merasakan perihnya tangannya yang sudah terputus dan pahanya yang sedang dalam proses pemotongan. “Hei tenangkan dia” ujar Eyang, yang kemudian melanjutkan memotong paha gadis itu. Kedua murid eyang yang perempuan menghampiri wajah Diana, mereka seraya memberikan semangat dan kata kata indah agar Diana tidak panik. Dibelai rambut diana dengan lembut, disentuh pipi diana dengan nyaman membuat Diana tak lagi merasakan panik ataupun kesakitan. Sesaat setelah kaki Diana sudah terputus, Eyang memerintahkan semua muridnya untuk menjahit lengan, dan paha Diana. Mereka mendapatkan satu bagian bagian tiap orang. dengan sigap dan tanggap proses itu tak memakan waktu lama, Diana saat ini sudah seperti boneka hidup, Dia berhasil bertahan pada ritual itu, tapi itu sebenarnya bukanlah ritual akhir. Seharian Diana dibirakan tidur untuk menyesuaikan tubuhnya yang baru, di hari berikutnya ritual terkahir dimulai. gadis itu di bopong menuju sungai di belakang rumah Eyang , dia dimandikan oleh Eyang bersama keempat muridnya, Eyang yang saat ini menggondong tubuh mungil Diana seperti bayi memandikannya dengan menceburkan seluruh tubuh gadis itu ke dalam air, dengan tangan yang masih memegang tubuhnya kembali diangkat, dicemburkannya lagi sampai diana gelagepan karena air sungai yang masuk ke dalam paru parunya, proses itu berulang-ulang sampai tubuh gadis itu benar benar lemas. Setelah mentas, dikeringkannya tubuh Diana menggunakan handuk. setelah kering salah satu muridnya mengambil penjepit yang terbuat dari besi. dia memasukkan penjepit itu ke mulut Diana, ditariknya lidah Diana sampai mentok, kemudian kakek mengambil pisau yang sudah dipanaskan, cesssssssssssssss Slassssshhhhhhhhhh, ditariknya lidah Gadis mungil itu yang kemudian terlepas dari dalam mulutnya. “Aaaaaaarrrrrgghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh” Diana menjerit sekencang kencangnya, karena kali ini dia sadar dan tidak terpengaruh oleh jamu tidur. Darah yang ada di mulut diana cepat mengering karena Eyang menggunakan pisau panas yang akan melebur kulit mulut diana, rambut kepala Diana kemudian dicukur habis menggunakan gunting, krekk krekk kreekk…… saat ini dia terlihat gundul. . . Proses selanjutnya adalah memasukkan tubuh Diana kedalam kotak peti yang terbuat dari kayu dengan ukuran 90*60 cm, tubuhnya begitu sesak didalam kotak itu. selanjutnya ditindiklah hidung diana yang menembus bagian dalam sampai bolong kemudian diberi tali yang dikaitkan dengan lonceng besi berukuran kecil, jika Diana menggerakan kepalanya lonceng itu akan berbunyi, krincing krincing….. Setelah semua selesai Eyang memberi Pesan terkahir pada Diana, “Terimakasih Nduk atas pengorbananmu” Kemudian peti itu di tutup dan dimasukkan kedalam sumur kecil berbentuk persegi panjang dengan kedalaman 3 meter yang berletak tepat di belakang rumah Eyang. . Gadis itu dibiarkan di dalam tanah sendiri, tidak diberi makan dan minum. Hanya kegelapan yang menemani. krincing krincing krincing krincing krincing krincing bunyi lonceng terus menerus mengelurakan bunyinya . 3 hari berlalu hingga sampai titik dimana lonceng itu tidak berbunyi lagi. . . . . Tamat-​